Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH MIKROBIOLOGI PANGAN

JAMUR Aspergillus flavus

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mikrobiologi Pangan Yang Dibimbing Oleh Bu Retno
Sasongkowati, S.Pd, S.Si, M.Kes

OLEH :
SAYEKTI RAHAYU
P27835111031

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
DIII JURUSAN GIZI
2012
Aspergillus flavus
Aspergillus flavus adalah salah satu jenis jamur yang sering mengkontaminasi makanan.
Jamur jenis ini dapat menyebabkan infeksi Aspergillosis dan juga merupakan jamur yang paling
banyak menghasilkan aflatoksin. Aflatoksin adalah jenis toksin yang bersifat karsinogenik.
Menurut Roy tahun 2008 aflatoksin dapat mengakibatkan keracunan dengan gejala mual dan
muntah, dan bila berlangsung lama penyakit yang timbul adalah kanker hati dan berakibat
meninggal dunia dan apabila seseorang mengkonsumsi bahan pangan yang terkontaminasi
aflatoksin konsentrasi rendah secara terus-menerus, maka hal itu dapat merusak hati serta
menurunkan sistem kekebalan pada tubuh.
Aspergillus flavus merupakan jamur yang biasa tumbuh pada hasil panen yang mengandung
minyak, misalnya kacang-kacangan, jagung, cabe, biji kapas dan serealia (Supardi, 1999).

a. Morfologi Aspergillus flavus


Jamur dalam grup ini sering menyebabkan kerusakan pada makanan. Konidia grup ini
berwarna kuning sampai hijau dan mungkin membentuk skerotia. Konidiofora tidak
berwarna, kasar bagian atas agak bulat sampai kolumner, vesikel agak bulat sampai
berbentuk batang pada kepala yang kecil, sedangkan pada kepala yang besar bentuk
globulosa. Konidia kasar dengan bermacam macam warna.
b. Tempat hidup
Aspergillus flavus tersebar luas di dunia. Hal ini disebabkan oleh produksi konidia yang
dapat tersebar melalui udara (airborne) dengan mudah maupun melalui serangga. Komposisi
atmosfir juga memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan kapang dengan
kelembaban sebagai variabel yang paling penting. Tingkat penyebaran Aspergillus flavus
yang tinggi juga disebabkan oleh kemampuannya untuk bertahan dalam kondisi yang keras
sehingga kapang tersebut dapat dengan mudah mengalahkan organisme lain dalam
mengambil substrat dalam tanah maupun tanaman.
Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus merupakan bagian grup Aspergillus yang
sudah sangat dikenal karena peranannya sebagai patogen pada tanaman dan kemampuannya
untuk menghasilkan aflatoksin pada tanaman yang terinfeksi. Kedua spesies tersebut
merupakan produsen toksin paling penting dalam grup Aspergillus flavus yang
mengkontaminasi produk agrikultur. Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus mampu
mengakumulasi aflatoksin pada berbagai produk pangan meskipun tipe toksin yang
dihasilkan berbeda.
Aspergillus sp. umumnya mampu tumbuh pada suhu 6-60C dengan suhu optimum
berkisar 35-38C. Aspergillus flavus dapat tumbuh pada Rh minimum 80% (aw
minimum=0.80) dengan Rh minimum untuk pembentukan aflatoksin sebesar 83% (aw
minimum pembentukan aflatoksin=0,83). Rh minimum untuk pertumbuhan dan germinasi
spora adalah 80% dan Rh mininum untuk sporulasi adalah 85%. Kenaikan suhu, pH, dan
persyaratan lingkungan lainnya akan menyebabkan aw minimum bertambah tinggi.
Tampilan mikroskopis Aspergillus flavus dapat dilihat lebih jelas melalui mikroskop tiga
dimensi

c. Patogenitas Aspergillus flavus


Mikotoksin sebagai metabolit sekunder dari kapang (fungi) merupakan senyawa toksik
yang dapat mengganggu kesehatan manusia dan hewan berupa mikotoksikosis dengan
berbagai bentuk perubahan klinis dan patologis yang ditandai dengan gejala muntah, sakit
perut, paru-paru bengkak, kejang, koma, dan pada kasus yang jarang terjadi dapat
menyebabkan kematian.
Terdapat tiga jenis fungi toksigenik yaitu kapang patogen pada tanaman seperti F.
graminearum(vomitoxin), kapang yang tumbuh pada tanaman yang mengalami stress seperti
F. moniliforme (fumonisin) dan terkadang A. flavus (aflatoksin) serta kapang yang pada
awalnya menyerang tanaman sebelum panen dan mempengaruhi komoditas pasca panen
seperti P.verrucosum (okratoksin) dan A. flavus (aflatoksin). Hingga saat ini telah dikenal
300 jenis mikotoksin, terdapat lima jenis mikotoksin terbesar yang sering ditemukan dalam
bebijian yaitu aflatoksin, vomitoksin, okratoksin A, fumonisin dan zearalenon. Yang paling
berbahaya adalah aflatoksin karena berpotensi menimbulkan karsinogen (kanker) dan
mutagen (mutasi gen). Pada penderita hepatitis B perlu mendapatkan perhatian khusus
karena bila orang tersebut terpapar aflatoksin maka resiko penyakit kanker hati relatif
meningkat hingga 60 kali lipat daripada orang normal. Pada 1988, Badan Internasional Riset
Kanker (IARC) mengelompokkan Aflatoksin B1 dalam daftar karsinogen terhadap manusia
sementara mikotoksin lainnya masih diduga dapat bersifat karsinogen atau mempunyai efek
terhadap kesehatan. Mikotoksin dapat bersifat karsinogenik (seperti aflatoksin B1,
okratoksin A, fumonisin B1), estrogenik (zearalenon dan zearalenol), nefrotoksik
(okratoksin, sitrinin, oosporein), dermonekrotik (trikotesena) atau imunosupresi (aflatoksin
B1, okratoksin A dan T-2 toksin). Tabel berikut menggambarkan jenis mikotoksin dengan
komoditas yang biasa terkontaminasi, jenis kapang penghasil mikotoksin dan efeknya
terhadap kesehatan.

d. Alfatoksin
Aflatoksin berasal dari kata Aspergilus flavus toksin, untuk mengingatkan penemuan
pertama kali dari toksin ini. Didalam perkembangan selanjutnya, aflatoksin diproduksi oleh
kapang Aspergillus flavus, A. parasiticus atau A. nomius; ketiga spesies kapang ini banyak
terdapat pada bahan pangan seperti sereal, kacang-kacangan, rempah-rempah, dan kopra
maupun produk olahannya seperti bumbu pecel, kacang telur, dan kacang atom.
Kapang ini biasanya tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan lembab. Saat ini telah
diketahui paling sedikitnya 4 macam aflatoksi alamiah yang paling sering dijumpai dan
bersifat toksik yaitu aflatoksin B1, B2, G1, G2 berdasarkan penampakan fluoresensinya
pada lempeng kromatografi lapis tipis di bawah sinar UV yang memberikan warna biru
(blue) untuk B dan warna hijau (green) untuk G. Aflatoksin mempunyai kurang lebih 20
macam derivat, akan tetapi yang paling toksik adalah aflatoksin B1. Aflatoksin B1 dan B2
dapat menghasilkan metabolit aflatoksin M1 dan M2 melalui hidroksilasi, dimana keduanya
dihasilkan jika sapi atau hewan ruminansia lainnya memakan pakan yang terkontaminasi
oleh aflatoksin B1 atau B2. Aflatoksin M1 dan M2 ini kemudian akan diekskresikan melalui
susu yang dihasilkan sapi tersebut dan bisa saja mengkontaminasi produk dari susu seperti
keju dan yogurt.
Aflatoksin sering terdapat pada jagung dan produk olahannya; kacang dan produk
olahannya; biji kapas, susu, dan tree nuts seperti kacang brasil, kacang pistachio dan walnut.
Selain itu juga terdapat pada sereal dan produk sereal seperti pasta, dan mi instan. Pada
sejumlah spesies hewan, senyawa ini menyebabkan nekrosis, sirosis dan karsinoma organ
hati; dilaporkan tidak ada hewan yang resisten terhadap efek toksik akut dari aflatoksin oleh
karena itu disimpulkan manusia pun akan terkena efek yang sama.
Aflatoksin B1 merupakan karsinogen paling potensial (termasuk kelompok 1A) pada
banyak spesies termasuk primata, burung, ikan, dan rodensia. Dalam dosis yang tinggi
aflatoksin dapat menyebabkan efek akut. Aflatoksin juga dapat terakumulasi di otak dan
mempunyai efek buruk terhadap paru-paru, miokardium dan ginjal. Efek kronik dan sub
akut aflatoksin pada manusia yaitu kanker hati, hepatitis kronik, hepatomegaly, penyakit
kuning dan sirosis hati akibat mengkonsumsi pangan yang terkontaminasi aflatoksin pada
konsentrasi rendah secara terus menerus.

Anda mungkin juga menyukai