Anda di halaman 1dari 10

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK

Studi pada Program dalam mengatasi Pengangguran di Kabupaten Cirebon


Ikhfan Fauzan - 170410140004

Pengangguran merupakan suatu permasalahan kompleks yang dialami di


berbagai negara terutama bagi negara-negara berkembang. Penyebab terjadinya
permasalahan tersebut dilatar belakangi oleh barbagai faktor, seperti jumlah
angkatan kerja yang tinggi, tetapi tidak dibarengi dengan tersedianya lapangan
pekerjaan yang memadai atau mencukupi, selain itu pemutusan hubungan kerja
(PHK) ditengarai sebagai salah satu faktor lain yang menyebabkan tingkat
pengangguran tinggi. Menurut data yang ada kawasan Asia Tenggara yang
tergolong sebagai kawasan negara yang tingkat penganggurannya cukup tinggi
Indonesia menempati posisi ke-3 setelah Brunei Darussalam dan Filipina yang
menempati posisi ke-1 dan ke-2.1
Berbagai solusi yang diberikan oleh pemerintah Indonesia dalam
mengatasi permasalahan pengangguran ternyata belum mampu untuk mengurangi
secara signifikan tingkat pengangguran yang ada. Masih banyak terdapat daerah-
daerah yang di mana tingkat penganggurannya cukup tinggi. Menurut data yang
dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik provinsi Jawa Barat berada di urutan ke-3
secara nasional sebagai provinsi yang tingkat penganggurannya tinggi dengan
jumlah 1.899.707 orang pada bulan Februari tahun 2016, atau mengalami
peningkatan sebesar 23.783 orang dari 1.875.924 orang pada bulan Februari tahun
2015. Penyebab utama dari tingginya jumlah pengangguran di Jawa Barat
dikarenakan menurunnya persentase penduduk yang bekerja pada sektor industri
yang turun 20,88 persen pada Februari 2015 menjadi 19,64 persen pada Februari
2016.

1
diunduh pada https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2016/11/23/pengangguran-indonesia-
tertinggi-3-di-asean (diakses pada 15 November 2017)
Penurunan juga terjadi di sektor pertanian yang turun dari 20,37 persen menjadi
17,47 persen. Sementara, pada sektor perdagangan meningkat dari 25,26 persen
menjadi 28,58 persen.2
Salah satu Kabupaten di Jawa Barat yang tingkat penganggurannya tinggi
adalah Kabupaten Cirebon dengan jumlah penduduk sebesar 2.126.179 juta jiwa
pada tahun 2015 dengan jumlah angkatan tenaga kerja sebesar 1.730.298,
kemudian terjadi peningkatan jumlah angkatan tenaga kerja pada tahun 2016
menjadi 1.743.975 juta jiwa. Untuk lebih rincinya adalah sebagai berikut:
Jumlah data angkatan kerja tahun 2015 adalah sebesar 992.132 ribu jiwa, yang
statusnya bekerja sekitar 888.046 ribu jiwa dan yang masih mencari kerja atau
pengangguran sebesar 104.086 ribu jiwa.
Jumlah data angkatan kerja tahun 2016 adalah sebesar 1.047.376 juta jiwa, yang
statatusnya bekerja sekitar 951.855 ribu jiwa dan yang berstatus sebagai pencari
kerja atau dikategorikan pengangguran sebesar 95.521 ribu jiwa.

Dalam data diatas terdapat peningkatan jumlah angka pengangguran hal


tersebut dikarenakan dari tahun 2015 ke tahun 2016 terdapat adanya peningkatan
jumlah angkatan kerja yang sebelumnya 992.132 ribu jiwa meningkat menjadi
1.047.376 juta jiwa.

Adapun permasalahan yang menjadi pokok perhatian Pemerintah Kabupaten


Cirebon adalah pengangguran yang terus meningkat dikarenakan rendahnya
kompentensi pencari kerja, rendahnya penyerapan tenaga kerja, terbatasnya
lapangan pekerjaan, serta masih rendahnya pemahaman dan komitmen pengusaha
dan pekerja dalam menerapkan peraturan perundang-undangan Ketenagakerjaan.

2
diunduh pada http://www.pikiran-rakyat.com/ekonomi/2016/05/04/angka-pengangguran-di-
jabar-bertambah-368375 (diakses pada 15 November 2017)
Dengan meningkatnya jumlah angka pengangguran di Kabupaten Cirebon
menuntut Pemerintah Kabupaten Cirebon agar mempunyai sebuah solusi atau
kebijakan yang tepat untuk menangani permasalahan pengangguran tersebut juga
sebagai bentuk pelayanan publik pada masyarakat. Adapun pengangguran yang
terjadi di Kabupaten Cirebon disebabkan oleh banyak faktor, berikut merupakan
faktor penyebab terjadinya pengangguran di Kabupaten Cirebon;

Meningkatnya jumlah lulusan sekolah baru (fresh graduate) dan anak putus
sekolan (drop out) yang memasuki pasar kerja;
Terbatasnya jumlah lapangan pekerjaan yang ada;
Pertumbuhan sektor industri yang masih lambat;
Kasus PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) Situasional, Perampingan /
Rasionalisasi pegawai / karyawan;
Penggantian Tenaga Manusia dengan Mesin;
Meningkatnya jumlah bukan angkatan kerja (ibu rumah tangga) yang ingin
membantu ekonomi keluarga dengan Memasuki pasar kerja;
Angkatan kerja masih banyak yang belum memiliki kompetensi kerja untuk
mengisi permintaan pasar kerja.

Berangkat dari pengangguran yang salah satunya disebabkan oleh terbatasnya


lapangan pekerjaan Pemerintah Kabupaten Cirebon melalui Dinas
Ketanagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) mempunyai sebuah kebijakan,
yaitu berupa program yang mana ditujukan guna mengatasi permasalahan
pengangguran yang disebabkan oleh terbatasnya lapangan pekerjaan tersebut.
Program ini juga diharapkan dapat menciptakan tenaga kerja yang mandiri,
artinya tidak melulu bergantung terhadap bantuan dari pemerintah, program
tersebut dinamakan Program Cirebon bebas pegangguran.
Program Cirebon bebas pengangguran ini dilaksanakan melalui sebuah kegiatan
yaitu, kegiatan kampung produktif dengan cara mendorong kemajuan dan
kesejahteraan masyarakat desa melalui peningkatan potensi-potensi unggulan
yang ada di desa tersebut. Prinsipnya dengan mengembangkan usaha-usaha atau
potensi-potensi kearifan lokal melalui pelatihan-pelatihan yang ditunjang oleh
ketersediaan sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM).

Selain daripada penjelasan diatas yang mana tujuan utama dari program ini
diharapkan mampu mengatasi permasalahan pengangguran yang disebabkan oleh
terbatasnya lapangan pekerjaan, melalui Program Cirebon bebas pengangguran
juga diharapkan akan terciptanya tenaga kerja yang mandiri dan tidak melulu
bergantung terhadap bantuan dari pemerintah, karena prinsip dari tenaga kerja
mandiri adalah tenaga kerja yang mampu melakukan usaha-usaha atau kegiatan
yang berkaitan dengan pekerjaan secara sendiri. Dengan diberikan pelatihan-
pelatihan khsusus oleh pemerintah, dari situ akan tercipta tenaga kerja yang
mandiri.

Harus kita ketahui bahwa dalam menjalankan tugasnya untuk menetaskan


pengangguran. Pemerintahan Kabupaten Cirebon tentunya megeluarkan sebuah
solusi melalui sebuah kebijakan. Kebijakan mempunyai beberapa arti pengertian,
seperti arti dari kebijakan yang dijelaskan oleh Friedrich (1969: 79) adalah
sebagai berikut:

Kebijakan sebagai serangkaian tindakan atau kegiatan kemudian


ditambahkan oleh Friedrich (1969: 80) sebagai upaya yang selalu berhubungan
dengan usaha untuk mencapai beberapa maksud dan tujuan. Meskipun maksud
atau tujuan dari kegiatan pemerintah tidak selalu mudah untuk dicapai, tetapi ide
bahwa kebijakan selalu melibatkan perilaku yang mempunyai maksud merupakan
bagian terpenting dari definisi kebijakan milik Friedrich. Bagaiamanapun juga,
kebijakan harus menunjukkan apa yang sesungguhnya dikerjakan daripada apa
yang diusulkan dalam beberapa kegiatan pada suatu masalah (Friedrich dalam
Leo Agustino 2016:16)
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dikatakan oleh Friedrich
mengenai makna kebijakan adalah sebuah tindakan atau kegiatan yang dilakukan
oleh pemerintah dan mempunyai maksud serta tujuan tertentu. Tetapi poin penting
yang ditekankan oleh pendapat Friedrich adalah terhadap maksud dari adanya
sebuah kebijakan tersebut.

Teori Implementasi Kebijakan

Suatu kebijakan akan terealisasi atau dapat diterapkan manakala maksud


dan tujuan dari kebijakan tersebut sudah tepat, artinya ada sasaran permasalahan
yang melandasi terciptanya sebuah kebijakan, proses pelaksananaan kebijakan
atau biasa disebut dengan Implementasi Kebijakan. Kajian klasik Mazmanian &
Sabatier (1983: 61) mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai:
Pelaksanaan keputusan biasanya dalam bentuk undang-undang, tapi dapat pula
berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau
pun keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut
mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan
atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk mengatur proses
implementasinya.

Pada dasarnya kebijakan sangat erat kaitannya dengan bidang


pemerintahan karena sebuah kebijakan merupakan hasil dari perumusan
suatumasalah yang terjadi di dalam masyarakat luas (publik) agar dapat
menciptakan suatu solusi yang tepat bagi permasalahan tersebut. Sebagai contoh
salah satu kebijakan yang berkaitan erat dengan ranah atau ruang pemerintahan
adalah kebijakan untuk mengatasi permasalahan pengangguran di Indonesia.

Dalam penulisan artikel ini, kebijakan yang dimaksud adalah sebuah


konsep dasar yang tercetus atau tercipta oleh pemerintah yang ditujukan untuk
menangani atau mengatasi suatu permasalahan yang terjadi di ranah umum
(publik). Seperti yang dikatakan oleh William I. Jenkins (1978) dalam buku Leo
Agustino, Ph,D. Jenkins memandang kebijakan sebagai sebuah proses. Bahkan
lebih jelas lagi, Jenkins menyatakan kebijakan publik sebagai serangkaian
keputusan yang saling berhubungan. Dalam kata lain, Jenkins hendak
menjelaskan bahwa kebijakan merupakan proses pembuatan keputusan yang
komperhensif menyertakan banyak stakeholders (William I. Jenkins dalam Leo
Agustino 2016:17)

Yang dimaksud oleh William I. Jenkins mengenai kebijakan publik adalah sebuah
tindakan yang akan dilakukan atau ditetapkan agar mencapai sebuah hasil yang
ingin dicapai, dalam prosesnya kebijakan publik yang dimaksud oleh William I.
Jenkins merupakan hasil rumusan yang tercipta dari banyak stakeholders (suatu
komunitas, masyarakat atau kelompok yang mempunyai hubungan dan
kepentingan terhadap suatu organisasi).

Sebuah kebijakan tidak akan bisa berjalan atau terlaksana manakala tidak
pernah di implementasikan. Menurut kamus besar bahasa indonesia implementasi
di artikan sebagai pelaksanaan atau penerapan, dengan kata lain implementasi
merupakan sebuah proses pelaksanaan dan penerapan suatu kebijakan terhadap
masyarakat luas (publik) yang mana sebelumnya kebijakan tersebut sudah
dirumuskan terlebih dahulu. Jadi, dapat dikatakan bahwa suatu kebijakan tidak
akan berfungsi atau berguna bagi masyarakat luas (publik) apabila tidak di
implementasikan, karena implementasi merupakan tahapan penting penerapan
suatu kebijakan agar mampu mengatasai permasalahan yang terjadi di masyarakat
luas (publik).

Implementasi dianggap sebagai wujud utama dan tahap yang sangat


menentukan dalam proses kebijakan. Pandangan tersebut dikuatkan dengan
pernyataan Edwards III bahwa tanpa implementasi yang efektif keputusan
pembuat kebijakan tidak akan berhasil dilaksanakan.
Implementasi kebijakan merupakan aktivitas yang terlihat setelah dikeluarkan
pengarahan yang sah dari suatu kebijakan yang meliputi upaya mengelola input
untuk menghasilkan output atau outcomes bagi masyarakat.

Menurut Purwanto dan Sulistyastuti, implementasi intinya adalah


kegiatan untuk mendistribusikan keluaran kebijakan (to deliver policy output)
yang dilakukan oleh para implementor kepada kelompok sasaran (target group)
sebagai upaya untuk mewujudkan kebijakan.
Menurut Agustino, implementasi merupakan suatu proses yang dinamis,
dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga
pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau
sasaran kebijakan itu sendiri.
Ripley dan Franklin (dalam Winarno) menyatakan bahwa implementasi
adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan
otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit), atau suatu jenis keluaran yang
nyata (tangible output). Implementasi mencakup tindakan-tindakan oleh sebagai
aktor, khususnya para birokrat yang dimaksudkan untuk membuat program
berjalan.
Grindle (dalam Winarno), memberikan pandangannya tentang
implementasi dengan mengatakan bahwa secara umum, tugas implementasi
adalah membentuk suatu kaitan (linkage) yang memudahkan tujuan-tujuan
kebijakan bisa direalisasikan sebagai dampak dari suatu kegiatan pemerintah.

Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier menjelaskan makna


implementasi, Pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam
bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau
keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan.
Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi,
menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai
cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya.

Dari beberapa penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa


implementasi merupakan elemen penting di dalam sebuah kebijakan yang
mempunyai keterkaitan satu dengan yang lain. Seperti yang dikatakan oleh
Grindle bahwa implementasi akan membentuk suatu kaitan (linkage), artinya
setiap proses dan tahapan akan saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Dengan
saling keterkaitan tersebut akan tercapai sebuah tujuan yang sudah ditargetkan
sebelumnya.
Menurut Merilee S. Geindle (1980) terdapat beberapa indikator
keberhasilan suatu implementasi kebijakan publik, dan dapat diukur dari proses
pencapaian outcomes (yaitu tercapai atau tidaknya tujuan yang ingin diraih). Yang
mana hal ini dapat dilihat dari dua hal berikut:

1. Dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksaan


kebijakan sesuai dengan yang ditentukan (design) dengan merujuk pada
aksi kebijakannya.
2. Apakah tujuan kebijakan tercapai. Dimensi ini diukur dengan melihat dua
faktor, yaitu:
a. Impak atau efeknya pada masyarakat secara individu dan kelompok.
b. Tingkat perubahan yang terjadi serta penerimaan kelompok sasaran
dan perubahan yang terjadi.

Keberhasilan suatu implementasi kebijakan publik menurut Grindle jugat


amat ditentukan oleh tingkat implementability yang terdiri atas Content of Policy
dan Context of Policy (1980: 5).

1. Content of Policy menurut Grindle adalah:


a. Interest Affected (kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi)
Interest Affected berkaitan dengan berbagai kepentingan yang
mempengaruhi suatu implementasi kebijakan. Indikator ini beragumen
bahwa suatu kebijakan dalam pelaksanaannya pasti melibatkan banyak
kepentingan, dan sejauhmana kepentingan-kepentingan tersebut
membawa pengaruh terhadap implementasinya, hal ini yang ingin
diketahui lebih lanjut.
b. Type of Benefits (tipe manfaat)
Pada point ini Content of Policy berupaya untuk menunjukkan atau
menjelaskan bahwa dalam suatu kebijakan harus terdapat beberapa
jenis manfaatyang menunjukkan dampak positif yang dihasilkan oleh
pengimplementasian kebijakan yang hendak dilaksanakan.
c. Extent of Change Envision (derajat perubahan yang ingin dicapai)
Setiap kebijakan mempunyai target yang hendak dan ingin dicapai.
Content of Policy ingin dijelaskan pada poin ini adalah bahwa seberapa
besar perubahan yang hendak atau ingin dicapai melalui suatu
implementasi kebijakan harus mempunyai skala yang jelas.
d. Site of Decision Making (letak pengambilan keputusan)
Pengambilan keputusan dalam suatu kebijakan memegang peranan
penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan, maka pada bagian ini
harus dijelaskan di mana letak pengambilan keputusan dari suatu
kebijakan yang akan diimplementasikan.
e. Program Implementor (pelaksana program)
Dalam menjalankan suatu kebijakan atau program harus didukung
dengan adanya pelaksana kebijakan yang kompeten dan kapabel demi
keberhasilan suatu kebijakan. Dan ini harus sudah terdata atau terpapar
dengan baik pada bagian ini.
f. Resources Committed (sumber-sumber daya yang digunakan)
Pelaksanaan suatu kebijakan juga harus didukung oleh sumber-sumber
daya yang mendukung agar pelaksanaannya berjalan dengan baik.
2. Context of Policy menurut Grindle adalah:
a. Power, Interes, and Strategy of Actor Involved (kekuasaan,
kepentingan-kepentingan, dan strategi dari aktor yang terlibat)
Dalam suatu kebijakan perlu diperhitungkan pula kekuatan atau
kekuasaan, kepentingan, serta strategi yang digunakan oleh para aktor
yang terlibat guna memperlancar jalannya pelaksanaan suatu
implementasi kebijakan. Bila hal ini tidak diperhitungkan dengan
matang program yang hendak diimplementasikan akan jauh arang dari
api.
b. Institution and Regime Characteristic (karakteristik lembaga dan
rezim yang berkuasa)
Lingkungan di mana suatu kebijakan tersebut dilaksanakan juga
berpengaruh terhadap keberhasilannya, maka bagian ini ingin
dijelaskan karakteristik dari suatu lembaga yang akan turut
mempengaruhi suatu kebijakan.
c. Compliance and Responsiveness (tingkat kepatuhan dan adanya respon
dari pelaksana)

Hal lain yang dirasa penting dalam proses pelaksanaan suatu kebijakan
adalah kepatuhan dan respon dari para pelaksana, maka yang hendak
dijelaskan pada poin ini adalah sejauhmana kepatuhan dan respon dari
pelaksana dalam menanggapi suatu kebijakan. Dalam hal ini tentunya
kebijakan yang dikeluarkan tak lain memiliki tujuan agar terlaksanakannya
fungsi pemerintahan yakni fungsi pelayanan. Melalui program penanganan
pengangguran di Kabupaten Cirebon, Dinas Ketanagakerjaan dan
Transmigrasi (Disnakertrans) mencoba melayani masyarakat melalui
program-programnya yang dibuat.

(cari pengertian pelayanan, sebutkan program-program yang dibuat


disnakertransnya terus jabarkan satu persatu.terakhir nanti jangan lupa
kasih simpulan dan saran)

SEMANGAT FAN!

Udah valdi baca dan koreksi yah. yang menurut valdi kurang mengenakan
udah valdi benerin yah fan hehe

Anda mungkin juga menyukai