Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di Indonesia untuk mengatur suatu daerah, pemerintah meciptakan
otonomi daerah. Dimana otonomi daerah ini digunakan untuk mengatur
daerahnya masing-masing. Disamping itu, untuk mengatur suatu daerah
diperlukan kepala daerah. Sama halnya dengan Presiden, kepala daerah ini juga
dipilih oleh rakyat. Dimana kepala daerah ini dibagi menjadi DPRD I dan
DPRD II yang masing-masing mengatur daerah tingkat provinsi dan tingkat
kota/kabupaten.
Untuk lebih jelasnya mengenai daerah otonomi, dalam makalah ini akan
kami sajikan penjelasan lebih lanjut mengenai daerah otonomi di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
a. Apa saja yang termasuk Hakikat Otonomi Daerah?
b. Bagaimana pembentukan daerah otonom?
c. Bagaimana pembagian urusan pemerintahan pada daerah otonom?
d. Apa saja hak dan kewajiban daerah otonom?
e. Apa saja tugas dan wewenang kepala daerah dan DPRD?
f. Bagaimana pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia?
g. Apa saja dampak dilaksanakannya Otonomi Daerah?
C. Tujuan Pembahasan
a. Untuk mengetahui hakikat otonomi daerah.
b. Untuk mengertahui bagaimana pembentukan daerah otonom.
c. Untuk mengetahui pembagian urusan pemerintahan pada daerah otonom.
d. Untuk mengetahui hak kewajiban daerah otonom.
e. Untuk mengetahui tugas dan wewenang kepala daerah dan DPRD.
f. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia.
g. Untuk mengetahui apa saja dampak dilaksanakannya otonomi daerah.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakikat Otonomi Daerah


Wilayah NKRI dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu
dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintah
daerah (Pasal 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004).
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah,
dalam ketentuan umumnya menyatakan:
1. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
2. Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam system NKRI.
3. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau wali kota, dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.1
4. DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
Otonomi daerah berasal dari bahasa Yunani, yaitu autos dan nomos. Autos
berarti sendiri, dan nomos berarti aturan. Pengertian menurut Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. 2

1
Sunarso, PERBANDINGAN SISTEM PEMERINTAH, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013), hlm. 71
2
Ibid, hlm. 72

2
B. Pembentukan Daerah Otonom
Pembentukan daerah ditetapkan dengan undang-undang. Undang-undang
pembentukan daerah berisi nama daerah yang dibentuk, cakupan wilayah,
batas, ibu kota, kewenangan menyelenggarakan urusan pemerintah,
penunjukan pejabat kepala daerah, pengisian keanggotaan DPRD, pengalihan
kepegawaian, pendanaan, peralatan dan dokumen serta perangkat daerah.
Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau
bagian daerah berisi nama daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau
pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih.3

C. Pembagian Urusan Pemerintahan pada Daerah Otonom


1. Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan atas otonomi dan
tugas pembantu.4
2. Terdapat enam urusan pemerintahan yang tidak diserahkan kepada
pemerintahan daerah, yaitu : politik luar negeri, pertahanan, keamanan,
yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama.
3. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi
merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi :
a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan.
b. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang.
c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.
d. Penyediaan sarana dan prasarana umum.
e. Penanganan bidang kesehatan.
f. Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia
potensial.
g. Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/ kota.5

3
Sunarso, PERBANDINGAN SISTEM PEMERINTAH, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013), hlm. 73
4
Ibid, hlm. 74
5
Ibid, hlm. 75

3
4. Urusan pemerintah provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan
pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi
unggulan daerah yang bersangkutan.
5. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk
kabupaten/ kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi:
a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan.
b. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang.
c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.
d. Penyediaan sarana dan prasarana umum.
e. Penanganan bidang kesehatan.
6. Urusan pemerintah kabupaten/ kota yang bersifat pilihan meliputi urusan
pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan
kesejahteran masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi
unggulan daerah yang bersangkutan.

D. Hak dan Kewajiban Daerah Otonom


1. Hak Daerah Otonom :
a. Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya.
b. Memilih pimpinan daerah.6
c. Mengelola kekayaan daerah.
d. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah.
e. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya yang berada di daerah.
f. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah.
g. Mendapatkan hal lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan.7

6
Sunarso, PERBANDINGAN SISTEM PEMERINTAH, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013), hlm. 76
7
Ibid, hlm. 77

4
2. Kewajiban Daerah Otonom :
a. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan, dan kerukunan
nasional, serta keutuhan NKRI.
b. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.
c. Mengembangkan kehidupan demokrasi.
d. Mewujudkan keadilan dan pemerataan.
e. Meningakatkan pelayanan dasar pendidikan.
f. Menyedikan fasiltas pelayanan kesehatan.
g. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak.
h. Mengembangkan system jaminan sosial.
i. Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah.
j. Mengembangkan sumber daya produktif dui daerah.
k. Melestarikan lingkungan hidup.
l. Mengelola administrasi kependudukan.
m. Melestarikan nilai sosial budaya.
n. Membentuk dan menetapkan peraturan perundang-undangan sesuai
dengan kewenanagan.

E. Tugas dan Wewenang Kepala Daerah dan DPRD


1. Tugas dan Wewenang Kepala Daerah :
a. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan
kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD.
b. Mengajukan rancangan perda.8
c. Menetapkan perda yang telah mendapatkan persetujuan bersama
DPRD.
d. Menyusun dan mengajukan rancangan perda tentang APBD kepada
DPRD untuk dibahas an ditetapkan bersama.
e. Mengupayakan terlaksananya kewajiabn daerah.

8
Sunarso, PERBANDINGAN SISTEM PEMERINTAH, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013), hlm. 77

5
f. Melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.9
2. Tugas dan Wewenang DPRD
a. Membentuk perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk
mendapat persetujuan bersama.
b. Membahas dan menyetujui rancangan perda tentang APBD bersama
dengan kepala daerah.
c. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan perda dan peraturan
perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD,
kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program
pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah.
d. Mengusulkan pengankatan dan pemberhentian kepala daerah/ wakil
kepala daerah kepada presiden melalui menteri dalam negeri bagi
DPRD provinsi dan kepada menteri dalam negeri melalui gubernur
bagi DPRD kabupaten/ kota.
e. Memilih kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil
kepala daerah.10

F. Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia


Ditinjau dari aspek sejarah, ada yang berpendapat bahwa masyarakat lokal
Indonesia belum terbiasa dengan pemerintahan yang otonom. Pendapat
tersebut tidak sepenuhnya keliru, tetapi juga tidak sepenuhnya benar.
Sejarah otonomi daerah di Indonesia, penuh dengan lika liku yang
menegangkan. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945, merupakan Undang-
Undang pertama yang mengatur tentang pembentukan Komite Nasional
Daerah, sebagai pelaksana pemerintah daerah itupun hanya terbatas di Pulau
Jawa dan Madura.
Undang-undang nomor 1 tahun 1945 ini kemudian diganti dengan
Undang-undang nomor 22 tahun 1948. Undang-undang ini memuat otonomi

9
Ibid, hlm. 78
10
Sunarso, PERBANDINGAN SISTEM PEMERINTAH, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013), hlm. 78

6
yang luas kepada daerah. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004, tentang pemerintahan daerah, berarti sampai saat ini telah ada
tujuh undang-undang yang mengatur pemerintahan daerah. Ketujuh undang-
undang tersebut adalah:
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Komite Nasional daerah.
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah.
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan Daerah.
4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1966 tentang Pokok Pemerintahan
Daerah.
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan di Daerah.
6. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah yang masa berlakunya
paling lama adalah Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974. Masa berlakunya
berkisar 25 tahun. Pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana yang telah
disinggung di atas, memang merupakan masalah yang sensitif di Indonesia.
Hampir setiap pemberontakan bersenjata di daerah selalu mempersoalkan
besarnya hegemoni pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah. Daerah-
daerah kaya seperti Aceh, Papua, dan Riau serta Kalimantan Timur merasakan
ketidak adilan yang sangat nyata. Sebab hasil daerah-daerah tersebut sangat
banyak yang disedot untuk pemerintah pusat, tetapi sangat sedikit yang
dikembalikan untuk pemerintahan daerah setempat.11

G. Beberapa Dampak Dilaksanakannya Otonomi Daerah


1. Konflik Antar Daerah Otonom
Keberadaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang sekarang
diganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, diharapkan untuk obat
duka bagi masyarakat di daerahdaerah surplus, justru melahirkan

11
Sunarso, PERBANDINGAN SISTEM PEMERINTAH, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013), hlm. 79

7
ketimpangan baru bagi daerah-daerah yang memiliki Pendapatan Asli
Daerah (PAD) yang rendah. Ketimpangan tersebut sangat terasa bagi
masyarakat di daerah-daerah yang berbatasan, misalnya Kalimantan
Timur dan Kalimantan Tengah. Kalimantan Timur yang surplus dapat
memberikan subsidi yang besar bagi desa-desa di wilayahnya. Tetapi
tetangga mereka Kalimantan Tengah misalnya, justru kesulitan dana untuk
memenuhi anggaran rutin mereka12
Ketimpangan antar daerah otonom tersebut tidak mustahil akan
menimbulkan konflik antara masyarakat, dan antara daerah. Beberapa
persoalan yang menimbulkan konflik antara lain adalah masalah
pengaplingan wilayah laut oleh nelayan di masing-masing daerah,
sedangkan masalah antara pemerintah daerah misalnya penanganan banjir
DKI Jakarta, yang menurut Pemerintah DKI juga dikirim dari Bogor Jawa
Barat. Pemda DKI mengharapkan koordinasi dengan Pemda Jawa Barat
untuk menangani masalah banjir yang ada di DKI, tetapi masalah itu
bukanlah masalah yang serius bagi Jawa Barat. Pemda Jawa Barat tidak
akan mau untuk mengalokasikan dana pembangunan di daerahnya untuk
menanggulangi banjir di DKI.
2. Pemekaran Wilayah pada Era Otonomi Daerah
Begitu Orde Baru tumbang, semangat otonom marak. Pemekaran
wilayahpun merebak dari Sabang sampai Merauke. Peta dan Jumlah
kabupaten atau kota menjadi sangat dinamis.13 Perubahannya dalam
hitungan bulan. Sejak 1976 sampai 1998 peta Indonesia tak berubah dari
27 provinsi. Perubahan kecil terjadi ditingkat kabupaten/kota dari 300
menjadi 314. Dalam era Reformasi ini komposisi jumlah provinsi dan
kabupaten mengalami perubahan yang cepat.
Indonesia saat ini memiliki 33 provinsi, yakni: (1) Nanggroe Aceh
Darussalam, (2) Sumatera Utara, (3) Sumatera Barat, (4) Bengkulu, (5)
Riau, (6) Kepulauan Riau, (7) Jambi, (8) Sumatera Selatan, (9) Lampung,

12
Sunarso, PERBANDINGAN SISTEM PEMERINTAH, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013), hlm. 80
13
Ibid, hlm. 81

8
(10) Kepulauan Bangka Belitung, (11) DKI Jakarta, (12) Jawa Barat, (13)
Banten, (14) Jawa Tengah, (15) DI Yogyakarta, (16) Jawa Timur, (17)
Kalimantan Barat, (18) Kalimantan Tengah, (19) Kalimantan Selatan, (20)
Kalimantan Timur, (21) Kalimantan Utara, (22) Bali, (23) Nusa Tenggara
Barat, (24) Nusa Tenggara T imur, (25) Sulawesi Barat, (26) Sulawesi
Utara, (27) Sulawesi Tengah, (28) Sulawesi Selatan, (29) Sulawesi
Tenggara, (30) Gorontalo, (31) Maluku, (32) Maluku Utara, (33) Papua,
(34) Papua Barat.
Pemekaran wilayah dimungkinkan oleh Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 maupun Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Dalam kurun waktu 1999 hingga April 2002
terdapat 57 kabupaten dan 25 kota baru sebagai hasil pembentukan yang
terjadi 58 kabupaten induk dari 20 provinsi. Pembentukan daerah baru
paling banyak terjadi pada 1999. Ini diperlihatkan dengan disyahkannya
19 Undang-Undang yang mengatur pembentukan 34 provinsi dan
sembilan kota.
Motif dibalik pemekaran daerah ini bermacam macam. Selain untuk
menyejahterakan rakyat, beberapa daerah dimekarkan karena tuntutan
sejarah. Pemekaran wilayah di Bangka dan Belitung, Maluku, Nusa
Tenggara Barat, serta Sulawesi Tenggara dan Kepulauan Riau menuntut
pemekaran karena merasa pembangunan didaerahnya terhambat oleh
keadaan geografis, demografis, sosiologis, kuktural, ekonomi, dan politik
pada masa sebelumnya. 14

14
Sunarso, PERBANDINGAN SISTEM PEMERINTAH, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013), hlm. 83

9
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Undang-undang
pembentukan daerah berisi nama daerah yang dibentuk, cakupan wilayah, batas,
ibu kota, kewenangan menyelenggarakan urusan pemerintah, penunjukan pejabat
kepala daerah, pengisian keanggotaan DPRD, pengalihan kepegawaian, pendanaan,
peralatan dan dokumen serta perangkat daerah.
Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah yang masa berlakunya paling
lama adalah Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974. Masa berlakunya berkisar 25
tahun. Pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana yang telah disinggung di atas,
memang merupakan masalah yang sensitif di Indonesia. Hampir setiap
pemberontakan bersenjata di daerah selalu mempersoalkan besarnya hegemoni
pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah. Daerah-daerah kaya seperti Aceh,
Papua, dan Riau serta Kalimantan Timur merasakan ketidak adilan yang sangat
nyata.

10
DAFTAR PUSTAKA

Sunarso. 2013. Perbandingan Sistem Pemerintahan. Yogyakarta: Penerbit


Ombak.

11

Anda mungkin juga menyukai