Anda di halaman 1dari 9

2.

Reaksi

a. Kelarutan dengan H2O (air)

H2SO4 + H2O 2H+ + SO42-

NaOH + H2O Na+ + Cl-

HCl + H2O H+ + Cl-

CHCl3 + H2O

CH3OH + H2O CH3O- + H+

CH3COOH + H2O CH3COO- + H+

CCl4 + H2O

C6H12O6 (aq) + H2O C6H12O6 (aq)

C12H26 + H2O

C2H5-COOH+ H2O

b. Reaksi terhadap n-heksana

H2SO4 + C6H12

HCl + C6H12

NaOH + C6H12

CH3OH + C6H12

C6H12O6 + C6H12

C2H5-COOH + C6H12 C8H17 + COO-

CCl4 + C6H12 C6H12 Cl2 + CCl-

C12H26 + C6H12 C12H26 +

CHCl3 + C6H12 C7H12 Cl2 + HCl-

H2O + C6H12
c. Reaksi terhadap CHCl3

H2SO4 + CHCl3

HCl + CHCl3

NaOH + CHCl3

CH3OH + CHCl3 CH3Cl3 + H2O

C2H5-COOH+ CHCl3 C3H6 Cl3 + COO-

CCl4 + CHCl3 CHCl3 + HCl-

C12H26 + CHCl3 C12H26Cl+ HCl-

H2O + CHCl3

d. Reaksi Terhadap NaOH

H2SO4 + 2NaOH Na2SO4 + 2H2O

HCl + NaOH NaCl + H2O

CH3OH + NaOH CH3ONa + H2O

C2H5-COOH + NaOH

CCl4 + NaOH

C12H26 + NaOH

CHCl3 + NaOH

C6H12 + NaOH

e. Reaksi Terhadap HCl

H2SO4 + HCl

NaOH + HCl NaCl + H2O

CH3OH + HCl
C2H5-COOH + HCl

CCl4 + HCl

CHCl3 + H2O

C6H12 + H2O

f. Reaksi Terhadap H2SO4

HCl + H2SO4

2NaOH + H2SO4 Na2SO4 + 2H2O

CH3OH + H2SO4

C2H5-COOH + H2SO4

CCl4 + H2SO4

CHCl3 + H2O

C6H12 + H2O

C12H26 + H2O

B. Pembahasan

Kelarutan suatu senyawa dalam suatu pelarut didefinisikan sebagai jumlah

terbanyak (dalam gram atau dalam mol) yang akan larut dalam kesetimbangan

dalam volume pelarut tertentu pada suhu tertentu. Garam menunjukkan interval

kelarutan yang besar dalam air. Kebanyakan reaksi pelarut untuk zat pada ionik

bersifat endotermik (panas diserap), sehingga menurut prinsip Le Chatelier

kelarutan naik dengan naiknya suhu.


Dalam percobaan ini, untuk mengidentifikasi senyawa organik, untuk uji

polar dan non polar, maka digunakan pelarut polar (air) dan pelarut semi polar

(heksana). Selain itu pula, digunakan pelarut NaOH, CHCl3, H2SO4 dan HCl.

Tujuan yang ingin dicapai dari percobaan ini adalah untuk mengidentifikasi

senyawa yang belum diketahui menjadi senyawa yang diketahui berdasarkan

kelarutan yang diberikan.

Untuk senyawa lain yang larut dalam air meliputi alkohol, ester, aldehid,

keton, asam karboksilat, amida, amina dan nitril. Pada deret homolog yang

bergugus fungsional alkohol, heksana, aldehid, keton, asam karboksilat, amida

dan nitril memiliki nilai batas kelarutan dalam air. Senyawa-senyawa tersebut

yang memiliki jumlah atom sampai dengan empat cenderung lebih mudah larut

dalam air. Sifat mudah larut dalam deret homolog tersebut disebabkan gugus polar

masih dominan.

Senyawa ionik seperti garam tidak dapat larut dalam heksana. Hal ini

disebabkan kelarutan senyawa polar tergantung pada pengaruh gugus polar yang

relatif terhadap gugus non polar. Apabila gugus non polar lebih dominan dari

pada gugus polar, maka sifat non polarnya menjadi lebih kuat. Pada umumnya

senyawa dengan satu gugus polar tiap molekul atau senyawa akan lebih mudah

larut dalam heksana. Banyak senyawa organik yang tidak larut dalam air tetapi

larut dalam heksana. Jika senyawa tersebut dapat larut dalam air dan heksana

maka kemungkinan senyawa adalah senyawa-senyawa non ionik, senyawa-

senyawa dengan rantai karbon kurang dari lima, senyawa-senyawa yang

mempunyai gugus fungsional polar mampu membentuk ikatan hidrogen, atau


senyawa tidak mempunyai gugus polar lebih dari satu. Tetapi jika senyawa

organik larut dalam air tetapi tidak larut dalam heksana, maka kemungkinan

senyawa tersebut adalah ionik (garam) atau sernyawa dengan dua atau lebih gugus

polar, tetapi atom karbonnya kurang dari empat per gugus polar.

Jika suatu senyawa organik yang tidak larut dalam air tetapi dapat larut

dalam larutan NaOH maka dapat dinyatakan bahwa senyawa tersebut lebih asam

dari pada air dan mempunyai gugus fungsional asam. Senyawa yang termasuk

golongan ini, meliputi asam karboksilat, asam sulfonat, fenol, thiornol, amida dan

senyawa enol.

Apabila senyawa yang tidak larut dalam air atau H2O tetapi larut dalam

larutan HCl maka senyawa tersebut memiliki gugus fungsional basa. Gugus

fungsional basa ini meliputi senyawa-senyawa amina dan senyawa oksigen seperti

pyrole, anthocyanidin dari pigmen bunga yang dengan penambahan HCl terbentuk

ion oksonium yang larut dalam air.

Saat pengujian dengan menggunakan asam asetat terlihat senyawa ini

dapat larut dalam air, heksana, larutan NaOH. Dalam rumus molekul asam asetat

ini mengandung dua buah atom C, sehingga menyebabkan asam asetat ini dapat

mudah larut dalam air atau senyawa uji yang lain karena secara teori, pada suku

pertama sampai suku keempat (C1-C4) mudah larut dalam air, tetapi untuk suku

kelima dan keenam (C5-C6) sedikit larut dalam air sedangkan untuk suku ketujuh

akan lebih tidak larut dalam air. Ketika senyawa asam asetat ini ditambahkan

larutan NaOH sedikit demi sedikit, maka akan timbul panas yang tinggi. Ketika

asam asetat ditambahkan dengahn NaOH, maka asam asetat ini akan berubah
menjadi garamnya yang larut dalam air, dan ion H+ dari asam ini akan mengubah

garam itu menjadi asam asetat kembali. Sedangkan ketika asam asetat

ditambahkan dengan HCl, maka tidak menimbulkan panas. Asam asetat ini

merupakan asam lemah, karena hanya sebagian kecil yang terionisasi apabila

dilarutkan dalam air. Semakin panjang rantai C, maka sifat keasamannya semakin

lemah.

Senyawa alkena mempunyai kelarutan dalam air yang tidak sempurna,

yang ditandai dengan adanya atau tedapatnya bidang batas di dalam larutan,

begitu pula dalam heksana, senyawa ini larut sebagian, tetapi jika direaksikan

dengan NaOH dan HCl senyawa ini tidak larut. Hal ini disebabkan karena alkena

merupakan senyawa non polar sehingga gaya tarik antar molekulnya sangat lemah

karena non polar, maka alkena akan larut dalam pelarut non polar atau sedikit

polar. Kelarutan ini disebabkan oleh gaya tarik Van Der Waals antara pelarut dan

zat terlarut.

Berbeda halnya dengan sifat yang dimiliki etanol, dimana terlihat bahwa

etanol laut dalam air namun tidak larut dalam heksana. Etanol dapat larut dalam

air karena etanol berbobot molekul rendah. Kelarutan dalam air ini disebabkan

oleh ikatan hidrogen antara etanol dan air. Semakin panjang bagian hidrokarbon

dari suatu alkohol, maka makin rendah kelarutannya dalam air. Bila rantai

hidrokarbon cukup panjang, sifat hidrofob (menolak molekul air) ini dapat

mengalahkan sifat hidrofil (menyukai air) gugus hidroksil. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa etanol ini bersifat polar karena memiliki gugus OH. Semakin

panjang gugus alkil suatu alkohol, semakin berkurang kepolaran alkohol tersebut.
Kepolaran mempengaruhi kelarutan, sehingga alkohol dengan suku rendah

lebih mudah larut dalam pelarut polar, sebaliknya, alkohol dengan suku tinggi

sukar larut. Etanol memiliki titik didih tinggi, karena memilki gugus OH yang

bersifat sangat polar sehingga gaya tarik-menarik antar molekul alkohol sangat

kuat sampai terbentuk ikatan hidrogen. Ikatan alkohol sangat polar karena

tingginya keelektronegatifan atom Oksigen. Karena tingginya muatan negatif

parsial dan kecilnya atom Hidrogen, ia dapat berhubungan dengan dua atom

Oksigen elektronegatif. Ketika etanol direaksikan dengan heksana maka alkohol

akan larut. Hal ini disebabkan karena antara heksana dan etanol sama-sama

membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa-senyawa OH.

Senyawa alkena mempunyai kelarutan dalam air yang tidak sempurna,

yang ditandai dengan adanya atau terdapatnya bidang batas di dalam larutan,

begitu pula dalam heksana, senyawa ini larut sebagian, tetapi jika direaksikan

dengan NaOH dan HCl senyawa ini tidak larut. Hal ini disebabkan karena alkena

merupakan senyawa non polar sehingga gaya tarik antar molekulnya sangat lemah

karena non polar, maka alkena akan larut dalam pelarut non polar atau sedikit

polar. Kelarutan ini disebabkan oleh gaya tarik Van Der Waals antara pelarut dan

zat terlarut.
V. KESIMPULAN

Berdasarkan tujuan dan hasil pengamatan yang ada pada percobaan ini,

maka dapar disimpulkan bahwa :

1. Sifat-sifat kelarutan senyawa organik sangat dipengaruhi oleh struktur molekul

dan ikatan dalam molekulnya.

2. Senyawa organik polar larut dalam pelarut polar seperti air, NaCl dan HCl

sedangkan senyawa nonpolar larut dalam pelarut nonpolar seperti n-heksana

dan minyak tanah.


DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, A.D., Agung, T.R., 2010, Pemanfaatan Fly Ash Batubara Sebagai
Adsorben Dalam Penyisihan COD Dari Limbah Cair Domestik Rumah
Susun Wonorejo Surabaya, Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan, 4 (1).

Martin, A., 1993, Farmasi Fisik Dasar-Dasar Kimia Fisik Dalam Ilmu
Farmasetik. Edisi Ketiga 1, Jakarta: UI press.

Munawaroh, S., Handayani, P.A, 2010, Ekstraksi Minyak Daun Jeruk Purut
(Citrus hystrix D.C.) Dengan Pelarut Etanol dan N-Heksana, Jurnal
Kompetensi Teknik, 2 (1).

Sumardjo, D., 2006, Pengantar Kimia, Jakarta: EGC.

Wiratmaja, I.G., Kusuma, I.G.B.W., Winaya, I.N.S., 2011, Pembuatan Etanol


Generasi Kedua Dengan Memanfaatkan Limbah Rumput Laut Eucheuma
Cottonii Sebagai Bahan Baku, Jurnal Ilmiah Teknik Mesin, 5 (1).

Anda mungkin juga menyukai