KURIKULUM 1984
Disusun oleh :
Struktur kurikulum SMP 1984 sama dengan struktur kurikulum SMP 1975,
yaitu Program Pendidikan Umum, Program Pendidikan Akademis, dan Program
Pendidikan Ketrampilan. Dalam kelompok Program Pendidikan Umum terdapat mata
pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa sehingga jumlah mata pelajaran di
kelompok ini bertambah satu dari kurikulum SMP 1975. Dalam kelompok Program
Pendidikan Akademis, IPA untuk kurikulum SMP 1984 langsung dibagi atas Biologi
dan Fisika dengan alokasi waktu terpisah masing-masing 3 jam pelajaran per minggu.
IPS tidak dipisahkan dan tetap memiliki jam pelajaran per minggu 4 jam sama dengan
kurikulum sebelumnya. Di sini tampak adanya pergeseran konsep dan filosofis
dimana para pengembang kurikulum SMP 1984 terbagi dalam kelompok yang
berbeda. Pengembang kurikulum SMP 1984 masih tetap mempertahankan pendidikan
IPS sedangkan kelompok pengembang IPA sudah tidak lagi mempertahankan pikiran
semula yang digunakan dalam kurikulum SMP 1975. Mungkin saja kesulitan
mendapatkan guru yang mampu mengajar Biologi dan Fisika dalam satu mata
pelajaran IPA menjadi alasan utama pemisahan tersebut.
Orientasi pendidikan disiplin ilmu pada kurikulum SMA 1984 semakin kental
dibandingkan kurikulum sebelumnya. Orientasi pendidikan disiplin ilmu tampak pada
nama-nama mata pelajaran yang disamakan dengan nama disiplin ilmu dan pada mata
pelajaran. Program Inti yang tidak saja terdiri dari mata pelajaran umum seperti
agama, PMP, dan pendidikan jasmani terdapat pula mata pelajaran untuk landasan
pendidikan akademik. Mata pelajaran Sejarah (Indonesia dan Dunia), Geografi,
Bahasa, Matematika, Biologi, Fisika, Kimia, dan Bahasa Inggris menjadi mata
pelajaran dalam Program Inti.
Kurikulum 1984 pada dasarnya tidak banyak mengubah posisi belajar peserta
didik. Peserta didik harus memegang peran aktif dalam belajar terus dipertahankan.
Bahkan kurikulum baru menambah peran aktif itu dengan memperkenalkan
ketrampilan proses. Pesta didik harus melaksanakan ketrampilan proses sehingga
mereka memiliki kemampuan dalam mengembangkan masalah berdasarkan apa yang
telah dibaca, diamati, dan dibahas.
Miller dan Seller (1985) lebih menekankan pada hal yang penting dalam
pengembangan kurikulum yaitu Orientasi. Orientasi dalam pengembangan
kurikulum menyangkut tujuh aspek yakni: prilaku, disiplin ilmu, masyarakat,
pengembangan, proses kognitif, humanistic dan transpersonal. Disamping itu,
orientasi menyangkut enam masalah pokok, yaitu:
1. Tujuan pendidikan: menunjukkan arah kegiatan,
2. Konsepsi tentang anak: pandangan mengenai anak, apakah sebagai pelaku aktif
atau pasif,
3. Konsepsi tentang proses mengajar-belajar: aspek transpersonal, kehidupan batin
anak dan perubahan tingkah laku,
4. Konsepsi tentang lingkungan: pengaturan lingkungan untuk memperlancar belajar,
5. Konsepsi tentang peranan guru: otoriter, directive atau fasilitator, dan;
6. Evaluasi belajar, mengacu pada tes, eksperimental atau bersifat terbuka.
Setiap pengembangan kurikulum, harus berpijak pada sejumlah landasan, dan
harus menerapkan atau menggunakan prinsip-prinsip tertentu. Dengan adanya prinsip
tersebut, setiap pengembangan kurikulum diikat oleh ketentuan atau hukum sehingga
dalam pengembangannya mempunyai arah yang jelas sesuai dengan prinsip yang
telah disepakati.
Kurikulum 1984 mengacu pada prinsip :
1. Prinsip Relevansi
Relevansi keluar kurikulum yaitu tujuan, isi, dan proses belajar yang tercakup dalam
kurikulum itu sendiri. Maksudnya tujuan, isi, dan proses belajar yang tercakup dalam
kurikulum hendaknya relevan dengan tuntutan kebutuhan dan perkembangan
masyarakat, yang menyiapkan siswa untuk bisa hidup dan bekerja dalam masyarakat.
Isi kurikulum mempersiapkan siswa sekarang dan siswa yang akan datang untuk tugas
yang ada dalam perkembangan masyarakat. Relevansi didalam kurikulum yaitu:
adanya kesesuaian atau konsistensi antara kompenen-kompenen kurikulum yaitu
antara tujuan, isi proses penyampaian dan penilaian. Relevansi internal ini
menunjukkan suatu keterpaduan kurikulum.
2. Pendekatan pengembangan kurikulum
1. Pendekatan bidang studi (pendekatan subjek atau disiplin ilmu)
Pendekatan ini menggunakan bidang studi atau mata pelajaran sebagai dasar
organisasi kurikulum misalnya matematika, sains, sejarah IPS, IPA, dan
sebagainya. Seperti yang lazim kita dapati dalam sistim pendidikan kita
sekarang di semua sekolah dan universitas.
Yang diutamakan dalam pendekatan ini ialah penguasaan bahan dan proses
dalam disiplin ilmu tertentu. Tipe organisasi ini sesuai dengan falsafah
realisme. Pendekatan ini paling mudah dibandingkan dengan pendekatan
lainnya oleh sebab disiplin ilmu telah jelas Batasannya dan karena itu lebih
mudah mempertanggung jawabkan apa yang diajarkan.
2. Pendekatan Interdisipliner
Dibawah ini akan kita bicarakan beberapa pendekatan interdisipliner dalam
pengembangan kurikulum.
a. Pendekatan Broad-field
Pendekatan ini berusaha mengintegrasikan beberapa disiplin atau mata
pelajaran yang saling berkaitan agar siswa memahami ilmu pengetahuan
tidak berada dalam vakum atau kehampaan akan tetapi merupakan
bagian integral dari kehidupan manusia. Pendekatan broad-field ini juga
dapat digunakan agar siswa memahami hubungan yang kompleks antara
kejadian-kejadian di dunia, misalnya antara perang vietnam dan korea
dengan kebangkitan ekonomi jepang dan lain-lain.
b. Pendekatan Kurikulum Inti (core curriculum)
Kurikulum ini banyak persamaannya dengan broad-field, karena juga
menggabungkan berbagai disiplin ilmu. Kurikulum diberikan
berdasarkan suatu masalah sosial atau personal. Untuk memecahkan
masalah itu digunakan bahan dari berbagai disiplin ilmu yang berkaitan
dengan masalah itu.
c. Pendekatan Kurikulum Inti di Perguruan Tinggi
Istilah inti (core) juga digunakan dalam kurikulum Perguruan Tinggi.
Dengan core dimaksud pengetahuan inti yang pokok yang diambil dari
semua disiplin ilmu yang dianggap esensial mengenai kebudayaan dan
ilmu pengetahuan yang dianggap layak dimiliki oleh tiap orang terdidik
dan terpelajar.
d. Pendekatan Kurikulum Fusi
Kurikulum ini men-fusi-kan atau menyatukan dua atau lebih disiplin
tradisional menjadi studi baru misalnya: geografi + botani + arkeologi
menjadi earth sciences.
3. Pendekatan Rekonstruksionisme
Pendekatan ini juga disebut Rekonstruksi Sosial karena memfokuskan
kurikulum pada masalah-masalah penting yang dihadapi dalam masyarakat,
seperti polusi, ledakan penduduk dan lain-lain.
Dalam gerakan rekonstruksionisme ini terdapat dua kelompok utama yang
sangat berbeda pandangannya tentang kurikulum, yaitu rekonstruksionisme
konservatif dan rekonstruksionisme radikal.
a. Rekonstruksionisme konservatif.
Aliran ini menginginkan agar pendidikan ditujukan pada
peningkatan mutu kehidupan individu maupun masyarakat dengan
mencari penyelesaian masalah-masalah yang paling mendesak yang
dihadapi masyarakat. Peranan guru ialah sebagai orang yang
menganjurkan perubahan mendorong siswa menjadi partisipan aktif
dalam masyarakat. Pendekatan kurikulum ini konsisten dengan falsafah
pragmatisme.
b. Rekonstruksionisme Radikal.
Aliran ini berpendapat bahwa banyak Negara mengadakan
pembangunan dengan merugikan rakyat kecil yang miskin yang
merupakan mayoritas masyarakat. Golongan radikal ini menganjurkan
agar pendidik formal maupun non-formal mengabdikan diri demi
tercapainya orde sosial baru berdasarkan pembagian kekuasaan dan
kekayaan yang lebih adil dan merata.
4. Pendekatan Humanistik
Kurikulum ini berpusat pada siswa, dan mengutamakan perkembangan
efektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bagian integral dari proses belajar.
Para pendidik humanistic yakin, bahwa kesejahteraan mental dan emosional
siswa harus dipandang sentral dalam kurikulum, agar belajar itu memberi hasil
maksimal. Pendekatan humanistic dalam kurikulum didasarkan atas asumsi-
asumsi yang berikut:
a. Siswa akan lebih giat belajar dan bekerja bila harga dirinya dikembangkan
sepenuhnya.
b. Siswa yang diturut-sertakan dalam perencanaan dan pelaksanaan pelajaran
akan merasa bertanggung jawab atas keberhasilannya.
c. Hasil belajar akan meningkat dalam suasana belajar yang diliputi oleh rasa
saling mempercayai, saling membantu, dan bebas dari ketegangan yang
berlebihan.
d. Guru yang berperan sebagai fasilitator belajar memberi tanggung jawab
kepada siswa atas kegiatan belajarnya.
e. Kepedulian siswa akan pelajaran memegang peranan penting dalam
penguasaan bahan pelajaran itu.
f. Evaluasi diri bagian penting dalam proses belajar yang memupuk rasa
harga diri.
5. Pendekatan Accountability
Accountability atau pertanggung jawaban lembaga pendidikan tentang
pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat, akhir-akhir ini tampil sebagai
pengaruh yang penting dalam dunia pendidikan. Namun, menurut banyak
pengamat pendidikan accountability ini telah mendesak pendidikan dalam arti
yang sebenarnya menjadi latihan belaka. Accountability yang sistimatis yang
pertama kalinya diperkenalkan Frederick Taylor dalam bidang industri pada
permulaan abad ini. Pendekatannya, yang kelak dikenal sebagai scientific
management atau manajemen ilmiah, menetapkan tugas-tugas spesifik yang
harus diselesaikan pekerja dalam waktu tertentu.
6. Pendekatan Pembangunan Nasional
Pendekatan ini mengandung tiga unsur :
a. Pendidikan kewarganegaraan
Dalam masyarakat demokratis, warga negara dapat dimasukkan dalam tiga
kategori:
1) Warganegara yang apatis
2) Warganegara yang pasif
3) Warganegara yang aktif
b. Pendidikan sebagai alat pembangunan nasional
Tujuan pendidikan ini adalah mempersiapkan tenaga kerja yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Para pengembang kurikulum
bertugas untuk mendisain program yang sesuai dengan analisis jabatan
yang akan diduduki.
c. Pendidikan keterampilan praktis bagi kehidupan sehari-hari
Keterampilan yang diperlukan bagi kehidupan sehari- hari dapat dibagi
dalam beberapa kategori yang tidak hanya bercorak keterampilan akan
tetapi juga mengandung aspek pengetahuan dan sikap, yaitu:
a. Keterampilan untuk mencari nafkah dalam rangka sistim ekonomi
suatu negara.
b. Keterampilan untuk mengembangkan masyarakat.
c. Keterampilan untuk menyumbang kepada kesejahteraan umum.
d. Keterampilan sebagai warganegara yang baik.
3. Pendidikan seumur hidup
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum
mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan
informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu
berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
4. Prinsip Fleksibilitas (keluwesan)
Kurikulum yang luwes mudah disesuaikan, diubah, dilengkapi, atau dikurangi
berdasarkan tuntutan dan ekosistem dan kemampuan setempat, jadi tidak statis atau
kaku. maka yang dilaksanakan adalah program pendidikan keterampilan industri.
E. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN KURIKULUM 1984
Terlepas dari berbagai pembaharuan yang ditawarkan oleh Kurikulum 1984, terdapat
kelebihan dan kekurangan dari Kurikulum 1984, sebagai berikut:
http://www.tintapendidikanindonesia.com/2017/07/kurikulum-1984.html?m=0 (Online,
diakses tanggal 7 September 2017 pukul 20.30)