Anda di halaman 1dari 10

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Buah-buahan merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang penting karena
mengandung vitamin dan mineral yang bermanfaat untuk kesehatan tubuh manusia.
Namun buah-buahan bersifat mudah rusak sehingga sering mengakibatkan kerugian
bagi petani atau pedagang buah-buahan. Untuk itu usaha diversifikasi produk olahan
buah-buahan perlu dikembangkan terus, terutama produk yang mempunyai daya
saing di luar negeri, dalam rangka meningkatkan pendapatan petani, perolehan
devisa, dan sebagainya.
Provinsi Kaliamantan Timur merupakan daerah penghasil buah-buahan yang
cukup potensial. Salah satu buah jenis buah yang hampir sepanjang tahun tersedia
dipasaran ialah buah salak. Buah salak umumnya setelah dipanen dapat dinikmati 6-8
hari dalam kondisi segar, dan seperti buah-buahan lainnya, buah salak mudah rusak
dan tidak tahan lama. Kerusakan ditandai dengan bau busuk dan daging buah menjadi
lembek serta berwarna kecoklat-coklatan. Setelah dipetik buah salak masih
meneruskan proses hidupnya berupa proses fisiologi (perubahan warna, pernafasan,
proses biokimia dan perombakan fungsional dengan adanya pembusukan oleh jasad
renik). Karena buah salak tidak dapat disimpan lama dalam keadaan segar, maka
diperlukan penanganan pascapanen. Pembuatan manisan salak merupakan salah satu
alternatif pengolahan yang dapat memberi solusi dari permasalahan tersebut diatas
karena tetap memberikan nilai ekonomi untuk salak. Kualitas manisan buah salak
berhubungan erat dengan bahan tambahan yang digunakan, cara pengolahan, dan
lama penyimpanan.
Sebagai salah satu usaha diversifikasi/penganekaragaman produk dari buah salak,
juga sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan
pendapatan dari masyarakat, maka dilakukan pengamatan terhadap UKM masyarakat
yang memproduksi manisan salak.

II. TINJAUAN PUSTAKA

1
A. Tanaman Salak
Tanaman salak merupakan salah satu tanaman buah yang disukai dan mempunyai
prospek baik untuk diusahakan. Daerah asalnya tidak jelas, tetapi diduga dari
Thailand, Malaysia dan Indonesia. Ada pula yang mengatakan bahwa tanaman salak
(Salacca edulis) berasal dari Pulau Jawa. Pada masa penjajahan biji-biji salak dibawa
oleh para saudagar hingga menyebar ke seluruh Indonesia, bahkan sampai ke Filipina,
Malaysia, Brunei dan Muangthai.
Salak termasuk famili: Palmae (palem-paleman), monokotil, daun-daunnya
panjang dengan urat utama kuat seperti pada kelapa yang disebut lidi. Seluruh bagian
daunnya berduri tajam, batangnya pendek, lama-kelamaan meninggi sampai 3 m atau
lebih, akhirnya roboh tidak mampu membawa beban mahkota daun terlalu berat
(tidak sebanding dengan batangnya yang kecil). Banyak varietas salak yang bisa
tumbuh di Indonesia, ada yang masih muda sudah terasa manis (Anonim, 2008)
B. Gula
Gula terlibat dalam pengawetan dan pembuatan aneka ragam produk-produk
makanan. Gula dapat ditambahkan ke dalam makanan dalam bentuk kering, atau
dalam bentuk sirup dengan derajat konsentrasi yang berbeda (Weiser et al, 1978).
Sukrosa merupakan senyawa kimia yang termasuk dalam golongan karbohidrat,
memiliki rasa manis, berwarna putih, bersifat anhydrous dan kelarutannya dalam air
mencapai 67,7% (w/w) pada suhu 20C. Sukrosa adalah disakarida yang apabila
dihidrolisis berubah menjadi dua molekul monosakarida yaitu glukosa dan fruktosa.
(Faridah dkk, 2008).
Menurut Buckle et al (1987), gula mampu memberi stabilitas mikroorganisme
pada suatu produk makanan jika diberikan dalam konsentrasi yang cukup (di atas
70% padatan terlarut biasanya dibutuhkan). Apabila gula ditambahkan ke dalam
bahan pangan dalam konsentrasi yang tinggi ( paling sedikit 40% padatan terlarut),
sebagian dari air yang ada menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme
dan aktivitas air (Aw) dari bahan pangan berkurang. Minimum Aw untuk larutan-
larutan jenuh seperti sukrosa ; batas kelarutan 67 % (b/b), minimum Aw 0,86, glukosa
batas kelarutan 47 %(b/b), minimum Aw 0,92, gula invert batas kelarutan 63 %(b/b),

2
minimum Aw 0,82. Walaupun demikian, pengaruh konsentrasi gula pada A w bukan
merupakan faktor satu-satunya yang mengendalikan pertumbuhan berbagai
mikroorganisme karena bahan-bahan dasar yang mengandung komponen yang
berbeda-beda tetapi dengan Aw yang sama dapat menunjukkan ketahanan yang
berbeda-beda terhadap kerusakan karena mikroorganisme. Selanjutnya dikatakan,
produk-produk pangan berkadar gula tinggi cenderung rusak oleh khamir dan kapang,
yaitu kelompok mikroorganisme yang relatif mudah dirusak oleh panas (seperti
dalam pasteurisasi) atau dihambat oleh hal-hal lain.
Menurut Faridah dkk (2008), sukrosa (gula pasir) memiliki peranan penting
dalam teknologi pangan karena fungsinya yang beraneka ragam, yaitu sebagai
pemanis, pembentuk tekstur, pengawet, pembentuk citarasa, sebagai substrat bagi
mikroba dalam proses fermentasi, bahan pengisi dan pelarut.
C. Pengawet
Bahan pengawet adalah bahan yang dapat mencegah terjadinya proses fermentasi,
pembusukan, pengasaman serta berbagai dekomposisi lainnya (Woodroof dan Luh,
1975).
Pada proses pengeringan sulfuring dilakukan untuk mempertahankan warna dan
citarasa, mempertahankan asam askorbat dan karoten, sebagai bahan pengawet kimia
untuk menghindarkan kerusakan oleh mikroorganisme dan untuk mempertahankan
stabilitas bahan selama penyimpanan.
Senyawa-senyawa kimia yang dapat digunakan pada proses sulfuring adalah
sulfur dioksida, senyawa-senyawa sulfit, bisulfit dan metabisulfit (Muchtadi, 1979).
Natrium metabisulfit merupakan bahan pengawet yang banyak digunakan untuk
pengawetan makanan dan minuman, terutama untuk produk buah-buahan yang
dikeringkan. Sulfit berfungsi mencegah pencoklatan dan mempunyai sifat antiseptik,
memutihkan atau mempertahankan warna, bersifat racun dalam kadar yang tinggi.
Batas maksimum sulfit dalam bahan makanan adalah 2000 ppm.

D. Manisan Buah

3
Manisan buah adalah buah yang diawetkan dengan gula. Tujuan pemberian
gula dengan kadar yang tinggi pada manisan buah, selain untuk memberikan rasa
manis, juga untuk mencegah tumbuhnya mikroorganisme (Anonim, 2007).
Manisan buah pada umumnya dibedakan atas manisan buah basah dan manisan
buah kering. Yang membedakan kedua macam manisan tersebut adalah cara
pembuatan, daya awet dan penampakannya (Anonim, 2008).
Menurut Hidayat (2009), meskipun jenis manisan buah yang umum
dipasarkan ada bermacam-macam bentuk dan rasanya, namun sebenarnya dapat
dikelompokkan menjadi 4 golongan yaitu:
1. Golongan pertama adalah manisan basah dengan larutan gula encer (buah
dilarutkan dalam larutan gula), misalnya: jambu, mangga, salak dan
kedondong.
2. Golongan kedua adalah manisan larutan gula kental menempel pada buah.
Manisan jenis ini adalah pala, lobi-lobi dan ceremai.
3. Golongan ketiga adalah manisan kering dengan gula utuh (sebagian gula tidak
larut dan menempel pada buah). Buah yang sering digunakan adalah buah
mangga, kedondong, sirsak dan pala.
4. Golongan keempat adalah manisan kering asin karena unsur dominan dalam
bahan adalah garam. Jenis buah yang dibuat adalah jaambu biji, buah,
mangga, belimbing dan buah pala.

Selanjutnya dikatakan, Proses perendaman dalam larutan gula ada 2 cara,


yaitu cara lambat dan cepat. Pada cara lambat, perlakuan perendaman dalam
larutan gula memerlukan waktu lama. Konsentrasi gula awalnya 30% dan buah
direndam selama 24 jam konsentrasi gula ditingkatkan menjadi 40% dan buah
direndam lagi selama 24 jam. Demikian seterusnya hingga konsentrasi gula
mencapai 70%. Pada konsentrasi gula tinggi buah direndam selama 3 minggu dan
kemudian buah di keringkan. Pada perendaman dalam larutan gula dengan cara
cepat, pelaksanaanya dapat disingkat menjadi beberapa jam saja dengan
mempertahankan larutan gula pada suhu 140-1500F (60-650C). Kenaikan
konsentrasi gula dilakukan setiap 3-4 jam sekali sampai mencapai konsentrasi

4
kira-kira 68%. Konsentrasi yang cukup tinggi (70%) sudah dapat menghambat
pertumbuhan mikroba, akan tetapi pada umumnya gula dipergunakan dengan
salah satu tekhnik pengawetan lainnya misalnya dikombinasikan dengan
keasaman yang rendah, pasteurisasi, penyimpanan pada suhu rendah,
pengeringan, pembekuan dan penambahan bahan kimia seperti SO 2 , asam
benzoat dan lain-lain. Bahan pangan yang mempunyai kadar gula yang tinggi
berarti mempunyai Aw rendah.

5
III. PROSES PEMBUATAN MANISAN SALAK

A. Bahan dan Alat

Bahan:
Buah salak 1 kg
Gula pasir 500 gr
Garam 3 sendok makan
Air 1 liter
1gram natrium bisulfit
1gram asam askorbat
Alat
Pisau
Baskom
Stoples
Talenan
Kompor gas
B. Prosedur Kerja
Cara Membuat manisan salak:
Lakukan pemilahan buah salak yang busuk dibuang
Terlebihnya salah dikupas luar dan kulit arinya, lalu dagingnya belah menjadi
dua bagian dan bijinya buang.
Daging salak bisa dipotong sesuai selera sahabat, sembari dicuci bersih.
Setelah itu salak rendam dalam larutan garam selama satu malam.
Lalu cuci salak hingga bersih dengan air hangat, lalu tiriskan.
Kemudian air dan gula pasir masak hingga mendidih atau sampai menjadi
sirup setelah itu angkat dan dinginkan.
Lalu buah salak masukkan kedalam sirup tadi lalu lalu rendam salak dalam
tooples selama satu minggu.

6
Jika kita ingin menjadikan manisan salak ini basah, bisa langsung saja
mengemas salaknya. Salak bisa direndam dalam air panas selama 7 menit dalm
larutan asam askorbat.
Namun jika sahabat ingin manisan salaknya yang kering, sahabat bisa
merendam salaknya dalam larutan bisulfit selama 15 menit, lalu buah salak taburi
dengan gula.

7
Pemilihan Buah salak

Pengupasan, pengeluaran biji

Pencucian dengan air hangat

Pemasakan air dan gula pasir hingga menjadi sirup

Perendaman Salak dalam sirup selama 1 minggu

Manisan Basah Manisan Kering

PengemasanPerendaman dalam air panas 7menit dengan larutan askorbat

merendam salaknya dalam larutan bisulfit selama 15 menit

Penaburan Gula

Gambar 1. Digram Alir Prosedur Pembuatan Manisan Buah Salak.

Melakukan pengolahan Salak ini tentu saja memiliki tujuan yaitu:

8
1. Menambah nilai jual
Dengan mengadakan pengolahan pada buah salak, kita akan mendapat harga
yang lebih tinggi, dari pda kita menjual salak pondoh dalam keadaan segar.
2. Usaha pengawetan
Salak pondoh yang diolah menjadi manisan, koktail ataupun kalengan, dapat
bertahan dalam waktu yang lebih lama dibandingkan salak pondoh dalam
keadaan segar yang hanya mampu bertahan sekitar 6 hari setelah pemetikan.
Namun, salak pondoh kalengan dapat bertahan lama sampai berbulan-bulan
karena sudah disterilisasi terlebih dahulu sebelum dipasarkan.
3. Menambah minat pada buah
Dengan pengolahan buah salak pondoh menjadi beraneka macam olahan,
minat masarakat untyuk membeli salak juga bertambah.
4. Menambah konsumsi buah
Dengan pembelian salak pondoh sebagai salah satu buah yang dibutuhkan
tubuh, tingkat konsumsi pada buah juga mengalami peningkatan

9
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Sulawesi Utara dalam Angka. BPS Propinsi Sulawesi Utara.
Buckle, K. A., R. A. Edwards., G. H. Fleet dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan.
Penerbit Uninersitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. (Penerjemah ; H.
Purnomo dan Adiono)

Hidayat, N. 2007. Manisan Buah. Publikasi Materi Kuliah.


http://ptp2007.wordpress.com/2007/12/09/manisan-buah/

Weiser, H. H., G.J. Mountney, and W. A. Gould. 1978. Food Microbiology and
Technology (Second Ed.). The AVI Publishing Company, Inc. Wesport,
Connecticut, USA.

10

Anda mungkin juga menyukai