Anda di halaman 1dari 42

makroskopis vaskularisasi dan persarafan jantung

A. Arteri
Jantung mendapat vaskularisasi dari arterie coronaria dextra dan sinistra, yang
berasal dari aorta ascendens tepat diatas valva aortae. Arteri coronaria dan
percabangannya, utama terdapat dipermukaan jantung terletak di dalam jaringan
ikat subepicardial.
1) Arteri coronaria dextra
Berasal dari sinus anterior aorta dan berjalan ke depan di antara trunkus
pulmonalis dan auricula dextra

a) Arteri marginalis : Cabang yang terbesar dan berjalan sepanjang pinggir


bawah fasies kostalis untuk mencapai apex cordis (ramus).
Memperdarahi atrium dan ventrikel dextra.
b) Arteri interventrikularis posterior : Memberikan cabang ke ventrikulus
dexter dan sinister termasuk dinding inferiornya & percabangan untuk
bagian posterior septum ventrikulare. Memperdarahi kedua dinding
belakang ventrikel, epikardium, atrium dextra, & SA node.

2) Arteri coronaria sinistra


Arteri interventrikularis anterior : Sebuah cabang yang besar. Mendarahi AV
node, anterior ventrikel dextra dan sinistra dan Arteri circumflexus :
memperdarahi bagian belakang bawah ventrikel & atrium sinistra

3) Cabang arcus aorta


a) Arteri brachiocephalica (anonyma):
a. Arteri carotis communis dextra
b. Arteri subclavia dextra
b) Arteri carotis comunis dextra
c) Arteri subclavia sinistra
B. Vena
Sebagian besar darah dari jantung kembali ke artrium kanan melalui sinus
coronaria, yang terletak pada bagian posterior sulkus atrioventrikular dan
merupakan lanjutan dari vena cordis magna. Pembuluh ini bermuara ke atrium
kanan sebelah kiri vena cava inferior. Vena cordis parva dan vena cordis media
merupakan cabang sinus coronarius. Sisanya dialikan ke atrium kanan melalui
vena ventrikuli dextra anterior dan melalui vena vena kecil yang langsung
bermuara ke ruang ruang jantung.
Sinus coronaries : tempat muara dari vena-vena jantung
a. Vena cordis magna
b. Vena cordis parva
c. Vena cordis media
d. Vena cordis obliq

C. Persarafan

Jantung dipersarafi oleh serabut simpatis dan parasimpatis susunan saraf otonom
melalui plexus cardiacus yang terletak di bawah arkus aorta.

Saraf simpatis berasal dari bagian cervicale dan thoracale bagian atas truncus
symphaticus. Serabut serabut post ganglionik simpatis berakhir di nodus
sinusatrial dan nodus atrioventrikular, serabut seerabut otot jantung dan arteria
coronaria.

Perangsangan saraf simpatis mengakibatkan akselerasi jantung, meningkatkan


denyut jantung(daya kontraksi otot jantung) dan dilatasi arteria koroner. Serabut
serabut aferen yang berjalan bersama saraf simpatis membawa implus saraf
yang biasanya tidak dapat disadari. Akan tetapi bilai pasokan darah kurang ke
otot jantung terganggu maka implus rasa nyeri dapat dirasakan melalui lintasan
tersebut.

Persarafan parasimpatis berasal dari nervus vagus.Serabut serabut post


ganglionik parasimpatis berakhir di SA node, AV node dan arteria coronaria.
Perangsangan saraf parasimpatis mengakibatkan berkurangnya denyut jantung
(daya kontraksi otot jantung) dan konstriksi arteria koroner.Serabut serabut
aferen yang berjalan bersama nervus vagus mengambil bagian dalam refleks
kardiovaskular.

mikroskopis dari vaskularisasi dan persarafan jantung


A. Arteri
Darah diangkut dari jantung ke kapiler dalam jaringan oleh arteri. Susunan dasar
dinding semua arteri serupa karena memiliki tiga lapis konsentris yaitu:
a. Tunica intima, lapis dalam, berupa tabung endotel terdiri atas sel-sel gepeng
dengan sumbu panjang teroriantasi memanjang.
b. Tunica media, lapis tengah, terutama terdiri atas sel-sel otot polos yang
teroriantasi melingkar. Tunica media merupakan lapisan yang paling tebal
sehingga menentukan karakter arteri.
c. Tunica adventitia, lapis luar, terdiri atas fibroblas dan serat kolagen terkait,
yang sebagian besar terorientasi memanjang. Tunica adventitia berangsur
menyatu dengan jaringan ikat longgar sekitar pembuluh. Antara tunica
intima dan tunica media dibatasi oleh membrana elastica interna (lamina
elastica interna) yang terutama berkembang baik pada arteri sedang.
Sedangkan antara tunica media dan tunica adventitia dibatasi oleh
membrana elastica externa (lamina elastica externa) yang lebih tipis.

Dalam perjalanannya arteri bercabang-cabang dan ukurannya semakin kecil.

a. Arteri besar
Arteri besar contohnya yaitu arteri pulmoner dan aorta, brachiocephalica,
arteri subclavia, arteri carotis communis, dan iliaca communis. Arteri besar
memiliki dinding dengan banyak lapis elastin berfenestra (bertingkap) pada
tunica medianya. Dindingnya tampak kuning dalam keadaan segar akibat
banyanya elastin. Pembuluh konduksi utama ini direnggangkan selama
jantung berkontraksi (sistol), dan penguncupan akibat kelenturan
dindingnya selama diastol berfungsi sebagai pompa tambahan untuk
mempertahankan aliran agar tetap meskipun jantung berhenti berdenyut
sesaat. Dindingnya sangat kuat, tetapi kalau dibandingkan dengan besarnya
relatif lebih tipis dari arteri sedang.
a) Tunica intima
Pada orang dewasa tebalnya sekitar 127 mikron. Tunica intima ini
terdiri atas endotel yang berbentuk polygonal, dengan panjang 25-50
mm dan lebar 10-15 mm, sumbu panjangnya terorientasi memanjang.
Di bawah sel-sel endotel ini terdapat anyaman serabut-serabut kolagen
dengan sel-sel otot polos berbentuk kumparan. Lebih ke dalam,
terdapat banyak serabut-serabut elastis yang bercabang saling
berhubungan. Di antaranya terdapat beberapa serabut kolagen,
fibroblas, dan berkas-berkas kecil otot polos.

b) Tunica media
Terdiri atas banyak serabut elastin konsentris dengan fenestra yang
berselang-seling dengan lapis tipis terdiri atas sel-sel otot polos
terorientasi melingkar, dan serat-serat kolagen elastin dalam
proteoglikan matriks ekstrasel. Ketebalannya sekitar 2-5m. Karena
banyaknya elastin dalam arteri besar, maka otot polos relatif sedikit
pada tunica media.
c) Tunica adventitia
Relatif tipis dan terdiri atas fibroblas, berkas memanjang serat
kolagen, dan anyaman longgar serat elastin halus. Dinding arteri besar
terlalu tebal sehingga memiliki microvaskulator sendiri yang disebut
vasa vasorum, untuk mendapat nutrisi dari lumen. Vasa vasorum
tersebar di permukaan pembuluh membentuk anyaman dalam tunica
adventitia dari mana kapiler-kapiler menerobos sampai ke dalam
tunica media. Untuk lapisan dalam yang tidak tercakup oleh kapiler
tersebut, nutrisi diterima langsung secara difusi dari lumen. Akibat
kondisi-kondisi tersebut maka dinding arteri lebih mudah mengalami
degenerasi dibandingkan jaringan lain dalam tubuh.
b. Arteri Sedang
Arteri sedang ini merupakan arteri yang paling banyak dari sistem arteri.
Mencakup arteri branchial, arteri femoral, arteri radial, dan arteri poplitea
dan cabang-cabangnya. Ukuran cabangnya sampai sekecil 0,5 mm. Bersifat
kurang elastin dan lebih banyak otot polosnya.
a) Tunica intima
Tunica intimanya lebih tipis daripada arteri besar namun sama
susunannya. Umumnya dikatakan endotel menempel langsung pada
membrana elastica interna. Pada percabangan arteri coronaria terdapat
penebalan tunica intima yang disebut musculo elastic cushion.
Dalam tunica intima terdapat monosit yang dapat berubah menjadi
fibroblas atau makrofag.

b) Tunica media
Membrana elastica interna tampak berkelok-kelok karena
kontraksinya otot-otot polos di tunica media sebelum pembuatan
sediaan. Terdiri atas lapisan otot polos yang tersusun konsentris. Di
sebelah luar terdapat membrana elastica eksterna yang lebih tipis dari
membrana elastica interna.

c) Tunica adventitia
Terkadang lebih tebal dari tunica media dan mengandung fibroblas,
berkas-berkas kolagen yang tersusun memanjang.

c. Arteri kecil
Arteri kecil atau arteriol merupakan segmen sirkulasi yang secara fisiologis
penting karena merupakan unsur utama tahanan perifer terhadap aliran yang
mengatur tekanan darah. Mempunyai diameter antara 200 mm sampai 40
mm.
a) Tunica intima
Terdiri atas endotel utuh yang menempel langsung pada membrana
elastica interna dan lapis subendotel ysng sangat tipis terdiri atas serat
retikuler dan elastin.

b) Tunica media
Terdiri atas susunan sel-sel otot polos yang konsentris. Pada arteriol
yang besar kadang- kadang terdapat membrana elastica eksterna tipis.

c) Tunica adventitia
Merupakan lapisan yang sangat tipis. Tersusun dari serat kolagen dan
sedikit fibroblas. Pada pembuluh daerah peralihan antara arteriol dan
kapiler disebut metarteriol, otot polos tidak membentuk lapis utuh,
namun sel-sel otot polos, yang melingkari tabung endotel seluruhnya,
terpisah satu dari lainnya.

B. Vena
Setelah melalui anyaman kapiler, darah akan menuju jantung melalui vena.
Semakin mendekati jantung, pembuluhnya akan semakin membesar. Dinding
vena lebih tipis dan kurang elastis dari pada arteri yang didampinginya sehingga
pada sediaan selalu terdapat kolaps atau memipih. Berdasarkan ukurannya, vena
dibagi menjadi 3 macam, yaitu :
a. Vena besar
Golongan vena ini adalah : v. cava inferior, v. linealis, v. portae, v.
messentrica superior, v. Iliaca externa, v. Renalis, dan v. azygos.
a) Tunica Intima
Seperti pembuluh darah lainnya, pada sebelah dalamnya dilapisi oleh
sel-sel endotel. Dalam tunica intima terdapat jaringan pengikat dengan
serabut-serabut elastis. Di bagian luar serabut-serabut elastis tersebut
membentuk anyaman.

b) Tunica media
Biasanya sangat tipis, kadang tidak ada sama sekali. Kalau ada terdiri
atas serabut-serabut otot polos sirkuler yang dipisahkan oleh serabut
kolagen yang memanjang.

c) Tunica adventitia
Merupakan jaringan utama dari dinding vena dan tebalnya beberapa
kali lipat dari tunica medianya. Terdiri atas berkas serabut-serabut otot
polos yang memanjang dengan anyaman serabut elastis. Selain itu
juga mengandung jaringan pengikat dengan serabut-serabut kolagen
dan elastis yang memanjang.
b. Vena sedang
Pada umumnya vena ini berukuran 2 9 mm. Yang termasuk vena ini
misalnya : v. subcutanea, v. visceralis, dan sebagainya.
a) Tunica intima
Sangat tipis, kalau ada strukturnya sama dengan vena besar Dengan
tunica media dibatasi oleh anyaman serabut elastis.

b) Tunica media
Lebih tipis dibandingkan arteri yang didampinginya. Terdiri atas
serabut otot polos sirkuler yang dipisahkan oleh serabut kolagen yang
memanjang dan beberapa fibroblas.

c) Tunica adventitia
Lebih tebal dari tunica medianya dan merupakan jaringan pengikat
longgar dengan berkas-berkas serabut kolagen dan anyaman serabut
elastis. Kadang terdapat serabut otot polos yang longitudinal pada
perbatasan dengan tunica medianya.
c. Venula
Beberapa kapiler yang bermuara dalam sebuah pembuluh dengan ukuran 15
20 mikron yang disebut venula. Dindingnya terdiri atas selapis sel endotil
yang diperkuat oleh anyaman serabut retikuler dan fibroblas. Venula juga
berperan dalam pertukaran zat.

C. Persarafan
Jantung dipersarafi oleh serabut simpatis dan parasimpatis

a. Saraf simpatis

Berasal dari ganglion cervicalis (superior,media dan inferior) menuju


nervus cardiacus thoracis (superior,media dan inferior). Mempengaruhi
kerja otot ventrikel, atrium dan arteri koronaria. Saraf simpatis
menghasilkan akselerasi jantung, meningkatnya daya kontraksi jantung dan
dilatasi arteria koronaria.

b. Saraf parasimpatis
Berasal dari nervus vagus (X) menuju plexus cardiacus. Mempengaruhi SA
node,atrio-ventrikular,ventrikel kiri dan serabut-serabut otot atrium. Saraf
parasimpatis mengakibatkan berkurangnya denyut dan daya kontraksi
jantung dan konstriksi arteria koronaria

Mampu memahami dan menjelaskan tentang sindrom koroner akut


2.1.Mampu memahami dan menjelaskan definisi sindrom koroner akut
Terminologi sindrom koroner akut digunakan untuk menggambarkan keadaan
gangguan aliran darah koroner parsial hingga total ke miokard secara akut.
Sindroma koroner akut atau penyakit jantung koroner yaitu penyakit pada pembuluh
darah arteri koroner jantung, di mana arteri/pembuluh darah tersebut menjadi lebih
keras dan sempit (aterosklerosis) sehingga menyebabkan aliran darah ke otot jantung
berkurang. Penyempitan ini disebabkan oleh adanya tumpukan lemak pada dinding
pembuluh darah yang disebut plak. Terdapat dua macam plak yaitu plak stabil dan
plak tidak stabil (rapuh). Ukuran dari plak semakin lama akan semakin besar,
sehingga aliran darah dan suplai oksigen ke otot jantung berkurang. Keadaan ini
menyebabkan nyeri pada dada (angina) dan serangan jantung.

Serangan jantung akan terjadi bila plak menutupi sebagian besar dinding pembuluh
darah arteri sehingga jantung benar-benar kurang mendapatkan darah yang kaya
akan oksigen. Keadaan ini dapat menyebabkan kerusakan atau kematian sel otot
jantung yang bersifat permanen. Bila darah tidak mengalir sama sekali karena arteri
koroner tersumbat, penderita dapat mengalami serangan jantung yang mematikan.
Serangan jantung tersebut dapat terjadi kapan saja, bahkan ketika sedang
beristirahat.
2.2.Mampu memahami dan menjelaskan epidemiologi sindrom koroner akut
Berdasarkan diagnosis dokter, prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia
tahun 2013 sebesar 0,5% atau diperkirakan sekitar 883.447 orang, sedangkan
berdasarkan diagnosis dokter/gejala sebesar 1,5% atau diperkirakan sekitar
2.650.340 orang. Berdasarkan diagnosis dokter, estimasi jumlah penderita penyakit
jantung coroner terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Barat sebanyak 160.812 orang
(0,5%), sedangkan Provinsi Maluku Utara memliki jumlah penderita paling sedikit,
yaitu sebanyak 1.436 orang (0,2%). Berdasarkan diagnosis/gejala, estimasi jumlah
penderita penyakit jantung coroner terbanyak terdapat di Jawa Timur sebanyak
375.127 orang (1,3%), sedangkan jumlah penderita paling sedikit ditemukan di
Provinsi Papua Barat, yaitu sebanyak 6.690 orang (1,2%).
2.3.Mampu memahami dan menjelaskan faktor risiko sindrom koroner akut
Faktor-faktor risiko mayor-independen PJK terdiri dari. Kebiasaan, merokok,
Hipertensi, tingginya kadar kolesterol total dan kolesterol-LDL serum, rendahnya
kadar kolesterol- HDL serum, diabetes-melitus dan umur tua. Berbagai penelitian
tersebut menunjukkan bahwa factor-faktor itu bersifat aditif. Jadi jumlah risiko total
seseorang ditemukan oleh factor risiko keseluruhan (global) yang dipunyainya.
Faktor risiko kondisional berhubungan dengan peningkatan risiko PJK, walaupun
kontribusinya tehadap risiko PJK belum jeas dibuktikan. Faktor risiko pencetus
adalah factor-faktor yang jelas memperburuk pengaruh factor risiko mayor-
independen. Dua diantaranya, yaitu obesitas sentral dan aktifitas fisik yang rendah.
(Santoso, dkk, 2009)
a. Hiperkolesterolemia.
Hiperkolesteromia merupakan faktor risiko untuk PJK. Hubungan erat antara
hiperkolesterolemia dan atherosclerosis sudah diketahui dengan baik. Penelitian
terhadap binatang yang diberikan makan kolesterol menunjukkan bahwa
vasodilatasi endothelium-dependent berkurang baik pada pembuluh darah
sedang maupun pembuluh darah resisten setelah histology yang terjadi terbukti
sebagai lesi atherosclerosis. Mirip dengan relaksasi vascular endhotelial-
dependent yang akan menurun pada pasien hiperkolesterolemia, baik ada
maupun tidak adanya factor risiko koroner yang lain. Disfungsi endotel
(menurunnya efek vascular NO) akan mempercepat onset atherosclerosis
koroner yang terjadi lebih dini sebagai factor predisposisi terjadinya vasospasme
pada arteri koroner. (Sargowo, 2003)
a) Kolesterol Total
Kadar kolesterol total yang sebaiknya adalah ( 200 mg/dl) bila > 200 mg/dl
berarti resiko untuk terjadinya PJK meningkat.
1) Normal <200 mg /dl
2) Agak tinggi 2-239 mg / dl
3) Tinggi >240 mg / dl
b) LDL Kolesterol.
LDL (Low Density Lipoprotein) kontrol merupakan jenis kolesterol yang
bersifat buruk atau merugikan (bad cholesterol): karena kadar LDL yang
meninggi akan menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah. Kadar
LDL kolesterol lebih tepat sebagai penunjuk untuk mengetahui resiko PJK
dari pada kolesterol total.
1) Normal < 130 mg /dl
2) Agak tinggi 130 - 159 mg / dl
3) Tinggi > 160 mg / dl
c) HDL Koleserol : HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol merupakan
jenis kolesterol yang bersifat baik atau menguntungkan (good cholesterol) :
karena mengangkut kolesterol dari pembuluh darah kembali ke hati untuk
di buang sehingga mencegah penebalan dinding pembuluh darah atau
mencegah terjadinya proses arterosklerosis.
1) Normal < 45 mg /dl
2) Agak tinggi 35 - 45 mg / dl
3) Tinggi > 35 mg / dl
Jadi makin rendah kadar HDL kolesterol, makin besar kemungkinan
terjadinya PJK. Kadar HDL kolesterol dapat dinaikkan dengan mengurangi
berat badan, menambah exercise dan berhenti merokok.
d) Rasio Kolesterol Total : HDL Kolesterol Rasio kolesterol total:
HDL kolesterol sebaiknya (4.5 pada laki-laki dan 4.0 pada perempuan).
makin tinggi rasio kolesterol total : HDL kolesterol makin meningkat resiko
PJK.
e) Kadar Trigliserida. Trigliserid didalam yang terdiri dari 3 jenis lemak yaitu
Lemak jenuh, Lemak tidak tunggal dan Lemak jenuh ganda. Kadar
triglisarid yang tinggi merupakan faktor resiko untuk terjadinya PJK.
1) Normal < 150 mg/dl
2) Agak tinggi (sedang) 150-250 mg/dl
3) Tinggi 250 500 mg/dl
4) Sangat sedang >500 mg/dl
Kadar trigliserid perlu diperiksa pada keadaan sbb : Bila kadar kolesterol
total > 200 mg/dl, PJK, ada keluarga yang menderita PJK < 55 tahun, ada
riwayat keluarga dengan kadar trigliserid yang tinggi, ada penyakit DM &
pankreas. (Djohan, 2004)
b. Merokok
Di Amerika Serikat,merokok berhubungan erat bagi sekitar 325.000 kematian
premature atau dini setiap tahunnya. Setiap jumlah kematian tersebut terdapat
kematian akibat pjk dan lebih dari satu kematian pjk itu karena merokok,
merokok sigaret tinggi nikotin menyebabkan peningkatan frekuensi denyut
jantung istirahat serta meningkatkan tekanan darah sistolik dan diastolic
sehingga meningkatkan kebutuhan kebutuhan oksigen myokardium.
Penelitian Framingham mendapatkan kematian mendadak akibat pjk pada laki-
laki perokok 10 kali lebih besar dari pada bukan perokok pada perempuan
perokok 4,5 kali lebih besar dari pada bukan perokok. Apabila berhenti merokok
penurunan risiko pjk akan berkurang 50% pada akhir tahun pertama setelah
berhenti merokok dan kembali seperti yang tidak merokok setelah berhenti
merokok 10 tahun.(Yanti, 2009)
c. Obesitas
Terdapat saling keterkaitan antara obesitas dengan risiko peningkatan PJK,
Hipertensi, angina, stroke, diabetes dan merupakan beban penting pada
kesehatan jantung dan pembuluh darah. Data dari Framingham menunjukkan
bahwa apabila setiap individu mempunyai berat badan optimal, akan terjadi
penurunan insiden PJK sebanyak 25 % dan stroke/cerebro vascular accident
(CVA) sebanyak 3,5 %. Penurunan berat badan diharapkan dapat menurunkan
tekanan darah, memperbaiki sensitivitas insulin, pembakaran glukosa dan
menurunkan dislipidemia. Hal tersebut ditempuh dengan cara mengurangi
asupan kalori dan menambah aktifitas fisik. Disamping pemberian daftar
komposisi makanan , pasien juga diharapkan untuk berkonsultasi dengan pakar
gizi secara teratur.
d. Hipertensi Sistemik
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kalalembang dan Alfrienti dengan
judulFaktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Penyakit Jantung
Koroner di RSUKanujoso Djatiwibowo Balikpapan menyimpulkan bahwa 4
(empat) faktor risiko yangmempunyai pengaruh bermakna (p < 0,05) adalah
tekanan darah (Hipertensi), umur,riwayat PJK pada orang tua dan olah raga.
e. Umur
Telah dibuktikan adanya hubungan antara umur dan kematian akibat PJK.
Sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun dan
meningkat dengan bertambahnya umur. Kadar kolesterol pada laki-laki dan
perempuan mulai meningkat umur 20 tahun. Pada laki-laki kolesterol meningkat
sampai umur 50 tahun. Pada perempuan sebelum menopause ( 45-0 tahun ) lebih
rendah dari pada laki-laki dengan umur yang sama. Setelah menopause kadar
kolesterol perempuan meningkat menjadi lebih tinggi dari pada laki-laki.
f. Jenis kelamin.
Di Amerika Serikat gejala PJK sebelum umur 60 tahun didapatkan pada 1 dari 5
laki-laki dan 1 dari 17 perempuan . Ini berarti bahwa laki-laki mempunyai resiko
PJK 2-3 X lebih besar dari perempuan.
g. Geografis
Resiko PJK pada orang Jepang masih tetap merupakan salah satu yang paling
rendah di dunia. Akan tetapi ternyata resiko PJK yang meningkat padta orang
jepang yang melakukan imigrasi ke Hawai dan Califfornia . Hal ini menunjukkan
faktor lingkungan lebih besar pengaruhnya dari pada genetik.
h. Ras
Perbedaan resiko PJK antara ras didapatkan sangat menyolok, walaupun
bercampur baur dengan faktor geografis, sosial dan ekonomi . Di Amerika serikat
perbedaan ras perbedaan antara ras caucasia dengan non caucasia ( tidak
termasuk Negro) didapatkan resiko PJK pada non caucasia kira-kira separuhnya.
i. Diet.
Didapatkan hubungan antara kolesterol darah dengan jumlah lemak di dalam
susunan makanan sehari-hari ( diet ). Makanan orang Amerika ratarata
mengandung lemak dan kolesterol yang tinggi sehingga kadar kolesterol
cendrung tinggi. Sedangkan orang Jepang umumnya berupa nasi dan sayur-
sayuran dan ikan sehingga orang jepang rata-rata kadar kolesterol rendah dan
didapatkan resiko PJK yang lebih rendah dari pada Amerika. Beberapa
peetunjuk diet untuk menurunkan kolesterol :
1) Makanan harus mengandung rendah lemak terutama kadar lemak jenuh
tinggi.
2) Mengganti susunan makanan dengan yang mengandung lemak tak jenuh.
3) Makanan harus mengandung rendah kolesterol.
4) Memilih makanan yang tinggi karbohidrat atau banyak tepung dan berserat
5) Makanan mengandung sedikit kalori bila berat badan akan diturunkan padta
obesitas dan memperbanyak exercise.
j. Diabetes
Intoleransi terhadap glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai predisposisi
penyakit pembuluh darah. Penelitian menunjukkan laki-laki yang menderita DM
resiko PJK 50 % lebih tinggi daripada orang normal, sedangkan pada
perempuaan resikonya menjadi 2x lipat.
k. Exercise
Exercise dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan memperbaiki kolaterol
koroner sehingga resiko PJK dapat dikurangi. Exercise bermanfaat karena :
1) Memperbaiki fungsi paru dan pemberian oksigen ke miokard
2) Menurunkan BB sehingga lemak tubuh yang berlebihan berkurang
bersama-sama dengan menurunkan LDL kolesterol.
3) Membantu menurunkan tekanan darah
4) Meningkatkan kesegaran jasmani.
l. Perilaku dan Kebiasaan lainnya
Dua macam perilaku seseorang telah dijelaskan sejak tahun 1950 yaitu : Tipe A
dan Tipe B. Tipe A umumnya berupaya kuat untuk berhasil, gemar berkompetisi,
agresif, ambisi, ingin cepat dapat menyelesaikan pekerjaan dan tidak
sabar.Sedangkan tipe B lebih santai dan tidak terikat waktu . Resiko PJK pada
tipe A lebih besar daripada tipe B.
m. Perubahan Keadaan Sosial Dan stress
Perubahan angka kematian yang menyolok terjadi di Inggris dan Wallas. Korban
serangan jantung terutama terjadi pada pusat kesibukan yang banyak mendapat
stress. (Djohan, 2004)
Penelitian Supargo dkk ( 1981-1985 ) di FKUI menunjukkan orang yang stress
1 1/2 X lebih besar mendapatkan resiko PJK stress disamping dapat menaikkan
tekanan darah juga dapat meningkatkan kadar kolesterol darah.
2.4.Mampu memahami dan menjelaskan etiologi sindrom koroner akut
Umumnya karena aterosklerosis:
a. Kurangnya aliran darah menuju arteri koroner
1) Proses aterosklerosis
2) Insufisiensi & stenosis aorta
3) Pemendekan fase diastolik (takikardi, emosi, aktivitas fisik yang berat)
4) Hipertrofi ventrikel
b. Berkurangnya suplai oksigen miokardium
1) Anemia
2) Viskositas darah >> (polisitemia vera: perfusi <<)
3) Daerah dengan tekanan udara rendah (dataran tinggi: < O2)
c. Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium
1) Peningkatan tekanan miokardium (krisis hipertensi, stenosis aorta)
2.5.Mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi sindrom koroner akut
Kepentingan teori patogenesis respons-terhadap-cedera adalah cedera endotel kronis
yang menyebabkan respons inflamasi kronis dinding arteri dan timbulnya
aterosklerosis. Berbagai kadar stress yang berkaitan dengan turbulensi sirkulasi
normal dan menguatnya hipertensi diyakini menyebabkan daerah fokal disfungsi
endotel.
Hal penting mengenai endotel adalah :
1) Mengadung reseptor untuk LDL-C dan bekerja sebagai sawar dengan
permeabilitas yang sangat selektif
2) Memberikan permukaan nontrombogenik oleh lapisan heparin dan oleh sekresi
PGI2 (vasodilator kuat dan inhibitor agregasi trombosit), dan oleh sekresi
plasminogen
3) Mensekresi oksida nitrat (vasodilator kuat)
4) Berinteraksi dengan trombosit, monosit, makrofag, limfosit T, dan sel-sel otot
polos melalui berbagai sitokin dan factor pertumbuhan.

Pada aterosklerosis, terjadi gangguan integritas lapisan media dan intima, sehingga
menyebabkan terbentuknya ateroma. Hipotesis respon terhadap cedera
memperkirakan bahwa langkah awal dalam aterogenesis adalah cedera yang
kemudian menyebabkan disfungsi endotel arteri dengan meningkatnya permeabilitas
terhadap monosit dan lipid darah.

Hiperkolesterolemia sendiri diyakini mengganggu fungsi endotel dengan


meningkatkan produksi radikal bebas oksigen. Apabila terjadi hiperlipidemia kronis,
lipoprotein tertimbun dalam lapisan intima di tempat meningkatnya permeabilitas
endotel. Pemajanan terhadap radikal bebas dalam sel endotel dinding arteri
menyebabkan terjadinya oksidasi LDL-C, yang berperan dan mempercepat
timbulnya plak ateromatosa. Hiperkolesterolemia memicu adhesi monosit, migrasi
sel otot polos subendotel, dan penimbunan lipid dalam makrofag dan sel-sel otot
polos. Apabila terpajan dengan LDL-C yang teroksidasi, makrofag menjadi sel busa,
yang beragregasi dalam lapisan intima, yang terlihat secara makroskopis sebagai
bercak lemak. Akhirnya, deposisi lipid dan jaringan ikat mengubah bercak lemak ini
menjadi ateroma lemak fibrosa matur. Rupture menyebabkan inti bagian dalam plak
terpajan dengan LDL-C yang teroksidasi dan meningkatnya perlekatan elemen sel,
termasuk trombosit. Akhirnya, deposisi lemak dan jaringan ikat mengubah plak
fibrosa menjadi ateroma, yang dapat mengalami perdarahan, ulserasi, kalsifikasi,
atau thrombosis, dan menyebabkan infark miokardium.
Proses selular yang terjadi dalam hipotesis cedera aterosklerosis
Meskipun penyempitan lumen berlangsung progresif dan kemampuan vaskular
untuk memberikan respon juga berkurang, manifestasi klinis penyakit belum
nampak sampai proses aterogenik sudah mencapai tingkat lanjut. Fase preklinis ini
dapat berlangsung 20-40 tahun. Lesi yang bermakna secara klinis, yang dapat
mengakibatkan iskemia dan disfungsi miokardium biasanya menyumbat lebih dari
75% lumen pembuluh darahBanyak penelitian yang logis dan konklusif baru-baru
ini menunjukkan bahwa kerusakan radikal bebas terhadap dinding arteri memulai
suatu urutan perbaikan alami yang mengakibatkan penebalan tersebut dan
pengendapan zat kapur deposit dan kolesterol. Sel endotel pembuluh darah mampu
melepaskan endothelial derived relaxing factor (EDRF) yang menyebabkan
relaksasi pembuluh darah, dan endothelial derived constricting factor (EDCF) yang
menyebabkan kontraksi pembuluh darah. Pada keadaan normal, pelepasan ADRF
terutama diatur oleh asetilkolin melalui perangsangan reseptor muskarinik yang
mungkin terletak di sel endotel. Berbagai substansi lain seperti trombin, adenosine
difosfat (ADP), adrenalin, serotonin, vasopressin, histamine dan noradrenalin juga
mampu merangsang pelepasan EDRF, selain memiliki efek tersendiri terhadap
pembuluh darah. Pada keadaan patologis seperti adanya lesi aterosklerotik, maka
serotonin, ADP dan asetil kolin justru merangsang pelepasan EDCF. Hipoksia akibat
aterosklerotik pembuluh darah juga merangsang pelepasan EDCF. Langkah akhir
proses patologis yang menimbulkan gangguan klinis dapat terjadi dengan cara
berikut:
1) Penyempitan lumen progresif akibat pembesaran plaque
2) Perdarahan pada plak ateroma
3) pembentukan thrombus yang diawali agregasi trombosit
4) Embolisasi thrombus atau fragmen plak
5) Spasme arteria koronaria (Rachmad Suhanda. 2008)

A. Patofisiologi Iskemia

Kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh pembuluh darah
yang mengalami gangguan menyebabkan terjadinya iskemia miokardium lokal.
Iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan perubahan reversible pada
tingkat sel dan jaringan, dan menekan fungsi miokardium.

Berkurangnya kadar oksigen mendorong miokardium untuk mengubah


metabolism aerob menjadi metabolism anaerob. Pembentukan fosfat berenergi
tinggi menurun cukup besar. Hasil akhirnya metabolism anaerob (asam laktat)
akan tertimbun sehingga menurunkan pH sel.

Gabungan efek hipoksia, berkurangnya energy yang tersedia, serta asidosis


dengan cepat mengganggu fungsi ventrikel kiri. Kekuaran kontraksi daerah
miokardium yang terserang berkurang.

Berkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerakan jantung menyebabkan


perubahan hemodinamika. Perubahan hemodinamika bervariasi sesuai ukuran
segmen yang mengalami iskemia, dan derajat respons reflex kompensasi system
saraf otonom. Menurunnya fungsi ventrikel kiri dan dapat mengurangi curah
jantung dengan berkurangnya volume sekuncup. Berkurangnya pengosongan
ventrikel saat sistol akan memperbesar volume ventrikel. Akibatnya, tekanan
jantung kiri akan meningkat; tekanan akhir diastolic ventrikel kiri dan tekanan
baji dalam kapiler paru-paru akan meningkat.

Pada iskemia, manifestasi hemodinamik yang sering terjadi adalah peningkatan


ringan tekanan darah dan denyut jantung sebelum timbul nyeri. Terlihat jelas
bahwa pola ini merupakan respons kompensasi simpatis terhadap berkurangnya
fungsi miokardium. Dengan timbulnya nyeri, sering terjadi perangsangan lebih
lanjut oleh katekolamin. Penurunan tekanan darah merupakan tanda bahwa
miokardium yang terserang iskemia cukup luas atau merupakan suatu respons
vagus.

Iskemia miokard menyebabkan sel miokard mengubah metabolisme aerobik


menjadi metabolisme anaerobik, dengan penurunan progresif fungsi
metabolisme, mekanik, dan listrik.

B. Patofisiologi Angina Pektoris

Angina pektoris adalah manifestasi klinis yang paling umum iskemia miokard.
Hal ini disebabkan oleh stimulasi kimia dan mekanik ujung saraf sensorik aferen
pada pembuluh koroner dan miokardium. Reseptor nyeri ini termasuk ke jalur
saraf afferent, yang membawa banyak saraf dari C7 hingga T4. Nyeri yang
menyebar pada angina pectoris diperkirakan timbul karena jalur saraf afferent ini
juga membawa saraf nyeri dari region lain (lengan, leher, dan pundak).

Penelitian menunjukkan bahwa adenosin merupakan mediator kimia utama dari


nyeri angina. Selama iskemia, ATP berdegradasi menjadi adenosin, dimana,
setelah difusi ke ekstraseluler, menyebabkan pelebaran arteriol dan nyeri angina.
Adenosin menyebabkan angina dengan cara menstimulasi resepotor nyeri A1 di
ujung saraf afferent jantung.

Nyeri angina dapat menyebar ke lengan kiri, ke punggung, ke rahang atau ke


daerah abdomen. Penyebab angina pektoris adalah suplai oksigen yang tidak
adekuat ke sel-sel miokardium dibandingkan kebutuhan. Jika beban kerja suatu
jaringan meningkat maka kebutuhan oksigen juga meningkat; pada jantung yang
sehat, arteria koroner berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak darah dan
oksigen ke otot jantung; namun jika arteria koroner mengalami kekakuan atau
menyempit akibat arterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon
peningkatan ebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemi miokardium; sel-sel
miokardium mulai menggunakan glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan
energi mereka. Cara ini tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam laktat.
Asam laktat menurunkan pH miokardium dan menimbulkan nyeri yang
berkaitan dengan angina pektoris. Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung
berkurang, maka suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali ke
proses fosforilasi oksidatif untuk membentuk energi. Proses ini tidak
menghasilkan asam laktat. Dengan hilangnya penimbunan asam laktat, maka
nyeri angina pektoris mereda. Dengan demikian, angina pektoris merupakan
suatu keadaan yang berlangsung singkat.

Terdapat tiga jenis angina, yaitu :


1. Angina stabil
Disebut juga angina klasik, terjadi jika arteri koroner yang arterosklerotik
tidak dapat berdilatasi untuk meningkatkan alirannya sewaktu kebutuhan
oksigen meningkat. Peningkatan kerja jantung dapat menyertai aktivitas
misalnya berolah raga atau naik tangga.
2. Angina prinzmetal
Terjadi tanpa peningkatan jelas beban kerja jantung dan pada kenyataannya
sering timbul pada waktu beristirahat atau tidur. Pada angina prinzmetal
terjadi spasme arteri koroner yang menimbulkan iskemi jantung di bagian
hilir. Kadang-kadang tempat spasme berkaitan dengan arterosklerosis.
3. Angina tak stabil
Adalah kombinasi angina stabil dengan angina prinzmetal; dijumpai pada
individu dengan perburukan penyakit arteri koroner. Angina ini biasanya
menyertai peningkatan beban kerja jantung; hal ini tampaknya terjadi akibat
arterosklerosis koroner, yang ditandai oleh trombus yang tumbuh dan mudah
mengalami spasme.

Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan kerusakan
ireversibel serta nekrosis atau kematian otot. Bagian miokardium yang
mengalami infark atau nekrosis akan berhenti berkontraksi secara permanen.

C. Patofisiologi Infark Miokardium

Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri . Infark transmural


mengenai seluruh tebal dinding, sedangkan infark subendokardial terbatas pada
separuh bagian dalam miokardium.

Jelas bahwa letak infark berkaitan dengan penyakit pada daerah tertentu dalam
sirkulasi koroner, misalnya, infark dinding anterior yang disebabkan oleh lesi
pada ramus desendens anterior arteria koronaria sinistra.

Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan selama


berlangsungnya proses penyembuhan. Mula-mula otot yang mengalami infark
tampak memar dan sianotik akibat berkurangnya aliran darah regional. Dalam
jangka waktu 24 jam timbul edema pada sel-sel, respons peradangan disertai
infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung dilepaskan dari sel-sel ini. Menjelang
hari kedua atau ketiga mulai terjadi proses degradasi jaringan dan pembuangan
semua serabut nekrotik. Selama fase ini, dinding nekrotik realtif tipis. Sekitar
minggu ketiga mulai terbentuk jaringan parut. Lambat laun jaringan ikat fibrosa
menggantikan otot yang nekrosis dan mengalami penebalan yang progresif. Pada
minggu keenam, jaringan parut sudah terbentuk dengan jelas. Secara fungsional
Infark miokardium akan menyebabkan perubahan-perubahan seperti pada
iskemia:
1) Daya kontraksi menurun
2) Gerakan dinding abnormal
3) Perubahan daya kembang dinding ventrikel
4) Pengurangan volume sekuncup
5) Pengurangan fraksi ejeksi
6) Peningkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolic ventrikel
7) Peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri
.Mampu memahami dan menjelaskan manifestasi klinis sindrom koroner akut
Angina Pektoris
Diagnosis seringkali berdasarkan keluhan nyeri dada yang mempunyai ciri khas
sebagai berikut :
a. Letak
Sering pasien merasakan nyeri dada di daerah sternum atau di bawah sternum
(substernal), atau dada sebelah kiri dan kadang-kadang menjalar ke lengan kiri,
dapat menjalar ke punggung, rahang, leher, atau ke lengan kanan. Nyeri dada
juga dapat timbul di tempat lain seperti di daerah epigastrium, leher, rahang,
gigi, bahu.

Pola Khas Angina Pectoris

b. Kualitas
Pada angina, nyeri dada biasanya seperti tertekan benda berat, atau seperti di
peras atau terasa panas, kadang-kadang hanya mengeluh perasaan tidak enak
di dada karena pasien tidak dapat menjelaskan dengan baik, lebih-lebih jika
pendidikan pasien kurang.

c. Hubungan dengan aktivitas


Nyeri dada pada angina pektoris biasanya timbul pada saat melakukan
aktivitas, misalnya sedang berjalan cepat, tergesa-gesa, atau sedang berjalan
mendaki atau naik tangga. Pada kasus yang berat aktivitas ringan seperti mandi
atau menggosok gigi, makan terlalu kenyang, emosi, sudah dapat
menimbulkan nyeri dada. Nyeri dada tersebut segera hilang bila pasien
menghentikan aktivitasnya. Serangan angina dapat timbul pada waktu istirahat
atau pada waktu tidur malam.

d. Lamanya serangan
Lamanya nyeri dada biasanya berlangsung 1-5 menit, kadang-kadang perasaan
tidak enak di dada masih terasa setelah nyeri hilang. Bila nyeri dada
berlangsung lebih dari 20 menit, mungkin pasien mendapat serangan infark
miokard akut dan bukan angina pektoris biasa.

Pada angina pektoris dapat timbul keluhan lain seperti sesak napas, perasaan lelah,
kadang-kadang nyeri dada disertai keringat dingin.

2.8.Mampu memahami dan menjelaskan kriteria diagnosis sindrom koroner akut


a. Angina pektoris tidak stabil
Manifestasi khas angina, tanpa peningkatan enzim biomarka jantung, dengan atau
tanpa perubahan EKG yang menunjukkan iskemia.
b. Infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI)
Manifestasi khas angina, disertai peningkatan enzim penanda jantung, tanpa
adanya gambaran elevasi segmen ST pada EKG.

c. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI)


Manifestasi khas angina, disertai peningkatan enzim penanda jantung dengan
adanya gambaran elevasi segmen ST pada EKG.

2.9.Mampu memahami dan menjelaskan diagnosis dan diagnosis banding sindrom


koroner akut
Diagnosis
1) Anamnesis
Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada yang tipikal
(angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen). Keluhan angina tipikal berupa :
a. Rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher,
rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini dapat
berlangsung intermiten/beberapa menit atau persisten (>20 menit)
b. Diaphoresis
c. Mual/muntah
d. Nyeri abdominal
e. Sesak napas
f. Sinkop
Presentasi angina atipikal yang sering dijumpai antara lain :
a. Nyeri di daerah penjalaran angina tipikal
b. Rasa gangguan pencernaan (indigestion)
c. Sesak napas yang tidak dapat diterangkan
d. Rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan
Keluhan atipikal ini lebih sering dijumpai pada pasien usia muda (25-40 tahun)
atau usia lanjut (>75 tahun), wanita, penderita diabetes, gagal ginjal menahun,
atau demensia.
Diagnosis SKA menjadi lebih kuat jika keluhan tersebut ditemukan pada pasien
dengan karakteristik sebagai berikut :
a. Pria
b. Diketahui mempunyai penyakit aterosklerosis non koroner (penyakit arteri
perifer / karotis)
c. Diketahui mempunyai PJK atas dasar pernah mengalami infark miokard,
bedah pintas koroner, atau IKP
d. Mempunyai faktor risiko: umur, hipertensi, merokok, dislipidemia, diabetes
melitus, riwayat PJK dini dalam keluarga, yang diklasifikasi atas risiko
tinggi, risiko sedang, risiko rendah menurut NCEP (National Cholesterol
Education Program)
2) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor pencetus iskemia,
komplikasi iskemia, penyakit penyerta dan menyingkirkan diagnosis banding.
Regurgitasi katup mitral akut, suara jantung tiga (S3), ronkhi basah halus dan
hipotensi hendaknya selalu diperiksa untuk mengidentifikasi komplikasi
iskemia. Ditemukannya tanda-tanda regurgitasi katup mitral akut, hipotensi,
diaphoresis, ronkhi basah halus atau edema paru meningkatkan kecurigaan
terhadap SKA. Pericardial friction rub karena perikarditis, kekuatan nadi tidak
seimbang dan regurgitasi katup aorta akibat diseksi aorta, pneumotoraks, nyeri
pleuritik disertai suara napas yang tidak seimbang perlu dipertimbangkan dalam
memikirkan diagnosis banding SKA.
3) Pemeriksaan elektrokardiogram
Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang mengarah
kepada iskemia harus menjalani pemeriksaan EKG 12 sadapan sesegera
mungkin sesampainya di ruang gawat darurat. Sebagai tambahan, sadapan V3R
dan V4R, serta V7-V9 sebaiknya direkam pada semua pasien dengan perubahan
EKG yang mengarah kepada iskemia dinding inferior. Sementara itu, sadapan
V7-V9 juga harus direkam pada semua pasien angina yang mempunyai EKG
awal nondiagnostik. Sedapat mungkin, rekaman EKG dibuat dalam 10 menit
sejak kedatangan pasien di ruang gawat darurat. Pemeriksaan EKG sebaiknya
diulang setiap keluhan angina timbul kembali.
Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien dengan keluhan angina cukup
bervariasi, yaitu :
a. Normal
b. Nondiagnostik
c. LBBB (Left Bundle Branch Block) baru/ persangkaan baru
d. Elevasi segmen ST yang persisten (20 menit) maupun tidak persisten
e. Depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T
Penilaian ST elevasi dilakukan pada J point dan ditemukan pada 2 sadapan yang
bersebelahan. Nilai ambang elevasi segmen ST untuk diagnosis STEMI untuk
pria dan perempuan pada sebagian besar sadapan adalah 0,1 mV.
Pada sadapan V1-V3 nilai ambang untuk diagnostik beragam, bergantung pada
usia dan jenis kelamin. Nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V1-3 pada
pria usia 40 tahun adalah 0,2 mV, pada pria usia <40 tahun adalah 0,25 mV.
Sedangkan pada perempuan nilai ambang elevasi segmen ST di lead V1-3, tanpa
memandang usia, adalah 0,15 mV.
Bagi pria dan wanita, nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V3R dan V4R
adalah 0,05 mV, kecuali pria usia <30 tahun nilai ambang 0,1 mV dianggap
lebih tepat.
Nilai ambang di sadapan V7-V9 adalah 0,5 mV. Depresi segmen ST yang
resiprokal, sadapan yang berhadapan dengan permukaan tubuh segmen ST
elevasi, dapat dijumpai pada pasien STEMI kecuali jika STEMI terjadi di mid-
anterior (elevasi di V3-V6). Pasien SKA dengan elevasi segmen ST
dikelompokkan bersama dengan LBBB (komplet) baru/persangkaan baru
mengingat pasien tersebut adalah kandidat terapi reperfusi. Oleh karena itu
pasien dengan EKG yang diagnostik untuk STEMI dapat segera mendapat terapi
reperfusi sebelum hasil pemeriksaan marka jantung tersedia.
Persangkaan adanya infark miokard menjadi kuat jika gambaran EKG pasien

dengan LBBB baru/persangkaan baru juga disertai dengan elevasi segmen ST 1


mm pada sadapan dengan kompleks QRS positif dan depresi segmen ST 1 mm
di V1-V3. Perubahan segmen ST seperti ini disebut sebagai perubahan
konkordan yang mempunyai spesifisitas tinggi dan sensitivitas rendah untuk
diagnosis iskemik akut.
Perubahan segmen ST yang diskordan pada sadapan dengan kompleks QRS
negatif mempunyai sensitivitas dan spesifisitas sangat rendah. Adanya keluhan
angina akut dan pemeriksaan EKG tidak ditemukan elevasi segmen ST yang
persisten, diagnosisnya adalah infark miokard dengan non elevasi segmen ST
(NSTEMI) atau Angina Pektoris tidak stabil (APTS/ UAP). Depresi segmen ST
yang diagnostik untuk iskemia adalah sebesar 0,05 mV di sadapan V1-V3 dan
0,1 mV di sadapan lainnya. Bersamaan dengan depresi segmen ST, dapat
dijumpai juga elevasi segmen ST yang tidak persisten (<20menit), dan dapat
terdeteksi di >2 sadapan berdekatan. Inversi gelombang T yang simetris 0,2 mV
mempunyai spesifitas tinggi untuk untuk iskemia akut. Semua perubahan EKG
yang tidak sesuai dengan kriteria EKG yang diagnostik dikategorikan sebagai
perubahan EKG yang nondiagnostik.
4) Pemeriksaan marka jantung
Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T merupakan marka nekrosis
miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark miokard. Troponin I/T
sebagai marka nekrosis jantung mempunyai sensitivitas dan spesifisitas lebih
tinggi dari CK-MB. Peningkatan marka jantung hanya menunjukkan adanya
nekrosis miosit, namun tidak dapat dipakai untuk menentukan penyebab nekrosis
miosit tersebut (penyebab koroner/nonkoroner).
Troponin I/T juga dapat meningkat oleh sebab kelainan kardiak nonkoroner
seperti takiaritmia, trauma kardiak, gagal jantung, hipertrofi ventrikel kiri,
miokarditis/perikarditis. Keadaan nonkardiak yang dapat meningkatkan kadar
troponin I/T adalah sepsis, luka bakar, gagal napas, penyakit neurologik akut,
emboli paru, hipertensi pulmoner, kemoterapi, dan insufisiensi ginjal. Pada
dasarnya troponin T dan troponin I memberikan informasi yang seimbang
terhadap terjadinya nekrosis miosit, kecuali pada keadaan disfungsi ginjal. Pada
keadaan ini, troponin I mempunyai spesifisitas yang lebih tinggi dari troponin T.
Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau troponin I/T
menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6 jam setelah awitan SKA,
pemeriksaan hendaknya diulang 8-12 jam setelah awitan angina. Jika awitan
SKA tidak dapat ditentukan dengan jelas, maka pemeriksaan hendaknya diulang
6-12 jam setelah pemeriksaan pertama. Kadar CK-MB yang meningkat dapat
dijumpai pada seseorang dengan kerusakan otot skeletal (menyebabkan
spesifisitas lebih rendah) dengan waktu paruh yang singkat (48 jam). Mengingat
waktu paruh yang singkat, CK-MB lebih terpilih untuk mendiagnosis ekstensi
infark (infark berulang) maupun infark periprosedural Pemeriksaan marka
jantung sebaiknya dilakukan di laboratorium sentral. Pemeriksaan di ruang
darurat atau ruang rawat intensif jantung (point of care testing) pada umumnya
berupa tes kualitatif atau semikuantitatif, lebih cepat (15-20 menit) tetapi kurang
sensitif.Point of caretesting sebagai alat diagnostik rutin SKA hanya dianjurkan
jika waktu pemeriksaan di laboratorium sentral memerlukan waktu >1 jam. Jika
marka jantung secara point of care testing menunjukkan hasil negatif maka
pemeriksaan harus diulang di laboratorium sentral
Kemungkinan SKA adalah dengan gejala dan tanda :
a. Nyeri dada yang sesuai dengan kriteria angina ekuivalen atau tidak
seluruhnya tipikal pada saat evaluasi di ruang gawat-darurat.
b. EKG normal atau nondiagnostik
c. Marka jantung normal
Definitif SKA adalah dengan gejala dan tanda:
a. Angina tipikal
b. EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostik untuk STEMI, depresi ST
atau inversi T yang diagnostik sebagai keadaan iskemia miokard, atau
LBBB baru/persangkaan baru.
c. Peningkatan marka jantung
Kemungkinan SKA dengan gambaran EKG nondiagnostik dan marka jantung
normal perlu menjalani observasi di ruang gawat-darurat. Definitif SKA dan
angina tipikal dengan gambaran EKG yang nondiagnostik sebaiknya dirawat di
rumah sakit dalam ruang intensive cardiovascular care (ICVCU/ICCU).
5) Pemeriksaan laboratorium.
Data laboratorium, di samping marka jantung, yang harus dikumpulkan di ruang
gawat darurat adalah tes darah rutin, gula darah sewaktu, status elektrolit,
koagulasi darah, tes fungsi ginjal, dan panel lipid. Pemeriksaan laboratorium
tidak boleh menunda terapi SKA.
6) Pemeriksaan foto polos dada.
Mengingat bahwa pasien tidak diperkenankan meninggalkan ruang gawat
darurat untuk tujuan pemeriksaan, maka foto polos dada harus dilakukan di ruang
gawat darurat dengan alat portabel. Tujuan pemeriksaan adalah untuk membuat
diagnosis banding, identifikasi komplikasi dan penyakit penyerta.
Diagnosis Banding
a. Mengancam jiwa dan perlu penanganan segera: diseksi aorta, perforasi ulkus
peptikum atau saluran cerna, emboli paru, dan tension pneumothorax.
b. Non iskemik: miokarditis, perikarditis, kardiomyopati hipertropik, sindrom
Brugada, sindrom wolf-Parkinson-White.
c. Non kardiak : nyeri bilier, ulkus peptikum, ulkus duadenum, pleuritis, GERD,
nyeri otot dinding dada, serangan panik dan gangguan psikogenik.
Diagnosis banding nyeri pada STEMI antara lain pericarditis akut, emboli paru,
diseksi aorta akut, kostokondritis dan gangguan gastrointestinal. Nyeri dada tidak
selalu ditemukan pada STEMI. STEMI tanpa nyeri lebih sering dijumpai pada
diabetes mellitus usia lanjut.
2.10.Mampu memahami dan menjelaskan pemeriksaan EKG
Indikasi pemberian
Beberapa tujuan dari penggunaan EKG adalah :
1. Untuk mengetahui adanya kelainan-kelainan irama jantung/disritmia
2. Kelainan-kelainan otot jantung
3. Pengaruh/efek obat-obat jantung seperti digitalis (lanoxin) dan tricyclic
antidepressan
4. Ganguan -gangguan elektrolit, terutama kalsium dan kalium
5. Perikarditis
6. Memperkirakan adanya pembesaran jantung/hipertropi atrium dan ventrikel
7. Menilai fungsi pacu jantung.

Indikasi dari penggunaan EKG

Elektrokardiogram tidak menilai kontraktilitas jantung secara langsung. Namun,


EKG dapat memberikan indikasi menyeluruh atas naik-turunnya suatu
kontraktilitas. Analisis sejumlah gelombang dan vektor normal depolarisasi dan
repolarisasi menghasilkan informasi diagnostik yang penting.
a. Merupakan standar emas untuk diagnosis aritmia jantung
b. EKG memandu tingkatan terapi dan risiko untuk pasien yang dicurigai ada
infark otot jantung akut
c. EKG membantu menemukan gangguan elektrolit (mis. hiperkalemia dan
hipokalemia)
d. EKG memungkinkan penemuan abnormalitas konduksi (mis. blok cabang
berkas kanan dan kiri)
e. EKG digunakan sebagai alat tapis penyakit jantung iskemik selama uji stres
jantung
f. EKG kadang-kadang berguna untuk mendeteksi penyakit bukan jantung (mis.
emboli paru atau hipotermia)

Persiapan alat-alat EKG

1. Memeriksa kelengkapan alat EKG yang akan digunakan, sbb


a. Mesin EKG yang dilengkapi dengan 3 kabel, sebagai berikut :
a) Satu kabel untuk listrik (power)
b) Satu kabel untuk bumi (ground)
c) Satu kabel untuk pasien, yang terdiri dari 10 cabang dan diberi tanda dan
warna.
b. Plat elektrode yaitu
a) 4 buah elektrode extremitas dan manset
b) 6 Buah elektrode dada dengan balon penghisap.
c) Jelly elektrode / kapas alcohol
d) Kertas EKG (telah siap pada alat EKG)
e) Kertas tissue
2. Memeriksa Fungsi alat sehingga siap digunakan
3. Membawa alat kedekat pasien
Persiapan Pasien

1. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan kepada pasien/ keluarga


2. Menjelaskan Tujuan tindakan kepada pasien / keluarga
3. Meminta persetujuan pasien
4. Mengatur posisi tidur terlentang pada pasien

Prosedur pemeriksaan EKG


1. Perawatan mencuci tangan
2. Memasang arde
3. Menghidupkan monitor EKG
4. Membuka dan melonggarkan pakaian bagian atas pasien serta melepas jam
tangan,gelang,dan logam lain
5. Membersihkan kotoran dan lemak menggunakan kapas alcohol pada daerah
dada, kedua pergelangan tangan dan kedua tungkai di lokasi pemasangan manset
electrode
6. Mengoleskan jelly EKG pada permukaan electrode. Bila tidak ada jelly, gunakan
kapas basah
7. Menyambungkan kabel EKG pada kedua pergelangan tangan dan keuda tungkai
pasien, untuk merekam ekstremitas lead (lead I,II,III,aVR,aVF,aVL). Dengan
cara:
a. Warna merah pada tangan kanan
b. Warna kuning pada tangan kiri
c. Warna hitam pada kaki kanan
d. Warna hijau pada kaki kiri
8. Memasang electrode dada untuk rekaman precordial lead , sbb :
V1 : ICS 4 linea sternalis dextra
V2 : ICS 4 linea sternalis sinistra
V3 : antara V2 dan V4
V4 : ICS 5 linea midclavicularis sinistra
V5 : Linea axillaris anterior setinggi V4
V6 : Linea axillaris medialis setinggi V4
V7 : Sejajar V6 pada garis post aksilaris (jarang dipakai)
V8 : Sejajar V7 garis ventrikel ujung scapula (jarang dipakai)
V9 : Sejajar V8 pada kiri ventrikel (jarang dipakai)
9. Melakukan kalibrasi dengan speed 25 dan sensitivitas auto
10. Membuat rekaman EKG secara berurutan sesuai dengan pilihan lead yang
terdapat pada mesin EKG
11. Melakukan kalibrasi kembali setelah perekaman selesai
12. Memberi identitas pasien hasil rekaman : nama, umur, tanggal dan jam rekaman
serta nomor lead dan nama pembuatan rekaman EKG
Interpretasi Hasil Pemeriksaan EKG

a. Grafik EKG dibentuk oleh gelombang listrik yang mengalir melalui serabut
syaraf khusus yang ada pada jantung.
b. Listrik tersebut dibentuk oleh Nodus Sinuatria sebagai sumber primer dan nodus
atrio-ventrikular sebagai cadangan listrik sekunder. tetapi listrik jantung ini dapat
pula dibentuk oleh bagian lain dari jantung.
c. Gelombang P dibentuk oleh aliran listrik yang berasal dari nodus SA di atrium
sedangkan kompleks QRS terbentuk oleh aliran listrik di ventrikel. sedangkan
PR interval terbentuk ketika aliran listrik tersebut melewati bundle His.
gelombang T terbentuk ketika terjadi repolarisasi jantung.
d. Arah aliran listrik ini mengarah ke apex jantung dan sejajar sumbu jantung.
e. Setiap lead memandang aliran listrik jantung dari sudut pandang yang berbeda.
Maka untuk mengatahui letak kelainan, perlu diperhatikan lead mana yang
mengalami kelainan dan dari sudut pandang mana lead tersebut melihat jantung.
lead dada melihat jantung dari sudut pandang horizontal, hal ini bisa dilihat dari
tabel di bawah ini :
Sadapan dada Sudut pandang

V1, V2 Lateral kanan jantung

V3, V4 Septum

V5, V6 Lateral kiri jantung

Lead ekstremitas melihat jantung secara vertikal. Hal ini bisa dijelaskan sebagai
berikut:
Sebagai contoh: lead II melihat/mengintip jantung dari sudut pandang apex jantung.
a. Setiap aliran listrik tersebut menuju ke arah sudut pandang tempat melihat EKG,
maka pada lead tersebut harus positif. Sebagai contoh adalah lead II yang melihat
jantung dari sudut pandang di sekitar apex. Maka normalnya lead ini harus
positif.
b. Karena otot jantung kiri lebih besar dari otot jantung kanan, maka yang terekam
dominan pada EKG adalah bagian jantung kiri.
Contoh: Irama sinus,reguler, HR:93 x/menit, Axis ke kiri, Gelombang P normal,
PR interval < 0,2 detik, QRS kompleks < 0,12 s, ST-T change (-), R di V5/6 + S di
V1 < 35, R/S di V1 < 1.
Kesan: Normal EKG
1. Lihat apakah EKG tersebut berirama sinus atau tidak. Irama sinus memiliki ciri
sebagai berikut:
a. Berasal dari SA node.
b. Karena adanya gel P tapi belum tentu berasal dari SA node. Jadi anda harus
bandingkan di dalam satu lead harus mempunyai bentuk gel P yang sama.
c. Selalu ada satu gelombang P yang diikuti oleh satu komplek QRS dan satu
gelombang T.
2. Lihat irama yang terbentuk. Apakah reguler atau aritmia/disritmia. Caranya
adalah memper-hatikan gelombang R. Jarak antar gelombang R atau R-R harus
sama. Atau jarak gelombang P/P-P harus sama untuk sebuah EKG yang normal.
3. Lihat HR.
4. Lihat Axis.
5. Lihat gelombang P, adakah kelainan dari gelombang P. Lihat pula bentuknya
apakah P mitral atau P pulmonal.
6. Hitung PR interval. Normalnya PR interval bernilai kurang dari 0,2 second. Jika
PR interval memanjang curiga sebagai suatu block jantung.
7. Hitung dan lihat bentuk QRS kompleks. Adanya kelainan kompleks QRS
menunjukkan adanya kelainan pada ventrikel (bisa suatu block saraf jantung atau
kelainan lainnya) karena komplek ini dibentuk oleh aliran listrik jantung di
daerah ventrikel.
8. Lihat apakah ada perubahan pada segmen ST dan gelombang T.
9. Hitung jumlah kotak R di V5 atau V6 kemudian tambahkan dengan jumlah kotak
S yang ada di V1. Normalnya akan bernilai dibawah 35. Jika > 35 maka bisa
dianggap suatu LVH. Hati-hati, terkadang voltase tidak mencapai 10mV. Maka
harus dikonversi dulu ke 10 mV (contoh: pada EKG tertulis 5 mV maka, untuk
menjadi 10 mV, kotak tersebut harus dikalikan 2).
10. Hitung jumlah kotak gelombang R di V5 atau V6 kemudian dibagi dengan
jumlah kotak S di V5 atau V6 tersebut. (untuk yang ini tidak diperlukan
konversi). Normalnya kurang dari 1. Jika lebih, maka dicurigai suatu RVH.
Beberapa kejadian khusus yang perlu diketahui yaitu :
a. Gelombang P, normalnya:
a) Tinggi tidak lebih dari 3 kotak kecil
b) Lebar tidak lebih dari 3 kotak kecil
c) Positif kecuali di aVR
d) Gelombang simetris
Kelainan Gelombang P :
a) Pulmonal / Runcing: RAH (Right Atrium Hyperthropie)
b) Mitral / berlekuk lebar: LAH
b. PR interval normalnya 0,12-0,2 second. Jika memanjang berarti ada block
jantung karena interval ini terbentuk saat aliran listrik jantung melewati berkas
HIS.
c. Gelombang Q, normal:
a) Lebar kurang dari 0,04 second
b) Tinggi < 0,1 second
Patologis:
a) Panjang gelombang Q > 1/3 R
b) Ada QS pattern dengan gelombang R tidak ada.
Adanya gelombang Q patologis ini menunjukkan adanya Old Miocard infark
(OMI). Bila gelombang ini belum ada (tetapi sudah ada ST depresi) berarti
iskemik belum lama terjadi (< 12 jam), masih ada kemungkinan diselamtkan.
d. Kompleks QRS :
a) Lebar jika aliran listrik berasal dari ventrikel atau terjadi blok cabang
berkas
b) Normal R/S =1 di lead V3 dan V4
c) Rotasi menurut arah jarum jam menunjukkan penyakit paru kronik. Artinya
gelombang QRS menjadi berbalik. Yang tadinya harus positif di V5 + V6
dan negatif di V1 dan V2 maka sekarang terjadi sebaliknya.
e. Segmen ST, normalnya:
a) Isoelektrik
b) Di V1-V6 bisa naik 2 kotak kecil atau turun 0,05 kotak kecil.
Patologis:
a) Elevasi: AMI atau pericarditis
b) Depresi: Iskemia atau terjadi setelah pemakaian digoksin
f. Gelombang T
Normal sama dengan gelombang P. Dapat positif di lead I, II, V3-V6 dan negatif
di VR
Patologis :
a) Runcing: Hiperkalemia
b) Tinggi lebih dari 2/3 R dan datar: Hipokalemia
c) Inversi: bisa normal (di lead III, VR, V1, V2 dan V3 (pada orang kulit
hitam) atau iskemia, infark, RVH dan LVH, emboli paru, Sindrom WPW,
dan Block cabang berkas.
g. Blok jantung:
1. Derajat 1: satu gel P: satu Kompleks QRS interval PR > 0,2 Second.
2. Derajat 2:
a. Weckenbach: PR interval awalnya noramal dan makin lama makin
panjang lalu tidak ada gelombang P, kemudian siklus berlanjut lagi.
b. Mobitz 2: P timbul kadang-kadang
c. Derajat 3 (total): QRS lebar, Frekuensi QRS < 50 kali/menit. P dan
QRS tidak berhubungan.
d. RBBB: QRS > 0,12 second, pola RSR. R dominan di V1.
e. LBBB: QRS > 0,12 second, Pola M di lead V6
f. Bifascular: Hemiblok anterior kiri (Axis kiri dengan S dalam pada
sadapan II dan III) ditambah RBBB
Terkadang ketika merekam EKG terlihat gambaran gelombang P yang tidak
jelas. Untuk membedakan ini dengan Fibrilasi Atrium dapat dilihat iramanya.
Pada fibrilasi atrium irama sangat tidak teratur. Dan berbeda dengan Atrial
Flutter atau atrial takikardi, pada Atrial Fibrilasi dijumpai garis dasar yang rata
(Nopriansyah, 2012).
Beberapa gambaran di bawah ini sangat khas pada kelainan irama. Contohnya
adalah sebagai berikut:
a. Ventrikular takikardi
b. b. ventricular ekstrasistole

c. Atrial flutter

2.11.Mampu memahami dan menjelaskan terapi pendahuluan pada sindrom koroner akut
Terapi awal adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan diagnosis kerja
kemungkinan SKA atau SKA atas dasar keluhan angina khas iskemik di ruang gawat
darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan/atau marka jantung.Terapi awal
yang dimaksud adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin (disingkat MONA), yang
tidak harus diberikan semua atau bersamaan. Sehingga pasien di IGD akan diberikan
:
1) Tirah baring
2) Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2 arteri
<95% atau yang mengalami distress respirasi
3) Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam
pertama,tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri.
4) Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak diketahui
intoleransinya terhadap aspirin. Aspirin tidak bersalut lebih terpilih mengingat
absorpsi sublingual ( di bawah lidah ) yang lebih cepat.
5) Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)
a. Dosis awal ticagrlor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan dengan
dosis pemeliharaan 2x90 mg/hari kecuali pada pasien STEMI yang
direncanakan untuk reperfusi menggunakan agen fibrinolitik.
Atau
b. Dosis awal clopidogrel adalh 300mg dilanjutkan dengan dosis pemelihaaan
75 mg/hari (pada pasien yang direncanakan untuk terapi perfusi
menggunakan agen fibrinolitik, penghambat reseptor ADP yang dianjurkan
adalah clopidogrel)
6) Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada yang
masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat. Jika nyeri dada tidak hilang
dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap lima menit sampai maksimal
tiga kali. Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien yang tidak responsive
dengan terapi tiga dosis NTG sublingual. Dalam keadaan tidak tersedian NTG,
isosorbid dinitrat (ISDN) dapat dipakai sebgai pengganti.
7) Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi pasien
yang tidak responsive dengan terapi tiga dosis NTG sublingual.
2.12.Mampu memahami dan menjelaskan tatalaksana sindrom koroner akut

A. Tatalaksana Noninvasif adalah tindakan tatalaksana PJK tanpa pembedahan,


meliputi :
1. Non-farmakologis
a. Oksigenasi selama 6 jam pertama
b. Istirahat dalam 12 jam pertama
c. Diet lemak <30% kalori total dan kolesterol <300 mg/hari
d. Diet tinggi serat, K, Mg dan rendah Na
e. Mencegah faktor risiko yang dapat memperberat penyakit
f. Pemeriksaan jantung berkala : memantau risiko PJK dan
perkembangan terapi
2. Farmakologis
a. Antiangina diberikan untuk mengurangi nyeri dada dan mencegah
kejadian infark.
1. Nitrat Organik
Obat : Nitrogliserin (NTG), Isosorbid dinitrat
Dosis : NTG sublingual 0.15-0.6 mg 3 dosis dengan interval 5
menit.
Efek : Meningkatkan suplai oksigen lewat vasodilatasi pembuluh
darah koroner, menurunkan kebutuhan oksigen jantung melalui
venodilatasi perifer sehingga perload dan afterload menurun.
Dapat terjadi toleransi obat yang dapat mengurangi manfaat klinis,
namun dapat dihilangkan dengan menghentikan terapi selama 8-
12 jam atau mengubah interval atau dosis obat.
Kontraindikasi : pasien yg mendapat sildenafil
ES : Hipotensi ortostatik, sinkop, flushing dan sakit kepala
berdenyut (dilatasi arteri serebral), ketergantungan, bila dihentikan
mendadak : rebound angina.
2. Beta Blocker
Obat : Propranolol, metoprolol, atenolol
Dosis : metoprolol IV 5 mg 3 dosis interval 2-5 menit, lanjutkan
dengan metoprolol oral 50 mg/ 6 jam selama 48 jam dan lanjutkan
dengan 100 mg / 12 jam
Efek : Menurunkan kebutuhan oksigen melalui penurunan
frekuensi denyut jantung, tekanan darah dan kontraktilitas
miokard.
ES : Bronkospasme, bradikardi, blokade AV, penurunan HDL dan
kenaikan TG. Lelah, mimpi buruk, depresi dan impotensi. Henti
mendadak : rebound angina.
3. Antagonis Ca
Obat : Nifedipin, diltiazem, verapamil
Efek : mengurangi kebutuhan oksigen miokard melalui
vasodilatasi koroner dan perifer, penurunan kontraktilitas miokard
dan penurunan automatisasi dan kecepatan konduksi nodus SA
dan AV. Meningkatkan suplai oksigen miokard melalui dilatasi
koroner, menurunkan tekanan darah dan denyut jantung sehingga
perfusi subendokard membaik.
Kontraindikasi : aritmia keracunan digitalis, pasien dengan beta
blocker.
ES : nifedipin -refleks takikardia, batuk, edema paru, sakit kepala,
flushing. Verapamil konstipasi, hiperplasia gingiva, rash,
somnolen dan kenaikan enzim hati. Dosis tinggi nimodipin
kejang otot. Bepridil pemanjangan interval QTc.

b. Hipolipidemik diberikan pada pasien dengan LDL >130 mg/dL


1. Resin
Obat : Kolestiramin, kolesevelam, kolestipol
Dosis : kolestiramin dan kolestipol 12-16 g/hari, kolesevelam 625
mg/hari
Efek : Menurunkan kolesterol melalui pengikatan asam empedu
didalam saluran cerna, mengganggu sirkulasi enterohepatik
sehingga ekskresi steroid meningkat dalam tinja.
Kontraindikasi : pasien batu empedu dan hiperTGmia berat.
ES : rasa seperti pasir, mual, muntah, konstipasi, peningkatan
transaminase dan fosfatase alkali reversibel. Asidosis
hiperkloremik dosis besar. Meningkatkan produksi asam empedu
(pencetus batu empedu), dan TG plasma serta mengganggu
absorpsi vitamin A, D, K dan hipoprotrombinemia.
2. HMGCoA reduktase inhibitor
Obat : simvastatin, atorvastatin, lovastatin, pravastatin
Dosis : S 5-80 mg/hari , A 10-80 mg/hari , L 20-80 mg/hari, P 10-
80 mg/hari
Efek : menghambat enzim HMGCoA reduktase yang berefek pada
meningkatnya sintesis reseptor LDL pada membran sel hepatosit,
akibatnya terjadi penurunan TG, VLDL, IDL, LDL dan
peningkatan HDL dalam darah.
Kontraindikasi : ibu hamil dan menyusui, pasien gangguan fungsi
hati.
ES : peningkatan transaminase hati, miopati (<1%), rabdomiolisis,
GIT, sakit kepala, rash, neuropati perifer dan sindrom lupus.
3. Asam Fibrat
Obat : Gemfibrozil, fenofibrat, bezafibrat
Dosis : G 600 mg 2x/hari setengah jam sebelum sarapan dan
makan malam. F 200-400 mg/hari. B 200 mg/hari 1-3 kali.
Efek : meningkatkan oksidasi asam lemak, sintesis LPL dan
menurunkan ekspresi Apo C-III sehingga VLDL hati menurun,
klirens lipoprotein yang kaya TG meningkat dan HDL meningkat
secara moderat karena peningkatan ekspresi Apo A-I dan Apo-AII.
Indikasi : HiperTGmia berat (TG > 1000 mg/dL) dan hiperLPmia
tipe III
Kontraindikasi : wanita hamil menyusui, pasien gangguan hati dan
ginjal
ES : 10% -GIT (mual, mencret, perut kembung, dll) reversibel.
Ruam kulit, alopesia, impotensi, leukopenia, anemia, BB
bertambah, gangguan irama jantung. Myositis, peningkatan
transaminase dan CPK.
4. Asam Nikotinat
Obat : Niasin (Vitamin B3)
Dosis : lebih besar daripada dosis yang diperlukan untuk efeknya
sebagai vitamin, yaitu oral 2-6 g/hari dalam 100-200 mg/hari 3 kali
setelah makan.
Efek : Menurunkan TG 35-45% , LDL 20-30% , Lp(a) 40% dan
meningkatkan HDL 30-40%
Indikasi : Semua jenia hiperTGmia dan Hiperkolesterolemia
kecuali tipe I dan pasien hiperLPmia tipe IV yang tidak berhasil
dengan resin.
Kontraindikasi : wanita hamil karena obat ini bersifat teratogenik.
ES : Gatal, flushing dan rash -takifilaksis. Muntah, diare dan ulkus
lambung, peningkatan transaminase hati dan fosfatase alkali (dosis
> 3g). Hiperurisemia, hiperglikemia, jarang terjadi makulopati
toksik dan ambliopia toksik reversibel. Terapi jangka lama
menyebabkan acanthosis nigricans dan pandangan kabur.
5. Probukol
Dosis : 250-500 mg 2 kali sehari (biasanya dikombinasi dengan
resin atau statin)
Efek : Menurunkan LDL serum, namun lebih menurunkan HDL
sehingga kurang menguntungkan. Namun memiliki efek
antioksidan. Obat terakumulasi didalam jaringan lemak selama 6
bulan sejak terakhir minum obat.
Kontraindikasi : pasien infark miokard akut atau kelainan EKG.
ES : GIT, eosinofilia, parestesia, edema angioneurotik dan terjadi
pemanjangan interval QT.
6. Ezetimibe
Dosis : 5-10 mg/hari
Efek : menghambat absorbsi kolesterol dan sitosterol dalam usus
sehingga efektif menurunkan LDL dan kolesterol total.
ES : GIT, nyeri kepala dan abdomen, pancreatitis, kolesistitis,
miopati, atralgia, hepatitis, trombositopenia, peningkatan CK.
7. Neomisin Sulfat
Dosis : 2 g/hari
Efek : menurunkan kadar kolesterol dengan cara mirip resin yaitu
membentuk kompleks tidak larut dalam asam empedu.
Menurunkan LDL dan kolesterol total 10-30 % tanpa mengubah
kadar TG plasma.
Indikasi : pasien yang tidak tahan dengan hipolipidemik lain.
ES : GIT, ototoksik, nefrotoksik (gangguan fungsi ginjal) dan
gangguan absorpsi obat lain (digoksin)
c. Antiplatelet
1. Aspirin
Dosis : awal 160 mg , lanjutan 80-325 mg/hari
Efek : menghambat agregasi trombosit pada plak. Menurunkan
infark hingga 72% pada pasien angina tak stabil.
ES : risiko perdarahan bertambah berat.
2. Klopidogrel
Dosis : awal 300 mg/hari, lanjutan 75 mg/hari.
Efek : Menghambat agregasi platelet
Indikasi : Diberikan pada pasien tak tahan aspirin. Mengurangi
angina dan infark hingga 70%
3. GP IIb/IIIa Inhibitor
Obat : Absiksimab, eptifibatid, tirofiban
Efek : Menghalangi ikatan platelet dengan fibrinogen. Mengurangi
kematian dan infark hingga 70%.
Indikasi : obat pelapis pada terapi revaskularisasi Drug Eluting
Stent-DES.
d. Antitrombin
1. Heparin
Efek : menghambat trombin dan Fxa. Heparin dapat dinetralisir
PF4 yang merupakan produk trombosit. Kombinasi dengan aspirin
dapat mengurangi risiko PJK sebesar 30%. Monitoring terapi
dengan APTT tiap 6 jam pasca pemberian.
ES : trombositopenia yang diinduksi heparin
2. LMWH Low Molecule Weight Heparin
Obat : enoksaparin, dalteparin, fondaparinux
Efek : Menghambat F.Xa dan terbukti mengurangi infark sebanyak
20%. Tidak mudah dinetralisir PF4, bioavailabilitas besar dan
tidak memerlukan monitoring laboratorium untuk memantau
aktivitasnya.
ES : kurang menimbulkan trombositopenia
3. Penghambat Direct Thrombin
Obat : Hirudin dan Bivalirudin
Efek : Mencegah pembekuan darah secara langsung, tidak
dihambat oleh protein plasma dan PF4. Monitoring antikoagulan
dengan APTT (biasanya tidak diperlukan).
ES : risiko perdarahan bertambah

e. Fibrinolitik diberikan pada DES dan 1 jam pertama saat onset


infark.
1. tPA tissue Plasminogen Activator
menurunkan mortalitas sebanyak 15%, namun harganya lebih
mahal dari SK dan risiko perdarahan intrakranial tinggi.
2. Streptokinase - SK
Fibrinolitik nonspesifik fibrin, pasien yang telah mendapat
terapi SK tidak boleh diberikan SK lagi karena sudah
terbentuk antibodi sehingga nantinya akan mencetuskan
alergi.
B. Tatalaksana Invasif (tindakan pembedahan)
1. Coronary Artery Bypass Grafting CABG
Pencangkokan vena dari aorta ke arteri koroner, meloncati
bagian yang mengalami penyumbatan. Pembuluh darah
biasanya diambil dari mamaria interna atau ekstremitas.
Dalam 10 tahun pascabedah, 90% masih berfungsi baik dan
tidak mengalami penyumbatan ulang.

2. Percutaneus Cardiac Intervention - PCI :


Memasukkan sebuah kateter dengan balon kecil diujungnya dari
a.femoralis ke daerah sumbatan pada a.koroner melalui kawat
penuntun. Balon dikembangkan selama beberapa detik, lalu
dikempiskan kemudian diulangi beberapa kali. Balon yang
mengembang akan menekan plak, sehingga arteri meregang dan
lumen melebar 80-90%. Kelemahan : 30 - 40% mengalami
restenosis.

3. PCI dengan Stent


Stent adalah cincin kawat yang terbuat dari baja antikarat dengan
diameter mulai dari 2.25 - 4 mm dan panjang hingga 33 mm. Ketika
kateter dimasukan, balon dikembangkan dan stent ikut
mengembang. Setelah balon dikempiskan, stent tetap mengembang dan
menyangga lumen agar tetap terbuka lebar. Kelemahan : 15-25% restenosis

4. Drug Eluting Stent DES


Stent yang dilapisi oleh obat-obatan antiplatelet dan fibrinolitik. Hasil
menunjukkan hanya 0-6% pasien yang mengalami restenosis.

2.13.Mampu memahami dan menjelaskan pencegahan sindrom koroner


akut
Pemantauan dan memodifikasi faktor risiko tertentu adalah cara terbaik
untuk mencegah penyakit jantung koroner.
1) Jika mungkin, mengadopsi gaya hidup sehat sejak awal kehidupan
2) Riwayat keluarga : Jika seseorang dalam keluarga memiliki penyakit jantung
koroner, angina, atau serangan jantung pada usia 55 tahun, resiko terkena
penyakit jantung meningkat. Jika penyakit jantung ada dalam keluarga, dapat
direkomendasikan tes skrining dan tindakan pencegahan.
3) Ubah faktor-faktor risiko berikut:
a. Kadar lemak pada darah
Kolesterol tinggi total: ketahui kadar kolesterol total dan ambil tindakan
untuk mengontrolnya dengan diet dan olahraga jika kadarnya tinggi.
Berikut panduan dari National Cholesterol Education Program (NCEP),
kadar kolesterol total yang diukur dalam darah setelah 9-12 jam berpuasa
berdasarkan subtipe kolesterol penting:
a) LDL cholesterol
Kurang dari 100 - Optimal
100-129 - Near optimal/above optimal
130-159 - Borderline high
160-189 - High
190 atau lebih tinggi - Very high
b) Total cholesterol
Kurang dari 200 - Desirable
201-239 - Borderline high
240 atau lebih tinggi - High
c) HDL cholesterol (the good cholesterol)
Kurang dari 40 0 Low
60 atau lebih tinggi - High (desirable)

b. Diet
Diet, seimbang rendah lemak yang baik tidak hanya untuk orang dengan
kolesterol tinggi tetapi untuk semua orang.
a) American Heart Association merekomendasikan bahwa kalori dari
lemak maksimum kurang dari 30% dari total kalori dalam makanan
apapun.
b) Setiap hari, cobalah untuk makan 6-8 porsi roti, sereal, atau padi; 2-
4 porsi buah segar; 3-5 porsi sayuran segar atau beku, 2-3 porsi susu
tanpa lemak, yogurt, atau keju; dan 2-3 porsi daging, unggas, ikan,
atau kacang kering.
c) Gunakan minyak zaitun atau canola untuk memasak. Minyak ini
mengandung lemak tak jenuh tunggal yang dikenal untuk
menurunkan kolesterol.
d) Makan 2 porsi ikan setiap minggu. Makan ikan seperti salmon,
makarel, trout danau, herring, sardin, dan tuna albacore. Semua ikan
ini tinggi asam lemak omega-3 yang menurunkan kadar lemak
tertentu dalam darah dan membantu mencegah detak jantung tidak
teratur dan pembekuan darah yang menyebabkan serangan jantung.
e) Penelitian menunjukkan bahwa alkohol dapat membantu melindungi
terhadap penyakit jantung koroner, namun membatasi asupan Anda
untuk 1-2 minuman per hari. jumlah yang lebih tinggi dapat
meningkatkan tekanan darah, menyebabkan gangguan irama
jantung (aritmia), dan kerusakan otot jantung dan hati secara
langsung.
f) Menghindari makanan cepat saji mungkin tidak menyenangkan atau
nyaman, tapi mungkin memberikan manfaat yang signifikan dalam
jangka panjang.

c. Merokok
Berhenti merokok adalah perubahan terbaik yang dapat dibuat. Perokok
pasif (menghirup asap tembakau), cerutu merokok, atau mengunyah
tembakau sama-sama berbahaya bagi kesehatan.

d. Diabetes
Diabetes menyebabkan penyumbatan dan pengerasan (aterosklerosis)
pembuluh darah di mana-mana dalam tubuh, termasuk arteri
koroner. Mengontrol diabetes secara signifikan mengurangi risiko
koroner.

e. Tekanan darah tinggi


Diet yang tepat, asupan rendah garam, olahraga teratur, pengurangan
konsumsi alkohol, dan pengurangan berat badan adalah sangat penting.

f. Kegemukan
a) Kelebihan berat menempatkan tekanan ekstra pada jantung dan
pembuluh darah dengan tekanan darah meningkat, ditambah sering
dikaitkan dengan diabetes, kolesterol tinggi dan trigliserida, dan HDL
rendah.
b) Sebuah, diet rendah lemak serat-tinggi dan olahraga teratur dapat
membantu menurunkan berat badan dan mempertahankannya.
c) Carilah penyedia layanan kesehatan nasihat Anda sebelum
memulai penurunan berat badan program.
d) Jangan mengandalkan obat untuk menurunkan berat badan. obat-
obatan tertentu yang digunakan untuk berat badan

g. Ketidakaktifan Fisik
Latihan membantu menurunkan tekanan darah, meningkatkan tingkat
kolesterol baik (HDL), dan mengendalikan berat badan Anda.
a) Cobalah untuk menyelesaikan latihan ketahanan minimal 30 menit,
3-5 kali seminggu. Tapi jalan cepat saja akan meningkatkan
kelangsungan hidup kardiovaskular.
b) Latihan dapat mencakup berjalan, berenang, bersepeda, atau
aerobik.

h. Stres emosional
Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan stres emosional

2.14.Mampu memahami dan menjelaskan komplikasi


Komplikasi yang disebabkan oleh iskemia dapat menyebabkan Edema Paru-Paru.
Sedangkan komplikasi yang disebabkan oleh infark miokard dapat menyebabkan
ruptur di musculus papillaris, dinding ventrikel dan septum ventrikel.
2.15.Mampu memahami dan menjelaskan prognosis sindrom koroner akut
a. Klasifikasi Killip
Berdasarkan pemeriksaan fisis bedside sederhana; S3 gallop, kongesti paru dan
syok kardiogenik

Klas Definisi Mortalitas (%)

I Tak ada tanda gagal jantung kongestif 6

II + S3 dan atau ronki basah 17

III Edema paru 30-40

IV Syok kardiogenik 60-80

b. Klasifikasi Forrester
Berdasarkan monitoring hemodinamik indeks jantung dan Pulmonary Capillary
Wedge Pressure (PCWP)

Indeks Kardiak
Klas PCWP (mmHg) Mortalitas (%)
(L/menit/m2)

I >2,2 <18 3

II >2,2 >18 9

III <2,2 <18 23

IV <2,2 >18 51

c. TIMI risk score


Sistem prognostik paling akhir yang menggabungkan anamnesis sederhana dan
pemeriksaan fisis yang dinilai pada pasien STEMI yang mendapat terapi
trombolitik
Skor Risiko/
Faktor Risiko (Bobot)
Mortalitas 30 hari (%)

Usia 65-74 tahun (2 poin) 0 (0,8)

Usia > 75 tahun (3 poin) 1 (1,6)

Diabetes mellitus/hipertensi atau angina 2 (2,2)


(1 poin)

Tekanan darah sistolik < 100 mmHg (3 3 (4,4)


poin)
Frekuensi jantung > 100 mmHg (2 poin) 4 (7,3)

Klasifikasi Killip II-IV (2 poin) 5 (12,4)

Berat < 67 kg (1 poin) 6 (16,1)

Elevasi ST anterior atau LBBB (1 poin) 7 (23,4)

Waktu ke reperfusi > 4 jam (1 poin) 8 (26,8)

Skor risiko = total poin (0-14 poin) >8 (35,9)

Anda mungkin juga menyukai