Anda di halaman 1dari 17

Aspek Biofisik pada Periode Pascapartum

Massa pascapartum merupakan suatu masa antara pelahiran sampai organ-organ reproduksi
kembali ke keadaan sebelum masa hamil. Berbagai perubahan anatomi dan fisiologi yang nyata
terjadi selama masa pascapartum ini seiring dengan proses yang terjadi selama masa kehamilan
dikembalikan (tabel 25-1). Pengetahuan tentang proses reproduksi dalam kehamilan dan
persalinan merupakan suatu dasar untuk memahami adaptasi organ generatif dan berbagi sistem
tubuh manusia setelah pelahiran.

Istilah puerperium (puer, seorang anak, ditambah kata parere, kembali ke semula)
merujuk pada masa enam minggu antara terminasi persalinan dan kembalinya organ reproduksi ke
kondisi sebelum hamil. Puerperium meliputi perubahan progresif payudara untuk laktasi dan
involusi (terdorong ke dalam atau kembali ke bentuk normal) organ reproduksi internal.
Perubahan yang disebabkan oleh involusi adalah proses fisiologis normal, meskipun begitu,
involusi jaringan yang mencolok dan cepat tersebut kecuali selama puerperium biasanya
menandakan adanya penyakit. Karena perubahan pascapartum sangat hebat, kualitas asuhan ibu
pada masa ini merupakan hal yang sangat penting guna menjamin kesehatan dirinya kini dan
dimasa yang akan datang.

Perubahan Sistem Reproduksi

Perubahan sistem reproduksi selama puerperium terjadi pada semua organ reproduksi internal
mayor (uterus, serviks, vagina. Tuba falopii) dan pada semua otot dan ligamen di sekeliling organ
reproduksi internal mayor tersebut. Robekan perineum atau episiotomy juga mengalami
penyembuhan selama puerperium.

Uterus

Segera setelah kelahiran plasenta, uterus menjadi massa jaringan yang hampir padat. Dinding
belakang dan depan uterus yang tebal saling menutup, yang menyebabkan rongga di bagian tengah
merata. Ukuran uterus akan tetap sama selama 2 hari pertama setelah pelahiran, tetapi kemudian
secara cepat ukurannya berkurang oleh involusi. Keadaan ini disebabkan sebagaian oleh kontraksi
uterus dan mengecilnya ukuran masing-masing sel-sel miometrium dan sebagian lagi oleh proses
otolisis, yaitu sebagian material protein dinding uterus dipecah menjadi komponen yang lebih
sederhana yang kemudian diabsorbsi,
Tempat plasenta

Segera setelah plasenta dan membrane plasenta dikeluarkan, tempat plasenta menjadi area yang
menonjol, nodular, dan tidak beraturan. Konstriksi vascular dan thrombus menyumbat pembuluh
darah yang ada di bawah tempat plasenta tersebut. Kondisi ini menyebabkan homeostasis (untuk
mengontrol perdarahan pascapartum) dan menyebabkan beberapa nekrosis daerah endometrium.
Involusi terjadi karena adanya perluasan dan pertumbuhan ke arah bawah endometrium tepid an
karena regenerasi endometrium dari kelenjar dan stroma pada daerah desidua basalis. Kecuali pada
tempat plasenta, yang proses involusinya belum komplet sampai 6 hingga 7 minggu setelah
pelahiran, proses involusi di rongga uterus yang lain komplet pada akhir minggu ketiga
pascapartum.

Afterfains

Afterfains merupakan kontraksi uterus yang intermiten setelah melahirkan dengan


berbagai intensitas. Peristiwa ini merupakan hal yang sering dialami oleh multipara, yang otot-otot
uterusnya tidak lagi dapat mempertahankan retraksi yang tetap karena penurunan tonus dari proses
persalinan sebelumnya. Pada primipara, tonus uterus meningkat, dan otot-ototnya masih dalam
keadaan dan retraksi yag tonik; oleh karena itu, primipara umumnya tidak mengalami afterfains.
Namun, jika uterus sangat besar, seperti pada kasus kehamilan multiple atau polihidroamnion
maka akan terjadi kontraksi intermiten, yang menyebabkan afterfains.

Afterfains sering kali terjadi bersamaan dengan menyusui saat kelenjar hipofisis
posterior melepaskan oksitosin yang disebabkan oleh isapan bayi. Oksitosin menyebabkan
kontraksi saluran lacteal pada payudara yang mengeluarkan kolostrum atau air susu, dan
menyebabkan otot-otot uterus berkontraksi. Sensasi afterfains dapat terjadi selama kontraksi
uterus aktif, untuk mengeluarkan bekuan-bekuan darah dari rongga uterus.

Proses Involusi

Pelepasan plasenta dan membrannya dari dinding uterus berlangsung di bagian luar lapisan spons
desidua. Sisa lapisan ini tetap berada di uterus yang sebagian akan dikeluarkan dalam rabas yang
vagina yang disebut lokia. Dalam 2 sampai 3 hari setelah persalinan, bagian desidua yang masih
tertinggal ini dibedakan menjadi dua lapisan, yang meninggalkan lapisan yang lebih dalam atau
lapisan yang tidak mengalami perubahan menempel pada dinding otot uterus tempat lapisan
endometrium baru akan tumbuh kembali. Lapisan yang berdekatan dengan rongga uterus
mengalami nekrosisten dikeluarkan menjadi lokia. Proses ini seperti proses penyembuhan di
permukaan manapun: darah mengalir keluar dari pembuluh darah kecil pembukaan ini. Perdarahan
dari pembuluh darah besar dikendalikan oleh kompresi serat-serat otot uterus yang beretraksi.
Setelah involusi, uterus kembali keukuran normal, walaupun ukurannya tidak akan sekecil ukuran
selama masa nulipara. Segera setelah pelahiran, berat uterus kira-kira 1 kg. Pada akhir minggu
pertama, sekitar 500 gram; pada akhir minggu ke dua, sekitar 350gram; dan pada saat involusi
komplet, ukuran uterus sekitar 40 sampai 60 gram. (gambar 25-1).

Segera setelah melahirkan plasenta, uterus masuk ke dalam rongga panggul dan
fundus uterus teraba di pertengahan tengah antara umbilikus dan simfisis. Dalam 2 sampai 4 jam
setelah palahiran, uterus terletak setinggi umbilikus (12-14 cm diatas simfisis pubis), dan 12 jam
kemudian, uterus dapat agak lebih tinggi (decherney dan Pernoll, 1994). Kemudian tinggi fundus
menurun sekitar 1 cm atau turun satu jari perhari. Pada hari ke-10, uterus tidak lagi dipalpasi pada
abdomen.

Lokia

Rabas uterus pascamelahirkan disebut lokia dan terjadi dalam tiga tahap:

Lokia rubra: rabas bewarna merah terang ini berlangsung selama 3 hari dan terutama
terdiri atas darah dengan sejumlah kecil lendir, partikel desidua, dan sisa sel dari tempat
plasenta.
Lokia serosa: rabas cair bewarna merah muda terjadi seiring dengan perdarahan dari
endometrium berkurang; kondisi ini berlangsung sampai 10 hari setelah melahirkan dan
terdiri atas darah yang sudah lama, serum, leukosit, dan sisa jaringan.
Lokia alba: rabas cokelat keputih-putihan yang lebih encer dan lebih transparan ini terjadi
setelah hari ke-10 dan leukosit, sel-sel epitel, lender, serum, dan desidua. Pada akhir
minggu ketiga, rabas biasanya hilang, walaupun rabas mucoid berwarna kecoklatan
mungkin terjadi sampai 6 minggu (Oppenheimer et al., 1986).
Lokia memiliki bau yang khas namun seharusnya tidak berbau busuk. Standar pengkajian
karakteristik dan volume lokia diuraikan pada bab 27.
Serviks
Segera setelah pelahiran, serviks mendatar dan sedikit tonus tampak lunak dan edema serta
mengalami banyak laserasi kecil. Serviks ukurannya dapat mencapai dua jari dan
ketebalannya sekitar 1cm. Dalaam 24 jam, serviks dengan cepat memendek dan menjadi
lebih keras dan lebih tebal. Mulut serviks secara bertahap menutup, ukurannya sekitar 2-3
cm setelah beberapa hari dan 1 cm dalam waktu satu minggu. Pemeriksaan histologi segera
setelah melahirkan menunjukkan hampir secara umur terjadi edema dan perdarahan. Epitel
endoserviks secara umum masih dalam kondisi utuh, dengan sesekali diselingi area yang
setengah terkelupas. Pada awal hari keempat, hepertropi dan hyperplasia glandular yang
terjadi selama kehamilan menyusut, dan perdarahan interstisial direabsorbsi. Namun,
involusi servik terus berlanjut hingga lebih dari 6 dengan edema dan infiltrasi sel bundar
yang masih terjadi selama tiga sampai empat bulan.
Pemeriksaan kolposkopik servik menunjukkan adanya ulerasi, laserasi, memar, dan
area kuning dalam beberapa hari setelah persalinan. Lesi-lesi tersebut, yang biasanya kecil
dari 4 mm, lebih sering terlihat pada primipara. Pemeriksaan ulang dalam 6 sampai 12
minggu kemudian biasanya menunjukkan penyembuhan yang sempurna; kondisi ini
mengindikasikan reepitalisasi yang cepat dari jaringan yang mengalami trauma. Laserasi
serviks mengalami penyembuhan dengan proses proliferasi fibroblast (decherney dan
Pernoll, 1994).
Terdapat berbagai retraksi epitelium kolumnar eversi (ektropion) pada awal masa
pascapartum. Ketika serviks mengalami penyembuhan, terdapat kemungkinan jaringan
parut yang berbentuk bintang; mulut servik pada umumnya lebih lebar, membentuk suatu
celah melintang, dan kemungkinan menganga jika terjadi laserasi (dunnhino).
Vagina dan perineum
Vagina menjadi lunak dan membengkak dan memiliki tonus yang buruk setelah persalinan.
Setelah 3 minggu, vaskularisasi, udema, dan hipetropi akibat kehamilan dan persalinan
berkurang secara nyata. Ketika sel-sel vagina diperiksa secara mikroskpik, epitelium
tampak atropik sampai minggu ketiga hingga minggu keempat, tetapi sel-sel tersebut
mencapai kembali indeks estrogen sebagaimana mestinya pada minggu keenam sampai
minggu kesepuluh pasca partum. Depisiensi estrogen yang relative ini berperan pada
penurunan lubrikasi vagina dan penurunan fase kongesti, yang menyebabkan penurunan
respons seksual pada minggu-minggu awal setelah melahirkan. Vagina bagian bawah pada
umumnya mengalami banyak laserasi superfisial setelah melahirkan; primifara mungkin
memiliki robekan kecil pada vasia dibawahnya dan otot-otot vagina. Kebanyakan dari
laserasi tersebut sembuh sendiri sampai pasca partum minggu keenam.
Rugae vagina muncul kembali pada pasca partum minggu keempat tetapi banyak dari
rugae tersebut secara permanen masih merata. Setelah melahirkan, rugae tidak setebal pada
nulipara. Mukosa vagina menebal ketika fungsi ovarium kembali dan sering kali tetap
atropik pada wanita yang menyusui sampai mereka menstruasi kembali.
Segera setelah melahirkan, introitus vagina mengalami edema dan eritematosa. Jika
terdapat laserasi atau episiotomy, kondisi edema dan eritematosa pada introitus vagina
makin parah pada area perbaikan jika tidak terjadi infeksi atau hematoma perineum dan
introitus sembuh dengan cepat.
Kebanyakan wanita terbebas dari nyeri dari perineal setelah satu bulan post partum,
walaupun pada beberapa wanita, ketidaknyamanan mungkin dapat berlangsung sampai
lebih dari 6 bulan. Lebih dari separuh wanita pascapartum kembali melakukan aktivitas
seksual pada 2 bulan pascapartum dengan waktu median senggama yang nyaman sekitar 3
bulan pascapartum. Kelambatan penyembuhan perineum dan keutuhan introitus dengan
ketidaknyamanan yang menetap yang melebihi waktu median dihubungkan dengan
laserasi vagina, persalinan dengan forceps, edema pada perineal lebih dari 4 hari setelah
melahirkan, dan infeksi vagina (Abraham et al., 1990).
Tuba Falopii dan Ligamen
Perubahan histologic pada tuba falopii menunjukkan pengurangan ukuran sel-sel
sekrotorik, penurunan ukuran dan jumlah sel-sel silia, dan atropi epitelium tuba. Setelah 6
sampai 8 minggu, epitelium mencapai suatu kondisi fase folikular awal siklus menstruasi.
Inflamasi nonbakteri yang sifatnya sementara pada lumen tuba muncul sekitar hari
keempat.
Ligamen yang menyokong uterus, ovarium, dan tuba falopii, yang telah mengalami
ketegangan dan tarikan yang kuat, relaksasi setelah proses melahirkan. Membutuhkan 2
sampai 3 bulan agar ligament tersebut kembali ke ukuran dan posis normal.
Otot Penyokong Panggul
Struktur penyokong otot dan fasia uterus dan vagina dapat mengalami cedera selama
kelahiran anak. Cedera ini dapat menyebabkan relaksasi panggul, yang melemahkan dan
memanjangkan struktur penyokong uterus, dinding vagian, rectum, uretra, dan kandung
kemih. Meskipun relaksasi struktur panggul daoat terjadi pada para wanita yang belum
mengalami persalinan atau melakukan aktivitas seksual, kebanykan kondisi ini sering kali
merupakan akibat cedera selama proses persalinan atau melakukan aktivitas seksual,
kebanykan kondisi ini sering kali merupakan akibat cedera selama proses persalinan yang
munculnya lambat. Tanda dan gejala relaksasi panggul biasanya muncul sekitar
menopause, ketika terjadi perubahan atropik pada fasia dan penurunan efek tonik estrogen
pada jaringan panggul.
Tipe relaksasi panggul yang paling sering terjadi adalah rektokel, entrokel, prolapse uterus,
uretrokel, dan sistokel. Defek ini akibat distensi dan putusnya berkas otot, laserasi fasia,
ketegangan dan robekan pada struktur penyokong. Kondisi tersebut cenderung memburuk
seiring dengan pertambahan waktu.
Otot-otot panggul sangat diperlukan untuk mempertahankan kontinensi urine saat terjadi
peningkatan tekanan intraabdomen secara tiba-tiba, seperti pada batuk atau bersin.
Berbagai otot panggul, yang berada di bawah control volunteer, bekerja sama dengan otot
polos uretra guna mempertahankan kontinensi pada wanita dengan tpnus otot yang utuh.
Persalinan berulang meningkatkan risiko terjadinya relaksasi otot panggul pada wanita.
Para wanita yang memiliki kekuatan otot panggul antepartum yang lebih besar cenderung
menynjykkan kekuatan yang lebih besar setelah melahirkan per vagian. Para wamita yang
melakukan latihan otot panggul yang lebih besar daripada mereka yang tidak melakukan
latihan tersebut (Sampselle et al., 1990; Dougherty et al., 1989). Latihan untuk membantu
pemulihan panggul dan tonus otot panggul yang dianjurkan oleh Kegel dapat memperbaiki
otot panggul. Latihan Kegel sering kali diajarkan pada klien sebagai terapi untuk gangguan
penyokong panggul seperti inkontinensia stress, sistokel, dan prolapse uterus (Resnick,
1992; decherney dan Pernoll, 1994).
Bab 17 menjelaskan latihan Kegel; berbagai pendekatan untuk mengajarkan latihan ini
pada klien pasca partum.
Dinding Abdomen
Dinding abdomen pulih sebagian dari peregangan yang berlebihan, tetapi lunak dan kendur
selama beberpa waktu. Kulit akhirnya kembali elastis, tetapi striae menetap karena terjadi
rupture serat elastis kutis. Striae menjadi samar karena penampakannya berwarna perak.
Proses involusi pada struktur abdomen membutuhkan waktu minimal enam minggu. Tonus
otot dinding abdomen kembali dan secara bertahap kembali ke kondisi semula, yang
bergantung pada tonus selama sebelum hamil, latihan, dan jumlah jaringan adipose.
Namun, jika otot tersebut mengalami regangan yang berlebihan atau jika otot tersebut
kehilangan tonusnya, maka dapat terjadi suatu pemisahan yang jelas atau diastasia otot
rektus sehingga organ abdomen tidak tersokong sebagaimana mestinya. Istirahat, diet,
latihan yang direkomendasikan, mekanik tubuh yang baik, dan postur tubuh yang benar
dapat sangat memulihkan tonus otot dinding abdomen.
Payudara
Perubahan progresif terjadi pada payudara selama kahamilan sebagai persiapan laktasi.
Lobulus payudara berkembang di bawah pengaruh stimulasi hormon estrogen dan
progesterone yang di produksi oleh plasenta dan saluran laktiferus terus mengalami
percabangan dan pelebaran. Hormon prolaktin yang dilepaskan dari kelenjar hipofisis
anterior, kortisol dari kelenjar adrenal maternal, laktogen plasenta manusia (hpl), dan
insulin, semua hormon yang jumlahnya meningkat selama gestasi, juga berperan pada
perubahan payudara. Prolactin memiliki peran utama dalam memulai laktasi, tetapi
kerjanya dihambat selama kehamilan akibat tingginya kadar estrogen dan progesteron
(Resnick, 1994).
Pada bulan terakhir kehamilan, sel-sel parenkim yang terdapat pada alveoli payudara
mengalami hipertropi dan menghasilkan kolostrum, suatu cairan encer yamg berwarna
kuning. Penurunan kadar estrogen dan progesterone yang tiba-tiba pada saat melahirkan
dan pengeluaran plasenta tampaknya memulai laktasi.
Fisiologi Laktasi
Minimal ada enam hormon hipofisis yang berperan dalam perkembangan payudara dan
laktasi: prolactin, hormone adrenokortikotropik, hormone pertumbuhan manusia, tyroid-
stimulatting hormone, follicle-stimulating hormone (FSH), dan luteinzing hormone (LH).
Selain itu, hormone somattropin korionik, Hpl, dan hormone steroid yang diskresi oleh
kelenjar adrenal, ovarium, dan plasenta memilik peran sebagian, sperti juga insulin
pancreas. Prolactin mempersiapkan payudara untuk laktasi dengan meningkatkan ukuran
payudara dan jumlah serta kompleksitas saluran dan alveoli selama kehamilan. Sejalan
dengan majunya usia kehamilan, prolactin menstimulasi sekresi yang berasal dari sel-sel
alveolar mammae, dan estrogen dan progesterone menstimulasi pertumbuhan saluran dan
alveolar, tetapi secara bertentangan, estrpgen dan progesterone menghambat sekresi air
susu.
Dengan pengeluaran plasenta, sumber semua hpl dan sebagian besar estrogen dan
progestrogen selama kehamilan secara tiba-tiba hilang. Kadar hormone tersebut dalam
darah secara cepat menurun, tetapi sekresi prolactin oleh kelenjar hipofisis anterior secara
terus menerus dihasilkan. Keluarnya air susu setelah melahirkan ditunjukkan terjadi
bertepatan dengan penurunan kadar estrogen dan progesterone dan adanya peningkatan
prolactin. Kemudian, sintesis dan sekresi air susu dimulai ketika pengaruh inhibtorik
estrogen dan progesterone hilang dan di bawah pengaruh prolactin yang terus menerus.
Kolostrum
Selama kehamilan lanjut, sejumlah kecil kolostrum dapat dsisekresikan. Setelah
melahirkan, terjadi peningkatan sejumlah produksi pengeluaran kolostrum selama 3
sampai 4 hari pertama. Kolostrum mengandung lebih banyak protein dan garam-garam
anorganik, tetapi sedikit lemak dan karbohidrat dibandingkan ASI. Kolostrum juga
memberikan kandungan immunoglobulin A, suatu antibody gastrointestinal penting yang
dibutuhkan bayi baru lahir karena kurang. Walaupun nilai gizi kolostrum lebih rendah
disbanding ASI, kandungan gizi pada kolostrum sangat tepat khususnya utuk sistem
pencernaan bayi baru lahir dan memberikan perlindungan imunologik yang penting.
Laktasi
Pada hari ketiga dan keempat pascapartum, ASI biasanya keluar. Terdapat suatu
perubahan warna sekresi yang jelas dari putting: Sekresi menjadi berwarna putih kebiruan,
warna lazim ASI yang normal. Pada saat ini, payudara secara tiba-tiba menjadi lebih besar,
lebih keras, dan lebih peka saat sekresi lacteal terjadi, yang menyebabkan ibu mengalami
rasa nyeri yang berdenyut-denyut pada kedua payudaranya yang dapat meluas sampai ke
daerah aksila. Kongesti ini, yang biasanya berkurang dalam 1 sampai 2 hari, disebabkan
sebagian oleh tekanan akibat peningkatan jumlah air susu dalam loulus dan saluran, tetapi
lebih sering oleh peningkatan sirkulasi darah dan limfe dlam kelenjar mamae, yang
menyebabkan ketegangangan pada jaringan sekitar yang sangat peka. Kondisi ini disebut
dengsn pembengkakan primer.
Efisiensi dan pemeliharaan produksi air susu dikontrol oleh stimulus menyusui yang
berulang. Oksitosin yang dilepaskan oleh pengaruh isapan juga menstimulasi kontraksi
uterus, yang menjelaskan kram abdomen ringan yang sering kali dihubungkan dengan
permulaan menyusui.
ASI mengandung protein, mineral, vitamin, lemak, dan gula yang dibuthkan untuk gix=zi
bayi baru lahir. ASI mengandung sejumlah hormone, neuropeptide, dan opioid alamiah
yang dapat tidak kentara membentuk otak dan perilaku bayi baru lahir. Payudara
mengekstrak hormone kuat dari darah ibu dan menyarikannya dalam air susu. Beerja justru
suatu keelenjar endokrin, payudara juga menghasilkan beberapa hormone, seperti
gonadotropin-releasing hormone dan mammotropedifferentiating peptide (Angier, 1994).
Pasokan ASI
Kualitas dan kuantitas ASI sangat beragam. Tidak hanya pada individu yang berbeda,
tetapi juga pada individu yang sama pada waktu yang berbeda. Secara umum, jumlah ASI
meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan bayi baru lahir akan ASI. Alam tampak
telah mengoordinasikan dengan seksama kebutuhan ibu akan istirahat dan kebutuhan bayi
baru lahir akan makanan selama beberapa hari pertama, ketika hanya kolostrum yang
disekresi. Selama waktu ini, hisapan bayi baru lahir menstimulasi laktasi. Walaupun
sekresi akan terjadi secara alami, tidak adanya hisapan dan tidak sempurnanya
pengosongan payudara membuat laktasi tidak akan membuat tidak akan berlanjut selama
lebih dari beberapa hari.
Jika bayi baru lahir diletakkan pada payudara secara konsisten, sampai akhir mingu
pertama, seorang ibu yang sehat pada umumnya menghasilkan 200 sampai 300 ml ASI
dalam sehari. Sampai akhir mingu ke-4, jumlah ini bertambah hampir dua kali lipat
sehingga ibu menghasilkan sekitar 600 ml perhari. ASI diproduksi sesuai dengan pasokan
dan kebutuhan (misalnya, secara bertahap jumlah yang disekresikan disesuaikan dengan
kebutuhan rata-rata menyusu bayi). Seiring dengan pertumbuhan bayi, ibu dapat
menghasilkan 900 ml ASI perhari.
Pasokan ASI bergantung pada beberapa factor, seperti diet ibu, jumlah istirahat dan
latihan yang dilakukannya, dan tingkat kepuasannya. Diet yang adekuat untuk laktasi
membutuhkan peningkatan jumlah protein, kalsium, besi, dan vitamin serta supan cairan
yang banyak. Ibu yang menyusui membutuhkan tidur malam yang baik, periode istirahat
pada siang hari, dan latihan normal. Kekhawatiran, ketegangan emosi, dan terlalu banyak
aktivitas.
Hambatan Laktasi
Produksi dan pengeluaran air susu dapat dihambat pada tingkat payudara, kelenjar hipofisi,
atau hipotalamus. Yang paling sederhana, metode alamiahnya adalah dengan menghindari
stimulasi payudara, yang mengurangi reflex pengeluaran air susu dan mengurangi stimulus
prolactin yang dibutuhkan untuk kontinuitas produksi air susu. Ketika refleks pengeluaran
air susu dihambat selama beberapa hari, alveoli yang membesar akan menekan proses
laktasi. Pada sekitar 60% sampai 70% wanita pasca partum, laktasi dapat ditekan dengan
memakai BH yang ketat dan mengjindari stimulus putting dan payudara.
Sistem Endoktrin
Hormone plasenta. Setelah kelahiran anak, kadar plasma hormone yang diproduksi oleh
plasenta menurun secara cepat. Hpl tidak dapat dideteksi dalam 24 jam dan kadar hormone
gonadotropin korionik turun dengan cepat. Kadar estrogen turun sampai 90% dalam 3 jam
setelah persalinan dan kemudian secara kontinu menurun secara lambat sampai hari ke-7
pascapartum saat estrogen mencapai kadar yang terendah. Estrogen kembali ke kadar fase
folikular sekitar tiga minggu pada wanita yang tidak menyusui. Kembali kadar normal
estrogen lambat pada wanita yang menyusui. Kadar progesterone turun sampai di bawah
kadar fsseluteal pada 3 hari pascapartum dan tidak dapat dideterksi pada hari ke-7. Setelah
ovulasi pertama, produksi progesterone mulai kembali.
Hormone hipotalamus-hipofisis-ovarium
Hormon gonadotropin masih tetap rendah setelah melahirkan, sampai persiapan untuk
ovulasi pertama setelah melahirkan dimulai dengan reaktivitas siklus hipotalamus-
hipofisis-ovarium. Kadar FSH dan LH rendah pada wanita pasca partum selama 10 sampai
12 hari. FSH meningkat ke konsentrasi fase foliular di minggu ketiga. LH mengingkat
setelah ovulasi pertama. Ovulasi dan menstruasi setelah kelahiran anak dipengaruhi oleh
apakah wanita tersebut menyusui atau tidak. Wanita yang tidak menyusui dapat mengalami
ovulasi pada hari ke-27 setelah melahirkan. Menstruasi yang terjadi dalam 6 minggu
pertama pascapartum jarang melepas ovum. Menstruasi pertama pada umumnya hasil dari
suatu siklus dengan fungsi korpus luteum yang tidak adekuat, yaitu kadar. LH dan
progesterone rendah atau bahkan tidak ada. Ketika menstruasi dimulai, presentase
menstruasi yang ovulatorik meningkat dengan cepat.
Kembalinya menstruasi setelah melahirkan mengikuti suatu pola linear. Pada wanita yang
tidak menyusui, pola tersebut adalah sebagai berikut:
Pada minggu 6 pascapartum, 40 % mengalami menstruasi
Pada minggu 12 pascapartum, 65 % sampai 70 % mengalami menstruasi
Pada minggu 24 pascapartum, 80 % sampai 90 % mengalami menstruasi
Pada wanita yang menyusui, polanya adalah sebagai berikut.
Pada minggu 6 pascapartum, 15 % mengalami menstruasi
Pada minggu 12 pascapartum, 45 % mengalami menstruasi

Sistem kardiovaskular

Dalam beberapa hari setelah melahirkan, tekanan darah, frekuensi jantung. Konsumsi oksigen, dan
jumlah cairan total umumnya kembali ke kondisi sebelum hamil. Perubahan lainnya membutuhkan
waktu beberapa minggu untuk kembali ke keadaan sebelum hamil.

Selama kehamilan, volume darah meningkat sebanyak 40%, yang mencapai volume total 5 sampai
6 L. Perubahan volume darah setelah melahirkan berhubungan dengan kehilangan darah dan
diuresis pasca-melahirkan. Rata-rata kehilangan darah pada persalinan normal per vaginam adalah
400 sampai 500 ml, untuk persalinan dengan seksio sesaria, kehilangan darah sering kali lebih dari
1.000 ml. Perubahan fisiologi pascapartum memediasi respon terhadap kehilanga darah dan
melakukan fungsi perlindungan. Hilangnya fungsi endoktrin plasenta mengurangi vasodilatasi.
Bantalan vascular maternal berkurang sampai 10% hingga 15% saat sirkulasi uteroplasenta hilang
dan cairan ekstravaskular dimobilisasi untuk dikeluarkan oleh ginjal.

Curah jantung yang meningkat selama persalinan, memuncak secara tiba-tiba setelah pelepasan
plasenta seiring dengan kontraksi uterus yang memaksa volume darah dalam jumlah besar masuk
ke dalam sirkulasi. Peningkatan isi sekuncup yang disebabkan oleh kehamilan berlanjut sampai 48
jam setelah melahirkan, akibat peningkatan aliran balik vena yang disebabkan oleh hilangnya
sirkulasi plasenta dan menurunnya aliran darah uterus. Diuresis pascapartum menyebebkan
peningkatan volume darah sementara. Kombinasi efek peningkatan curah jantung 35% lebih besar
pada awal pascapartum.

Dalam dua minggu setelah melahirkan, curah jantung menurun sampai 30 %.


Penurunan volume darah yang bertahap terjadi selama minggu kedua sampai minggu keempat
pascapartum, yang memungkinkan curah jantung kembali ke kondisi sebelum hamil pada sekitar
minggu ketiga pascapartum.

Tekanan darah dan frekuensi jantung

Tekanan darah mengalami sedikit perubahan dibawah keadan normal. Hipotensi ortostatik dapat
terjadi dalam keadaan 48 jam pertama setelah melahirkan karena pembekakan kelenjar limfa.
Setelah melahirkan, seringkali terjadi bradikardi fisiologik sementara, yang berlansung selama 24
sampai 48 jam, dengan frekuensi jantung 40 sampai 48 jam, dengan frekuensi jantung 40 sampai
50 kali per menit. Hal ini dihasilkan dari perubahan hemodinamik, mencakup peningkatan isi
kuncup dan curah jantung, dan respon vagus untuk meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatik
selama persalinan. Bradikardia ringan 50-70 kali/menit dapat terus berlangsung selama 1 minggu.
Frekuensi jantung kembali ke kondisi sebelum hamil sekitar 3 bulan pascapartum.

Sistem Respirasi

Perubahan tekanan abdomen dan kapasitas rongga toraks setelah melahirkan menghasilkan
perubahan yang sangat cepat pada fungi pulmonal. Peningkatan terjadi pada volime residu,
ventilasi istirahat, dan konsumsi oksigen. Terdapat penurunan pada kapasitas pernafasan
maksimum. Dlam 6 bulan pascapartum, fungsi pulmonal kembali ke kondisi sebelum hamil.
Namun, selama waktu tersebut, para wanita memiliki respon yang kurang efisiensi terhadap
olahraga.

Keseimbangan Asam Basa

Keseimbangan asam-basa mengalami perubahan selama persalinan dan pada masa awal
pascapartum. Progesterone selama kehamilan menciptakan suatu kondisi hiperventilasi pada
tingkat alveolus, yang meningkatkan kadar saturasi oksigen tanpa mengubah frekuensi pernafasan.
Kehamilan dirincikan dengan alkalosis respiratorik (disesbabkan oleh penurunan konsentrasi
karbondioksida dalam alveolus) dan asidosis metabolik terkompensasi. Selama persalinan, kondisi
ini mulai berubah dengan peningkatan laktat darah, penurunan Ph, dan hipokapnia (<30 mmhg),
sampai akhir kala pertama. Kondisi ini terus berlanjut sampai puerperium awal, tetapi nilai pada
keadaan tidak hamil yang lebih normal (PCO2 35-40 mmhg) tampak dalam beberapa hari.
Penurunan kadar progesterone memengaruhi hiperkapnia pascapartum ini, yang disertai dengan
peningkatan kelebihan basa dan bikarbonat plasma. Secara bertahap, Ph dan kelebihan basa
meningkat sampai nilai normal dicapai, dasar tetep meningkat selama 1 samapi 2 minggu setelah
melahirkan.

Saturasi Oksigen

Saturasi oksigen dan nilai PO2 lebih tinggi selama kehamilan. Pada saat peralinan, wanita dapat
mengalami penurunan saturasi oksigen, terutama sekali saat berbaring terlentang. Hal ini
disebabkan oleh penurunan curah jantung pada posisi tersebut. Saturasi oksigen meningkat dengan
cepat setelah melahirkan, sampai 95% selama hari pertama pascapartum. Kebutuhan oksigen
selama masa pascapartum dapat terjadi, tampaknya berhubungan dengan lamanya dan sulitnya
kala II persalinan. Terjadi peningkatan konsumsi okigen istirahat selama masa ini, yang juga
mungkin akibat laktasi, anemia, dan factor emosional dan psikologis.

Sistem Urinarius

Fungsi ginjal

Selama kehamilan, kadar hormone steroid yang tinggi berkontribusi terhadapa peningkatan fungsi
ginjal. Setelah kelahiran anak, fungsi ginjal berkurang sebagian akibat penurunan kadar hormone
steroid. Hipotonia dan laktasi struktur saluran kemih tetap berlanjut sampai dari 3 bulan. Ureter
dan piala ginjal tetap berdilatasi setelah melahirkan, yang akan kembali ke kondisi normal dalam
3 sampai 6 minggu, walaupun kadang-kadang dapat berlangsung selama 8 minggu sampai 12
minggu. Pada 6 minggu pascapartum, aliran plasma ginjal. Laju filtrasi glomerulus (GFR),
kreatinin plasma, dan kadar nitrogen pada umumnya kembali ke keadaan sebelum hamil.

Kandung kemih dan uretra

Pengeluaran janin melewati jalan lahir menyebabkan trauma pada iretra dan kandung kemih.
Mukosa kandung kemih setelah pelahiran menunjukkan berebagai derajat edema dan hyperemia,
dengan penurunan sensasi terhadap tekanan dan kapasitas kandung kemih yang lebih besar.
Meatus urinarius dan uretra sering kali megalami edema. Edema jaringan dan hyperemia,
dikombinasikan dengan efek analgesic, menekan keinginan untuk berkemih. Nyeri panggul
menambah berkurangnya reflex untuk berkemih. Diuresis pascapartum dapat menyebabkan
cepatnya pengisian kandung kemih. Factor tersebut sering kali menyebabkan kandung kemih
sangat besar dengan inkontinesia aliran yang berlebihan dan tidak sempurnanya pengosongan
kandung kemih. Urine residual membuat kandung kemih lebih rentan terhadap infeksi dan
menganggu pengeluaran urine normal. Pembesaran kandung kemih berkepanjangan menyebabkan
atonia dinding kandung kemih. Dengan pengosongan kandung kemih yang adekuat, tonus
biasanya pulih dalam 5 sampai 7 hari.

Metabolisme Air

Kembalinya metabolism air dari kondisi hamil merupakan hasil penurunan kadar hormone steroid
dan involusi pascapartum. Proses katabolisme menyebabkan peningkatan kadar nitrogen urea
darah, proteinuria, dan kadang kala asetonuria. Perubahan volume darah dan kadar hormone
memengaruhi diuresis pascapartum, GFR, dan elektrolit serum.

Diuresis

Diuresis hebat terjadi pada 2 sampai 3hari pertama pascapartum. Keadaan ini menghilangkan
sejumlah besar cairan yang tertahan selama kehamilan. Aliran plasma ginjal dan GFR masih tinggi
selama minggu pertama pascapartum dan dikombinasikan dengan peningkatan volume darah
menyebabkan diuresis sampai leih dari 3.000 ml/hari yang dimulai dalam 12 jam pelahiran.
Respirasi juga meningkat selama periode ini, cairan hilang dari jaringan tubuh, jika
dikombinasikan dengan perubahan involusi, hal ini penyebabkan penurunan berat badan sekitar
4,5 kg selama puerperium.

Komponen Urine

Glikosuria terjadi pada awal masa pascapartum pada 20% wanita namun segera menghilang.
Laktosuria normal terjadi pada wanita yang menyususi. Proteinuria wanita yang berhubungan
dengan katalisis pascapartum. Kadar BUN meningkat karena otolisis otot uterus (pemecahan sel-
sel otot yang berlebihan). Asetonuria dapat terjadi akibat perubahan metabolism lemak atau
dehidrasi.
Sistem Laninnya

Sistem Gastrointestinal

Motilitas dan tonus sistem gastrointestinal kembali normal dalam 2 minggu setelah melahirkan.
Kebanyakan wanita sangat haus pada 2 sampai 3 hari pertama karena perpindahan cairan antara
ruang interstisial dan sirkulasi akibat diuresis. Restriksi cairan selama persalinan juga
menyebabkan rasa haus. Kebayakan wanita merasakan lapar tepat setelah melahirkan dan dapat
menikmati kdapan dan minuman. Setelah pulih dari rasa letih setelah melahirkan dan pengaruh
analgesia dan anstesia, kebanyakan ibu meningkat nafsu makannya dengan pesat dan akan
mengonsumsi makanan dalam porsi besar. Perubuhan metabolisme karbohidrat dan pengeluaran
energy selama persalinan meningkat nafsu makan.

Eliminasi Feses

Konstipasi merupakan suatu hal yang umum terjadi selama masa pascapartum awal. Hal ini akibat
relaksasi usus yang disebabkan oleh kehamilan (ileus adinamik) dan distensi otot abdomen yang
menyebabkan kurangnya bantuan dalam proses eliminasi. Proses fisiologi ini diperarah oleh
pembatasan makanan dan cairan selama persalinan, enema sebelum melahirkan (jika dilakukan),
dan medikasi yang digunakan selama proses persalinan dan pelahiran.

Defekasi mungkin tertunda selama 2 sampai 3 hari setelah melahirkan. Nyeri akibat hemoroid,
epiostomi, atau laserasi perineum, yang umumnya terjadi, makin menghambat defekasi.
Kebanyakan wanita pascapartum diberikan pelunak feses atau laksatif, seperti natrium dokusat
(DSS), biascodil, atau susu magnesium, untuk memperlancar eliminasi. Ibu-ibu tersebut harus
melakukan kembali kebiasaan defekasi teratur setelah tonus usus kembali pulih.

Penurunan Berat Badan

Penurunan berat badan segera setelah melahirkan rata-rata sebanyak 6 kg dan mencakup berat
janin, plasenta, cairan amnion, dan kehilangan darah. Sekitar 4,5 sampai 5 kg lainnya turun selama
minggu pertama pertama pascapartum akibat involusi uterus, pengeluaran lokia, proses resporasi,
dan diuresis. Penurunan berat badan total ibu yang berhubungan dengan proses melahirkan dan
pascapartum berkisar dari 9,5 sampai 12 kg. Banyak wanita bertambah berat sekitar 15 kg atau
lebih selama kehamilan, dan sebagian berat yang tidak turun selama minggu pertama dapat
menetap, khususnya selama menyusui. Kenaikan berat badan yang menetap dan redistribusi
jaringan adipose merupakan hal yang umum terjadi setelah kehamilan pertama.

Sistem Neuromuskular

Setelah melahirkan, adaptasi neurologis yang disebabkan kehamilan kembali semula. Berbagai
letidaknyamanan akibat penekanan saraf menghilang saat tekanan akibat retensi cairan tubuh
mereda. Rasa pada daerah dinding samping panggul atau di bawah ligament inguinal selama
kehamilan membaik. Rasa baal dan rasa sperti terstrum pada jari-jari tangan, yag sering dialami
oleh sekitar 5% wanita hamil akibat terjadinya traksi pleksus brakialis menghilang. Hilangnya
edema dan pemulihan kembali perubahan fisiologis pada fasia, tendon, dan jaringan ikat selama
kehamilan meredakan penekanan pada saraf median dan memperbaiki carpal tunnel syndrome.
Bergantung pada penyebabnya, kram pada tungkai dapat membaik setelah melahirkan.

Pengaruh endokrin pada fibrokartilago selama kehamilan secara bertahap kembali semula selama
masa pascapartum. Relaksasi reatif dan meningkatnya pergerakan persendian panggul kembali ke
stabilitas sebelum hamil pada sekitar minggu ke-6 sampai 8 setelah melahirkan. Kondisi ini sering
kali meredakan nyeri punggung khas pada kehamilan, meskipun sumber tegangan baru karena
menggendong bayi baru lahir dapat memperburuk pemulihan simtomatik. Perubahan postural
yang disebbkan oleh membesarnya uterus berangsur-angsur mengalami pemulihan, yang
memperbaiki lordosis lumbal dan komlensasi kifosis dorsal. Namun, pembesaran payudara karena
laktasi dan melemahnya dinding otot abdomen dapat menjadi penyebab memburuknya postur
setelah melahirkan.

Sistem Integumen

Peningkatan aktivitas melanin pada kehamilan yang menyebabkan hiperfigmentasi putting, areola,
dan linea nigra secara bertahap berkurang setelah melahirkan. Walaupun warna gelap diberbagai
area ini dapat memudar, warnanya mungkin tidak kembali seperti sebelum hamil, dan beberapa
wanita memiliki pigmen gelap yang menetap. Pengaruh vascular selama kehamilan yang
menyebabkan terbentuknya spider angimas, nevus lebih gelap, eritema palmaris, dan
memebesarnya daerah gusi berkurang seiring dengan penurunan kadar estrogen yang cepat setelah
melahirkan. Spider angiomas, yang terjadi 10%-15% wanita dapat menjadi permanen, walaupun
mengecil. Bayaknya penyebabran rambut halus selama kehamilan, pada umumnya menghilang
namun, bulu-bulu kasar dan tebal biasanya tetap ada. Peruritus yang dihubungkan dengan kondisi
hiperestrogen membaik setelah melahirkan.

Persiprasi

Eliminasi cairan dan produk sisa melalui kulit semakin cepat pada purperium awal, sering kali ibu
sampai basah kuyup oleh pengeluaran keringatnya. Episode diaphoresis (berkeringat banyak) ini,
yang sering kali terjadi pada malam hari, secara bertahap berkurang. Diaphoresis merupakan
bagian dari proses kembalinya metabolism cairan, yaitu pembuangan kelebihan cairan yang
terakumulasi selama kehamilan.

Suhu

Kenaikan suhu ringan dapat terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah melahirkan, tetapi suhu
ibu seharusnya masih dlam batas normal selama purperium dibawah 38 derajat celcius peroral.
Ketika kenaikan suhu melebihi batas ini dalam 2x 24 jam berturut-turut masa purperium ibu
mengalami demam tinggi. Kadangkala demam selama lebih dari 24 jam dapat disebbkan
pembengkakan veskular dan limfatik payudara yang sangat hebat.

Peningkatan frekuensi jantung menyertai demam yang signfikan. Meningkatnya sedikit suhu
tubuh dengan frekuensi jantung yang normal pada umumnya tidak menunjukkan adanya
komplikasi. Peningkatan suhu yang menetap pada pascapartum disertai peningkatan frekuensi
jantung dapat mengidentifikasikan adanya endometritis atau komplikasi lain.

Anda mungkin juga menyukai