DOSEN PENGAMPU :
Dr. Derlina,M.Si
Disusun oleh :
KELOMPOK 2:
Alesandro Hutapea : 8166176001
Harbintoro Situmorang : 8166176007
Januarita Br Ginting : 8166176009
Juliman Simarmata : 8166176011
Yaumil Silvini : 8166176022
2. Michael Faraday.
Michael Faraday adalah salah satu ilmuwan Kristen yang terkenal dan mau
konsisten menerapkan Firman Allah dalam kehidupan keilmuwannya. Faraday
dilahirkan pada tahun 1791 di sebuah keluarga miskn di London, Inggris. Pada
umur 13 tahun, dia bekerja part-time di sebuah toko penjilidan di London. Dia
membaca semua buku yang dia jilid, dan berangan-angan untuk menulis buku atas
namanya sendiri. Lambat laun dia tertarik dengan konsep energi, khususnya
tentang gaya.Dari kecintaannya pada banyak bacaan dan percobaan-percobaan
yang dia lakukan tentang gaya, dia sampai pada penemuannya di bidang
kelistrikan. Dan dari sejarah kita tahu bahwa salah satu penemuannya yang
terbesar adalah induksi elektromagnet, yang menjadi cikal bakal teknologi
elektromagnet modern. Pada tahun 1832, dia membuktikan bahwa listrik yang
diinduksi oleh magnet, listrik yang dihasilkan oleh baterai maupun listrik statis
adalah sama.
3. James Prescott.
Pada tahun 1840, ilmuan inggris James Prescott Joule dan ilmuan jerman,
Herman Ludwig Ferdinand Von Helmholt mendemonstrasikan bahwa listrik
merupakan salah satu bentuk energi.
James Prescott Joule adalah ahli fisika inggris.Ia lahir di selford, Inggris,
pada tanggal 24 Desember 1818. James Prescott Joule tidak pernah duduk di
bangku sekolah sampai umur 17 tahun karena sering sakit-sakitan sehingga ia
terpaksa belajar dirumah. Ayahnya membelikan semua buku yang diperlukannya
dan menyediakan sebuah laboratorium.
Pada usia 17 tahun,ia baru mengalami rasanya duduk di bangku sekolah.
Selain rajin belajar, Joule rajin juga mengadakan eksperimen dan menulis buku
tentang panas yang dihasilkan oleh listrik volta. Tiga tahun kemudian ia
menerbitkan buku tentang ekuivalen mekanik panas dan empat tahun kemudian
menerbitkan buku tentang hubungan dan kekekalan energi. Nama Joule kemudian
dipakai sebagai nama satuan energi.
Pada masa ini teori-teori atau konsep-konsep kelistrikan mengalami
penyempurnaan dari sumbangan-sumbangan pemikiran dari berbagai tokoh fisika
seperti: James Clerk Maxwell, Heinrich Rudaf Hertz, Guglielmo Marconi, dan
ilmuan-ilmuan lainnya.
Sejarah mencatat salah satu peletak dasar ilmu fisika optik adalah sarjana
islam Ibnu Al-Haitham atau yang dikenal dibarat dengan sebutan Alhazen,
Avennathan, atau Avenetan. Beliau mengecap pendidikan di Basroh dan baghdad,
penguasaan matematikanya oleh Max Mayerhof, seorang sejarahwan dianggap
mengungguli Euclides dan Ptolemeus.
Setelah selesai di kedua kota itu, Ibnu Al-haitham meneruskan
pendidikannya di mesir dan bekerja di bawah pemerintahan kholifah Al-Hakim
(996-1020 M) dari daulah fatimiyah. Dia pun mengunjungi Spanyol untuk
melengkapi beberapa karya ilmiahnya. Seperti sarjana islam lainnya, Ibnu Al-
Haitham atau Alhazen tidak hanya menguasai fisika ilmu optik, tetapi juga
filsafat, matematika, dan obat-obatan atau farmakologi. Tidak kurang 200 karya
ilmiah mengenai berbagai bidang itu dihasilkan Ibnu Al-Haitham sepanjang
hidupnya.
Karya utamanya tentang optik naskah aslinya dalam bahasa Arab hilang,
tetapi terjemahnya dalam bahasa latin masih ditemukan. Ibnu Haitham
mengoreksi konsep Ptolemeus dan Euclides tentang penglihatan. Menurut kedua
ilmuwan Yunani itu mata mengirimkan berkas-berkas cahaya visual ke objek
penglihatan sehingga sebuah benda dapat terlihat. Sebaliknya, menurut Ibnu
Haitham, retinalah pusat penglihatan dan benda bisa terlihat karena memantulkan
sinar atau cahaya ke mata. Kesan yang ditimbulkan cahaya pada retina dibawa ke
otak melalui saraf-saraf optik.
Kepandaian matematis Ibnu Haitham terbukti ketika dia dengan sangat
akurat menghitung ketinggian atmosfir bumi yaitu 58,5 mil. Dalam karyanya
Mizcmul Hikmah, Ibnu Haitham banyak menguraikan tentang masalah atmosfir
ini, terutama berkait dengan ketinggian atmosfir dengan meningkatkan kepadatan
udara. Secara eksperimental, ia berhasil menguji berat benda meningkat dalam
proposinya pada kepadatan atmosfir yang bertambah.
Ia juga membicarakan masalah yang berhubungan dengan pusat daya tarik
bumi. Jauh sebelum Newton membahas gravitasi, Ibnu Haitham telah
membahasnya dan menjadikan pengetahuan tentang gravitasi itu untuk
penyelidikan tentang keseimbangan dan alat-alat timbangan. Dalam kaitan itu
pula, Ibnu haitham menguraikan dengan jelas hubungan antara daya tarik bumi
dan pusat suspensi. Penjelasannya mengenai hubungan antara kecepatan, ruang
dan saat jatuhnya benda-benda diyakini menjadi ilham bagi Newton untuk
mengembangkan teori gravitasi.
Selain masalah cahaya dan atmosfer, Ibnu Haitham juga banyak
melakukan eksperimen mengenai camera obscura atau metode kamar gelap, gerak
rektilinear cahaya, sifat bayangan, penggunaan lensa, dan beberapa fenomena
optikal lainnya. Metode kamar gelap atau camera obscura dilakukan Ibnu Haitham
saat gerhana bulan terjadi. Kala itu, ia mengintip citra matahari yang setengah
bulat pada sebuah dinding yang berhadapan dengan sebuah lubang kecil yang
dibuat pada tirai penutup jendela.
Untuk semua eksperimen lensa, Ibnu Haitham membuat sendiri lensa dan
cermin cekung melalui mesin bubut yang ia miliki. Eksperimennya yang
tergolong berhasil saat itu menemukan titik fokus sebagai tempat pembakaran
terbaik, saat itu, ia berhasil mengawinkan cermin-cermin bulat dan parabola.
Semua sinar yang masuk dikonsentrasikan pada sebuah titik fokus sehingga
menjadi titik bakar.
Bukunya tentang optik, Kitab Al-Manazir, diterjemahkan kedalam bahasa
latin oleh F. Risner dan diterbitkan oleh Basle pada tahun 1572 M. karyanya ini,
bersama karya-karya optik lainnya, sangat mempengaruhi ilmuwan abad
pertengahan, seperti Roger Bacon, Johannes Keppler, dan Pol Witello. Diyakini ,
banyak karya-karya monumental dari mereka diilhami oleh hasil eksperimen yang
dilakukan Alhazen atau Ibnu Haitham.
Menurut Philip K. Hitti, tulisan-tulisannya mengenai berbagai persoalan
optik membuka jalan bagi para peneliti optik barat pada kemudian hari dalam
mengembangkan disiplin ilmu ini secara lebih luas. Semua karya itu
diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa Eropa, termasuk Rusia dan Ibrani.
Sejarahwan terkemuka Amerika George Sarton mengumpulkan karya-karya Ibnu
Haitham dalam bukunya Introduction to the Study of Science yang menjadi
bacaan wajib bagi mereka yang mencintai ilmu.
Ketika muda Newton sudah mengasah lensa. Pada umur 23 tahun ia membeli
prisma dan meneliti cahaya warna-warni yang dihasilkannya. Cahaya putih
menurutnya bukan murni melainkan campuran berbagai warna. Jika berbagai
warna itu gabungkan akan didapat cahaya putih. Hal ini dibeberkan kesidang
Royal Society. Pengamatan Newton dikecam habis-habisan oleh Robert Hooke.
Pada tahun 1704 Newton menerbitkan Opticks, pada bagian akhir opticks
edisi pertama yang terbit setahun setelah Hooke meninggal Newton kembali
mengajukan beberapa spekulasi secara lebih hati-hati tentang sifat cahaya. Ia
menguraikan secara terperinci teori tentang cahaya. Dia menganggap cahaya
terbuat partikel-partikel (corpuscles) yang sangat halus, bahwa materi biasa terdiri
dari partikel yang lebih kasar, dan berspekulasi bahwa melalui sejenis transmutasi
alkimia "mungkinkah benda kasar dan cahaya dapat berubah dari satu bentuk ke
bentuk yang lain, ... dan mungkinkah benda-benda menerima aktivitasnya dari
partikel cahaya yang memasuki komposisinya?" Spekulasi tentang cahaya ia
tuangkan dalam bentuk sejumlah pertanyaan. Satu diantaranya mengungkapkan
keyakinannya bahwa cahaya bersifat seperti partikel,
Bukankah cahaya merupakan butiran teramat kecil yang dipancarkan oleh benda
yang mengkilap ? Butiran seperti itu akan melewati medium yang seragam
mengikuti garis lurus, tanpa dibelokkan dan masuk kedalam bayangan dan
demikianlah juga sifat cahaya.
Butir-butir ini melaju bak berondongan peluru menaati hukum dinamika, gejala
pemantulan barangkali mudah dijelaskan dengan pengertian peluru
ini. Newton menjelaskan cahaya bagaikan peluru yang melaju mengikuti lintasan
lurus. Anehnya dilain tempat Newton malah mengusulkan teori getaran eter untuk
menjelaskan sifat cahaya. Ini memperlihatkan ketidakkonsistenan Newton. Tapi
Newton percaya bahwa eter terdiri dari partikel yang sangat halus yang
membuatnya bersifat sangat renggang dan lenting. Alam tanpa eter tidak mungkin
menghantar gelombang.
Newton bersikukuh menolak ide Huygens bahwa cahaya bersifat
gelombang. Menurut Newton gelombang akan melebar dan mengisi seluruh ruang
seperti gelombang air mengisi ceruk kolam, padahal dalam praktik cahaya
mengikuti garis lurus dan tidak mengisi ruang bayangan. Pada kesempatan
lain Newton menyatakan lebih suka langit tetap kosong daripada diisi eter.
Bagaimanapun juga sekiranya ruang angkasa diisi eter maka perjalanan benda
langit terhambat. Implikasi ini tidak teramati, ia tetap lebih suka alam tanpa eter,
persis seperti ajaran atonomi yunani. Dari sini dapat disimpulkan
bahwa Newton masih bimbang perihal cahaya, ia tidak dapat memilih antara
model peluru dan getaran eter meski condong pada yang pertama. Dalam edisi
kedua Principia (1713) Newton kembali menutup segala spekulasi dan menulis
saya tidak mengakali hipotesa.
Walaupun Newton sendiri jelas-jelas kurang yakin tentang sifat cahaya, orang-
orang yang mendewakannya tidak perduli dengan keraguan itu. Bagi
mereka Newton mengajar sifat peluru cahaya secara lugas. Bagian opticks yang
membahas getaran yang dirangsang dalam eter tidak dihiraukan murid-murid
newton. Ada buku teks terbitan 1738 menegaskan bahwa sulit membayangkan
cahaya selain partikel materi yang sangat kecil tapi jelas. Anggapan bahwa cahaya
adalah materi menjadi unsur kepercayaan para ahli optika yang dipegang erat-erat.
Topik cahaya untuk pertama kalinya juga menjadi bagian mekanika, atau tepatnya
dinamika yang berkaitan pada newton.
Sampai pertengahan abad ke 18 kepercayaan menggebu-gebu pada cahaya
sebagai peluru belum teruji lewat percobaan. Misalnya, argumen tentang sebutir
partikel eter yang meliputi sekurangnya lima lapis: tiga lapis menarik dan dua
lapis menolak. Lintasan yang ditempus oleh sebutir peluru cahaya yang
dipantulkan, dan satu lagi yang masuk dan terbias.
Serat optik adalah saluran transmisi atau sejenis kabel yang terbuat
dari kaca atau plastik yang sangat halus dan lebih kecil dari sehelai rambut, dan
dapat digunakan untuk mentransmisikan sinyal cahaya dari suatu tempat ke
tempat lain. Sumber cahaya yang digunakan biasanya adalah laser atau LED.
Kabel ini berdiameter lebih kurang 120 mikrometer. Cahaya yang ada di
dalam serat optik tidak keluar karena indeks bias dari kaca lebih besar daripada
indeks bias dari udara, karena laser mempunyai spektrum yang sangat sempit.
Kecepatan transmisi serat optik sangat tinggi sehingga sangat bagus digunakan
sebagai saluran komunikasi.
Efisiensi dari serat optik ditentukan oleh kemurnian dari bahan penyusun
gelas/kaca. Semakin murni bahan gelas, semakin sedikit cahaya yang diserap oleh
serat optik.
Kesimpulan
1) Hukum Archimedes adalah hukum yang membahas tentang perilaku
suatu benda yang mengalami gaya ketas ketika berada dalam suatu fluida.
2) Aplikasi hukum archimedes yang mempermudah manusia antara lain:
pembuatan kapal selam dan kapal laut. Kesemuanya itu merupakan nilai
aksiologi hukum archimedes
3 ) Hukum pascal merupakan suatu kebenaran karena bunyi hukum
tersebut/teori pascal telah tebukti secara ilmiah dan sesuai dengan keadaan
alamiah sutau benda
4 ) Beberapa diantara aplikasi hukum pascals yang mempermudah
manusia antara lain: dongkrak hidrolik dan pompa hidrolik. Kesemuanya
itu merupakan nilai aksiologi hukum pascal.
1. Terdapat empat Hukum Dasar yang berlaku di dalam sistem termodinami, yaitu:
Hukum Awal (Zeroth Law) Termodinamika Hukum Pertama Termodinamika
Hukum kedua Termodinamika Hukum ketiga Termodinamika