Anda di halaman 1dari 8

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN( RPP )

Satuan Pendidikan : SD/ MI


Mata Pelajaran : Bahasa Indonesi
Kelas/Semester : V/1
Waktu : 1 x 35 menit

I. Standar Kompetensi :
Memahami penjelasan nara sumber dan cerita rakyat secara lisan.

II. Kompetensi Dasar


1.2. Mengidentifikasi unsur cerita rakyat yang didengar

III. Indikator pencapaian kompetensi


Kognitif produk
Siswa membaca dan mendengar cerita rakyat.
Siswa dapat mencatat nama-nama tokoh, latar, alamat dalam cerita

Psikomotor
Siswa dapat Memberikan tanggapan mengenai isi cerita rakyat yang didengar.
Afektif
Menjawab pertanyaan-pertanyaan pada Lembar Kerja Siswa

IV. Tujuan Pembelajaran**


Kognitif
Mendengarkan cerita rakyat.
Mendaftar nama-nama tokoh cerita yang didengar
Mencatat latar dan alamat cerita rakyat yang didengar.
Afektif
Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui siswa
Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman, memberikan penguatan
materi dan penyimpulan
Psikomotor
Memberikan tanggapan mengenai isi cerita rakyat yang didengar
Menyanyikan lagu batu badaong
Mengerjakan soal-soal latihan

Karakter siswa yang diharapkan : Disiplin ( Discipline), Rasa hormat dan perhatian (respect ), Tekun (diligence), Tanggung jawab
(responsibility) dan Ketelitian (carefulness)
V. Materi Pembelajaran (Materi Pokok)
Cerita Rakyat
BATU BERDAUN
Batu berdaun dalam yang di maksud dalam cerita ini adalah sebuah batu berbentuk daun yang terletak di
atas sebuah bukit di Maluku. Menurut cerita, batu tersebut memiliki mulut yang bias terbuka dan mengatup
kembali serta dapat menelan siapa saja. Suatu ketika, batu berdaun itu menelan seorang nenek.

Alkisah, di daerah pesisir Maluku, hiduplah seorang nenek dengan dua orang cucunya yang masih kecil.
Cucu yang pertama berumur 11 tahun, sedangkan yang bungsu masih berumur 5 tahun. Kedua anak itu yatim
piatu karena orangtua mereka telah meninggal dunia ketika mencari ikan di laut. Kini, kedua anak itu berada
dalam asuhan nenek mereka.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup, nenek bekerja mengumpulkan hasil hutan dan mencari ikan di pantai.
Hasilnya tidak pernah cukup untuk mereka makan. Untunglah para tetangga sering berbaik hati memberikan
makanan kepada sang nenek untuk dimakan bersama kedua cucunya.
Suatu hari, air laut terlihat surut, ombaknyapun tampak tenang. Kondisi seperti ini biasanya menjadi pertanda
bahwa banyak kepiting yang terdampar disekitar pantai. Si nenekpun mengajak kedua cucunya kepantai untuk
menangkap kepiting

Cucuku, mari kita ke pantai mencari kepiting, ajak si nenek.


Alangkah senangnya hati kedua anak itu, terutama si bungsu. Ia berlari-larian dan melompat kegirangan
Horeeeee..horeeeee..!! riang si bungsu.
Setibanya di pantai merekapun mulai memasang beberapa bubu (alat untuk menangkap kepiting) di
sejumlah tempat. Selang beberapa lama kemudian, sebuah bubu yang dipasang nenek memperoleh seekor
kepitinng besar terperangkap didalamnya. Si nenek pun menyuruh kedua cucunya untuk pulang terlebih
dahulu.

Cucuku kalian pulang dulu. Bawa dan rebuslah kepiting besar itu untuk makan siang kita nanti, ujar si nenek,
Capitannya sisakan untuk nenek
Baik, nek, jawab cucu yang pertama .

Kedua anak itupun kembali ke rumah dengan perasaan gembira. Hari itu, mereka akan menikmati
makanan lezat. Setiba dirumah, kepiting besar hasil tangkapan mereka tadi segera di rebus. Setelah masak,
kepiting itu mereka makan bersama ubi rebus. Mereka makan dengan lahap sekali. Sesuai perintah sang
nenek kedua anak itu menyisakan capit kepiting
Usai makan, kedua anak itu pergi bermain hingga hari menjelang siang. Saat mereka pulang ke rumah, nenek
mereka ternyata belum juga kembali dari pantai. Sementara itu, si bungsu yang baru sampai di rumah tiba-tiba
merasa lapar lagi.
kak, aku lapar. Aku mau makan lagi, rengek si bungsu kepada kakaknya
Bukankah tadi kau sudah makan? Kenapa minta makan lagi? Tanya kakaknya
Aku lapar lagi. Aku mau makan capi kepiting, si bungsu kembali merengek
Jangan capit kepiting, itu untuk nenek, cegah si kaka.
Meskipun sang kakak sudah berkali-kalu menasehatinya, si bungsu tetap saja merengek, karena iba, sang
kaka terpaksa mengambil sepotong capit kepiting itu. Si bungsu akhirnya berhenti merengek. Namun, setelah
makan, ia kembali meminta capit yang satunya. Si kakapun memberikannya.
Tak berapa lama kemudian, nenek mereka kembali dari pantai. Wajah nenek yang sudah keriput itu tampak
pucat. Kelihatannya ia sangat lapar. Cepat-cepatlah ia masuk ke dapur ingin menyantap capit kepiting
bersama ubi rebus. Betapa terkejutnya ia saat lemari makannya kosong.

Cucuku,, cucuku! teriknya dengan suara serak.


Iya, nek jawab si sulung seraya menghampiri neneknya, ada apa, nek?
Mana capi kepiting yang nenek pesan tadi? Tanya si nenek.
Mamaaf.. nek! jawab si sulung dengan gugup. capit kepitingnya dihabiskan sib bungsu aku sudah
berusaha menasehatinya, tapi dia terus menangis meminta kepiting itu.

Betapa kecewanya hati sang nenek mendengar jawaban itu, ia benar-benar marah karena kedua cucunya
tidak menghiraukan pesannanya. Tanpa berkata-kata apapun, si nenek pergi meninggalkan rumah. Dengan
perasaan sedih, ia berjalan menuju sebuah bukit. Sesampai dipuncak bukit itu, ia lalu mendekati sebuah batu
besar yang bentuknya seperti daun. Orang-orang menyebutnya batu berdaun. Di hadapan batu itu, si nenek
duduk sambil meneteskan air mata.

Wahai, batu. Telanlah aku seru nenek itutidak ada lagi gunanya aku hidup di dunia ini. Kedua cucuku tidak
mau mendengarkan nasehatku lagi
Batu berdaun itu tidak bergerak sedikitpun. Ketika nenek mengucapkan permintaannya untuk ketiga
kalinya, barulah batu itu membuka mulutnya.
Dengan sekali sedot, si nenek langsung tertarik masuk kedalam perut batu itu. Setelah si nenek tertelan, mulut
batu itu mengatup kembali. Sejak itulah si nenek tinggal di dalam perut batu itu dan tidak pernah keluar lagi.
Sementara itu, kedua cucunya dengan gelisah mencari nenek mereka. Saat tiba di puncak bukit itu, mereka
hanya mendapati kain milik nenek mereka terurai sedikit di antara batu berdaun itu.

Nenek jangan tinggalkan kami tangis si sulung


Maafkan aku nek, aku berjanji tidak akan mengecewakan nenek lagi, ucap si bungsu dengan sangat
menyesal.
Si sulung kemudian meminta kepada batu berdaun itu agar menelan mereka.
Wahai, batu berdaun. Telanlah kami seru si sulung.

Meskipun kedua anak tersebut berkali-kali memohon, batu itu tetap tidak mau membuka mulutnya, sampai
akhirnya kedua anak itu tertidur di dekatnya. Keesokan harinya, keduanya terbangun dan kembali meratapi
kepergian sang nenek. Pada saat itu, kebetulan ada seorang tetangga mereka melintas di tempat itu.
Hai kenapa kalian di sini Tanya melihat kedua anak itu.
Si sulungpun menceritakan semua yang telah terjadi pada neneknya. Oleh karena nenek itu tidak akan
kembali lagi, si tetangga pun mengajak kedua anak tersebut pulang kerumahnya dan kemudian merawat
mereka. Kedua anak itu merasa sangat menyesal atas perlakuannya terhadap nenek mereka. Namun, hal itu
mereka jadikan sebagai pelajaran berharga sehingga kedua anak itupun tumbuh menjadi manusia yang
berbudi luhur.
Pesan moral yang dapat dipetik dari cerita di atas adalah bahwa orang yang tidak mau menuruti nasehat
orang tua seperti kedua cucu nenek itu pada akhirnya akan mendapat balasan yang setimpal. Gara-gara tidak
mau mendengar nasehat, mereka akhirnya ditinggal pergi sang nenek. Pelajaran lainnya adalah bahwa
sebuah kesalahan dapat menjadi sebuah pelajaran bagi kita untuk menata hidup yang lebih baik di masa yang
akan datang

VI. Metode Pembelajaran


Metode pembelajaran langsung
Mendengarkan dan membaca teks pendek.
Pemberian tugas (LKS)

VII. Langkah-langkah pembelajaran


A. Kegiatan awal (5 menit)
Apresepsi

Menyanyikan lagu batu badaong


Meguji pengetahuan siswa tentang cerita rakyat.
B. Kegaiatan inti (20 menit)
Melalui penjelasan guru siswa dapat Mendengarkan cerita rakyat.
Melalui penjelasan guru siswa dapat Mendaftar nama-nama tokoh cerita yang didengar
Melalui penjelasan guru siswa dapat Mencatat latar dan alamat cerita rakyat yang didengar.
Memberikan tanggapan mengenai isi cerita rakyat yang didengar
Siswa diminta mengerjakan LKS
Guru dan siswa menyimpulkan materi

C. Kegiatan akhir (10 menit)


Dalam kegiatan akhir, guru :
Membuat kesimpulan dari materi yang disampaikan, menyampaikan pesan moral kepada siswa.

VIII. Alat dan sumber belajar


http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/292-Batu-BerdaunAlat peraga
Materi ajar pada manila karton

IX. Penilaian

Teknik Bentuk
Indikator Pencapaian Contoh Instrumen
Penilaian Instrumen
1. Siswa dapat mendengarkan cerita rakyat. Tertulis Lembaran 1. Tulislah daftar na-ma-nama
2. Siswa dapat mencatat nama-nama tokoh Kerja Siswa tokoh ceri-ta yang di
dalam cerita dengar!
3. Siswa dapat memberikan tanggapan 2. Buatlah catatan latar dan
mengenai isi cerita rakyat yang didengar. alamat cerita rakyat yang
didengar!
Kriteria Penilaian
1. Produk ( hasil diskusi )
No. Aspek Kriteria Skor
1. Konsep * semua benar 4
* sebagian besar benar 3
* sebagian kecil benar 2
* semua salah 1

2. Performansi
No. Aspek Kriteria Skor
1. Kerjasama * bekerjasama 4
* kadang-kadang kerjasama 2
* tidak bekerjasama 1

2. Partisipasi * aktif berpartisipasi 4


* kadang-kadang aktif 2
* tidak aktif 1

3. Lembar Penilaian
Performan Jumlah
No Nama Siswa Produk Nilai
Kerjasama Partisipasi Skor
1.
2.
3.
4.
5.
CATATAN :
Nilai = ( Jumlah skor : jumlah skor maksimal ) X 10.
Untuk siswa yang tidak memenuhi syarat penilaian KKM maka akan diadakan remedial

Mengetahui 2011
Kepala Sekolah Guru IPA

( ) Ny. S. Matakupan, S.Pd


NIP : 1121600270118
Lampiran : LKS

Kerjakan Soal-soal berikut ini !

Cerita Rakyat
BATU BERDAUN
Batu berdaun dalam yang di maksud dalam cerita ini adalah sebuah batu berbentuk daun yang terletak di
atas sebuah bukit di Maluku. Menurut cerita, batu tersebut memiliki mulut yang bias terbuka dan mengatup
kembali serta dapat menelan siapa saja. Suatu ketika, batu berdaun itu menelan seorang nenek.

Alkisah, di daerah pesisir Maluku, hiduplah seorang nenek dengan dua orang cucunya yang masih
kecil. Cucu yang pertama berumur 11 tahun, sedangkan yang bungsu masih berumur 5 tahun. Kedua anak
itu yatim piatu karena orangtua mereka telah meninggal dunia ketika mencari ikan di laut. Kini, kedua anak
itu berada dalam asuhan nenek mereka.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup, nenek bekerja mengumpulkan hasil hutan dan mencari ikan di
pantai. Hasilnya tidak pernah cukup untuk mereka makan. Untunglah para tetangga sering berbaik hati
memberikan makanan kepada sang nenek untuk dimakan bersama kedua cucunya.
Suatu hari, air laut terlihat surut, ombaknyapun tampak tenang. Kondisi seperti ini biasanya menjadi
pertanda bahwa banyak kepiting yang terdampar disekitar pantai. Si nenekpun mengajak kedua cucunya
kepantai untuk menangkap kepiting
cucuku, mari kita ke pantai mencari kepiting, ajak si nenek.
Alangkah senangnya hati kedua anak itu, terutama si bungsu. Ia berlari-larian dan melompat kegirangan
Horeeeee..horeeeee..!! riang si bungsu.
Setibanya di pantai merekapun mulai memasang beberapa bubu (alat untuk menangkap kepiting)
di sejumlah tempat. Selang beberapa lama kemudian, sebuah bubu yang dipasang nenek memperoleh
seekor kepitinng besar terperangkap didalamnya. Si nenek pun menyuruh kedua cucunya untuk pulang
terlebih dahulu.
cucuku kalian pulang dulu. Bawa dan rebuslah kepiting besar itu untuk makan siang kita nanti, ujar si
nenek, capitannya sisakan untuk nenek
baik, nek, jawab cucu yang pertama .
Kedua anak itupun kembali ke rumah dengan perasaan gembira. Hari itu, mereka akan menikmati
makanan lezat. Setiba dirumah, kepiting besar hasil tangkapan mereka tadi segera di rebus. Setelah
masak, kepiting itu mereka makan bersama ubi rebus. Mereka makan dengan lahap sekali. Sesuai
perintah sang nenek kedua anak itu menyisakan capit kepiting
Usai makan, kedua anak itu pergi bermain hingga hari menjelang siang. Saat mereka pulang ke rumah,
nenek mereka ternyata belum juga kembali dari pantai. Sementara itu, si bungsu yang baru sampai di
rumah tiba-tiba merasa lapar lagi.
kak, aku lapar. Aku mau makan lagi, rengek si bungsu kepada kakaknya
bukankah tadi kau sudah makan? Kenapa minta makan lagi? Tanya kakaknya
aku lapar lagi. Aku mau makan capi kepiting, si bungsu kembali merengek
Jangan capit kepiting, itu untuk nenek, cegah si kaka.
Meskipun sang kakak sudah berkali-kalu menasehatinya, si bungsu tetap saja merengek, karena
iba, sang kaka terpaksa mengambil sepotong capit kepiting itu. Si bungsu akhirnya berhenti merengek.
Namun, setelah makan, ia kembali meminta capit yang satunya. Si kakapun memberikannya.
Tak berapa lama kemudian, nenek mereka kembali dari pantai. Wajah nenek yang sudah keriput itu
tampak pucat. Kelihatannya ia sangat lapar. Cepat-cepatlah ia masuk ke dapur ingin menyantap capit
kepiting bersama ubi rebus. Betapa terkejutnya ia saat lemari makannya kosong.
Cucuku,, cucuku! teriknya dengan suara serak.
iya, nek jawab si sulung seraya menghampiri neneknya, ada apa, nek?
mana capi kepiting yang nenek pesan tadi? Tanya si nenek.
mamaaf.. nek! jawab si sulung dengan gugup. capit kepitingnya dihabiskan sib bungsu aku sudah
berusaha menasehatinya, tapi dia terus menangis meminta kepiting itu.

Betapa kecewanya hati sang nenek mendengar jawaban itu, ia benar-benar marah karena kedua
cucunya tidak menghiraukan pesannanya. Tanpa berkata-kata apapun, si nenek pergi meninggalkan
rumah. Dengan perasaan sedih, ia berjalan menuju sebuah bukit. Sesampai dipuncak bukit itu, ia lalu
mendekati sebuah batu besar yang bentuknya seperti daun. Orang-orang menyebutnya batu berdaun. Di
hadapan batu itu, si nenek duduk sambil meneteskan air mata.

Wahai, batu. Telanlah aku seru nenek itutidak ada lagi gunanya aku hidup di dunia ini. Kedua cucuku
tidak mau mendengarkan nasehatku lagi

Batu berdaun itu tidak bergerak sedikitpun. Ketika nenek mengucapkan permintaannya untuk ketiga
kalinya, barulah batu itu membuka mulutnya.
Dengan sekali sedot, si nenek langsung tertarik masuk kedalam perut batu itu. Setelah si nenek tertelan,
mulut batu itu mengatup kembali. Sejak itulah si nenek tinggal di dalam perut batu itu dan tidak pernah
keluar lagi.
Sementara itu, kedua cucunya dengan gelisah mencari nenek mereka. Saat tiba di puncak bukit
itu, mereka hanya mendapati kain milik nenek mereka terurai sedikit di antara batu berdaun itu.
nenek jangan tinggalkan kami tangis si sulung
maafkan aku nek, aku berjanji tidak akan mengecewakan nenek lagi, ucap si bungsu dengan sangat
menyesal.
Si sulung kemudian meminta kepada batu berdaun itu agar menelan mereka.
wahai, batu berdaun. Telanlah kami seru si sulung.
Meskipun kedua anak tersebut berkali-kali memohon, batu itu tetap tidak mau membuka mulutnya,
sampai akhirnya kedua anak itu tertidur di dekatnya. Keesokan harinya, keduanya terbangun dan kembali
meratapi kepergian sang nenek. Pada saat itu, kebetulan ada seorang tetangga mereka melintas di tempat
itu.
Hai kenapa kalian di sini Tanya melihat kedua anak itu.
Si sulungpun menceritakan semua yang telah terjadi pada neneknya. Oleh karena nenek itu tidak akan
kembali lagi, si tetangga pun mengajak kedua anak tersebut pulang kerumahnya dan kemudian merawat
mereka. Kedua anak itu merasa sangat menyesal atas perlakuannya terhadap nenek mereka. Namun, hal
itu mereka jadikan sebagai pelajaran berharga sehingga kedua anak itupun tumbuh menjadi manusia yang
berbudi luhur.
1. Tulislah daftar nama-nama tokoh cerita Batu Berdaun !

a.

b.

c.

2. Buatlah catatan latar dan alamat yang di dengar pada cerita batu berdaun !

3. Pesan moral apa yang terkandung dalam cerita batu berdaun?

Anda mungkin juga menyukai