Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

MATA KULIAH KIMIA AMAMI

BAHAN PANGAWET MAKANAN (FORMALIN DAN BORAKS)

PROGRAM STUDI DIII ANALIS KESEHATAN

1
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN....................................................................................................3
1.1 Latar Belakang...................................................................................................4
1.2 Tujuan................................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................5
2.1 Definis...............................................................................................................5
2.1.2 Borak..............................................................................................................6
2.2 Metode Analisis.................................................................................................7
2.2.1 Reaksi uji nyala dan metode titasi asidimetri..................................................7
2.2.2 Alat dan bahan.................................................................................................8
2.2.3 Prosedur Pemeriksaan.....................................................................................8
BAB III PENUTUP................................................................................................16
Daftar Pustaka........................................................................................................17

BAB I

2
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Akibat kemajuan ilmu teknologi pangan di dunia dewasa ini, maka semakin
banyak jenis bahan makanan yang diproduksi, dijual, dan dikonsumsi dalam
bentuk yang lebih awet dan lebih praktis dibandingkan dengan bentuk
segarnya. Berkembangnya produk pangan awet tersebut hanya mungkin terjadi
karena semakin tingginya kebutuhan masyarakat perkotaan terhadap berbagai
jenis makanan yang praktis dan awet.
Produksi dan suplai produk jadi yang awet biasanya dilakukan secara sentral
dalam pabrik pengolahan dan pengawetan makanan. Dengan demikian waktu
yang diperlukan untuk menyiapkan sajian sampai siap untuk dapat disantap
dapat dipersingkat, dengan hasil makanan yang sama lezatnya seperti bila
diolah sendiri dari bahan segar. Di kalangan konsumen pangan masih sering
terjadi kontroversi mengenai penggunaan bahan tambahan makanan di industri
pangan, khususnya mengenai resiko kesehatan, terutama yang berasal dari
bahan sintetik kimiawi. Sebab masalah keamanan pangan bukan hanya
merupakan isu dunia, tetapi juga telah menjadi masalah setiap orang.
Kebanyakan makanan yang dikemas mengandung bahan tambahan, yaitu
suatu bahan yang dapat mengawetkan makanan atau merubahnya dengan
berbagai teknik dan cara. Bahan Tambahan Makanan didefinisikan sebagai
bahan yang tidak lazim dikonsumsi sebagai makanan dan biasanya bukan
merupakan komposisi khas makanan, dapat bernilai gizi atau tidak bernilai
gizi, ditambahkan ke dalam makanan dengan sengaja untuk membantu teknik
pengolahan makanan (termasuk organoleptik) baik dalam proses pembuatan,
pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, pengangkutan
dan penyimpanan produk makanan olahan, agar menghasilkan atau diharapkan
menghasilkan suatu makanan yang lebih baik atau secara nyata mempengaruhi
sifat khas makanan tersebut. Jadi kontaminan atau bahan-bahan lain yang
ditambahkan ke dalam makanan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu
gizi bukan merupakan bahan makanan tambahan.

3
Senyawa-senyawa yang dapat merugikan kesehatan dan tidak seharusnya
terdapat di dalam suatu bahan pangan dapat dihasilkan melalui reaksi kimia
dan biokimia yang terjadi selama pengolahan maupun penyimpanan, baik
karena kontaminasi ataupun terdapat secara alamiah. Selain itu sering dengan
sengaja ditambahkan bahan tambahan pangan (BTP) atau bahan untuk
memperbaiki tekstur, warna dan komponen mutu lainnya ke dalam proses
pengolahan pangan

1.2 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui metode analisis adanya pengawet
makanan yaitu boraks dan formalin

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Formalin adalah larutan formaldehid dalam air dengan kadar 37% yang biasa
di gunakan untuk mengawetkan sampel biologi atau mengawetkan mayat. Formalin
merupakan bahan kimia yang disalah gunakan pada pengawetan tahu, mie basah,
dan bakso.
Formaldehid (HCOH) merupakan suatu bahan kimia dengan berat molekul
30,03 yang pada suhu kamar dan tekanan atmosfer berbentuk gas tidak
berwarna, berbau pedas (menusuk) dan sangat reaktif (mudah terbakar). Bahan ini
larut dalam air dan sangat mudah larut dalam etanol dan eter (Moffat, 1986).
Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Apabila digunakan secara benar, formalin akan banyak kita rasakan manfaatnya,
misalnya sebagai antibakteri atau pembunuh kuman dalam berbagai jenis keperluan
industri, yakni pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat
maupun berbagai serangga lainnya. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan
sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas. Formalin juga sering digunakan sebagai
bahan pembuatan pupuk urea, bahan pembuat produk parfum, pengawet bahan
kosmetika, pengeras kuku. Formalin boleh juga dipakai sebagai bahan pencegah
korosi untuk sumur minyak. Di bidang industri kayu, formalin digunakan
sebagai bahan perekat untuk produk kayu lapis (polywood). Dalam kosentrasi yang
sangat kecil (< 1%) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen
seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu,
shampoo mobil, lilin dan karpet (Yuliarti, 2007).
Produsen sering kali tidak tahu kalau penggunaan formalin sebagai bahan pengawet
makanan tidaklah tepat karena bisa menimbulkan berbagai gangguan kesehatan

5
bagi konsumen yang memakannya. Beberapa penelitian terhadap tikus dan anjing
menunjukkan bahwa pemberian formalin dalam dosis tertentu pada jangka panjang
bisa mengakibatkan kanker saluran cerna. Penelitian lainnya menyebutkan
peningkatan risiko kanker faring (tenggorokan), sinus dan cavum nasal (hidung)
pada pekerja tekstil akibat paparan formalin melalui hirupan (Yuliarti, 2007).
2.1.2 Boraks
Boraks merupakan garam natrium Na2B4O7.10H2O serta asam borat yang tidak
merupakan kategori bahan tambahan pangan food grade, biasanya digunakan
dalam industri non pangan seperti industri kertas, gelas, keramik, kayu, dan produk
antiseptik toilet (Didinkaem, 2007).
Monografi Boraks (Sodium Borates)
Nama kimia : Disodium tetraborate decahydrate
Rumus Kimia : Na2B4O7
Berat molekul : 381,37
Kategori fungsi : Alkalizing agent, buffering agent, desinfektan, stabilisator,
pengemulsi
Bentuk : Serbuk, kristal, granul putih. TIdak berbau dan
berfluorosens.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam gliserin, air mendidih, praktis
tidak larut dalam etanol
Inkompatibilitas: Tidak kompatibel dengan asam, logam, dan garam
alkaloid.
Boraks termasuk kelompok mineral borat yang merupakan senyawa
kimia alami yang tersusun dari atom boron (B) yang merupakan logam berat dan
oksigen (O). Boraks sudah lama digunakan oleh masyarakat dan industri kecil dari
pangan seperti gendar, kerupuk, mie dan bakso. Boraks secara lokal dikenal sebagai
air bleng, atau cetitet, garam bleng atau pijer. Boraks sebetulnya sudah dilarang
penggunaannya oleh pemerintah sejak juli 1978 dan diperkuat lagi dengan SK
Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/Per/IX/1988 (Winarno, 1997).

6
Boraks merupanakan racun bagi semua sel. Pengaruh terhadap organ tubuh
tergantung konsentrasi yang dicapai dalam organ tubuh. Karena kadar tertinggi
tercapai pada waktu diekskresi maka ginjal merupakan organ yang paling
terpengaruh dibandingkan dengan organ lainnya. Dosis fatal boraks antara 0,1 0,5
g/kg berat badan (Cahyo, 2006).
Asam borat merupakan asam lemah dengan garam alkalinya bersifat basa,
mempunyai bobot molekul 61,83 berbentuk serbuk halus kristal transparan atau
granul putih tak berwarna dan tak berbau serta agak manis. Baik boraks ataupun
asam borat memiliki khasiat antiseptika (zat yang menghambat pertumbuhan dan
perkembangan mikroorganisme). Pemakaiannya dalam obat biasanya dalam salep,
bedak, larutan kompres, obat oles mulut, bahkan juga untuk pencuci mata. Boraks
juga digunakan sebagai bahan solder, bahan pembersih, pengawet kayu dan
antiseptik kayu (Khamid, 2006).
Meskipun bukan pengawet makanan, boraks sering pula digunakan sebagai
pengawet makanan. Boraks sering disalahgunakan untuk mengawetkan berbagai
makanan seperti bakso, mie basah, pisang molen, siomay, lontong, ketupat dan
pangsit. Selain bertujuan untuk mengawetkan, boraks juga dapat membuat tekstur
makanan menjadi lebih kenyal dan memperbaiki penampilan makanan.

2.2 Metode analisis


2.2.1 Reaksi uji nyala dan Metode titrasi asidi-alkalimetri
Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara
ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa
untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan
sebagai reaksi antara donor proton (asam ) dengan penerima proton (basa).
Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-
senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam. Sebaliknya
alkalimetri adalah penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan
menggunakan baku basa.

7
Prinsip dari metode ini adalah reaksi netralisasi yang merupakan reaksi penetralan
asam oleh basa atau sebaliknya dan menghasilkan garam dan air. Hasil air
merupakan produkdari reaksi antara ion H + pembawa sifat asam dengan ion
hidroksida (OH - ) pembawa sifat basa.
HX + YOH XY + H 2 O
Reaksi asam boraks dalam suasana netral adalah :
Na2B407 + 10H2O 2Na+ + B4O72- + H2O

Na2B407 + 7H2O H3BO3 + 2OH - (Svehla, 1979).


Reaksi uji nyala dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya kandungan formalin
dan boraks yang digunakan untuk pegawet makanan secara kualitatif.
2.2.2 Alat dan Bahan
1. Cawan proselin
2. Pipet tetes
3. Korek
4. Pisau
5. Timbangan
6. Erlen mayer
7. Buret
8. Aquadest
9. KMnO4
10. Etanol 70%
11. HCL 0,1 N
12. Larutan baku yaitu natrium Boraks
13. Indikator Metil merah

2.2.3 Prosedur pemeriksaan


Preparasi sample
Pada percobaan kali ini akan dilakukan suatu analisis boraks dan
formalin dalam makanan.

8
1. ditimbang sebanyak 25 gram sampel ( contoh makanan bakso)
2. ditambahkan 250 mL air dan dihaluskan dengan menggunakan
Blender.
3. Setelah halus, sampel disentrifugasi dengan 3000 rpm selama 5
menit.
4. Setelah disentrifugasi supernatant yng digunakan untuk pengujian
secara kualitatif dan kuantitati

Cara kerja:

Uji Nyala

disiapkan cawan proselen dan korek api. Supernatan sampel


sebanyak 5 mL kemudian dimasukkan cawan porselen,
Dipanaskan hingga kering
ditambahkan Etanol 70% untuk pengujian nyala terhadap
adanya boraks dan jika untuk mendeteksi adanya formalin
ditambahkan KMnO4 secukupnya. Kemudian nyalakan korek
api dan masukkan ke dalam cawan proselen tersebut.
diamati warna api yang muncul.
Interprestasi hasil :
Hasil positif
1. Untuk uji nyala adanya formalin ditunjukan dengan
perubahan warna dari ungu ke bening
2. Untuk Uji nyala adanya boraks ditunjukan dengan
perubahan warna hijau

Uji Kuantitatif dengan metode Asidimetri


Pembakuan larutan HCL
1. Dipipet 10 ml larutan baku primer natrium boraks 0,1 N kedalam erlen
mayer
2. Ditambahkan indicator metil merah sebanyak 3 tetes

9
3. Dititrasi dengan HCL 0,1 N sampai terjadi perubahan warna dari kuning
menjadi merah muda yang menandakan titik akhir titrasi
4. Lakukan duplo,dan catat volume hasil titrasi
Titrasi pada sample
1. Diambil sample 10 ml dari preparasi sample,masuk kan kedalam erlen
mayer
2. Ditambahkan 3 tetes indicator metil merah
3. Dititrasi dengan HCL 0,1N sampai terjadi perubahan warna dari kuning
menjadi merah muda yang menandakan titik akhir titrasi
4. Lakukan duplo dan catat hasil volume titrasi

Data Pengamatan dan Perhitungan


Pembakuan HCl 0,1 N dengan Na2B4O7

No Volume analit Volume hasil

titrasi

1 10 ml 5,8 ml

2 10 ml 6,1 ml

Rata - Rata 5,95 ml

Data Titrasi sample


no Volume Volume hasil
sample titrasi
1 10 1,6 ml
2 10 1,8 ml
Rata - rata 1,7 ml

PERHITUNGAN

10
V1 x N1 ( Natrium Boraks) = V2 x N2 ( HCL )

10ml x 0,1 N = 5,95ml x N2

N2 = 0,1680
Penetapan kadar
% Formalin/Boraks : Volume titrasi xN HCLxBE Formalin/Boraks x100%
Volume sample
Diketahui : BE formalin : 15
Volume rata-rata titrasi : 1,7 ml
Normalitas HCL yang sudah distandarisasi : 0,1680 N
Ditanya : % Formalin pada Sample?
Dijawab : 1,7ml x 0,1680N x 15 x 100%
10 ml
: 42,84%

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, sampel bakso menunjukkan


hasil yang positive mengandung boraks dan formalin. Hal ini disebabkan karena
terjadinya reaksi saat sampel ditetesi Etanol dan KMNO4. Terjadinya perubahan
warna yang terjadi pada sampel yang membuktikan bahwa sampel tersebut
mengandung bahan pengawet walaupun dengan kadar yang rendah.
Penggunaan boraks dalam dosis yang rendah tidak akan menyebabkan
kerusakan namun akan terakumulasi di otak, hati, lemak dan ginjal. Jika
terakumulasi terus akan menyebabkan mal fungsi dari organ-organ tersebut
sehingga membahayakan tubuh. Penggunaan boraks dalam dosis yang banyak
mengakibatkan penurunan nafsu makan, gangguan pencernaan, demam, anuria.
Dan dalam jangka panjang akan menyebabkan radang kulit merangsang SPP,
apatis, depresi, slanosis, pingsan, kebodohan dan karsinogen. Bahkan bisa
menimbulkan kematian. Oleh sebab itu berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan
RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dilarang menggunakan boraks ataupun formalin
sebagai bahan campuran dan pengawet makanan.

11
Boraks merupakan bahan beracun dan bahan berbahaya bagi manusia, karena bisa
menimbulkan efek racun, tetapi mekanisme toksisitasnya berbeda dengan
formalin. Yang membahayakan, boraks bisa diserap oleh tubuh dan disimpan
secara kumulatif dalam hati, otak, usus atau testis sehingga dosisnya dalam tubuh
menjadi tinggi. Bila dikonsumsi menahun bisa menyebabkan kanker. Boraks juga
sering disalahgunakan dalam pangan. Biasanya ditambahkan pada kerupuk, bakso,
lontong dan lain-lain. Masyarakat awam mengenal boraks dengan nama Bleng atau
Cetitet
Boraks (Na2B4O7) dengan nama kimia natrium tetra bonat, natrium biborat, natrium
piroborat merupakan senyawa kimia yang berbentuk kristal dan berwarna putih dan
jika dilarutkan dalam air menjadi natrium hidroksida serta asam boraks. Natrium
hidroksida dan asam boraks masing-masing bersifat antiseptik, sehingga banyak
digunakan oleh industri farmasi sebagai ramuan obat misalnya : salep, bedak,
larutan kompres, dan obat pencuci mata. Penggunaan boraks di industri farmasi ini
sudah sangat dikenal. Hal ini dikarenakan banyaknya boraks yang dijual di pasaran
dan harganya yang sangat murah. Selain itu boraks bagi industri farmasi
memberikan untung yang besar. Boraks pada dasarnya merupakan bahan untuk
pembuat solder, bahan pembersih, pengawet kayu, pengontrol kecoa, dan bahan
pembuatan kaca. Dengan sifat fisik dan sifat kimia yang dimiliki, boraks digunakan
sebagai bahan campuran untuk pembuatan benda-benda tersebut. Boraks sedikit
larut dalam air, namun bisa bermanfaat jika sudah dilarutkan dalam air.
Beberapa survei menunjukkan, alasan para produsen menggunakan bahan
pengawet seperti formalin dan boraks karena daya awet dan mutu bakso yang
dihasilkan menjadi lebih bagus, serta murah harganya tanpa peduli bahaya yang
dapat ditimbulkan. Tuntutan itu melahirkan konsekuensi yang bisa saja
membahayakan, karena bahan kimia semakin lazim digunakan untuk mengawetkan
makanan termasuk juga formalin yang dikenal menjadi bahan pengawet mayat. Hal
tersebut ditunjang oleh perilaku konsumen yang cenderung untuk membeli
makanan yang harganya lebih murah, tanpa memperhatikan kualitas makanan.
Dengan demikian, penggunaan boraks dan formalin pada makanan seperti mie,
bakso, kerupuk dan makanan lainnya dianggap suatu hal yang biasa. Sulitnya

12
membedakan makanan seperti bakso biasa dan bakso yang dibuat dengan
penambahan formalin dan boraks juga menjadi salah satu faktor pendorong perilaku
konsumen itu sendiri.
Bakso menjadi salah satu jajanan yang menjadi favorit bagi banyak orang
Indonesia. Sehingga tidak susah untuk mencari jajanan ini. Mulai dari warung di
sekolahan hingga perkantoran, bakso menjadi salah satu menu favorit. Namun
sayangnya, masih banyak produsen bakso yang tidak memperhatikan sisi kesehatan
konsumen. Sebagai konsumen kita perlu waspada dengan memperhatikan ciri-ciri
bakso yang memakai zat berbahaya berikut ini:
1. Bakso mengandung Boraks memiliki struktur yang kenyal dan
lebih keras
2. Bakso mengandung boraks pasti memiliki daya tahan lebih lama
3. Mampu bertahan sampai lima hari.
4. Teksturnya sangat kental, warna tidak kecokelatan seperti
penggunaan daging namun lebih cenderung keputihan.
5. Bau terasa tidak alami. Ada bau lain yang muncul.
6. Bau terasa tidak alami. Ada bau lain yang muncul.
7. Bila dilemparkan ke lantai akan memantul seperti bola.

Pedagang makanan banyak yang memanfaatkan boraks pada makanan yang


dijualnya agar makanan tahan lama dan tidak mudah busuk apabila pada hari
pertama penjualan tidak habis terjual, maka dapat dijual lagi di hari berikutnya.
Mereka ingin memperoleh keuntungan dari makanan yang dijual tanpa
mendapatkan kerugian yang besar. Selain faktor pedagangnya, konsumen yang
membeli makanan pun lebih cenderung memilih makanan yang murah dan banyak
tanpa memperhatikan kandungan gizi yang terdapat pada makanan tersebut.
Sehingga walaupun makanan tersebut mengandung boraks, jika harganya lebih
murah dan rasanya lebih enak tentu saja masyarakat lebih memilihnya
dibandingkan dengan makanan-makanan yang sehat dan bebas dari boraks namun
harganya mahal dan tidak awet.

13
Selain itu tingkat pengetahuan masyarakat mengenai bahan pengawet dan
zat aditif pada makanan sangat rendah sehingga mereka tidak memperhatikan
makanan yang dikonsumsinya dan bahaya apa yang bisa ditimbulkannya.
Terkadang nilai gizi yang terkandung pada makanan yang dikonsumsi merekapun
tidak dipedulikan. Mereka kurang menyadari pentingnya menjaga kesehatan yang
salah satu caranya adalah dengan memperhatikan dan menghindari konsumsi
terhadap makanan-makanan yang mengandung zat pengawet berbahaya dan
mengandung zat-zat aditif yang beracun dan berlebih.
Formalin dalam bahan pangan tidak dapat dihilangkan dengan mencuci dan
merendam produk makanan tersebut dengan air panas bersuhu 800 C selama lima
hingga sepuluh menit. Meski terjadi penurunan kadar, namun masih terdapat
kandungan formalin.
Kandungan boraks atau formalin pada makanan memang sulit untuk dideteksi.
Secara akurat, ia hanya bisa terdeteksi di laboratorium melalui uji boraks dan uji
formalin dengan menggunakan bahan kimia lainnya. Namun makanan yang proses
pembuatannya dengan zat-zat kimia berbahaya, kini sudah beredar luas di pasaran
dan sangat mudah didapat.Mengonsumsi bahan pangan berformalin sangat
berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika kandung formali dalam tubuh tinggi, akan
bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di dalam sel sehingga menekan
fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan pada
tubuh.
Pada prinsipnya, senyawa formalin yang biasanya digunakan sebagai bahan
pengawet mayat dapat bereaksi dengan asam amino yang menyebabkan protein
terdenaturasi sehingga formalin akan bereaksi cepat dengan lapisan lendir saluran
pernafasan dan saluran pencernaan. Dari segi fisiknya, uap formalin yang terkontak
secara langsung akan mengakibatkan iritasi mata, hidung, esophagus dan saluran
pernafasan. Dalam konsentrasi yang tinggi akan mengakibatkan kejang kejang di
sekitar pangkal tenggorokkan. Yang menjadi masalah adalah kandungan pengawet
formalin akan bereaksi dengan cepat dalam saluran dan organ pencernaan apabila
kondisi perut dalam keadaan kosong. Selain itu, pemakaian formalin dalam
makanan dapat menyebabkan keracunan pada organ fungsional tubuh manusia. Hal

14
tersebut ditandai dengan gejala sukar menela, nafsu makan berkurang, mual sebagai
reaksi penolakan dari lambung, sakit perut yang akut sebagai reaksi penolakan dari
hati, lambung dan usus besar, diare dan pada akhirnya disertai dengan muntah
muntah. Pada tingkat yang parah akan mengakibatkan depresi pada susunan syaraf
atau gangguan peredaran darah.
Berdasarkan sifatnya yang karsinogenik, jika konsentrasi formalin tinggi dalam
tubuh, maka akan bereaksi secara kimia dengan hampir seluruh sel penyusun tubuh
sehingga menyebabkan kerusakna sel dan bahkan mutasi sel yang memicu
berkembangnya kanker, setelah terakumulasi dalam waktu yang relative lama
dalam tubuh. Selain itu, kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga
menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker)
dan bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan).

BAB III

15
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa :


1. Formalin ataupun boraks merupakan bahan kimia bukan sebagai bahan
pengawet makanan
2. Formalin atau Boraks dalam makanan dapat dilakukan pengujian secara
kualitatif dan kuantitatif
3. Uji Kualitatif untuk menentukan adanya formalin ataupun boraks dengan
mengunakan Uji nyala
4. Uji Kuantitatif penentuan kadar formalin ataupun boraks dengan
mengunakan metode Titrasi yaitu Asidimetri/Alkalimetri
5. Dampak dari pemakaian Bahan Tambahan pengawet makanan formalin
atupun boraks dalam jangka panjang akan menyebabkan kanker

16
DAFTAR PUSTAKA

Arisworo. Djoko. 2006. Ipa terpadu. Grafindo media pratama.


Depkes R.I. 2002. Pedoman Penggunaan Bahan Tambahan Pangan bagi
Industri.
Jakarta
Didinkaem, 2007. Bahan beracun lain dalam makanan. Pikiran Rakyat, 26 Januari
Moffat, A. C. (1986). Clarkes Isolation and Identification of Drugs. Edisi 2.
London. The Pharmaceutical Press. Hal. 420-421, 457-458, 849, 932-
933.Ngadiwaluyo dan Suharjito, 2003
Saparinto., Cahyo. 2006. Bahan tambahan pangan. Kanisius. Yogyakarta
Svehla, G.. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro,
Terjemahan: Setiono dan A. Hadyana Pudjatmaka. Jakarta: PT. Kalman
Media Pustaka
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Yuliarti, N. 2007. Awas! Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta.

17

Anda mungkin juga menyukai