Anda di halaman 1dari 32

BAGIAN RADIOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2017


UNIVERSITAS HASANUDDIN

FRAKTUR COLLES

Oleh :
KELOMPOK 2
1. St. Aisyah Wahyuni Parawansa C 111 12 903
2. Tri Kartini Putri C 111 12 518
3. Musdalifah C 111 13 545
4. Marina Ariesta Chuwiarco C 111 13 580
5. Zulaikha Nur Binti Ahmad Azhar C 111 13 810
6. Sitti Fatimah C 111 13 050
Pembimbing :
dr. Tatok Rudiharto
Konsulen :
dr. Dario Nelwan, Sp.Rad

DIBAWAKAN DALAM RANGKA


TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

St. Aisyah Wahyuni Parawansa C 111 12 903


Tri Kartini Putri C 111 12 518
Musdalifah C 111 13 545
Marina Ariesta Chuwiarco C 111 13 580
Zulaikha Nur Binti Ahmad Azhar C 111 13 810
Sitti Fatimah C 111 13 050
Judul Laporan Kasus: Fraktur Colles
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian
Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Juni 2017


Konsulen Pembimbing

dr. Dario Nelwan, Sp.Rad dr. Tatok Rudiharto

Mengetahui,
Kepala Bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Prof. Dr. dr. Bachtiar Murtala, Sp. Rad (K)

2
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... 2


DAFTAR ISI ......................................................................................................... 3
BAB 1 PRESENTASI KASUS ............................................................................. 4
1.1. Identitas Pasien .................................................................................. 4
1.2. Anamnesis ......................................................................................... 4
1.3. Pemeriksaan Fisis .............................................................................. 5
1.4. Pemeriksaan Laboratorium ............................................................... 6
1.5. Radiologi ........................................................................................... 8
1.6. Diagnosis .......................................................................................... 9
1.7. Penatalaksanaan .............................................................................. 9
1.8. Resume Medis ................................................................................. 9
BAB 2 DISKUSI
2.1. Anatomi dan Kinesiologi .............................................................. 12
2.2. Definisi........................................................................................... 15
2.3. Epidemiologi .................................................................................. 16
2.4. Patofisiologi .................................................................................. 16
2.5. Diagnosa Klinis.............................................................................. 18
2.6. Klasifikasi ..................................................................................... 19
2.7. Paemeriksaan Radiologi ............................................................... 20
2.8. Diagnosa Banding ......................................................................... 25
2.9. Penatalaksanaan ............................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA..... 31

3
BAB I
PRESENTASI KASUS

1.1. IDENTITAS PASIEN


Nama Pasien : Ny. S
Tanggal Lahir : 31-12-1972
No. Rekam Medik : 80276
Pendidikan : SMA sederajat
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Sungai Asahan Bone
Ruang Perawatan : L2BB Kamar 4 Bed 1
Tanggal MRS : 29 Mei 2017

1.2. ANAMNESIS
A. Keluhan utama: Nyeri pada pergelangan tangan kanan
B. Anamnesis terpimpin :
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri pada pergelangan
tangan kanan, 1 hari setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Pada saat
kecelakaan pasien dibonceng dengan menghadap ke pengendara motor
yang memboncengnya. Saat pasien ditabrak oleh mobil, pasien terjatuh
ke arah kanan dan ia berusaha menahan tubuhnya agar tidak membentur
aspal dengan menggunakan tangan kanan dalam posisi terbuka. Tidak
ditemukan riwayat pingsan, mual muntah, dan BAB serta BAK normal.

C. Riwayat penyakit sebelumnya:


Riwayat hipertensi tidak ada
Riwayat diabetes mellitus tidak ada
Riwayat sesak dan nyeri dada sebelumnya tidak ada
Riwayat mengonsumsi OAT tidak ada
Riwayat dengan keluhan yang sama sebelumnya tidak ada

4
D. Riwayat penyakit dalam keluarga
Riwayat hipertensi tidak ada
Diabetes mellitus tidak ada
Riwayat penyakit jantung tidak ada

1.3. PEMERIKSAAN FISIS


1. Status Generalis
Keadaan Umum: Sakit sedang / Gizi lebih /Compos Mentis (E4M6V5)
Tanda Vital : T : 120/70 mmHg
N : 88 x/menit
P : 20 x/menit
S : 36.50C, axilla
2. Status Lokalis
a. Kepala :
- Mata : Sklera ikterus tidak ada, konjungtiva anemis ada,
pupil isokor (3/3) mm, udem palpebral tidak ada
- Telinga : Otorrhea tidak ada, simetris kiri dan kanan
- Hidung : Epistaksis dan rinorrhea tidak ada
- Mulut : Stomatitis tidak ada, sianosis tidak ada, tonsil tidak
hiperemis, faring tidak hiperemis
- Leher : DVS= R+2 cmH2O, Pembesaran kelenjar limfe
tidak ada, deviasi trakea tidak ada
b. Thorax
Paru
- Inspeksi :
Statis : Normochest, dada simetris kiri dan kanan.
Dinamis : Pergerakan dada simetris kiri dan kanan
- Palpasi : Tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan, vocal
fremitus normal
- Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Batas paru hepar di ICS VI kanan depan
Batas paru belakang kanan vertebra thorakal X

5
Batas paru belakang kiri vertebra thorakal XI
- Auskultasi : Bunyi nafas bronchovesikuler, ronkhi tidak ada,
wheezing tidak ada
Jantung :
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Thrill tidak teraba
- Perkusi : Pekak, Batas jantung normal
- Auskultasi : Bunyi Jantung I/II murni regular, bising tidak ada
c. Abdomen
- Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
- Auskultasi : Bunyi peristaltik ada kesan normal
- Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, tidak ada nyeri tekan,
tidak teraba massa
- Perkusi : Timpani, tidak ada asites
d. Extremitas
Right Forearm Regio
Look : Deformitas ada, hematom tidak ada, edema tidak ada, luka
tidak ada.

Feel : Nyeri tekan ada

Move : Gerak aktif dan pasif dari elbow joint kanan tidak dapat
dievaluasi karena nyeri, gerak aktif dan pasif dari wrist
joint dalam batas normal.

NVD : Sensibilitas baik, pulsasi arteri radialis dan ulnaris teraba,


dan capillary refill time <2 second.

1.4. PEMERIKSAAN LABORATORIUM (29 Mei 2017)


NILAI
PEMERIKSAAN HASIL UNIT
RUJUKAN
HEMATOLOGI

WBC 15.7 4.00 10.0 10^3/uL

6
RBC 5.14 4.00 6.00 10^6/uL

HGB 11.1 12.0 16.0 gr/dl

HCT 35 37.0 48.0 %

MCV 68 80.0 97.0 fL

MCH 21.7 26.5 33.5 Pg

MCHC 31.8 31.5 35.0 gr/dl

PLT 339 150 400 10^3/uL

NEUT 78.6 52.0 75.0 [10^3/uL] 47.4 * [%]

LYMPH 13.0 20.0 40.0 [10^3/uL] 30.4 * [%]

MONO 4.7 2.00 8.00 [10^3/uL] 18.1 * [%]

EOS 3.1 1.00 3.00 [10^3/uL] 3.7 + [%]

BASO 0.6 0.00 0.10 [10^3/uL] 0.4 + [%]

Waktu bekuan 700 4-10 Menit

Waktu perdarahan 300 1-7 Menit


KIMIA DARAH

Ureum 9 10-50 mg/dl

Kreatinin 0.6 L(<1.3);P(<1.1) mg/dl

GDS 104 <140 mg/dl

SGOT 34 <38 U/L

SGPT 29 <41 U/L

Natrium 142 136-145 mmol/l

Kalium 4.4 3.5-5.1 mmol/l

Clorida 107 97-111 mmol/l


IMUNOSEROLOGI
Non
HBS Ag (ICT) Non reactive
reactive

7
1.5. PEMERIKSAAN RADIOLOGI (29/05/2017)
Foto Antebrachii Dextra AP/Lateral

Hasil Pemeriksaan :
- Alignment pembentuk antebrachii dextra berubah
- Tampak fraktur pada 1/3 distal os radius dextra
- Mineralisasi tulang baik
- Celah sendi yang tervisualisasi baik
- Jaringan lunak sekitar kesan swelling

Kesan : Fraktur 1/3 distal os radius dextra

8
1.6. Diagnosis

Fraktur tertutup 1/3 distal radius dextra (Fraktur Colles tipe I, klasifikasi
Frykman)

1.7. Penatalaksanaan
- Infus ringer laktat 20 tetes/menit/intravena
- Injeksi ketorolac 30 mg/8jam/intravena
- Reduksi tertutup dan imobilisasi

1.8. Resume Medis

Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri pada pergelangan tangan
kanan, 1 hari setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Pada saat kecelakaan
pasien dibonceng dengan menghadap ke pengendara motor yang
memboncengnya. Saat pasien ditabrak oleh mobil, pasien terjatuh ke arah kanan
dan ia berusaha menahan tubuhnya agar tidak membentur aspal dengan
menggunakan tangan kanan dalam posisi terbuka. Tidak ditemukan riwayat
pingsan, mual muntah, dan BAB serta BAK normal. Setelah dilakukan
pemeriksaan fisis pada right forearm region didapatkan deformitas ada, nyeri
tekan ada. Pada pemeriksaan radiologi foto antebrachii dextra AP/lateral
didapatkan fraktur 1/3 distal os radius dextra. Penatalaksanaan yang diberikan
pada pasien ini adalah Infus ringer laktat 20 tetes/menit/intravena, injeksi
ketorolac 30 mg/8jam/intravena dan reduksi tertutup dan imobilisasi.

9
BAB II
DISKUSI
PENDAHULUAN

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai


dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan
pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
besar dari yang dapat diabsorbsinya. Penyebab terbanyak adalah insiden
kecelakaan tetapi faktor lain seperti proses degeneratif juga dapat berpengaruh
terhadap kejadian fraktur. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress atau beban
yang lebih besar dan kemampuan tulang untuk menahan beban tersebut. Fraktur
dapat menyebabkan disfungsi organ tubuh atau bahkan dapat menyebabkan
kecacatan atau kehilangan fungsi ekstremitas permanen, selain itu komplikasi
awal yang berupa infeksi dan tromboemboli (emboli fraktur) juga dapat
menyebabkan kematian beberapa minggu setelah cedera, oleh karena itu saat
radiologi sudah memastikan adanya fraktur maka harus segera dilakukan
stabilisasi atau perbaikan fraktur.1
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2007 terdapat lebih dari
delapan juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta
orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki
angka kejadian yang cukup tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas bawah yakni
sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang terjadi. Berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Badan Penelitian dan Pengembangan
Depkes RI tahun 2007 di Indonesia terjadi kasus fraktur yang disebabkan oleh
cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma.1
Dampak dari fraktur yaitu dapat mengalami perubahan pada bagian tubuh
yang terkena cedera, merasakan cemas akibat rasa sakit dan rasa nyeri yang
dirasakannya, risiko terjadinya infeksi, risiko perdarahan, gangguan integritas
kulit serta berbagai masalah yang mengganggu kebutuhan dasar lainnya, selain itu
fraktur juga dapat menyebabkan kematian. Kegawatan fraktur diharuskan segera
dilakukan tindakan untuk menyelamatkan klien dari kecacatan fisik. Kecacatan
fisik dapat dipulihkan secara bertahap melalui mobilisasi persendian yaitu dengan

10
latihan range of motion (ROM). Range of motion adalah latihan yang dilakukan
untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan
menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa
otot dan tonus otot. Pasien harus diusahakan untuk kembali ke aktivitas biasa
sesegera mungkin. Hal tersebut perlu dilakukan sedini mungkin pada klien post
operasi untuk mengembalikan kelainan fungsi klien seoptimal mungkin atau
melatih klien dan menggunakan fungsi yang masih tertinggal seoptimal mungkin.2
Fraktur bisa mengenai berbagai bagian tubuh, salah satunya dapat terjadi
fraktur di daerah lengan bawah seperti fraktur Galeazzi, fraktur distal radius yang
terbagi lagi menjadi fraktur Colles, fraktur Smith, dan fraktur Barton. Khusus
untuk fraktur Colles, fraktur jenis ini termasuk fraktur yang juga cukup sering
terjadi terutama mengenai dewasa dengan 8-15% kasus dari seluruh fraktur. Dan
seperti telah apa yang dituturkan sebelumnya, untuk menegakkan suatu diagnosis
diperlukan juga suatu tahap pemeriksaan radiologis. Maka dari itu, pada referat ini
akan dibahas mengenai fraktur Colles yang disertai pemeriksaan radiologis.3

11
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Kinesiologi Antebrakhii Distal


Bagian antebrakhii distal sering disebut pergelangan tangan, batas atasnya
kira-kira 1,5-2 inchi distal radius. Pada tempat ini ditemukan bagian distal tulang
radius yang relatif lemah karena tempat persambungan antara tulang kortikal dan
tulang spongiosa dekat sendi. Dorsal radius bentuknya cembung dengan
permukaan beralur-alur untuk tempat lewatnya tendon ekstensor. Bagian volarnya
cekung dan ditutupi oleh otot pronator quadratus. Sisi lateral radius distal
memanjang ke bawah membentuk prosessus styloideus radius dengan posisi yang
lebih rendah dari prossesus styloideus ulna. Bagian ini merupakan tempat insersi
otot brakhioradialis.4
Pada antebrakhii distal ini ditemui 2 sendi yaitu sendi radioulna distal dan
sendi radiocarpalia. Kapsul sendi radioulna dan radiocarpalia melekat pada batas
permukaan sendi. Kapsul ini tipis dan lemah tapi diperkuat oleh beberapa ligamen
antara lain:4

1. Ligamentum carpal volar (yang paling kuat)


2. Ligamentum carpal dorsal
3. Ligamentum carpal dorsal dan volar
4. Ligamentum collateral

Sendi radioulnar distal adalah sendi antara cavum sigmoid radius (yang
terletak pada bagian radius) dengan ulna. Pada permukaan sendi ini terdapat
fibrocartilage triangular dengan basis melekat pada permukaan inferior radius
dan puncaknya pada prosesus styloideus ulna. Sendi ini membantu gerakan
pronasi dan supinasi lengan bawah, dimana dalam keadaan normal gerakan ini
membutuhkan kedudukan sumbun radioulnar proksimal dan distal dalam keadaan
coaxial.4
Adapun nilai maksimal rata-rata lingkup sendi dari pronasi dan supinasi
sebagai berikut :
a. Pronasi = 80-90o
b. Supinasi = 80-90o

12
Gambar 1 Gerakan supinasi pronasi pergelangan tangan4

Rata-rata gerakan maksimal pada pergelangan tangan adalah sebagai berikut :


a. Fleksi = 60-85o
b. Ekstensi = 50-80o
c. Deviasi radial = 15-29o
d. Deviasi ulnar = 30-46o

Gambar 2 Gerakan-gerakan pada pergelangan tangan : A.Fleksi, B. Ekstensi, C.Deviasi Ulnar,


D.Deviasi Radial4

13
Gambar 3a.Sudut normal sendi radiokarpal Gambar 3b. Sudut normal yang dibentuk
di bagian ventral (tampak lateral)4 oleh ulna terhadap sendi radiokarpal4

Sendi radiokarpal normalnya memiliki sudut 1 - 23 derajat pada bagian


palmar (ventral) seperti diperlihatkan pada gambar 1a. Fraktur yang
melibatkan angulasi ventral umumnya berhasil baik dalam fungsi, tidak
seperti fraktur yang melibatkan angulasi dorsal sendi radiokarpal yang
pemulihan fungsinya tidak begitu baik bila reduksinya tidak sempurna.
Gambar 1b memperlihatkan sudut normal yang dibentuk tulang ulna
terhadap sendi radiokarpal, yaitu 15 - 30 derajat. Evaluasi terhadap angulasi
penting dalam perawatan fraktur lengan bawah bagian distal, karena
kegagalan atau reduksi inkomplit yang tidak memperhitungkan angulasi
akan menyebabkan hambatan pada gerakan tangan oleh ulna.4

14
Gambar 4. Sendi radioulnar dextra posisi supinasi, T:Triquetrum; H:Hamatum; L:Lunatum;
S:Scaphoid; U:Ulna; UCL : Ulnocapitate ligament 5

Gambar 5. Palmar carpus of the left hand 5

2.2 Definisi

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang


rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. Bila trauma
terjadi pada atau dekat persendian, mungkin terdapat fraktur pada tulang
disertai dislokasi sendi yang disebut fraktur dislokasi. Dislokasi adalah
keadaan tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara
anatomis. Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan
tekanan terutama tekanan membengkok, memutar dan tarikan.6
Fraktur colles adalah fraktur metafisis distal radius, biasanya terjadi 3
sampai 4 cm dari permukaan sendi dengan angulasi volar apeks fraktur

15
[deformitas garpu perak (silver fork deformity)], dislokasi fragmen distal ke
arah dorsal, dan disertai pemendekan radius. Fraktur colles dapat dengan atau
tanpa disertai fraktur styloideus ulna.6
Abraham Colles adalah orang yang pertama kali mendeskripsikan fraktur
radius distalis pada tahun 1814 dan sekarang dikenal dengan nama fraktur
Colles. Cedera yang digambarkan oleh Abraham Colles pada tahun 1814
adalah fraktur melintang pada radius tepat di atas pergelangan tangan, dengan
pergeseran dorsal fragmen distal. Sejak saat itu fraktur jenis ini diberi nama
sebagai fraktur Colles sesuai dengan nama Abraham Colles. Biasanya
penderita jatuh terpeleset sedang tangan berusaha menahan badan dalam
posisi terbuka dan pronasi. Gaya akan diteruskan ke daerah metafisis radius
distal yang akan menyebabkan patah radius 1/3 distal dimana garis patah
berjarak 2 cm dari permukaan persendian pergelangan tangan.6

2.3 Epidemiologi

Fraktur distal radius terutama fraktur Colles lebih sering ditemukan pada
wanita, danjarang ditemui sebelum umur 50 tahun. Secara umum
insidennyakira-kira 8 15% dari seluruh fraktur dan diterapi di ruang gawat
darurat. Dari suatu surveyepidemiologi yang dilakukan di Swedia, didapatkan
angka 74,5% dari seluruh fraktur padalengan bawah merupakan fraktur distal
radius. Umur di atas 50 tahun pria dan wanita 1 berbanding 5. 3

Sebelum umur 50 tahun, insiden pada pria dan wanita lebih kurang sama
dimana fraktur Colles lebih kurang 60% dari seluruh fraktur radius. Sisi
kananlebih sering dari sisi kiri. Angka kejadian rata-rata pertahun 0,98%.
Usia terbanyak dikenaiadalah antara umur 50 59 tahun.3

2.4 Patofisiologi

Trauma yang menyebabkan fraktur di daerah pergelangan tangan biasanya


merupakan trauma langsung, yaitu jatuh pada permukaan tangan sebelah
volar atau dorsal. Jatuh pada permukaan tangan sebelah volar menyebabkan
dislokasi fragmen fraktur sebelah distal ke arah dorsal. Dislokasi ini

16
menyebabkan bentuk lengan bawah dan tangan bila dilihat dari samping
menyerupai garpu, seperti yang terjadi pada fraktur Colles.7

Gambar 6. Dinner fork deformity pada Fraktur Colles 7

Umumnya fraktur distal radius terutama fraktur Colles dapat timbul


setelah penderita terjatuh dengan tangan posisi menyangga badan. Pada saat
terjatuh sebagian energi yang timbul diserap oleh jaringan lunak dan
persendian tangan, kemudian baru diteruskan ke distal radius, hingga dapat
menimbulkan patah tulang pada daerah yang lemah yaitu antara batas tulang
kortikal dan tulang spongiosa.7

Pada saat jatuh terpeleset, posisi tangan berusaha untuk menahan badan
dalam posisi terbuka dan pronasi. Lalu dengan terjadinya benturan yang kuat,
gaya akan diteruskan ke daerah metafisis radius distal dan mungkin akan
menyebabkan patah radius 1/3 distaldimana garis patah berjarak 2 cm dari
permukaan persendian pergelangan tangan sehingga tulang yang
kemungkinan mengalami fraktur pada posisi tersebut adalah radius distal.7

17
Gambar 7. Posisi tangan saat jatuh pada fraktur radius distal8

Dengan posisi tangan pada saat jatuh seperti gambar di atas, maka gaya
yang kuat akan berlawanan arah ke daerah pergelangan tangan. Dan seperti
yang telah disebutkan sebelumnya bahwa yang mungkin mengalami fraktur
adalah distal radius sebab dilihat dari struktur jaringannya saja tulang daerah
tersebut memang rawan patah.8

Gambar 8. Fraktur Colles7

2.5 Diagnosis Klinis

Biasanya penderita mengeluh deformitas pada pergelangan tangan


dengan adanya riwayat trauma sebelumnya. Pada penemuan klinis untuk
fraktur distal radius terutama fraktur Colles akan memberikan gambaran
klinis yang klasik berupa dinner fork deformity atau silver fork deformity,
yaitu bagian distal fragmen fraktur beranjak ke arah dorsal dan radial, bagian
distal ulna menonjol ke arah volar, sementara tangan biasanya dalam posisi

18
pronasi, dan gerakan aktif pada pergelangan tangan tidak dapat dilakukan.
Selain itu juga didapatkan kekakuan, gerakan yang bebas terbatas, dan
pembengkakan di daerah yang terkena, nyeri bila pergelangan tangan
digerakkan.7

2.6 Klasifikasi Fraktur Colles 9

Ada banyak sistem klasifikasi yang digunakan pada fraktur ekstensi dari
radius distal. Namun yang paling sering digunakan adalah sistem klasifikasi
oleh Frykman. Berdasarkan sistem ini maka fraktur Colles dibedakan
menjadi:9

Tabel 1. Fraktur Colles Berdasarkan Klasifikasi Frykman

Type Fracture

I Extra-articular radial fracture

II Extra-articular radial fracture with an ulnar fracture

Intra-articular fracture of the radiocarpal joint without an ulnar


III
fracture

IV Intra-articular fracture of the radius with an ulnar fracture

V Fracture of the radioulnar joint

VI Fracture into the radioulnar joint with an ulnar fracture

Intra-articular fracture involving radiocarpal and radioulnar


VII
joints

Intra-articular fracture involving radiocarpal and radioulnar


VIII
joints with an ulnar fracture

19
Gambar 9. Klasifikasi dari Fraktur Colles9

2.7 Pemeriksaan Radiologi

Diagnosis fraktur dengan fragmen terdislokasi tidak menimbulkan


kesulitan. Secara klinis dengan mudah dapat dibuat diagnosis patah tulang
Colles. Bila fraktur terjadi tanpa dislokasi fragmen patahannya, diagnosis
klinis dibuat berdasarkan tanda klinis patah tulang.10

Pemeriksaan radiologik juga diperlukan untuk mengetahui derajat


remuknya fraktur kominutif dan mengetahui letak persis patahannya. Pada
gambaran radiologis dapat diklasifikasikan stabil dan instabil. Dikatakan
stabil apabila hanya terjadi satu garis patahan, dan instabil bila patahannya
kominutif dan crushing dari tulang cancellous.10

Bila secara klinis ada atau diduga ada fraktur, maka harus dibuat 2 foto
tulang yang bersangkutan. Sebaiknya dibuat foto antero-posterior (AP) dan
lateral. Bila kedua proyeksi ini tidak dapat dibuat karena keadaan pasien yang
tidak mengizinkan, maka dibuat 2 proyeksi tegak lurus satu sama lain. Perlu
diingat bahwa bila hanya 1 proyeksi yang dibuat, ada kemungkinan fraktur
tidak dapat dilihat. Proyeksi tambahan oblik biasanya juga dibutuhkan untuk
menilai trauma pada persendian. Pada fraktur ekstremitas, daerah yang difoto
harus cukup luas dengan mencakup setidaknya satu persendian. Namun,
pemeriksaan radiologis tulang yang berada di antara dua sendi sebaiknya

20
mencakup keseluruhan panjang tulang mulai dari persendian proksimal
hingga persendian distal tulang tersebut. Untuk melihat fraktur pada tulang
radius bagian distal, khususnya fraktur Colles, dibuat foto proyeksi AP dan
lateral.10

Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan foto Roentgen:

Adakah fraktur, dimana lokasinya?


Tipe (jenis) fraktur dan kedudukan fragmen
Bagaimana struktur tulang: biasa?patologik?
Bila dekat/pada persendian: adakah dislokasi?fraktur epifisis?
Pemeriksaan foto Roentgen pada kasus curiga fraktur digunakan untuk:
a. Mendiagnosis adanya fraktur dengan memperhatikan lokasinya,
tipe (jenis fraktur), dan kedudukan fragmen. Bila dekat atau pada
persendian, maka dapat diperhatikan adanya dislokasi, fraktur
epifisis, dan pelebaran sela sendi karena efusi ke dalam rongga
sendi.
b. Menentukan struktur tulang apakah tulang dasarnya normal atau
patologis.
c. Memperlihatkan posisi ujung tulang sebelum dan sesudah terapi
fraktur. Foto roentgen dilakukan segera setelah reposisi untuk
menilai kedudukan fragmen. Bila dilakukan reposisi terbuka perlu
diperhatikan kedudukan pen intramedular(kadang-kadang pen
menembus tulang) ataupun plate and screw(kadang-kadang screw
lepas).
d. Pemeriksaan periodik untuk menilai penyembuhan fraktur
- Pembentukan callus
- Konsolidasi
- Remodeling: terutama pada anak-anak
- Adanya komplikasi
Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan foto
rontgen:
1. Jenis foto tulang

21
2. Jenis tulang (anak/ dewasa)
3. Alignment: Simetris/tidak
4. Bone : Ada fraktur/ tidak
Jika ada:
o Jenisnya
o lokasi fraktur
o kedudukan fraktur
o ada callus atau tidak
o ada komplikasi atau tidak
o ada reaksi periosteal atau tidak
o keadaan struktur tulang (korteks dan
medulla)
5. Cartilago:
o Apakah ada dislokasi/tidak
o Destruksi
o Bagaimana celah sendinya
6. Soft Tissue: apakah ada swelling atau tidak

Gambar 10 Pemeriksaan radiologis konvensional pergelangan tangan proyeksi PA dan lateral8

22
Gambar 11. Pemeriksaan radiologi standar pada wrist joint, posteroanterior, lateral dan oblique10

Gambar 12. Gambaran radiologi Dinner Fork Deformity10

Pemeriksaan CT Scan

CT scan bersifat lebih sensitif daripada radiografi konvensional untuk


mendeteksi kerusakan tulang karena dapat menampilkan potongan aksial,
koronal dan sagital dari objek. Selain itu CT scan digunakan jika ingin
memperlihatkan gambaran yang cukup pada sendi radiokarpal dan jaringan
lunak, yang tidak dapat dilihat jelas pada radiografi konvensional.11

23
Gambar 13. Computed tomography images of a wrist joint 11

MRI (Magnetic Resonance Imaging)

MRI digunakan jika ingin melihat lebih jelas jaringan lunak khusunya
adanya cedera ligamen dan triangular fibrocartilage complex ( TFCC) atau
dapat juga digunakan jika curiga terdapat fraktur yang tidak dapat
diperlihatkan pada radiografi konvensional. 11

MRI tidak rutin digunakan pada evaluasi awal fraktur radius distal akut
pada trauma tangan. Namun bagaimanapun, pencitraan ini berguna untuk

24
melilai kelainan tulang, ligamen, dan jaringan lunak yang berkaitan dengan
fraktur radius distal. MRI rutin digunakan untuk menilai integritas
ligamentum intercarpal, kompleks rawan fibroid triangularis, dan nervus
medianus pada carpal tunnel.11

2.8 Diagnosis Banding

1) Fraktur Smith
Fraktur Smith adalah fraktur radius bagian distal dengan angulasi atau
dislokasi fragmen distal ke voler. Fraktur Smith dikenal sebagai
kebalikan dari fraktur Colles. Jika fraktur Colles terjadi karena jatuh
pada permukaan tangan pada bagian volar, maka fraktur Smith terjadi
karena seseorang jatuh pada permukaan tangan bagian dorsal,
sehingga terjadi dislokasi fragmen distal ke arah volar. Gambaran
klinisnya dikenal sebagai garden spade deformity.8

Gambar 14. Posisi jatuh pada Fraktur Smith11

Gambar 15. Fraktur Smith8

25
2) Fraktur Galeazzi
Fraktur Galeazzi adalah fraktur sepertiga distal radius dengan
dislokasi ulna bagian distal. Terjadinya fraktur ini biasanya akibat
trauma langsung sisi lateral ketika jatuh.12

Gambar 16. Gambaran radiologi Fraktur Galeazzi posisi AP dan lateral12

3) Fraktur Barton
Fraktur Barton adalah fraktur oblik dari tulang radius distal
intraartikuler, dengan patahan distal radius terdislokasi ke arah volar
(fraktur Barton volar) atau ke arah dorsal (fraktur Barton dorsal).
Fraktur Barton merupakan dislokasi sendi radiocarpal.8

Gambar 17. Fraktur Barton8

26
Jenis Fraktur Definisi Manifestasi Klinis

Fraktur Deformitas pada fraktur ini Fraktur metafisis distal


Colles berbentuk seperti sendok makan radius dengan jarak _+
(dinner fork deformity). Pasien 2,5 cm dari permukaan
terjatuh dalam keadaan tangan sendi distal radius
terbuka dan pronasi, tubuh beserta Dislokasi fragmen
lengan berputar ke ke dalam distalnya ke arah
(endorotasi). Tangan terbuka yang posterior/dorsal
terfiksasi di tanah berputar keluar Subluksasi sendi
(eksorotasi/supinasi). radioulnar distal
Avulsi prosesus
stiloideus ulna.

Fraktur Fraktur Smith merupakan fraktur Penonjolan dorsal fragmen


Smith dislokasi ke arah anterior (volar), proksimal, fragmen distal di
karena itu sering disebut reverse sisi volar pergelangan, dan
Colles fracture. Fraktur ini biasa deviasi ke radial (garden
terjadi pada orang muda. Pasien spade deformity).
jatuh dengan tangan menahan
badan sedang posisi tangan dalam
keadaan volar fleksi pada
pergelangan tangan dan pronasi.
Garis patahan biasanya
transversal, kadang-kadang
intraartikular.

Fraktur Fraktur Galeazzi merupakan Tampak tangan bagian


Galeazzi fraktur radius distal disertai distal dalam posisi angulasi
dislokasi sendi radius ulna distal. ke dorsal. Pada pergelangan
Saat pasien jatuh dengan tangan tangan dapat diraba tonjolan
terbuka yang menahan badan, ujung distal ulna.
terjadi pula rotasi lengan bawah

27
dalam posisi pronasi waktu
menahan berat badan yang
memberi gaya supinasi.

Fraktur Fraktur oblik dari tulang radius Tangan ini akibat terjatuh
Barton distal intraartikuler, dengan dengan tangan terlentang
patahan distal terdislokasi ke arah
volar atau ke arah dorsal. Fraktur
Barton merupakan dislokasi sendi
radiocarpal

2.9 Penatalaksanaan13

Fraktur tak bergeser (atau hanya sedikit sekali bergeser), fraktur dibebat
dalam slab gips yang dibalutkan sekitar dorsum lengan bawah dan
pergelangan tangan dan dibalut kuat dalam posisinya.
Fraktur yang bergeser harus direduksi di bawah anestesi. Tangan dipegang
dengan erat dan traksi diterapkan di sepanjang tulang itu (kadang-kadang
dengan ekstensi pergelangan tangan untuk melepaskan fragmen; fragmen
distal kemudian didorong ke tempatnya dengan menekan kuat-kuat pada
dorsum sambil memanipulasi pergelangan tangan ke dalam fleksi, deviasi
ulnar dan pronasi. Posisi kemudian diperiksa dengan sinar X. Kalau posisi
memuaskan, dipasang slab gips dorsal, membentang dari tepat di bawah siku
sampai leher metakarpal dan 2/3 keliling dari pergelangan tangan itu. Slab ini
dipertahankan pada posisinya dengan pembalut kain krep. Posisi deviasi ulnar
yang ekstrim harus dihindari; cukup 20 derajat saja pada tiap arah. Lengan
tetap ditinggikan selama satu atau dua hari lagi; latihan bahu dan jari segera
dimulai setelah pasien sadar. Kalau jari-jari membengkak, mengalami
sianosis atau nyeri, harus tidak ada keragu-raguan untuk membuka pembalut.
Setelah 7-10 hari dilakukan pengambilan sinar X yang baru; pergeseran
ulang sering terjadi dan biasanya diterapi dengan reduksi ulang; sayangnya,
sekalipun manipulasi berhasil, pergeseran ulang sering terjadi lagi. Fraktur

28
menyatu dalam 6 minggu dan sekalipun tak ada bukti penyatuan secara
radiologi, slab dapat dilepas dengan aman dan diganti dengan pembalut kain
krep sementara.
Fraktur kominutif berat dan tak stabil tidak mungkin dipertahankan
dengan gips; untuk keadaan ini sebaiknya dilakukan fiksasi luar, dengan pen
proksimal yang mentransfiksi radius dan pen distal, sebaiknya mentransfiksi
dasar-dasar metakarpal kedua dan sepertiga.
Fraktur Colles, meskipun telah dirawat dengan baik, seringnya tetap
menyebabkan komplikasi jangka panjang. Karena itulah hanya fraktur Colles
tipe IA atau IB dan tipe IIA yang boleh ditangani oleh dokter IGD.
Selebihnya harus dirujuk sebagai kasus darurat dan diserahkan pada ahli
orthopedik. Dalam perawatannya, ada 3 hal prinsip yang perlu diketahui,
sebagai berikut :

a. Tangan bagian ekstensor memiliki tendensi untuk menyebabkan tarikan


dorsal sehingga mengakibatkan terjadinya pergeseran fragmen
b. Angulasi normal sendi radiokarpal bervariasi mulai dari 1 sampai 23
derajat di sebelah palmar, sedangkan angulasi dorsal tidak
c. Angulasi normal sendi radioulnar adalah 15 sampai 30 derajat. Sudut ini
dapat dengan mudah dicapai, tapi sulit dipertahankan untuk waktu yang
lama sampai terjadi proses penyembuhan kecuali difiksasi.

Bila kondisi ini tidak dapat segera dihadapkan pada ahli orthopedik, maka
beberapa hal berikut dapat dilakukan :

1. Lakukan tindakan di bawah anestesi regional

2. Reduksi dengan traksi manipulasi. Jari-jari ditempatkan pada Chinese finger


traps dan siku dielevasi sebanyak 90 derajat dalam keadaan fleksi. Beban
seberat 8-10 pon digantungkan pada siku selama 5-10 menit atau sampai
fragmen disimpaksi.

3. Kemudian lakukan penekanan fragmen distal pada sisi volar dengan


menggunakan ibu jari, dan sisi dorsal tekanan pada segmen proksimal

29
menggunakan jari-jari lainnya. Bila posisi yang benar telah didapatkan, maka
beban dapat diturunkan.

4. Lengan bawah sebaiknya diimobilisasi dalam posisi supinasi atau midposisi


terhadap pergelangan tangan sebanyak 15 derajat fleksi dan 20 derajat deviasi
ulna.

5. Lengan bawah sebaiknya dibalut dengan selapis Webril diikuti dengan


pemasangan anteroposterior long arms splint

6. Lakukan pemeriksaan radiologik pasca reduksi untuk memastikan bahwa


telah tercapai posisi yang benar, dan juga pemeriksaan pada saraf
medianusnya

7. Setelah reduksi, tangan harus tetap dalam keadaan terangkat selama 72 jam
untuk mengurangi bengkak. Latihan gerak pada jari-jari dan bahu sebaiknya
dilakukan sedini mungkin dan pemeriksaan radiologik pada hari ketiga dan
dua minggu pasca trauma. Immobilisasi fraktur yang tak bergeser selama 4-6
minggu, sedangkan untuk fraktur yang bergeser membutuhkan waktu 6-12
minggu.

Gambar 18. Reduksi pada fraktur Colles

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Triono,P., Murinto. Aplikasi Pengolahan Citra untuk Mendeteksi Fraktur


Tulang dengan Metode Deteksi Tepi Canny. Program Studi Teknik Informatika
: Universitas Ahmad Dahlan; 2015:9(2):p1-2.
2. Munawaroh,Z. Pengelolaan Hambatan Mobilitas Fisik dengan Post Fraktur
Tibia Sinistra Pada Keluarga Tn. K Khususnya Ny.M Di Dusun Bawang, Desa
Truko, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang : Akademi Keperawatan
Ngudi Waluyo Ungaran;2016:p1-3.
3. Hutagalung,SM. Perbandingan Hasil Penanganan Fraktur Colles Tertutup
dengan Metoda Modifikasi Bohler, Sdfdu dan Fspfdu. Fakultas Kedokteran
Bagian Ilmu Bedah : Universitas Sumatera Utara; 2003:p1-5.
4. Fraktur Radius Distal. Fakultas Kedokteran : Universitas Negeri Sebelas
Maret; 2013:p1-6
5. Applied Anatomy of The Wrist, Thumb and Hand. Elsevier; 2013:p1-2.
6. Rahma,FN. Penatalaksanaan Infra Red dan Terapi Latihan Pada Kasus Post
Operasi Fracture Colles Disertai Dislokasi Ulna Dextra Di Rst Dr. Soedjono
Magelang. Program Studi Diploma III Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan :
Universitas Muhammadiyah Surakarta;2013:p1-7
7. Iyer,D. The Dinner Fork Deformity. Journal of Orthopedic Surgery : Dept of
Orthopaedics, Royal Free Hospital;2006:5(1):p1-3.
8. Kevin C. Chung et al. Treatment of Unstable Distal Radial Fractures with the
Volar Locking Plating System. The Journal of Bone and Joint Surgery:
American;2006.
9. Jones,R., Hunt,A. Adult distal radius fractures classification systems: essential
clinical knowledge or abstract memory testing?. Department of Trauma and
Orthopaedic Surgery, Royal Shrewsbury Hospital: United Kingdom;
2016:88:p525-9.
10. Rebecca, et al. Radiographic Evaluation of the Wrist: A Vanishing Art.
Elsevier;2005:250-60.
11. Paulo, et al. Classifying Radius Fractures With X-Ray And Tomography
Imaging. Department of Orthopaedics and Traumatology, University of So

31
Paulo Medical School, Hospital das Clnicas, and Musculoskeletal
Investigation Laboratory;2009:p12
12. Kivanc, et al. Galeazzi Fracture. American Academy of Orthopedic Surgeon;
2011:19:p623-33.
13. Anderson, LD, Sish TD, Tooms RE, Park WI. Fractures of The Radius and
Ulna. J Bone Joint Surg 57-A;2010:p137-8.

32

Anda mungkin juga menyukai