Jadi kesimpulan dari filosofi Huma Betang masyarakat Suku Dayak adalah
kebersamaan di dalam perbedaan (togetherness in diversity), artinya ada semangat
persatuan, etos kerja dan toleran yang tinggi untuk mengelola secara bersama-sama
perbedaan itu dan berkompetisi secara jujur, sehingga tidak akan menjadi jurang
yang memisahka sekaligus menghancurkan. Hendaknya semangat filosofi suku
Dayak itulah yang patut kita warisi dan junjung tinggi. Untuk dan atas nama
kebersamaan di kehidupan yang lebih luasdi dalam mengelola sebuah huma
betang yang lebih besar bernama Indonesia. filosofi Huma Betang (Rumah Betang)
di Kalimantan Tengah sangat menjunjung tinggi perdamaian dan anti-kekerasan
serta hidup toleransi yang tinggi antar-umat beragama. Lebih spesifiknya nilai-nilai
yang terkandung didalam Huma Betang tersebut melingkupi empat pilar nilai-nilai
dalam Huma Betang yaitu kebersamaan, kejujuran, kesetaraan, dan sikap saling
menghargai satu sama lain (toleransi). Empat pilar dalam Huma Betang yaitu
sebagai berikut:
Nilai kebersamaan adalah sikap saling bergotong royong. Contohnya dalam
menjaga dan memelihara Huma Betang dan dalam mengerjakan pekerjaan
ladang menanam padi (menanam parei)
Nilai kejujuran adalah sikap yang baik artinya tidak ada kebohongan
didalamny atau dengan kata lain dengan tidak berbohong kepada orang lain
baik dari hal yang kecil sampai hal yang besar. Contohnya bila seseorang
bertanya siapa nama anda? Maka harus dijawab dengan jujur.
Nilai kesetaraan adalah sikap dalam hal kesederajatan yang sama antara satu
dengan yang lain. Contohnya dimana dalam Huma Betang tersebut
mempunyai hak dan kewajiban yang sama antara satu dengan yang lain.
Toleransi adalah sikap menghargai perbedaan atau pun latar belakang orang
lain. Contohnya dalam Huma Betang yang berbeda Agama satu sama lain.
Nilai-nilai dalam Huma Betang ini terlihat dalam Belom Bahadat (hidup beradat)
dan semangat isen mulang. Empat pilar tersebut muncullah semangat persatuan,
etos kerja untuk mengelola secara bersama-sama perbedaan itu berkompetensi
secara jujur, sehingga tidak akan terjadi jurang yang memisahkan sekaligus
menghancurkan. Hendaknya semangat Kalimantan Tengah itulah yang patut kita
kelola bukan hanya sekedar warisan sebagai teladan dan kita junjung tinggi sebagai
tameng proteksi diri dari gangguan budaya asing yang sifatnya negatif.
Tidak dipungkiri tentunya bahwa globalisasi dan modernisasi itu sendiri
mempunyai dampak positif maupun nagatif ibarat dua mata pisau. Globalisasi itu
sendiri memicu semangat untuk menjadi kreatif dan inovatif dalam berbagai hal.
Individu bebas menafsirkan nilai-nilai dan simbol budayanya, mudah dalam
mengakses semua informasi yang ada dan berkembangnya nilai-nilai global seperti
demokratisasi, transparansi, persamaan derajat, dan sebagainya. Disisi lain tidak
mustahil tumbuh suatu pandangan kosmopolitan yang tidak selalu sejalan dengan
tumbuhnya paham kebangsaan. Mudahnya akses berbagai macam informasi baik
bentuk dan isinya tidak dapat selalu diawasi atau dicegah begitu saja. Dalam
keadaan itu bisa saja mempengaruhi kesesatan berpikir yang bertentangan dengan
nilai-nilai budaya bangsa atau ideologi negara bahkan bisa merusak nilai-nilai moral
bagi yang tidak siap menghadapinya.
Kebebasan individu dalam masyarakat sering melampaui batas dan bila tidak
ditangani dengan baik bisa merusak tatanan sosial masyarakat. Pengaruh dan
tantangan negatif yang tidak sesuai dengan pancasila perlu diantisipasi dengan sikap
yang kritis terutama terhadap gagasan-gagasan, ide-ide yang datang dari luar. Oleh
karena itu perlu adanya pemaknaan (revitaslisasi) nilai-nilai pancasila sebagai
ideologi terbuka. Pancasila selain merupakan dasar negara, juga merupakan
pandangan hidup, jiwa dan kepribadian bangsa, cita-cita dan tujuan bangsa, falsafah
hidup yang mempersatukan bangsa yang perlu dimaknai secara arif dan bijak baik
itu pemerintah maupun seluruh komponen masyarakat. Pemaknaan kembali dan
revitalisasi nilai-nilai pancasila ini haruslah dimulai dari sosialiasasi dan penanaman
nilai-nilai pancasila kepada generasi muda penerus bangsa melalui kearifan lokal dan
pendidikan sehingga dapat membentengi generasi muda dari ancaman dan
tantangan yang dibawa arus globalisasi.
Budaya kehidupan suatu masyarakat berbeda-beda dan masing-masing memiliki nilai
tambah, seperti falsafah "huma betang" (rumah besar) dalam kehidupan masyarakat
suku Dayak di Provinsi Kalimantan Tengah, perlu dilestarikan.
"Huma betang" merupakan salah satu falsafah yang dimiliki masyarakat Dayak
Kalteng dengan konsep bebas terpimpin. Budaya huma betang diimplementasikan
dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, termasuk keluarga dekatnya.
Falsafah ini lahir untuk menyatukan konsep bebas terpimpin dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernilai kearifan lokal yang lebih dikenal dengan sebutan huma
betang. Filosofi dari Huma Betang merupakan nilai-nilai yang akan selalu melekat
pada diri setiap masyarakat kalimantan tengah dalam arti kata, nilai-nilai yang ada
didalam Huma Betang tersebut bukan hanya sekedar warisan akan tetapi untuk
dikelola oleh masyarakat Kalimantan Tengah. Walaupun tidak dapat dipungkiri lagi
bahwa Huma Betang akan punah seiring berjalannya waktu dan arus globalisasi dan
modernisasi. Arus globalisasi dan modernisasi telah mengubah banyak hal, telah
banyak terjadi pergeseran nilai, namun diharapkan nilai budaya yang menunjukkan
satu identitas suatu masyarakat dan itu masih dinilai baik adalah wajib dipelihara
dan dilestarikan.Selain itu kita juga harus proaktif menumbuhkan dan
mengembangkan nilai-nilai positif bangsa Indonesia.
2. Tingkatan dalam hal menangkap kebenaran