Anda di halaman 1dari 76

5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Animasi


Kata animasi berasal dari bahasa Latin, anima yang berarti “hidup” atau
animare yang berarti “meniupkan hidup ke dalam”. Kemudian istilah tersebut
dialihbahasakan ke dalam bahasa Inggris menjadi Animate yang berarti memberi
hidup (to give life to), atau Animation yang berarti ilusi dari gerakan, atau hidup.
Lazimnya isitilah animation diartikan membuat film kartun (the making of
cartoons). Istilah animation tersebut dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia
menjadi Animasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:53) kata animasi
diartikan lebih teknis lagi yaitu acara televisi yang berbentuk rangkaian lukisan
atau gambar yang digerakkan secara mekanik elektronis sehingga tampak di layar
menjadi bergerak.
Ilusi dari gerakan tersebut dapat terjadi dengan cara menggerakkan
secara cepat dari serangkaian gambar yang mempunyai gerakan secara bertahap
dari masing-masing bagian objek gambar tersebut. Apabila rangkaian gambar
tersebut digerakkan secara cepat, maka mata akan menangkap gerakan dari objek,
dan bukan lagi gambar per frame-nya. Standar animasi seperti itu sering kali
disebut sebagai stop-frame cinematography.

2.2. Jenis-Jenis Animasi


Animasi sangat terkait dengan perkembangan teknologi dan industri
animasi di luar negeri. Di awal tahun 1920-an, popularitas kartun animasi
berangsur menurun dan para sineas mulai cenderung mencari alternatif lain
sebagai media hiburan. Masyarakat mulai jenuh dengan konsep animasi yang pada
saat itu tidak memikirkan story line dan pengembangan karakter tokoh.
Pada pertengahan tahun 1920-an perubahan besar dimulai setelah
beberapa perusahaan animasi mengembangkan konsep komersialisasi, studio-
studio besar mengambil alih studio lokal dan kemudian menentukan standar untuk
animasi. sampai saat ini animasi dibagi dalam kategori besar, yaitu:
6

2.2.1. Animasi Gambar Diam (Stop-Motion Animation)


Stop-motion animation sering pula disebut Claymation karena dalam
perkembangannya, jenis animasi ini sering menggunakan tanah liat (clay) sebagai
objek yang digerakkan. Teknik animasi stop-motion pertama kali ditemukan oleh
Stuart Blakton pada tahun 1906 dengan menggambar ekspresi wajah tokoh kartun
di papan tulis, diambil gambarnya dengan still camera, kemudian dihapus untuk
menggambarkan ekspresi wajah selanjutnya.
Teknik animasi stop-motion ini sering digunakan dalam efek visual untuk
film-film di era tahun 1950-1960-an bahkan sampai saat ini. Perkembangan
animasi stop-motion di Indonesia belum kelihatan karena sangat jarang animator
yang mau berkarya pada bidang ini. Salah satu penyebabnya adalah tingkat
kesulitan pengerjaan animasi dan kesabaran yang cukup tinggi, karena harus
memiliki ketrampilan menggambar langsung yang baik, yang tentu saja tidak
dipunyai oleh setiap orang.

2.2.2. Animasi Tradisional (Traditional Animation)


Animasi tradisional merupakan teknik animasi yang pertama kali
dikembangkan dan telah menjadi jenis animasi paling dikenal sampai saat ini.
Animasi tradisional juga sering disebut Animasi Sel (Cel Animation) karena
teknik pengerjaannya dilakukan pada celluloid transparant yang sekilas mirip
sekali dengan transparansi OHP yang sering digunakan untuk presentasi. Karena
bentuknya lembaran-lembaran gambar dua dimensi tersebut, teknik ini disebut
juga dengan istilah Animasi 2 Dimensi (2D), dan saat ini lebih popular daripada
istilah Animasi Sel itu sendiri.
Dengan berkembangnya teknologi komputer, teknik animasi tradisional
berubah menggunakan komputer. Beberapa aplikasi perangkat lunak (software)
diciptakan untuk mendukung produksi animasi 2D, seperti Adobe Image Ready,
Macromedia Flash, Animator Pro dan sebagainya. Meskipun begitu sistem
animasi sel tetap dipergunakan dalam aplikasi-aplikasi tersebut, terutama melalui
sistem lapisan transparan (layering) di Adobe Photoshop yang mendukung
animasi dengan Adobe Image Ready. Animator Pro pernah menjadi tren di tahun
7

1990-an, tetapi saat ini tergeser dengan perangkat lunak yang lain terutama
Macromedia Flash.
Dalam beberapa dekade terakhir, proses konversional sudah mulai
ditinggalkan oleh banyak studio. Proses digitalisasi gambar menjadi vektor, dalam
pembuatan bentuk objek, dan pewarnaan semua dikerjakan dengan mudah melalui
komputer. Secara ekonomi, teknik baru dalam pembuatan animasi ini menekan
biaya produksi jauh lebih murah. Selain itu lebih cepat dari pada proses
konvensional yang memakan banyak waktu pengerjaan. Efisiensi yang dapat
dicapai itu menjadikan banyak studio animasi beralih pada teknologi digital dalam
produksi animasi.

2.2.3. Animasi Komputer (Computer Animation)


Sesuai dengan namanya, animasi jenis ini secara keseluruhan dikerjakan
dengan bantuan komputer. Melalui menu gerakan kamera dalam program
komputer, dan keseluruhan objek bisa diperlihatkan secara tiga dimensi (3D
animation). Pembuatan animasi ini digunakan pada perangkat lunak (software)
yang bersifat komensial, dan banyak nama-namanya kita kenal seperti Alies
Power Animator, Soft-Image, Maya, 3D Max, Blender dan sebagainya. Secara
garis besar proses pembuatan animasi 3D meliputi empat tahapan, yaitu
pembuatan model (modelling), penganimasian (animating), pembuatan tekstur
(texturing), dan rendering.

2.3. Media Interaktif


Multimedia berasal dari kata multi yang berarti lebih dari satu dan media
yang berarti sarana komunikasi, sehingga multimedia diartikan sebagai sarana
komunikasi yang menggunakan banyak media mencakup suara, gambar, animasi,
video digital, dan teks. Sedang interaktif artinya komunikasi yang saling
mempengaruhi.
Definisi operasional media pembelajaran interaktif berbasis
multimedia adalah sarana komunikasi berupa software dengan
dukungan hardware, yang digunakan untuk menyajikan materi
8

instruksional secara interaktif antara media tersebut dengan siswa,


yang dibuat berdasar pada integrasi antara teks, suara, gambar,
animasi serta dijalankan dengan sistem operasi Microsoft Windows
pada Personal Computer.

2.4. Blender
Blender adalah produk profesional gratis dan perangkat lunak komputer
open-source 3D grafis yang digunakan untuk membuat film animasi, efek visual,
seni, 3D model, aplikasi 3D interaktif dan video game.
Animasi studio Belanda Neo Geo dan Not a Number Technologies (NaN)
mengembangkan Blender sebagai aplikasi in-house, dengan penulis utama adalah
Ton Roosendaal. Nama Blender terinspirasi oleh lagu oleh Yello, dari album Baby.
Ton Roosendaal mendirikan NaN pada Juni 1998 untuk lebih
mengembangkan dan mendistribusikan program. Mereka awalnya didistribusikan
program sebagai shareware sampai NaN bangkrut pada tahun 2002.
Pada tanggal 18 Juli 2002, dalam menanggapi kebangkrutan Roosendaal
memulai kampanye "Free Blender", sebagai crowdfunding prekursor awal.
Kampanye ini bertujuan untuk open-sourcing Blender untuk pembayaran satu kali
dari € 100.000 (US $ 100.670 pada saat itu) yang dikumpulkan dari masyarakat.
Pada tanggal 7 September 2002, diumumkan bahwa mereka telah mengumpulkan
cukup dana dan akan merilis kode sumber Blender. Hari ini, Blender adalah
perangkat lunak bebas, open-source dan terlepas dari Blender Institute's two half
time dan two full-time employees yang dikembangkan oleh masyarakat.
Yayasan Blender awalnya memiliki hak untuk menggunakan lisensi
ganda, sehingga, selain GPL, Blender akan tersedia juga di bawah Lisensi Blender
yang tidak memerlukan kode sumber tetapi pembayaran diperlukan untuk Blender
Foundation. Namun, mereka tidak pernah melaksanakan opsi ini dan
ditangguhkan tanpa batas waktu di tahun 2005. Saat ini, Blender adalah semata-
mata tersedia di bawah GNU GPL.

2.3.1. Fitur dan Menu Blender


9

Fitur Blender termasuk 3D modeling, UV unwrapping, texturing, raster


graphics editing, rigging and skinning, fluid and smoke simulation, particle
simulation, soft body simulation, sculpting, animating, match moving, camera
tracking, rendering, video editing and compositing. Bersamaan pemodelan fitur
juga memiliki mesin permainan yang terintegrasi.
Rilis resmi Blender untuk Microsoft Windows, Mac OS X, dan Linux,
serta port untuk FreeBSD, yang tersedia di kedua versi 32-bit dan 64-bit.
Meskipun sering didistribusikan tanpa ekstensif contoh adegan ditemukan di
beberapa program lain, perangkat lunak berisi fitur yang merupakan ciri khas dari
software 3D high-end. Di antara kemampuan adalah:
Dukungan untuk berbagai geometris primitif, termasuk jerat poligon,
pemodelan permukaan subdivisi cepat, kurva Bezier, NURBS permukaan,
metaballs, multi-res digital sculpting (termasuk topologi yang dinamis, peta kue,
remeshing, resymetrize, penipisan), huruf garis besar, dan sistem modeling n-gon
baru yang disebut B-mesh.
Internal mesin render dengan ray tracing scanline, pencahayaan tidak
langsung, dan oklusi ambien yang dapat mengekspor dalam berbagai format.
Sebuah pathtracer mesin render yang disebut Siklus, yang dapat mengambil
keuntungan dari GPU untuk rendering. Siklus mendukung Open Bahasa Shading
sejak Blender 2.65.
Integrasi dengan sejumlah eksternal membuat mesin melalui plugin. Alat
animasi keyframed termasuk invers kinematika, angker (kerangka), hook, kurva
dan deformasi berbasis kisi, kunci bentuk (morph sasaran animasi), animasi non-
linear, kendala, dan vertex pembobotan.
Alat simulasi untuk dinamika tubuh lembut termasuk deteksi jala
tabrakan, LBM dinamika fluida, simulasi asap, Bullet dinamika benda tegar,
pembangkit laut dengan gelombang. Sebuah sistem partikel yang meliputi
dukungan untuk rambut berbasis partikel.

 Pengubah untuk menerapkan efek non-destruktif.


10

Scripting Python untuk pembuatan alat dan prototyping, logika permainan,


mengimpor dan / atau mengekspor dari format lain, otomatisasi tugas dan
alat kustom.
 Dasar non-linear video / audio editing.
Blender Game Engine, sebuah sub-proyek, menawarkan fitur interaktivitas
seperti deteksi tabrakan, dinamika mesin, dan programmable logic. Hal ini
juga memungkinkan penciptaan, aplikasi yang berdiri sendiri real-time
mulai dari visualisasi arsitektur untuk konstruksi video game. Sebuah
compositor simpul berbasis terintegrasi dalam pipa render dipercepat
dengan OpenCL. Prosedural dan simpul berbasis tekstur, serta tekstur
lukisan, lukisan proyektif, lukisan titik, lukisan berat dan lukisan dinamis.
 Mode Editing
Dua mode utama dari pekerjaan yang Object Mode dan Edit Mode, yang
toggled dengan tombol Tab. Modus objek digunakan untuk memanipulasi
objek individu sebagai satu unit, sementara mode Edit digunakan untuk
memanipulasi data objek yang sebenarnya. Misalnya, Objek Mode dapat
digunakan untuk bergerak, skala, dan memutar seluruh jerat poligon, dan
Edit Mode dapat digunakan untuk memanipulasi simpul individu mesh
tunggal. Ada juga beberapa mode lain, seperti Vertex Cat, Berat Cat, dan
Sculpt Mode.
 Penggunaan Hotkey
Sebagian besar perintah dapat diakses melalui hotkeys. Ada juga menu
GUI yang komprehensif.
 Input Numerik
Tombol angka dapat "diseret" untuk mengubah nilai mereka langsung
tanpa perlu bertujuan widget tertentu, serta yang ditetapkan menggunakan
keyboard. Kedua slider dan tombol angka dapat dibatasi untuk berbagai
ukuran langkah dengan pengubah seperti Ctrl dan tombol Shift. ekspresi
Python juga dapat diketik langsung ke nomor kolom entri, yang
memungkinkan ekspresi matematika untuk menentukan nilai-nilai.
 Manajemen Workspace
11

Blender GUI membangun ubin sendiri (non-overlapping) sistem


windowing di atas satu atau beberapa jendela yang disediakan oleh
platform yang mendasari. Satu platform window (sering berukuran untuk
mengisi layar) dibagi menjadi beberapa bagian dan sub-bagian yang dapat
dari setiap jenis tampilan Blender atau jendela-jenis. Pengguna dapat
menentukan beberapa layout dari jendela Blender tersebut, disebut layar,
dan beralih cepat antara mereka dengan memilih dari menu atau dengan
cara pintas keyboard. Setiap jendela-jenis ini elemen GUI sendiri dapat
dikendalikan dengan alat yang sama yang memanipulasi tampilan 3D.
Sebagai contoh, seseorang dapat memperbesar dan keluar dari GUI-tombol
menggunakan kontrol yang sama satu memperbesar dan keluar di viewport
3D. GUI viewport dan layar tata letak sepenuhnya user-disesuaikan. Hal
ini dimungkinkan untuk mengatur antarmuka untuk tugas-tugas tertentu
seperti editing video atau pemetaan UV atau texturing dengan
menyembunyikan fitur yang tidak digunakan untuk tugas tersebut.
 Format File
Blender fitur sistem file internal yang dapat pak beberapa adegan ke dalam
satu file (disebut ".blend" file). Semua ".blend" file Blender adalah maju,
mundur, dan cross-platform yang kompatibel dengan versi lain dari
blender.

 Video Editor (VSE)


Blender memiliki berfungsi penuh, siap produksi Non-Linear editor video
atau VSE untuk pendek. Blender VSE memiliki banyak fitur termasuk efek
seperti Gaussian Blur, grading warna, Fade dan Lap transisi, dan
transformasi video lainnya.

 Ekspor Web
Blend4Web, kerangka WebGL open source, dapat digunakan untuk
mengkonversi adegan Blender keseluruhan dengan grafis, animasi, suara
12

dan fisika untuk bekerja di browser web standar. Ekspor dapat dilakukan
dengan satu klik, bahkan sebagai halaman web mandiri.

 Pengembangan
Sejak pembukaan sumber, Blender telah mengalami refactoring signifikan
dari basis kode awal dan penambahan besar untuk set fitur tersebut.
Perbaikan meliputi sistem animasi penyegaran; sistem pengubah berbasis
tumpukan; sistem partikel diperbarui (yang juga dapat digunakan untuk
mensimulasikan rambut dan bulu); dinamika fluida; dinamika lembut
tubuh; shader GLSL dukungan [29] dalam mesin permainan; canggih UV
membuka bungkusan; sepenuhnya recoded membuat pipa, sehingga
terpisah membuat berlalu dan "membuat tekstur"; simpul berbasis editing
materi dan compositing; dan lukisan proyeksi. Bagian dari perkembangan
tersebut didorong oleh musim panas Google program Code, di mana
Blender Foundation telah berpartisipasi sejak tahun 2005.

2.5. Sejarah Tokoh Pendidikan di Indonesia


Di Indonesia, pada tanggal 2 Mei setiap tahun selalu diperingati sebagai
Hari Pendidikan Nasional. Untuk tidak melupakan sejarah ini dia nama-nama
Tokoh-tokoh yang ada di balik HARDIKNAS. Berikut adalah 5 Pahlawan
Pendidikan yang tersohor di Indonesia, begitu berarti dan bermanfaat segala
perjuangan para Pahlawan hingga saat ini.

2.5.1. Dr. Soetomo


Dr. Soetomo berama Asli Soebroto. Lahir di Desa Ngepeh, Jawa Timur,
30 Juli 1888 dan wafat di Surabaya, 30 Mei 1938. Pendidikan yang dijalaninya:
STOVIA tahun 1911. Kariernya antara lain sebagai Dokter di Tuban, Semarang,
Lubuk Pakam, dan Malang, Wartawan dan memimpin beberapa surat Kabar.
Adapun organisasi yang diikutinya adalah: Pendiri dan Ketua Budi Utomo, 20
Mei 1908, Budi Utomo bergerak di bidang politik tahun 1919, Pendiri Indische
Studie Club (ISC) tahun 1924, ISC berganti nama menjadi Persatuan Bangsa
13

Indonesia (PBI (1931), Pendiri dan Ketua Partai Indonesi Raya (Parindra) yang
merupakan Penggabungan Budi Utomo dan PBI. Soetomo lahir di Desa Ngepeh,
kabupaten Nganjuk, hari Minggu Legi, 30 Juli 1888. Pemuda itu oleh ayahnya
diberinama Soenroto; namanya diganti ketika dia mengikuti sekolah rendah
Belanda (ELS) di Bangil. Soetomo memasuki sekolah kedokteran (STOVIA) pada
tanggal 10 Januari 1903, dan dalam masa kemahasiswaannya inilah ia tampil
sebagai penggerak utama berdirinya Boedi Oetomo pada bulan Mei 1908.
Setelah menyelesaikan studi 11 April 11, Soetomo menjalani pola
kebiasaan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Mula-mula ia bekerja
di Lubuk Pakam, sebuah kota kecil dekat Medan, kemudian berturut-turut pindah
ke Malang, Kepanjen, Magetan, dan Blora. Di rumah sakit Blora pada tahun 1917,
ia berkenalan dengan seorang perawat berkebangsaan Belanda, Ny. E. J. de Graff
yang suaminya telah meninggal beberapa tahun sebelumnya. Pada tahun itu juga
kemudian mereka menikah secara islam.
Dari blora, Soetomo dipindahkan ke Baturaja, Sumatra Selatan. Di
tempat kerjanya yang baru ini, Soetomo mengajukan usul kepada pimpinan Dinas
Kesehatan Rakyat, agar orang Indonesia yang Inlandsch Aris diberi kesempatan
untuk belajar di Negeri Belanda. Ia (dan dr. Muhammad Sjaaf) merupakan yang
pertama yang terpilih untuk kesempatan studi tersebut, dan Soetomo beserta
istrinya berangkat ke Negeri Belanda pada bulan November 1919.
Soetomo didaftarkan pada Universitas Amsterdam dengan nomor D. 355
pada tanggal 22 Desember 1919 dan lulus dengan mendapat gelar Arts pada
tanggal 2 Desember 1921. Setelah pelantikannya ia bekerja dengan Profesor S.
Mendes da Costa, seorang ahli dermatologi kenamaan, dan melanjutkan studi
untuk spesialisasi dalam penyakit kulit dan kelamin pada universitas Hamburg di
bawah bimbingan Guru Besar Jerman terkenal yaitu P.G. Unna da H.C. Plaut.
Selama berada di Negeri Belanda, Soetomo sangat aktif di Indische Vereeniging
dan merupakan pemggerak dalam perubahan perkumpulan tersebut menjadi
perhimpoenan Indonesia tahun 1922.
Soetomo kembali ke Indonesia pertengahan tahun 1923 dan ditugaskan di
Surabaya. Sejak itu, ia bekerja di Rumah Sakit Umum (CBZ) dan NIAS. Tetapi,
14

Soetomo pada waktu itu juga menerjunkan diri ke dalam berbagai kegiatan
politik. Indische Studieclub didirikan pada tanggal 11 Juli 1924 dan di bawah
pimpinan Soetomo melaksanakan kegiata-kegiatan yang menakjubkan, tidak
hanya dalam bidang politik , tetapi juga dalam lapangan sosial ekonomi. Sebagai
“Pak Tom” , Soetomo menjadi seorang tokoh nasional.
Pada bulan Januari 1928, Soetomo ketua dewan penasehat sebuah
organisasi yang baru dibentuk (tetapi tidak begitu berhasil) yaitu, Permoefakatan
Perhimpoenan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI). Dalam bulan Januari 1931,
Stdieclub diubah menjadi persatoean Bangsa Indonesia (PBI) dan dalam bulan
Desember 1935, Soetomo dengan sukses berhasil menyatukan PBI dengan Boedi
Utomo menjadi satu partai, yaitu Partai Indonesia Raya (Parindra).
Dalam bulan Maret 1936, Soetomo melakukan studi-tour selama satu
tahun berbagai Negara, jaitu Jepang, Singapura, India, Sri Langka, Mesir, Negeri
Belanda, Inggris, Turki, dan Palestina. Bangsa Indonesia mendapat informasi
yang sangat berharga dari dari pengalamannya dan pikiran-pikirannya yang secara
tetap disumbangkannya lewat harian Soeara Oe-moem dan Koran-koran lain.
Segera setelah Soetomo kembali ke Indonesia, ia mulai menderita berbagai
penyakit dan meninggal dunia pada tanggal 30 Mei 1938, sebelum mencapai umur
50 tahun. Menurut keinginannya yang terakhir, Pak Tom dimakamkan di halaman
gedung Nasional Indonesia di antara rakyat bangsanya.

Pahlawan Pendidikan
Belum genap 20 tahun usianya ketika ia bersama kawan-kawan dekatnya
di STOVIA mendirikan Budi Oetomo. Dan belum 50 tahun umurnya ketika ia
meninggalkan segala sesuatu yang selalu disebutnya “dunia yang fana inji” untuk
selama-lamanya. Namun, pengabdiannya selama lebih kurang 30 tahun akan
membuat tidak seorang pun yang mengerti makna kemerdekaan akan melupakan
peranan dan sumbangan dr. Soetomo. Meskipun kaitan historis antara
kemerdekaan Indonesia dan peran tokoh perintis seperti dia tidak terpisahkan,
tetapi pada generasi-generasi yang semakin jauh pada masa perjuangan
kemerdekaan kaitan itu bisa melonggar, bahkan mungkin suatu kali bisa lepas.
15

Kemerdekaan bisa lalu tanpa perjuangan serta tanpa pengorbanan generasi yang
mendahuluinya.
Amnesia sejarah sebagaimana sejenis penyakit kolektif bukan
menggenjala tanpa sebab. Dan pula tidak tanpa akibat. Salah satu penyebab yang
amat “praktis” adalah langkanya ungkapan-ungkapan yang tersedia di masyarakat
yang dapat berfungsi sebagai “pengikat” yang merekam kenyataan-kenyataan
sejarah, khususnya hubungan yang tidak terpisahkan antara perjuangan dan
kemerdekaan. Sedang sebagai akibat yang langsung diderita dari amnesia sejarah
dalam hubungan ini adalah terurainya makna kemerdekaan dari keharusan dan
pengertian tentang pengorbanan.Sebagai pengantar mengenai tokoh Soetomo,
tulisan ini lebih sekedar sebuah pengkajian obyektif, ia bernada apresiatif, malah
di sana sini cenderung “membela”. Van der Veur berusaha menempatkan Soetomo
dalam sejarah pergerakan nasional sesuai dengan peran yang ia lakukan.
Misalnya, terhadap penilaian Bernard Dahm yang menyebut Soetomo tidak
melihat adanya hal yang semacam itu pada diri asoetomo. Di pihak lain pilihan
kedua yaitu karangan “Bunga Rampai Karangan Soetomo” yaitu “Kenang-
kenangan: Beberapa pungutan kisah penghidupan orang pertama pada tahun 1934-
diharapkan dapat pula memberi gambaran dari berbagai sudut tentang kehidupan
Soetomo sebagai pelopor kemerdekaan. Pikiran serta cita-citanya terlukis secara
padat dan ringkas dalam “Bunga Rampai Karangan Soetomo”.
Sedangkan kenang-kenangan : Beberapa pungutan kisah penghidupan
orang yang bersangkutan dengan penghidupan diri saya”, memberi latar belakang
riwayat hidup Soetomo, khususnya latar belakang keluarga serta teman-teman
sejawatnya dengan siapa ia tumbuh berkembang menjadi salah satu tokoh
nasional. Kisah-kisah yang terangkai dari ketiga karangan lepas ini mampu secara
bersama mengungkapakan diri Soetomo lebih lengkap.

Soetomo Pribadi Jawa


Riwayat hidup Soetomo menandai munculnya suatu babak baru dalam
percaturan sejarah pergerakan nasional. Ia berdiri sebagai tonggak sejarah dalam
16

peran yang ia lakukan sewaktu mendirikan Boedi Oetomo sebagai organisasi


pertama da kalangan pribumi semasa penjajahan.
Meskipun Boedi Oetomo pada dasarnya merupakan suatu gerakan lokal,
terbatas pada lingkungan etnis serta aspirasi di kalangan orang Jawa, namun ia
merupakan organisasi “modern” pertama – dengan tujuan, keanggotaan, iuran,
aturan pertemuan dan rapat, serta pembuatan laporan – yang lahir di Indonesia.
Soetomo dan Budi Oetomo adalah sebuah koinsidensi sejarah, keduanya
bertepatan. Keduanya lahir oleh tantangan dan kebutuhan zaman yang sama.
Keduanya menggambarkan berlangsungnya suatu proses perubahan. Boedi
Oetomo menguak tirai masa lampau, titik pisah dengan dunia lama, Soetomo
berurat-berakar dalam lingkungan budaya dan mental Jawa. Ia dibesarkan dalam
tatanan tradisional serta elit priayi Jawa, dengan cirri-ciri feodalismenya serta
corak kolonialnya yang amat kentara.
Penampilannya sebagai tokoh seorang politik dapat diakatakan utuh
sebagai orang Jawa, yang mendukung dan menghormati tata nilai Jawa. Ia
mencintai dan mempercayai ketinggian martabat dan harkat budaya Jawa. Hal itu
tercermin dalam karangannya Kenang-kenangan: Beberapa poengoetan
penghidoepan orang jang bersangkoetan dengan penghidupan diri saja. Sebagai
orang Jawaia merasa enggan untuk mengungkapkan dirinya secara terbuka.
Sebagai orang Jawa yang sadar ia tidak hendak menonjolkan diri. Ketaatannya
kepada tata nilai tradisional tersebut telah menyebabkan banyak fakta menjadi
tersamar, tidak eksplisit, di dalam hati. Tidak mengungkapkan seluruh riwayat dan
persoalan yang dihadapinya secara tuntas dan gambling. Ini adalah semacam
kebajikan di dunia kepriayian Jawa. Singkatnya kehalusan budi dengan tatakrama
itulah yang menjadi alasan mangapa Soetomo tidak mengungkapkan serangan-
serangan yang ia terima dalam kedudukannya sebagai pemimpin gerakan rakyat.
Salah satu contoh tentang serangan yang disebutnya adalah tentang insinuasi yang
dilancarkan oleh pihak-pihak tertentu guna menghilangkan pengaruhnya terhadap
rakyat yang tengah berkembang. Pekabaran fitnah rendahan senacam itu, yaitu
ketika Soetomo dituduh “bergerak menggunakan pundak rakyat sabagai pijakan
guna kesenangan pribadi dan famili serta handai tolannya sendiri”, tuduhan
17

semacam ini amat melukai hatinya. Fitnahan itu secara langsung menyangkut
harkat dan martabatnya sebagai tokoh Jawa. Sehingga suatu kali salah seorang
sahabatnya, seorang aktivis terkemuka (orang Barat) menasihatinya, “Soetomo
badanmu itu terlalu lembek, perasaanmu terlalu halus guna berjuang di lapangan
politik. Undurlah dirimu dari lapangan ini. (Kenang-kenangan: Beberapa
Poengoetan kissah Peghidoepan orang jang bersangkoetan dengan penghidoepan
diri saja).
Soetomo bergulat dengan “kelemahan internal” yang disadarinya. Dan
mungkin ia “terlalu Jawa” untuk masa-masa lebih kompleks dan berjangkauan
luas sesudah periode Boedo Oetomo. Bagaimanapun kedudukannya dalam sejarah
nasional tak tergoyahkan. Ia salah seorang pemula gerakan nasional. Pendiri
Indonesiche Studieclub di Surabaya tahun 1924, Partai Bangsa Indonesia tahun
1930 dan Parindra tahun 1935. Sampai akhir hayatnya ia tetap mengabdikan diri.
Kepribadiannya tak sempat dirusakkan oleh kedudukan, korupsi serta kekayaan
dan kehidupan berjumpa dari corak dan gaya hidup kalangan priayi pada masa itu.
Soetomo tampil sebagai pelopor gerakan tanpa cacat pribadi. Dengan riwayat
semacam itu, dapat dikatakan bahwa Soetomo adalah seorang putra yang
dilahirkan di dalam haribaan sejarah dan budaya Indonesia untuk mendukung
suatu tugas tertentu yang cocok dengan fase awal dari perjuangan kemerdekaan
republik Indonesia.
Masa yang disebut masa colonial dr. Soetomo masih saja dianggap
seorang dokter bumi putra sedangkan istri beliau seorang bekas juru rawat,
walaupun seorang Belanda., tetap dianggap sebagai juru rawat, bukannya istri
seorang dokter. Dr. Soetomo ciri khasnya sebagai seorang manusia ialah kebaikan
hatinya, kejujurannya, kesederhanaannya dan kebenciannya terhadap apa-apa
yang berbau korupsi; ini benar-benar sifat yang luar biasa yang dimiliki oleh
seseorang di duniaini. Ia juga seorang yang tabah hati, yang segan atau enggan
berbicara tentang dirinya sendiri, sebaliknya dia suka memuji kebaikan orang lain.
Pernyataan-pernyataan yang menunjukkan Soetomo dan teman-temannya
di STOVIA sebagai pendiri Boedi Oetomo telah dibuat oleh banyak sarjana asing.
Pernyataan-pernyataan demikian itu juga telah dibuat oleh tokoh-tokoh terkemuka
18

bangsa Indonesia seperti Profesor dr. Sardjito, Mr. Soesanto Tirtoprodjo, dr.
Angka, dan dr. Kadijat. Karena beberapa di antara mereka ini ada di STOVIA
pada saat Boedi Oetomo didirikan, maka pernyataan-pernyataan mereka tentulah
memiliki bobot kebenaran yang tidak dapat diabaikan.
Prinsip-prinsip Soetomo
1. Persatuan Indonesia Paling Utama
Soetomo adalah seorang nasionalisme Indonesia. Akan tetapi
bagaimanapun juga ia seperti kebanyakan nasionalisme lainnya, sering menemui
kesulitan dalam menyajikan atau menggambarkan sikap pandangan Indonesia.
Tulisan-tulisannya jelas menghindari idiologi Barat. Tulisan-tulisan tersebut
berorientasikan Hindu-Jawa dengan mengaitkannya kepada kejadian-kejadian
dalam cerita Ramayana dan Mahabarata, pandangan Gandhi dan Tagore serta
kebajikan bersemedi (meditasi).
Ketika berada di Jawa Tengah dan Jawa Timur, ia benar-benar merasa “di
rumah sendiri”. Organisasi-organisasi politik yang dibentuknya didominasikan
oleh kaum intelektual Jawa. Ia menggambarkan permainan gamelan untuk
melukiskan bagaimana seharusnya masyarakat berfungsi, yakni bahwa di
dalamnya “setiap orang ikut sebagai suatu kesatuan” bahwa setiap orang harus
tahu “irama yang harus diikuti”, kapan ia “harus bermain” dan kapan “harus
berhenti”
“Persatuan” bukannlah harus dicapai dengan segala daya upaya. Soetomo
secara tandas menolak untuk menjadi seorang “politikus” dan ia lebih suka hidup
dengan kejujuran. Berbicara terus terang, dan tidak korupsi. Kenyataan haruslah
dihadapi; perbedaan-perbedaan haruslah diterima, tetapi janganlah diperuncing;
dan kebenaran yang pahit sekalipun rasanya hendaklah diakui, paling tidak sekali
pada suatu waktu.
19

2. Perbedaan Antara “Kooperasi” (Ko) dan “Nonkooperasi” (Non)Tidaklah


Penting
Dalam hal “ko” dan “non” , yang bagi para nasionalisme adalah perkara
tidak penting, Soetomo bersikap praktis saja. Kesadarannya bahwa bangsa
Indonesia memerlukan bantuan Belanda menjadikan Soetomo bekerja sama
dengan Belanda, apabila ia dianggapnya bermanfaat, tanpa perlu merendahkan
martabat diri. Ia dan tiga orang kawannya menjadi anggota Dewan Kotapraja
Surabaya pada tahun 1924, tetapi secara dramatis pada tahun 1925 ia keluar dari
dewan itu setelah sampai pada kesimpulan bahwa “paling tidak, untuk sementara
waktu, kita akan mencapaitujuan kita lebih baik lagi dan lebih cepat lagi dari pada
dengan apa yang dinamakan cara parlementer.
3. Baik Ekstremitas Komunis maupun Ketidaktoleransian Golongan Islam
Haruslah Ditentang.
Mula pertama, menimbulkan kegemparan di kalangan kelompok komunis
dengan membuat sebuah pernyataan khusus yang kurang tepat bahwa “setiap
Negara yang kuat haruslah mengganyang yang lebih lemah. Inilah yang
dimaksudkan oleh teori sejarah-materialisme ajaran Marx”.
4. Semua Manusia Berusaha dan Merupakan Penjelmaan Tuhan
Bermacam-macam umpat dan caci-maki dilontarkan atas diri Soetomo
baik dari pihak Belanda maupun oleh pihak Indonesia. Terhadap ini ia pun
menerimanya hanya untuk diri pribadinya sendiri dan jarang sekali ia membela
dirinya dari umpat dan caci maki tersebut.
5. Jalan Menuju Kemerdekaan Panjang dan Sukar
Pendirian Soetomo dalam masalah kemerdekaan sekali lagi merupakan
gabungan dari pandangan yang praktis dengan idealism. Sadar akan kelemahan
rakyat Indonesia dan para pemimpin politiknya, Soetomo menandaskan
kebutuhan akan adanya “Pembangunan bangsa” (nation-building), “kebangkitan
moral” (morele herbewapening), “kegiatan diri sendiri” (otoaktivitas) dan sebuah
konsep tentang Indonesia Mulia. Soetomo memakai istilah ini bukanlah karena ia
takut menggunakan istilah “Indonesia Merdeka”.
20

6. Pendidikan Barat telah Mengasingkan Bangsa Indonesia dari Kebudayaan


Sendiri dan Mencetak Manusia-manusia yang Asosial.
Perhatian Soetomo mengenai pendidikan bermula dengan berdirinya
Boedi Utomo, Pada itu, ia menekankan kebutuhan akan adanya pendidikan dasar,
yakni pada tahun-tahun semenjak ia menyadari adanya angka buta huruf yang
tinggi dan menjadi cemas disebabkan oleh sikap orang-orang Indonesia yang telah
memperoleh pendidikan barat, tetapi tidak mau memikirkan keadaan social
ekonomi rakyat jelata. Pandangannya dengan jelas tertera didalam laporannya
tentang “Pendidikan Sebagai Dasar Masyarakat Kita” yang disampaikan pada
kongres Pendidikan Nasional yang pertama pada bulan Juni 1935.
7. Pencetakan Kader, Disiplin Atas Diri sendiri, Bakti Tanpa Pamrih, Tugas
dan Kewajiban.
Soetomo yakin bahwa di masa yang akan datang Indonesia membutuhkan
kaum intlektual yang bersikap praktis dan sedikit bicara, yaitu apa yang
dikutipnya dari bahasa latin : Facta non verba. Pandangan ini mendorong Soetomo
untuk membentuk Indonesische Studieclub pada tanggal 11 Juli 1924, yang
bertujuan menanmkan rasa tanggung jawab social dan politik dikalangan anggota
dan melalui organisasi ini pula, bermaksoed agar problem nasional di bidang
social ekonomi dapat dibahas sehingga menghasilkan buah pikiran yang
bermanfaat bagi pembangunan.
8. Kembali ke Desa dan Mendirikan Roekoen Tani
Berlaianan dari kebanyakan pemimpin-pemimpin Indonesia lainnya,
Soetomo menyadari adanya hubungan dan kaitan yang jelas dan erat antara
ekonomi dan politik :
Kesejahteraan ekonomi bergantung kepada kesempurnaan politik. Selama
jalan politik masih belum selesai sebagaimana kehendak rakyat, maka selama itu
pulalah rakyat belum dapat kesempatan yang seluas-luasnya dalam mengatur
ekonominya dengan sempurna. Karena itu, politik berdiri di depan. Tetapi,
perjuangan politik juga tidak dapat dijalankan dengan teratur baik selama perut
rakyat tidak berisi, masih keroncongan. Karena itu, gerakan ekonomi, untuk perut,
harus pula dijalankan.
21

Pendiri Budi Utomo


Dokter Sutomo yang bernama asli Subroto ini lahir di desa Ngepeh, Jawa
Timur, 30 Juli 1888. Ketika belajar di STOVIA (Sekolah Dokter), ia bersama
rekan-rekannya, atas saran dr. Wahidin Sudirohusodo mendirikan Budi Utomo
(BU), organisasi modem pertama di Indonesia, pada tanggal 20 Mei 1908, yang
kemudian diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
Kelahiran BU sebagai Perhimpunan nasional Indonesia, dipelopori oleh
para pemuda pelajar STOVIA (School tot Opleiding voor Indische Artsen) yaitu
Sutomo, Gunawan, Suraji dibantu oleh Suwardi Surjaningrat, Saleh, Gumbreg,
dan lain-lain. Sutomo sendiri diangkat sebagai ketuanya
Tujuan perkumpulan ini adalah kemajuan nusa dan bangsa yang harmonis dengan
jalan memajukan pengajaran, pertanian, peternakan, perdagangan, teknik dan
industri, kebudayaan, mempertinggi cita-cita kemanusiaan untuk mencapai
kehidupan bangsa yang terhormat.
Kemudian kongres peresmian dan pengesahan anggaran dasar BU
diadakan di Yogyakarta 5 Okt 1908. Pengurus pertama terdiri dari: Tirtokusumo
(bupati Karanganyar) sebagai ketua; Wahidin Sudirohusodo (dokter Jawa), wakil
ketua; Dwijosewoyo dan Sosrosugondo (kedua-duanya guru Kweekschool),
penulis; Gondoatmodjo (opsir Legiun Pakualaman), bendahara; Suryodiputro
(jaksa kepala Bondowoso), Gondosubroto (jaksa kepala Surakarta), dan Tjipto
Mangunkusumo (dokter di Demak) sebagai komisaris.
Sutomo setelah lulus dari STOVIA tahun 1911, bertugas sebagai dokter,
mula-mula di Semarang, lalu pindah ke Tuban, pindah lagi ke Lubuk Pakam
(Sumatera Timur) dan akhirnya ke Malang. Saat bertugas di Malang, ia
membasmi wabah pes yang melanda daerah Magetan.
Ia banyak memperoleh pengalaman dari seringnya berpindah tempat tugas. Antara
lain, ia semakin banyak mengetahui kesengsaraan rakyat dan secara langsung
dapat membantu mereka. Sebagai dokter, ia tidak menetapkan tarif, bahkan
adakalanya pasien dibebaskan dari pembayaran
Kemudian ia memperoleh kesempatan memperdalam pengetahuan di
negeri Belanda pada tahun 1919. Sekembalinya di tanah air, ia melihat kelemahan
22

yang ada pada Budi Utomo. Waktu itu sudah banyak berdiri partai politik. Karena
itu, ia ikut giat mengusahakan agar Budi Utomo bergerak di bidang politik dan
keanggotaannya terbuka buat seluruh rakyat.
Kemudian pada tahun 1924, ia mendirikan Indonesische Studie Club (ISC)
yang merupakan wadah bagi kaum terpelajar Indonesia. ISC berhasil mendirikan
sekolah tenun, bank kredit, koperasi, dan sebagainya. Pada tahun 1931 ISC
berganti nama menjadi Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Di bawah
pimpinannya, PBI berkembang pesat.
Sementara itu, tekanan dari Pemerintah Kolonial Belanda terhadap
pergerakan nasional semakin keras. Lalu Januari 1934, dibentuk Komisi BU-PBI,
yang kemudian disetujui oleh kedua pengurus-besarnya pertengahan 1935 untuk
berfusi. Kongres peresmian fusi dan juga merupakan kongres terakhir BU,
melahirkan Partai Indonesia Raya atau disingkat PARINDRA, berlangsung 24-26
Des 1935. Sutomo diangkat menjadi ketua. Parindra berjuang untuk mencapai
Indonesia merdeka
Selain bergerak di bidang politik dan kedokteran, dr. Sutomo juga aktif di
bidang kewartawanan. Ia bahkan memimpin beberapa buah surat kabar. Dalam
usia 50 tahun, ia meninggal dunia di Surabaya pada tanggal 30 Mei 1938.
Tempoe Doeloe
Tempoe Doeloe tidak ada satupun rakyat Soerabaia yang tidak kenal nama
Dokter Soetomo. Mereka sering menyebutnya Pak Tom, begitu saja. Tidak ada
yang berani mengatakannya dengan gaya cengengesan.
Bayangkan, ia dikenal sebagai dokter sukarela. Artinya, dipanggil tengah malam
pun bersedia. Tidak dibayar pun juga tidak apa-apa. Dan itu semua ia lakukan
setulus hati. Lha siapa yang tidak terharu demi melihat sikapnya yang demikian
itu.
Lahir di Desa Ngapeh, Nganjuk 30 Juli 1888. Ayah Sutomo, Raden
Suwaji, adalah seorang priyayi pegawai pengreh yang maju dan modern.
Beruntunglah Sutomo, karena dibesarkan di keluarga yang berkecukupan,
terhormat dan sangat memanjakannya. Limpahan kasih sayang, tertuju pada
Sutomo kecil, terutama dari sang kakek dan nenek. Kakek Sutomo bernama R Ng
23

Singawijaya atau KH Abdurakhman. Nama tersebut sangat disegani dan ternama


di wilayah Nganjuk. Hal inilah yang sangat berpengaruh pada perilaku dan sifat
Sutomo. Manja, nakal, sewenang-wenang kepada kawannya, pun berkelakuan bak
raja kecil.
Selesai Sekolah Rendah Belanda, terjadi pertentangan antara ayah Sutomo
dengan sang kakek. R Suwaji ingin Sutomo masuk STOVIA, sedangkan R Ng
Singawijaya menginginkan Sutomo menjadi pangreh praja
(MungkinsekarangSTPDN).
Bagi Sutomo sendiri, pertentangan dua orang yang sangat berpengaruh
dalam kehidupannya itu sangat menyita pikiran. Hati kecilnya sebenarnya lebih
memilih kedokteran (STOVIA). Alasannya, dirinya tidak suka melihat ayahnya
yang pangreh praja disuruh-suruh Belanda…Lha kok nyimut dadi jongos’e
Londo?
Namun di sisi lain, Sutomo tidak ingin menyakiti hati sang kakek.
Akhirnya melalui suatu perenungan panjang, secara tegas Sutomo menolak
jabatan sebagai pangreh praja. Pilihannya jatuh pada STOVIA. Keputusan berani
di usianya yang baru menginjak 15 tahun itu, membawa langkah kakinya ke
Batavia. 10 Januari 1903, Sutomo resmi menjadi siswa STOVIA.
Cuplikan Sejarah STOVIA:
Asal muasal STOVIA berdiri dikarenakan pada tahun 1847 dr.W.Bosch
(Ka.DinKes Batavia) mendapat laporan berjangkitnya berbagai penyakit
berbahaya di Banyumas. 9 Nopember 1847, pemerintah Hindia Belanda
memanggil pemuda-pemuda untuk dididik menjadi juru kesehatan dengan syarat:
a. Sehat & Cerdas.
b. Bisa membaca, menulis Jawa & Melayu.
c. Dari lingkungan keluarga baik-baik.
d. Dalam kursus diajarkan 15 mata pelajaran:
e. Dasar-dasar bahasa Belanda.
f. Berhitung.
g. Ilmu Bumi (Eropa & Indonesia).
h. Ilmu Ukur.
24

i. Ilmu Kimia Anorganik.


j. Ilmu Falak.
k. Ilmu Alam.
l. Ilmu Pesawat (Alat-alat Kesehatan).
m. Ilmu Tanah.
n. Ilmu Tumbuh-tumbuhan.
o. Ilmu hewan.
p. Ilmu Anatomi Tubuh.
q. Asas-asas Patologi.
r. Ilmu Kebidanan.
s. Ilmu Bedah.
Tamat sebagai Indische Arts (nama lain Dokter Jawa), ia lantas
mengabdikan dirinya bagi kepentingan di masyarakat.
Pada tahun 1917, ia menikah dengan seorang Zuster Belanda, Everdina
Johanna Bruring (Bukan Suster Ngesot..apalagi suster gepeng..dibujuk’i pilem
gelem’ae!!).Di mata Sutomo, sang isteri adalah wanita pujaan. Tugas harian
seperti memasak, mencuci dan sebagainya selalu dilakukan dengan kerelaan.
Cukup kontradiktif, mengingat bumiputera adalah bangsa tertindas. Bruuring
bahkan tak punya waktu senggang di hari libur atau pun di hari Minggu,
mengingat diwaktu-waktu seperti itu, rekan-rekan seperjuangan Sutomo selalu
mengadakan rapat di rumah mereka. Pengabdian yang tulus inilah yang membuat
Sutomo makin cinta pada Bruuring. Sampai akhir hayatnya, hanya Bruuring lah
satu-satunya wanita yang pernah singgah di hati Sutomo. Sejak Bruuring wafat
pada 17 Februari 1934 pukul 09.10 menit, tak pernah terniat dihati Sutomo untuk
menikah lagi.
Dari tahun 19-1923 bersama istrinya ia tinggal di Negeri Belanda untuk
melanjutkkan sekolah & memperoleh gelar Arts, dokter beneran lulusan
Universitas. Sepulang dari Belanda ia memutuskan untuk menetap di Soerabaia,
& mengajar di NIAS (Nederland Indische Artsen School) yang kelak akan
menjadi FK UNAIR.
25

Di Soearabaya Pak Tom menetap hingga akhir hayatnya. Wafat 30 Mei


1938, seluruh penduduk Kota Soerabaya tumplek blek di Jl.Bubutan, maka jalan
itupun berubah jadi lautan manusia. Suara dzikir berdengung dari lisan ribuan
pelayat mengantar kepergian putra bangsa terbaik.

Bung Tomo dan Istri


Saya lahir di Surabaya, ketika SD saya sekolah di SD Aloysius – Jl.
Gatotan, kemudian SMP nya di SMP Angelos Custos – Jl. Kepanjen. Kelas II
SMP, saya dipecat oleh Kepala Sekolah, gara-garanya “mbolos” selama tiga
bulan, (dasar arek mbethik).
Lalu oleh orangtua, saya dikirim ke Madiun dan tinggal di Jl. Merpati (d/h
Jl. Janoko) Nambangan Lor – di rumah kakek saya tinggal bersama dengan Bulik
saya. Sebelumnya, untuk lebih memahami bagaimana cerita ini terjadi, saya
terangkan dulu bahwa di desa Nambangan Lor Madiun keluarga kakek saya
adalah keluarga yang terpandang – karena kakek saya (R.M. Hardjo Praseto)
adalah seorang bangsawan dari Mangkunegaran Solo, dan semua kakek (kakek +
adik-adiknya) adalah ahli beladiri (pencak silat) – sehingga sangat disegani di Ds
Nambangan Lor.
Rumah yang saya tinggali cukup luas, di halaman depan ada dua pohon
jeruk yang cukup rindang, sedangkan di belakang rumah halamannya terbuka
tetapi ada pager alas pohon pisang yang tumbuh subur. Rumah kakek saya
lumayan besar, kamarnya besar-besar, memiliki halaman depan dan belakang
cukup luas. Itulah pertimbangan mengapa peristiwa ini terjadi.
Naah selama tinggal di Madiun itulah saya mendengar cerita dari Bulik
yang tak pernah sekalipun saya bayangkan: Ternyata di jaman perang tahun 1945
Bung Tomo dan isterinya pernah ngungsi dirumah kakek saya k.l. dua minggu.
Tanggal dan bulannya Bulik saya lupa, tapi kalau saya urut kejadian kebelakang,
ngungsinya kel. Bung Tomo adalah antara bulan Desember 1945 setelah
meletusnya insiden bendera di Hotel Oranye Surabaya dan perang di bulan
November 1945.
26

Suatu malam, Pak Lurah datang ke rumah menemui kakek saya. Dalam
pembicaraan dengan kakek saya, Pak Lurah yang biasanya bersuara lantang, saat
itu bicaranya pelan-pelan dan cenderung berbisik dan tampak serius sekali,
bahkan begitu seriusnya Pak Lurah tidak menyentuh hidangan yang disajikan
Beberapa hari kemudian, menurut Bulik saya ada beberapa pria tak dikenal yang
“sliweran” di depan dan di belakang rumah. Kata Bulik saya – para pria itu
bertampang “sangar” dan serius. Para pria itu mengamati rumah dan rumah
tetangga sekitar berkali-kali.
Menjelang Maghrib ada jip terbuka berhenti di depan rumah yang
ditumpangi oleh lima pria bersenjata. Yang mengemudikan jeep berpistol
dipinggang, sedangkan penumpang yang lain bersenjata laras panjang. Jeep itu
hanya berhenti sebentar – kemudian menghilang lagi. Tak lama kemudian datang
dua jeep beriringan. Jeep pertama ditumpangi oleh lima pria bersenjata. Jeep
kedua ditumpangi empat orang, tiga pemuda dan seorang wanita hamil. Satu dari
pemuda itu turun dari jeep kedua disertai wanita yang sedang hamil, kemudian
dua pemuda yang naik jeep pertama turun dengan sigap mengawal pemuda dan
wanita hamil.
Dalam waktu yang hampir bersamaan, Pak Lurah masuk kerumah dari
halaman belakang rumah dan mencari kakek saya, kemudian bersama-sama
menyambut dan mempersilahkan pemuda bersama wanita hamil masuk kerumah.
Setelah bersalaman kakek mengantar pemuda dan wanita hamil masuk ke kamar
depan. Tapi sang pemuda enggan masuk ke kamar depan dan minta diantar ke
kamar dibelakang.
Setelah berbincang sejenak, pemuda tadi meninggalkan wanita yang hamil
di kamar belakang kemudian pemuda tadi bersama pengawalnya keluar dan naik
jeep lagi entah pergi kemana.
Ternyata tamu misterius itu adalah SOETOMO yang oleh arek Suroboyo
biasa dipanggil Bung Tomo sedang mengungsikan isterinya yang sedang hamil 7
bulan – mengandung putra pertamanya yang kelak diberi nama Bambang
Sulistomo
27

Malam harinya, kakek saya memanggil semua anak-anaknya (termasuk


Ibu saya) “mewanti-wanti” untuk tidak menceritakan kepada siapa saja tentang
tamu yang bermalam di rumah. Rupa-rupanya pesan dari kakek saya ditaati oleh
seluruh anak-anaknya dan baru terungkap berapa puluh tahun kemudian ketika
cucu-cucunya dewasa (seperti saya ini).
Isteri Bung Tomo bernama Sulistina dan akhirnya bersahabat dengan bulik
saya yang bernama R.Ngt. Soetrini (bulik saya masih hidup dan sekarang tinggal
di Gresik berusia 81 th.) Bulik saya biasa memanggil Ibu Sulitina dengan sebutan
“mBak Tin” menurut Bu Lik saya, Ibu Sulistina adalah wanita yang ramah,
berpembawaan ceria dan selalu berpikir cerdas dan postif.
Selama dua minggu tinggal di rumah kakek, Ibu Sulistina tak boleh keluar
rumah oleh kakek saya. Selama dua minggu itu Bung Tomo ada beberapa kali
berkunjung ke rumah. Bila berkunjung ke rumah selalu malam hari dan selalu
lewat halaman belakang rumah. Tetapi di depan rumah selalu ada jeep berisi
beberapa pemuda yang mengawal dan menjaga/menunggui Bung Tomo. Juga ada
beberapa pemuda yang bersenjata lengkap berjaga di bawah pohon pisang di
halaman belakang. Tetapi kunjungan Bung Tomo hanya sebentar saja – yang
sifatnya hanya melihat keadaan isterinya, tak lama kemudian menghilang lagi
bersama para pemuda yang mengawalnya. Seingat Bulik saya, Bung Tomo hanya
pernah dua kali saja bermalam di rumah.
Yang dikenang oleh Bulik saya, Bung Tomo orangnya sangat takzim dan
selalu bersikap hormat pada kakek dan nenek saya. Bung Tomo, meskipun selalu
menyapa dengan senyuman – tetapi jarang sekali bercakap-cakap dengan
penghuni rumah kecuali dengan kakek saya, itupun hanya basa-basi. Selama di
rumah, waktunya banyak dihabiskan di dalam kamar bersama isterinya.
Menurut Bulik saya, : “Bung Tomo kuwi wibowone gede, lan sorot mripate koyo
macan” – “Bung Tomo orang yang mempunyai wibawa besar dan sorot matanya
seperti harimau”
Bulik saya bercerita sambil tertawa-tawa: “Pokoke, nek Bung Tomo mlebu
omah, bocah-bocah kabeh podo mlebu kamar, ora ono sing wani nyedhak – wedi
kabeh karo Bung Tomo”. (mungkin karena wibawanya yang besar itu ya ?)
28

Dua minggu kemudian Bung Tomo dan isterinya pindah ke salah satu
rumah di Jl. Dr. Soetomo Madiun. Pertimbangan tinggal di Jl. Dr. Soetomo adalah
karena rumah tersebut dekat dengan rumah sakit satu-satunya yang ada di kota
Madiun, mengingat isterinya sedang hamil tua.
Ketika perang usai, Ibu Sulistina sering berkorespondensi dengan Bulik
saya, tetapi ketika saya tanya, “apakah masih ada surat-surat dari Bu Sulistina,?”
jawab Bulik saya, “wis ra ono kabeh”.
Suatu ketika saya pernah tanya ke Ibu saya: “Mami koq tak pernah cerita
sama anak-anaknya kalau dulu dijaman perang, Bung Tomo pernah ngungsi di
rumah madiun?” Ibu saya hanya termenung lama, kemudian jawabnya: “Lha
piyee, aku mbiyen karo adik-adik setengahe disumpah karo Bapak, yo Eyangmu
kuwi, supaya gak cerito karo sopo wae soal Bung Tomo”. Tetapi Ibu saya
membenarkan cerita Bulik saya.
Sekarang ini, Ibu saya (R. Ngt. Soetarti) sudah tua dan telah berusia 85
tahun.

2.4.2 Mohammad Syafei (1899-1969)


Mohammad Syafei lahir di Kalimantan pada tahun 1899. perjuangan
beliau juga dititikberatkan pada bidang pendidikan. Pada tahun 1922 beliau
menjadi guru pada Sekolah Katini di Jakarta, dan sejak itu aktifitasnya di bidang
pendiikan terus bertambah. Sebagai seorang tokoh pendidikan, Mohammad Syafei
berjasa besar dalam mendirikan sekolah yang diberinama “Indonesische
Nederlanshe Shool” atau yang lebih dikenal dengan sebutan INS, di Kayutanam
Sumatera Barat. (Hasbullah, 2001: 266).
Sementara itu INS yang kemudian merupakan singkatan dari “Indonesian
National Scholl”, menitikberatkan pendidikanya kepada dunia kerja. INS
menyelenggarakan pendidikan dalam jenjang:
a. Ruang Bawah, yakni setara dengan sekolah Rendah atau Sekolah Dasar. Lama
pendidikanya 7 tahun.
b. Ruang Atas, yakni setara dengan sekolah menengah, lama pendidikanya 6
tahun.
29

Adapun tujuan sekolah yang diselengagarakan oleh Mohammad Syafei


adalah:
a. Mendidik anak-anak agar mampu berpikir secara rasional.
b. Mendidik anak-anak agar mampu bekerja secara teratur dan bersungguh-
sungguh.
c. Mendidik anak-anak agar menjadi manusia yang berwatak baik.
d. Menanamkan rasa persatuan. (Hasbullah, 2001: 267).
Pada zaman kemerdekaan yaitu tahun 1952, sebagai penghargaan
pemerintah terhadap usaha-usaha Mohamm, meninggal dunia pada tanggal 5
Maret 1969. Meskipun beliau sudah tiada tapi jasa-jasanya dibidang pendidikan
tidak akan terlupakan, apabila para lulusan INS tersebar ke berbagai pelosok tanah
air, yang tentu saja kiprahnya sangat besar bagi pembangunan bangsa dan negara.
Pendidikan menurut Syafei memiliki fungsi membantu manusia keluar
sebagai pemenang dalam perkembangan kehidupan dan persaingan dalam
penyempurnaan hidup lahir dan batin antar bangsa. (Thalib Ibrahim, 1978: 25).
Mohammad Syafei lahir di Kalimatan pada tahun 1899. Perjuangan beliau dititik
beratkan pada bidang pendidikan. Pada tahun 1922 beliau menjadi guru pada
sebuah Sekolah Kartini di Jakarta dan sejak itu aktivitasnya di bidang pendidikan
terus bertambah. Mohamad Syafei pernah diangkat menjadi Menteri Pendidikan,
Pengajaran, dan Kebudayaan pada kabinat Syahrir dan menjadi Anggota DPA.
Beliau meninggal dunia pada 5 Maret 1969. Meskipun beliau sudah tiada,
tetapi jasa-jasanya di bidang pendidikan tidak akan terlupakan, apalagi para
lulusan INS tersebar ke berbagi pelosok tanah air, yang tentu saja kiprahnya
sangat besar bagi pembangun bangsa dan negara.

2. Perjuangan di Bidang Pendidikan


Sebagai tokoh pendidikan beliau berjasa besar dalam mendirikan sekolah
yang diberi nama “Indonesische Nederlandsche School” atau yang lebih dikenal
dengan INS Kayutanam, Sumatra Barat . INS Kayutanam didirikan oleh Engku
Muhammad Syafei pada tanggal 31 Oktober 1926 di Kayutanam, sebuah desa
kecil di Sumatera Barat. Sejak berdiri hingga perang kemerdekaan, perguruan ini
30

telah berkibar namanya, bersamaan dengan berkibarnya nama Perguruan Taman


Siswa yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara di pulau Jawa.
Sebagai lembaga pendidikan swasta, INS mengalami pasang surut di
dalam kemajuan dan perkembangannya, namun demikian “ruh” pendidikan INS
yang dikibarkan oleh Engku Muhammad Syafei tetap hidup, dan bahkan
kemudian diakui oleh Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang berkaitan
dengan sistem pendidikan nasional.
Pola pendidikan yang dianut dan diterapkan di INS adalah pendidikan
berbasis talenta, ini didasarkan pada falsafah Minang yang tersimpul melalui
ungkapan, “Alam terkembang jadi guru” (belajarlah dari alam dan pelajarilah
alam itu), dan ucapan Engku Syafei, “Janganlah minta buah mangga kepada
pohon rambutan, tetapi jadikanlah setiap pohon menghasilkan buah yang manis!
(setiap insan memiliki talenta berbeda), serta, “Jadilah engkau menjadiengkau!”
Oleh karena itu, dasar pendidikan di INS Kayutanam ini adalah
mendorong tumbuh dan berkembangnya bakat bawaan (talenta) yang dimiliki
oleh masing-masing peserta didik. Ini yang “membedakan” pendidikan menengah
di INS dengan pendidikan menengah yang kita kenal sebagai Sekolah Menengah
Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), atau Sekolah Menengah Kejuruan(SMK).
“Perbedaan” juga yaitu mata pelajaran Bahasa Indonesia (yang terkait dengan
aspek akademik) di INS Kayutanam digunakan untuk merangsang tumbuh dan
berkembangnya talenta peserta didik dalam bidang
1) Jurnalis
2) Cerpenis,
3) Novelis Penulis Naskah:Drama, Skenario Filem,Skenario Sinetro(TV).
4) Penulis Buku,
5) PengajarBahasaIndonesia,
6) Penerjemah,
7) EditorBuku,
8) EditorMajalah,
9) ReporterTV,
10) PresenterTV,
31

11) Kejujuran,
12) Akhlak Mulia.
Hal yang sama juga berlaku untuk mata pelajaran matematika, bahasa
Inggris, fisika, biologi, kimia, dan mata pelajaran lainnya.
INS kemudian merupaka singkatan dari “Indonesia National School”
menitikberatkan pendidikannay pada dunia kerja. INS menyelenggarakan
pendidikan pada jenjang berikut
a. Ruang bawah, yakni setara dengan Sekolah Rendah atau Sedkolah Dasar. Lma
pendidikannya tujuh tahun.
b. Ruang Atas, yakni setar dengan Sekolah Menengah Lama Pendidikannya enam
tahun.
Tujuan sekolah yang diselenggarakan oleh Mohammad Syafei adalah:
1. Mendidik anak-anak agar mampu berpikir secara rasional;
2. Mendidik anak-anak agar mampu bekerja secara teratur dan bersungguh-
sungguh;
3. Mendidik anak-anak agar menjadi manusia yang berwatak baik
4. Menanamkan rasa persatuan.
5. Alhasil peserta didik disiapkan untuk menjadi insan mandiri dan
wirausahawan yang menciptakan lapangan kerja, bukan pegawai. Hal yang
amat berbeda dengan pola pendidikan di Jawa yang disiapkan untuk menjadi
pegawai negeri.
Dasar pendidikan yang dikembangkan adalah kemasyarakatan keaktifan,
kepraktisan, serta berpikir logis dan rasional. Berkenaan dengan itulah maka isi
pendidikan yang dikembangkannya adalah bahan-bahan yang dapat
mengembangkan pikiran, perasaan, dan keterampilan atau yang dikenal dengan
3H.

2.4.3 Kyai Haji Ahmad Dahlan


32

Ahmad Dahlan adalah pendiri organisasi Muhammadiyah, organisasi ini


adalah cita-cita beliau untuk pembaruan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan
ingin mengadakan suatu pembaruan dalam cara berpikir dan beramal menurut
tuntunan agama Islam, menurut tuntunan al-Qur’an dan al-Hadits. Perkumpulan
ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 November 1912. Dan sejak awal Dahlan
telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat
sosial dan bergerak di bidang pendidikan.Kyai Haji Ahmad Dahlan (lahir di
Yogyakarta, 1 Agustus1868 – meninggal di Yogyakarta, 23 Februari 1923 pada
umur 54 tahun) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah putera
keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar. KH Abu Bakar
adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan
Yogyakarta pada masa itu, dan ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H.
Ibrahim yang juga menjabat penghulu-kitab karangan ulama-ulama modern dari
Mesir, Hijaz (A Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada masa itu.

Pada umur 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun.
Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran
pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha
dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, ia
berganti nama menjadi Ahmad Dahlan.

Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua
tahun. Pada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga
guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan
Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.
Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya
sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad
Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya
dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu
Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah.[1]
Di samping itu, KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah,
janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir
33

Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan
Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Ia
pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta.
Kedua orang tua dan kehidupan rumah tangga K.H. Ahmad Dahlan
adalahpusat dan sumber pembinaan mental jiwa agama , intelektual dan karakter
pribadi K.H. Ahmad Dahlan terbentuk, K.H. Ahmad dahlan belajar segala ilmu
agama dan cabang-cabangnya , pertama dengan kesedua orang tuanya, selanjutnya
suka belajar sendiri membaca kitab-kitab akarangan ulama-ulama Mesir, Hijaz
(Arab) dan sebaaginya, meskipun ilmunya juga didapat diwaktu di Mekah
(bermukim di sana)., Di samping itu, beliau suka memperluas ilmu dan
penyelidikannya sapai pada haqqul yaqin.
K.H. Ahmad Dahlan yang semula di kenal sebagai pedagang, Guru Agama
dan Khotib Mesjid besar Kauman juga sebagi seorang mualim yang berani dan
bijaksana berpikiran merdeka, toleran dalam ppergaulan, tampak kelembutan
budi, peramah serta cintasesama manusia, cinta fakir miskin, tenang menghadapi
persoalan dan fasih, jelas kata-katanya, berbicaarmudah diterima, mudah
dipahami.
K.H. Ahmad dahlan selalu dapat meletakkan segala persoalan dan sesuatu
di tempat semestinya, melakukan suatu perkara dengan tidak tergesa-gesa, selalu
menggunakan kecerdasan akalnya.
Kencintaan dan kasih sayang pada fakir miskin tampak jelas, suatu ketika
diajaknya murid-murid dan santrinya beliau melaksanaakn surat Al Ma’un.
disuruhnya setiap santri membawa fakir miskin, dicarinya fakir miskin di pasar
Bringharjo, di jalan Malioboro, di sekita alun-alun utara, dibawanya fakir miskin
ke Mesjid Besar di sana diberinya sandang dan pangan di samping tuntunan
agama Islam.
K.H. Ahmad Dahlan meruapakan salah satu tokoh Islam yang sangat giat
memperjuangkan kemajuan umat Islam melalui bidang pendidikan. Dia adalah
seorang tokoh pendiri Muhammadiyah pada tahun 1912 di Yogyakarta.
Ada beberapa hal yang melatarbelakangi K.H. Ahmad Dahlan mendirikan
Muhammadiyah ini :
34

a. Umat Islam tidak memegang tuntunan Al Quran dan Hadis menyebabkan


perbuatan syirik, bid’ah, dan khurafat semakin merajarela serat mencermarkan
kemurnian ajarannya.
b. Keadaan umat Islam sangat menyedihkan akibat penjajahan.
c. Kegagalan institusi pendidikan Islam untuk memenuhi tuntutan kemajuan
jaman merupakan akibat dari mengisolasi diri.
d. Persatuan dan kesatuan umat Islam menurun sebagi akibat lemahnya organisasi
Islam yang ada.
e. Munculnya tantangan dan kegiatan misi Zending yang dianggap mengancam
masa depan umat Islam.
Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga
mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya.
Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. la dituduh
hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang
menuduhnya kyai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen,
mengajar di sekolah Belanda, serta bergaul dengan tokoh-tokoh Budi Utomo yang
kebanyakan dari golongan priyayi, dan bermacam-macam tuduhan lain.
Saat itu Ahmad Dahlan sempat mengajar agama Islam di sekolah OSVIA
Magelang, yang merupakan sekolah khusus Belanda untuk anak-anak priyayi.
Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun ia berteguh hati
untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaruan Islam di tanah air bisa
mengatasi semua rintangan tersebut.
Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan
kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum.
Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan
Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah
Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta.
Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan
organisasi ini. Maka dari itu kegiatannya dibatasi. Walaupun Muhammadiyah
dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari, Imogiri dan lain-Iain
telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan keinginan
35

pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan


menyiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar
Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Al-Munir
di Ujung Pandang, Ahmadiyah[4] di Garut. Sedangkan di Solo berdiri
perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan
dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia
menganjurkan adanya jamaah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan
menjalankan kepentingan Islam.
Perkumpulan-perkumpulan dan Jamaah-jamaah ini mendapat bimbingan
dari Muhammadiyah, yang diantaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin,
Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam,
Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta’awanu alal birri, Ta’ruf bima kanu wal-
Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi.
Dahlan juga bersahabat dan berdialog dengan tokoh agama lain seperti
Pastur van Lith pada 1914-1918. Van Lith adalah pastur pertama yang diajak
dialog oleh Dahlan. Pastur van Lith di Muntilan yang merupakan tokoh di
kalangan keagamaan Katolik. Pada saat itu Kiai Dahlan tidak ragu-ragu masuk
gereja dengan pakaian hajinya[6].
Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad
Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, disamping juga melalui
relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan
sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama
darberbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan
terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin berkembang
hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Dahlan
mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan
cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan
oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.

2. Tujuan Utama Gerak Amal Usaha Muhammmadiyah


a. Memajukan / menggembirakan pengajaran / pelajaran Islam.
36

b. Memajukan dan mengembirakan cara hidup sepanjang kemauan Islam.


c. Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

3. Perjuangan di Bidang Pendidkan


Organisasi Muhammadiyah aktif menyelenggarakan lembaga pendidikan
sekolah pada semua jenjang pendidikan dan tersebar ke berbagai pelosok tanah
air. Tujuan pendidikannya adalah terwujudnya menusia muslim, berakhlak, cakap,
percaya kepada diri sendiri, berguna bagi masyarakat dan negara.
Jens-jenis sekolah yang dikembangkan adalah sebagai berikut.
1) Sebelum kemerdekaan
a. Sekolah umum: TK Vervolg School 4 tahun, HIS 7 tahun , MULO 3 tahun,
AMS 3 tahun, dan HIK 3 tahun.
b. Sekolah agama: Madrasah Ibtidaiyah 3 tahun, Tsanawiyah 3 tahun,
Muallimin /Muallimat 5 tahun, Kulliatul Muballighin (SPG Islam) 5 tahun
3. Sesudah Merdeka
Setelah merdeka, perkembangan pendidikan Muhammadiyah semakin
pesat. Pada dasarnya ada empat jenis lembaga pendidikan yang dikembangkan:
a. Sekolah-sekolah umum yang bernaung di bawah Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, SD, SMP, SMTA, SPG, SMEA, SMKK dan sebagainya.
b. Madrasah-madrasah yang bernaung di bawah Departemen Agama, yaitu
Madrasah Idtidaiyah, MTs, dan Madrasah Aliyah.
c. Jenis sekolah atau Madrasah khusus Muhammadiyah, yaitu Muallimin,
Muallimat, Sekolah tabligh, dan Pondok Pesantren Muhammadiyah.
d. Perguruan Tinggi Muhammadiyah, ada yang umum dan ada yang berciri
khas agama. Untuk perguruan tinggi agama di bawah pembinaan Kopertis
Departemen Agama.

2.4.4 KH. Hasyim Asy’ari


Organisasi keagamaan yang didirikan oleh K.H. Hasyim Asy’ari ini
bernama Nahdlatul Ulama (NU). N.U adalah organisasi keagamaan yang dipimpin
37

oleh para ulama, dan berorentasi tradisional. Maksud perkumpulan N.U. adalah
memegang teguh salah satu mazhab dari madzhab Imam yang berempat, yaitu : 1.
Syafi’i, 2. Maliki, 3. Hanafi, 4. Hambali, dan mengerjakan segala yang
menjadikan kemaslahatan untuk agama Islam..
Hasyim Asy’ari dilahirkan pada tanggal 14 Februari 1871 di Jombang
Jawa Timur. Beliau berjasa besar dalam mendirikan organisasi Islam terbesar di
Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama (NU) yang didirikan pada tanggal 31 Januari
1926. Di samping mendirikan NU, KH. Hasyim Asy’ari dalam rangka
merealisasikan cita-citanya, mendirikan pesantren Tebuireng di Jombang pada
tahun 1899. Mula-mula ia belajar agama Islam pada ayahnya sendiri Kyi Asy’ari.
Kemudian ia belajar ke pondok pesantren di Purbolinggo, kemudian pindah lagi
ke Plangitan, Semarang, Madura, dan lain-lain.
Sewaktu ia belajar di Siwalan Panji (Sidoarjo) pada tahun 1891, Kyi
Ya’kub yang mengajarnya tertarik kepada tingkah lakunya yang baik dan sopan
santunnya yang halus, sehingga ingin mengambilnya sebagai menantu, dan
akhirnya ia dinikahkan dengan putri Kyainya itu bernama Khadijah (tahun 1892).
Tidak lama kemudian ia pergi ke Makkah bersama istrinya untuk menunaikan
ibadah haji dan bermukim selama satu tahun, sedang istrinya meninggal di sana..
Pada kunjungan yang kedua ke Makkah ia bermukim selama delapan
tahun untuk menuntut ilmu agama Islam dan bahasa Arab. Sepulang dari Makkah
ia membuka pesantren untuk mengamalkan dan mengembangkan ilmu
pengetahuanya, yaitu Pesantren Tebuireng di Jombang (Pada tanggal 26 Rabi’ul
Awal tahun 1899 M).
Pembaharuan Tebuireng yang pertama ialah dengan mendirikan Madrasah
Salafiyah (tahun 1919) sebagai tangga untuk memasuki tingkat menengah
pesantren Tebuireng.
Pada tahun 1929 KH Hasyim Asy’ari menunjuk KH Ilyas menjadi kepala
Madrasah Salafiyah. (Mahmud Yunus, 1979: 235). Dengan demikian KH Ilyas
dapat melaksanakan hasratnya untuk memperbaharui keadaan dalam pesantren
Tebuireng menurut cita-cita pendirinya KH. Hasyim Asy’ari.
Setiap bulan Sya’ban para kyai dari berbagai daerah mengunjungi
pesantren Tebuireng untuk belajar selama satu bulan. Sebagai ilustrasi tentang
pengakuan terhadap keahlianya. Dapat disebutkan bahwa seorang bekas gurunya
38

pada tahun 1933 berkunjung ke Tebuireng untuk mendengarkan/mengikuti


pelajaran yang ia berikan.
Sementara itu NU tidak saja bergerak dalam bidang sosial
kemasyarakatan, tetapi sangat memperhatikan pada masalah-masalah pendidikan.
Apalagi di NU ada satu bidang yang khusus menangani masalah pendidikan di
lembaga-lembaga pendidikan atau sekolah-sekolah yang berada di bawah naungan
NU.
Adapun tujuan pendidikan Ma’arif adalah:
a. Menumbuhkan jiwa pemikiran dan gagasan-gagasan yang dapat membentuk
pandangan hidup bagi anak didik sesuai dengan ajaran Ahlussunah wal
Jama’ah.
b. Menanamkan sikap terbuka, watak mandiri, kemampuan bekerja sama dengan
pihak lain untuk lebih baik, ketrampilan menggunakan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
c. Menciptakan sikap hidup yang berorentasi kepada kehidupan duniawi dan
ukhrawi sebagai sebuah kesatuan.
d. Menanamkan penghayatan terhadap nilai-nilai ajaran agama Islam sebagai
ajaran yang dinamis.
KH Hasyim Asyari adalah putra ketiga dari 11 bersaudara. Ayahnya
bernama Kyai Asyari, pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan
Jombang. Ibunya bernama Halimah. Dari garis ibu, Hasyim merupakan keturunan
kedelapan dari Jaka Tingkir (Sultan Pajang).
Berikut silsilah lengkapnya: Ainul Yaqin (Sunan Giri), Abdurrohman (Jaka
Tingkir), Abdul Halim (Pangeran Benawa), Abdurrohman (Pangeran Samhud
Bagda), Abdul Halim, Abdul Wahid, Abu Sarwan, KH. Asy’ari (Jombang), KH.
Hasyim Asy’ari (Jombang).
Hasyim Asy’ari dilahirkan pada tanggal 14 Februari 1817 di Jombamg
Jawa Timur. Beliau berjasa besar dalam mendirikan organisasi Islam terbesar di
Indonesia yaitu Nahdatul Ulama (NU) yang didrikan 31 januari 1926.
Telah dimaklumi, bahwa usia yang panjang bagi seorang hamba adalah
merupakan rahmat tersendiri dari Allah SWT. Apalagi umur yang panjang dalam
kehidupan di dunia ini, dihiasi serta dipenuhi dengan amal kebaikan, baik vertikal
maupun horizontal, KH. M. Hasyim Asy’ari merupakan salah satunya. Sejarah
39

panjangnya, dalam pengabdian serta perjuangan untuk agama, bangsa dan negara,
telah terukir alam tinta mas.
Pengabdian serta perjuangan telah terbukti dengan kepribadiannya selama
masa revolusi fisik untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan negara
republik Indonesia ini, dan selanjutnya mengisi kemerdekaan tersebut melalaui
bidang pendidikan dan pengajaran. Bukan cuma itu, buah pemikiran beliau yang
dituangkan ke dalam sejumlah kitab, masih banyak yang belum diketahui.
Melukiskan orang besar sekaliber KH. M. Hasyim Asy?ari, serta pemikirannya
bukanlah suatu yang mudah, karena ada kehawatiran akan mereduksi gambaran
sang tokoh dan karya-karyanya. Namun masih tersisa harapan, semoga hal
tersebut dapat merangsang pembaca untuk menggali lebih dekat, baik seputar
kelahiran, keluarga, perjalanan studi, gagasan-gagasan besar dan peninggalan
yang harus dirawat, serta pemikiran beliau yang dituangkan dalam karya kitab-
kitab yang berbahasa Arab (kitab kuning). Kelahiran dan Masa Kecil tidak jauh
dari jantung kota Jombang ada sebuah dukuh yang bernama Ngedang Desa
Tambak Rejo yang dahulu terdapat Pondok Pesantren yang konon pondok tertua
di Jombang, dan pengasuhnya Kiai Usman. Beliau adalah seorang kiai besar, alim
dan sangat berpengaruh, istri beliau Nyai Lajjinah dan dikaruniai enam anak.
KH Hasyim Asyari belajar dasar-dasar agama dari ayah dan kakeknya,
Kyai Utsman yang juga pemimpin Pesantren Nggedang di Jombang. Sejak usia 15
tahun, beliau berkelana menimba ilmu di berbagai pesantren, antara lain Pesantren
Wonokoyo di Probolinggo, Pesantren Langitan di Tuban, Pesantren Trenggilis di
Semarang, Pesantren Kademangan di Bangkalan dan Pesantren Siwalan di
Sidoarjo.
Pada tahun 1892, KH Hasyim Asyari pergi menimba ilmu ke Mekah, dan
berguru pada Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, Syekh Mahfudh at-Tarmisi,
Syekh Ahmad Amin Al-Aththar, Syekh Ibrahim Arab, Syekh Said Yamani, Syekh
Rahmaullah, Syekh Sholeh Bafadlal, Sayyid Abbas Maliki, Sayyid Alwi bin
Ahmad As-Saqqaf, dan Sayyid Husein Al-Habsyi.

1. Perjuangan di Bidang Pendidikan


40

Nadhatuil Ulama ( NU) tidak saja bergerak dalam bidang sosial


kemasyarakatan, tetapi sangat memperhatikan masalah-masalah pendidikan.
Apalagi, di NU terdapat bagian yang khsusus menangani masalah pendidikan
yang disebut ma’arif bertugas untuk membuat pandangan dan program pendidikan
atau sekolah yang berada di bawah naungan NU.
Tujuan pendidikan ma’arif adalah sebagai berikut;
1. Menumbuhkan jwa pemikiran dan gagasan yang membentuk pandangan
hidup bagi anak didik sesuai dengan ahlussunah waljama’ah.Menanamkan
sikap terbuka, watak mandiri, kemampuan bekerja sama dengan pihak lain
untuk lebuh baik, keterampilan menggunakan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
2. Menciptakan sikap hidup yang berorientasi kepada kehidupan dunia dan
ukhrawi sebagai sebuah kesatuan.
3. Menanamkan penghayatan terhadap nilai-nilai ajaran agama Islam sebagi
ajaran yang dinamis.
Selain pesantren yang cukup banyak, NU menyelenggarakan juga
lembaga-lembaga pendidikan madrasah dan sekolah-sekolah umum. Sekedar
gambaran lembaga pendidikan yang dilaksanakan NU (selain pesantren) adalah
sebagai berikut.
a. Raudhatul Athfal (TK) 3 tahun, SRI 6 tahun
b. SMP NU 3 tahun, SMA NU 3 tahun , SGB NU 4 tahun , SGA NU 3 tahun,
c. Madrasah Menengah Pertama (MMP) NU 3 tahun dan
d. Mu’allimin / Mu’alimat NU 5 tahun. Selain itu, NU memiliki pergurun
tinggi.
Demikianlah bagaimana peran NU di bidang pendidikan yang semuanya
itu tidak terlepas dari peran K.H. hasyim Asy’ari sebagi pendirinya. Beliau
berpulang ke rahmatullah pada 15 Juli 1947, dengan meninggalkan karya dan
peninggalan yang monumental, terutama paondok pesantren Tebuireng, yang
merupakan pesantren tertua dan terbesar di di Jawa Timur

2.4.5 Raden Ajeng Kartini


41

Bagi kaum Wanita apa yang telah diperjuangkan oleh Raden Ajeng Kartini
memang sangat berpengaruh baik. Terbayang jika di era modern ini Wanita masih
belum mengenal emansipasi dan tidak mendapat jenjang pendidikan yang layak,
tentu banyak generasi muda bangsa yang tidak berpendidikan. Raden Ajeng
Kartini lahir pada tahun 1879 di kotaRembang. Ia anak salah seorang bangsawan
yang masih sangat taat pada adat istiadat. Setelah lulus dari Sekolah Dasar ia tidak
diperbolehkan melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi oleh orang
tuanya. Ia dipingit sambil menunggu waktu untuk dinikahkan. Kartini kecil sangat
sedih dengan hal tersebut. Ia ingin menentang tapi tak berani karena takut
dianggap anak durhaka. Untuk menghilangkan kesedihannya, ia mengumpulkan
buku-buku pelajaran dan buku ilmu pengetahuan lainnya yang kemudian
dibacanya di taman rumah dengan ditemani Simbok (pembantunya).
Akhirnya membaca menjadi kegemarannya, tiada hari tanpa membaca.
Semua buku, termasuk surat kabar dibacanya. Kalau ada kesulitan dalam
memahami buku-buku dan surat kabar yang dibacanya, ia selalu menanyakan
kepada Bapaknya. Melalui buku inilah, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir
wanita Eropa (Belanda, yang waktu itu masih menjajah Indonesia). Timbul
keinginannya untuk memajukan wanita Indonesia. Wanita tidak hanya didapur
tetapi juga harus mempunyai ilmu. Ia memulai dengan mengumpulkan teman-
teman wanitanya untuk diajarkan tulis menulis dan ilmu pengetahuan lainnya. Di
tengah kesibukannya ia tidak berhenti membaca dan juga menulis surat dengan
teman-temannya yang berada di negeri Belanda. Tak berapa lama ia menulis surat
pada Mr.J.H Abendanon. Ia memohon diberikan beasiswa untuk belajar di negeri
Belanda.
Beasiswa yang didapatkannya tidak sempat dimanfaatkan Kartini karena ia
dinikahkan oleh orang tuanya dengan Raden Adipati Joyodiningrat. Setelah
menikah ia ikut suaminya ke daerah Rembang.
Suaminya mengerti dan ikut mendukung Kartini untuk mendirikan sekolah
wanita. Berkat kegigihannya Kartini berhasil mendirikan Sekolah Wanita di
Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya.
Nama sekolah tersebut adalah “Sekolah Kartini”. Ketenarannya tidak membuat
42

Kartini menjadi sombong, ia tetap santun, menghormati keluarga dan siapa saja,
tidak membedakan antara yang miskin dan kaya.
Pada tanggal 17 September 1904, Kartini meninggal dunia dalam usianya
yang ke-25, setelah ia melahirkan putra pertamanya. Setelah Kartini wafat, Mr.J.H
Abendanon memngumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah
dikirimkan R.A Kartini pada para teman-temannya di Eropa. Buku itu diberi judul
“DOOR DUISTERNIS TOT LICHT” yang artinya “Habis Gelap Terbitlah
Terang”.

Perjuangan Raden Ajeng Kartini


Perjuangan R.A. Kartini adalah merintis perubahan bagi kaum wanita.
Beliau tidak segan-segan turun ke bawah bergaul dengan masyarakat biasa untuk
mengembangkan ide dan cita-citanya yang hendak merombak status sosial kaum
wanita dan cara-cara kehidupan dalam masyarakat dengan semboyan: “ Kita harus
membuat sejarah, kita mesti menentukan masa depan kita yang sesuai dengan
keperluan serta kebutuhan kita sebagai kaum wanita dan harus mendapat
pendidikan yang cukup seperti halnya kaum lelaki.
Dengan pengetahuan serta pengalaman yang didapatnya, Raden Ajeng
Kartini secara berangsur-angsur dan setahap demi setahap tapi pasti berusaha
menambah kehidupan yang layak bagi seorang kau wanita. Walaupun sudah
menikah Raden Ajeng Kartini tetap gigih untuk tetap memperjuangkan
pendidikan bagi kehidupan anak – anak di sekitar tempat tinggalnya. Raden
Adipati Joyoningtat pun turut serta melancarkan perjuangan Raden Ajeng
Kartini.Peranan Suami, dalam usaha Raden Ajeng Kartini Meningkatkan
perjuangan sangat menentukan pula karena dengan dorongan dan bantuan
suaminya beliau dapat mendirikan sekolah kepandaian putri dan di sanalah beliau
mengajarkan tentang kegiatan wanita, seperti belajar jahit-menjahit serta
kepandaian putri lainnya.
Usaha-usaha Raden Ajeng Kartini dalam meningkatkan kecerdasan untuk
bangsa Indonesia dan kaum wanita, khususnya melalui sarana-sarana pendidikan
dengan tidak memandang tingkat dan derajat, apakah itu bangsawan atau rakyat
43

biasa. Semuanya mempunyai hak yang sama dalam segala hal, bukan itu saja
karya-karya beliau, persamaan hak antara kaum laki-laki dan kaum wanita tidak
boleh ada perbedaan. Beliau juga mempunyai keyakinan bahwa kecerdasan rakyat
untuk berpikir, tidak akan maju jika kaum wanita ketinggalan.
Inilah perjuangan Raden Ajeng Kartini yang telah berhasil menempatkan
kaum wanita d tempat yang layak, yang mengangkat derajat wanita dari tempat
gelap ke tempat yang terang benderang. sesuai dengan karya tulis beliau yang
terkenal, yang berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang”.
Perjuangan RA Kartini dalam Lapangan Pendidikan
Dalam hal pendidikan di sekolah, Kartini menganjurkan agar anak-anak
diberi pendidikan modern. Ini bukan berarti R.A. Akan membelandakan atau
mengeropakan orang Indonesia. Mereka tetap sebagai orang Indonesia .
Maksudnya, bahwa segi pendidikan yang baik dari luar yang diambil dicapur dari
segi yang baik pula dari Indonesia.
Dari gabungan itu, Kartini bercita-cita memajukan pendidikan dan
kebudayaan Indonesia. Keinginan itu ditulis dalam suratnya tertanggal 10 Juni
1902 yaitu yang ditunjukan kepada Ny. Abendanon antara lain: Kami sekali-kali
tiada hendak menjadikan murid-murid kami jadi setengah orang Eropa atau orang
jawa kebelanda-belandaan. Maksud kami dengan mendidik akan menjadikan
orang Jawa itu, orang yang berjiwa karena cinta dan gembira akan tanah air dan
bangsanya. Dalam salah satu surat yang lain Kartini berpendapat: bila barang
sesuatu yang bagus daripada bangsa yang satu dicampur dengan barang sesuatu
yang bagus daripada bangsa lain, maka akan timbul yang baik
Hal-hal yang diperjuangkan R.A.Kartini :
a. Kartini selalu menganjurkan agar kaum dan bangsanya mau mengambil dan
meniru segi-segi yang baik dari Barat.
b. Kartini menganjurkan agar pendidikan budi pekerti dipehatikan.
c. Yang memegang peranan penting dalam hal pendidikan
d. Pembelajaran bahasa Melayu atau bahasa Indonesia, dan bahasa Belanda
hendaknya diajarkan di sekolah tidak hanya pelajaran membaca, menulis, dan
berhitung.
44

e. Karena ide pemberian mata pelajaran tersebut tidak dibolehkan oleh


Pemerintah Hindia Belanda maka Kartini mendirikan sekolah sendiri
Perjuangan emansipasi yang disalurkan melalui pendidikan yakni dengan
mendirikan sekolah khsusus kaum wanita. Jenis sekolah yang diritis adalah
4. Sekolah gadis dii Jeparatahun 1903
5. Sekolah Gadis Rembang
6. Untuk menghormati cita-cita Kartini, pada tahun 1913 didirikan Sekolah
rendah untuk anak-anak perempuan di beberapa kota besar, yaitu dengan nama
sekolah Kartini. Bahkan karena jasa-jasanya WR Supratman mengabadikan
namanya dalam sebuah lagu gubahannya yang berjudul ‘Ibu Kita Kartini.

2.4.6 Dewi Sartika

Pahlawan Pendidikan yang satu ini merintis perjuangan di Kota Bandung.


Tidak jauh seperti Raden Adjeng Kartini, Dewi Sartika adalah pejuang pendidikan
bagi kaum wanita. Sekolah Istri adalah nama sekolah yang didirikan oleh Dewi
Sartika atas dana pribadi dan bantuan pemerintah pribumi saat itu, mulai dari
pendidikan pengetahuan umum hingga ilmu tentang keterampilan memasak,
membuat keterampilan dan menjahit ada di sekolah istri ini. Dewi Sartika adalah
putri pasangan Patih Bandung, R. Rangga Somanegara dan R.A. Raja Permas,
putri Bupati Bandung R.A.A Wiranata kusuma IV, yang terkenal dengan sebutan
Dalem Bintang. Dewi Sartika lahir pada tanggal 04 desember 1884 di Cicalengka.
Cita-cita putri bangsawan ini adalah mendirikan sekolah istri, ia sudah mengidam-
idamkan sekolah tersebut sejak kecil.
Dewi Sartika adalah simbol kebangkitan kesadaran perempuan atas harga
dirinya. Ia berjuang agar kaumnya sejajar dengan lawan jenisnya. Dengan segala
keterbatasan dan pagar-pagar bersepuh emas yang bernama etika, mereka
mencoba untuk mengembangkan diri dan keyakinan.
Semasa kecil, Dewi Sartika diperkenankan oleh pemerintah Hindia
Belanda untuk masuk sekolah pada kelas satu (Eerste Klasse School). Suatu saat
terjadi kejadian penting pada keluarganya, sehingga dia terpaksa mengakhiri
45

sekolah sampai kelas 2 B. Di sekolah itu, dia memperoleh pendidikan dasar yaitu
membaca, menulis dan bahasa Belanda. Selain itu, dia mempunyai banyak teman
dari bangsa sendiri maupun dari bangsa Belanda. Meskipun dia bersekolahnya
hanya sebentar, namun semangat untuk belajar masih sangat besar. Dia mencari
ilmu dari kehidupan diri sendiri dan lingkungan sekitarnya, sampai dia berhasil
menjadi pimpinan salah satu sekolah. Walaupun tangan kanannya cedera gara-
gara jatuh waktu bermain, dia tetap menjalankan tugasnya dengan baik.
Tetapi pada bulan Juli tahun 1893 kedamaian keluarga Dewi Sartika
berakhir karena ayahandanya dituduh terlibat dalam peristiwa pemasangan
dinamit. Hukuman yang diterima adalah hukuman buangan ke Ternate. Sang ibu
juga ikut menyertai ke Ternate sehingga Dewi Sartika dan saudara-saudaranya
dititipkan pada sanak keluarga tanpa bekal apapun karena harta bendanya disita
semuanya. sedangkan Dewi Sartika oleh bapak tuanya dibawa di tengah-tengah
kehidupan keluarganya di Cicalengka.
Di Cicalengka, Dewi Sartika tidak diperlakukan semestinya dan
dikucilkan. Dia hanya dianggap sebagai pelayan dan ditempatkan di belakang jauh
dari tempat yang lazim dihuni oleh keluarganya / anak didiknya. Walaupun dia
merasa kesepian dan sedih, dia tidak pernah menghiraukannya karena dia
mempunyai tugas-tugas yang harus diselesaikan setiap hari. Meskipun dia
menderita, tapi dia banyak mendapatkan pelajaran tentang memasak, menjahit,
menyulam dan kerajinan tangan yang diajarkan oleh istri Patih Arya.
Selain itu, Dewi Sartika punya tugas mengantar saudara-saudara
sepupunya pergi ke rumah nyonya Belanda untuk belajar membaca dan menulis
bahasa Belanda. Di situ Dewi Sartika tidak diperkenankan masuk, cuma
mendengar dari balik pintu. Karena kecerdasannya, dia bisa menangkap semua
pelajaran itu.
Awal Dewi Sartika merintis kariernya yaitu dia menjadi seorang pemimpin
dan guru yang mengajar di sekolah kautamaan istri. Pada tahun 1906, Dewi
Sartika menikah dengan R. A Soeriawinata. Setelah menikah ia tidak berhenti
bekerja dan suaminya dengan aktif bekerjasama dengan istrinya, sehingga pada
tahun 1912 Dewi Sartika berhasil mendirikan sembilan sekolah untuk anak gadis.
46

Saat ia telah berhasil mendirikan sekolahnya yang pertama, kini berusaha untuk
mengembangkannya ditingkat yang lebih tinggi. Salah satu hasil karyanya yaitu
sebagai pendiri pertama kali sekolah untuk anak-anak gadis dan sekolah istri,
sekolah yang pertama untuk jenisnya bagi seluruh Indonesia pada tanggal 16
Januari 1904 di Paseban.
Dewi Sartika wafat pada hari Kamis, tanggal 11 September 1947. pukul
09.00 WIB di tengah-tengah keluarga di rumah sakit Cineam. Beliau wafat dalam
usia 63 tahun.
Perjuangan Raden Dewi Sartika
Di sebuah ruangan kecil, di belakang rumah ibunya di Bandung, Dewi
Sartika mengajar di hadapan anggota keluarganya yang perempuan. Saat itu tahun
1902, ketika wanita pribumi masih jauh dari mandiri karena kungkungan adat.
Pendidikan bagi dia adalah jalan keluarnya. Inilah alasan kenapa Dewi Sartika
mencetuskan gagasan mendirikan sekolah wanita pribumi yang pertama di
Indonesia. Dia mengajarkan cara merenda, memasak, jahit-menjahit, membaca,
menulis, dan sebagainya. Muridnya membawa makanan, beras, garam.
Kegiatan ini perlahan tecium Inspektur Pengajaran Hindia Belanda di
Bandung, C. Den Hammer. Den Hammer menilainya kegiatan liar yang
membahayakan dan patut dicurigai. Tapi, setelah melihat secara dekat, Den
Hammer menilai positif, bahkan terkesan dengan pemikiran dan obsesi Dewi
Sartika yang ingin mendirikan sekolah wanita pribumi. Dukungan Den Hammer
ternyata tak cukup. Masih saja ada yang menghalangi usahanya. Alasannya
bertentang dengan adat istiadat.
Inilah yang lebih menyedihkan Dewi Sartika. Dalam salah satu artikelnya
dia menyayangkan, “… masih banyak di antara orang-orang setanah air saya yang
rupanya selalu berusaha untuk lebih dahulu menentang segala yang baru”. Den
Hammer ikut prihatin. Dia lalu mengusulkan agar Dewi Sartika meminta bantuan
dari Bupati Bandung R.A. Martanegara. Dewi Sartika ragu. Dia belum bisa
melupakan pengalaman pahit yang menimpa keluarganya sembilan tahun silam.
Ketika itu ayahnya, Raden Rangga Somanegara, harus menjalani hukuman buang
ke Ternate hingga meninggal dunia di sana. Pemerintah Hindia Belanda
47

membuangnya karena ayahnya menentang pelantikan R.A. Martanegara sebagai


Bupati Bandung.
Bupati Bandung R. A. Martanegara terkejut mengetahui Dewi Sartika
hendak menghadapnya. Apalagi mendengar gagasan Dewi Sartika yang ingin
mendirikan sekolah bagi wanita pribumi. Ada rasa haru, kagum, tapi sang Bupati
perlu waktu untuk merundingkan ide itu dengan sejumlah sahabat dan kerabat
dekatnya.
Tak lama kemudian Dewi Sartika dipanggil di pendopo dalem. “Nya atuh
Uwi, ari Uwi panting jeung kekeuh hayang mah, mugi-mugi bae dimakbul ku
Allah nu ngawasa sekuliah alam, urang nyoba-nyoba nyien sakola sakumaha
kahayang Uwi. Pikeun nyegah bisi aya ka teu ngeunah di akhir, sekolah teh hade
lamun di pendopo wae heula. Lamun katanyaan henteu aya naon-naon, pek bae
pindah ka tempat sejen,” ujar Martanegara. Hilang debaran dan rasa was-was itu.
Dewi Sartika senang. Ucapan sang Bupati menandakan dukungan dan
perlindungan atas rencananya mendirikan sekolah untuk wanita pribumi.
Maka pada 16 Januari 1904, Sakola Istri berhasil dibentuk-istri dalam
bahasa Sunda berarti juga wanita. Tenaga pengajarnya tiga orang; Dewi Sartika
dibantu dua saudara misannya, Ny. Poerwa dan Nyi. Oewid. Untuk sementara
tempat belajar meminjam ruangan di Paseban Barat di halaman depan rumah
Bupati Bandung. Murid yang diterima untuk kali pertama sebanyak 60 siswi, yang
sebagian besar berasal dari masyarakat kebanyakan.
Pada 1905 sekolah tersebut pindah ke jalan Ciguriang-Kebun Cau karena
ruangan tak mampu lagi menampung jumlah siswi yang bertambah. Lokasi baru
ini dibeli Dewi Sartika dengan uang tabungan pribadinya plus bantuan dana
pribadi dari Bupati Bandung.

2.4.7 Ki Hadjar Dewantara

Pahlawan Pendidikan yang tanggal lahirnya diabadikan sebagai


HARDIKNAS. Beliau adalah aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia,
kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari
48

zaman penjajahan Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu


lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk
bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang
Belanda.
Ki Hajar Dewantara yang sebelumnya bernama Raden Mas Suwardi
Suryaningrat, lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. putera dari KPH.
Suryaningrat, dan cucu dari Pakualam III, yang meninggalkan kebangsawananya
untuk terjun dalam pergerakan kemeerdekaan Indonesia dan berjuang
memperbaiki nasib rakyat. Ki hajar Dewantara masuk Sekolah Dokter Jawa di
jakarta sampai tingkat II, dan meninggalkan sekolah tersebut kembali ke
Yogyakarta, karena kesulitan biaya.
Beliau adalah tokoh yang sangat berjasa di bidang pendidikan, dan
beliaulah yang mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa pada tahun 1922.
dikarenakan jasanya yang sangat besar tersebut, maka sampai sekarang hari
lahirnya yaitu 2 Mei diperingati sebagai Pendidikan Nasional.
Perguruan Taman Siswa yang didirikan pada tanggal 3 Juli 1922, pada
mulanya bernama “National Onderwijs Institut Taman Siswa” di Yogyakarta.
Secara lengkap bagian-bagian pendidikan pada Perguruan Taman Siswa ini
adalah:
a. Taman Indria (setingkat dengan TK).
b. Taman Anak (setingkat kelas I-III sekolah Rendah).
c. Taman Muda (setingkat kelas IV-VI sekolah Rendah).
d. Taman Dewasa (setara SMP).
e. Taman Madia (setara SMA).
f. Taman Guru B-1 (mendidik calon guru untuk Taman Anak dan Taman Madia).
g. Taman Guru B-2.
h. Taman Guru B-3 (mendidik calon guru untuk taman Dewasa) Taman Guru B-
3 ini terdiri dari dua bagian, yaitu Bagian A untuk Jurusan Ilmu Pasti dan
Alam, dan Bagian B untuk Jurusan Budaya.
i. Taman Guru Indria (mendidik anak wanita yang ingin manjadi guru pada
Taman Indria).
Asas-asas pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara,
sebagai berikut:
a. Asas kemerdekaan.
49

b. Asas kodrat alam.


c. Asas kebudayaan.
d. Asas kebangsaan.
e. Asas kemanusiaan.
Kelima asas tersebut ia sebut dengan “Panca Darma Taman Siswa”
Di samping itu, penyelenggaraan Taman Siswa didasarkan pada beberapa
semboyan yang menjiwainya yaitu berikut ini
1. Lawan sastra ngesti mulia; dengan kecerdasan jiwa (kita) menuju arah
kesejahteraan;
2. Suci tata ngesti tunggal: dengan kesucian batin dan teraturnya hidup batin, kita
mengejar kesempurnaan;
3. Tut Wuri Hndayani: mengikuti dari belakang sambil memberikan pengaruh;
4. Kita berhamba kepada sang anak; dan
5. Rawe-rawe rantas, malang-malang putung; segala yang menghalangi akan
hancur.
Ki Hajar Dewantara pernah menjabat beberapa jabatan setelah Indonesia
Merdeka yaitu: 1) Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan RI Pertama.
2) Anggota Wakil Ketua DPA. 3) Anggota Parlemen.

3. Perguruan Taman Siswa


Sekembalinya ke tanah air pada tahun 1918, Ki Hajar Dewantara
mencurahkan perhatiannya di bidang pendidikan sebagai salah satu bentuk
perjuangan meraih kemerdekaan. Bersama rekan-rekan seperjuangannya lainnya,
Ki Hajar mendirikan Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau lebih dikenal
dengan Perguruan Nasional Tamansiswa pada 3 Juli 1922. Taman Siswa
merupakan sebuah perguruan yang bercorak nasional yang menekankan rasa
kebangsaan dan cinta tanah air serta semangat berjuang untuk memperoleh
kemerdekaan.
Perjuangan Ki Hajar Dewantara tak hanya melalui Taman siswa, sebagai
penulis, Ki Hajar Dewantara tetap produktif menulis untuk berbagai surat kabar.
Hanya saja kali ini tulisannya tidak bernuansa politik, namun beralih ke bidang
pendidikan dan kebudayaan. Tulisan KI Hajar Dewantara berisi konsep-konsep
50

pendidikan dan kebudayaan yang berwawasan kebangsaan. Melalui konsep-


konsep itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi
bangsa Indonesia.

4. Semboyan Pendidikan Ki Hajar Dewantara


Dalam perjuangannya terhadap pendidikan bangsanya, Ki Hajar
Dewantara mempunyai Semboyan yaitu tut wuri handayani (dari belakang
seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan), ing madya mangun
karsa (di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide),
dan ing ngarsa sung tulada (di depan, seorang pendidik harus memberi teladan
atau contoh tindakan baik). Semboyan ini masih tetap dipakai dalam dunia
pendidikan kita, terutama di sekolah-sekolahTamansiswa.

5. Pahlawan Pendidikam Nasioanal


Usianya yang genap 40 tahun, Ki Hajar Dewantara mencabut gelar
kebangsawanannya dan mengganti nama aslinya Raden Mas Soewardi
Soerjaningrat menjadi Ki Hadjar Dewantara. Hal ini dimaksudkan agar beliau
dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hati. Pada masa
pendudukan Jepang, Ki Hajar Dewantara diangkat sebagai salah satu pimpinan
pada organisasi Putera bersama-sama dengan Ir. Soekarno, Drs. Muhammad Hatta
dan K.H. Mas Mansur. Dimasa kemerdekaan Ki Hajar Dewantara dingkat sebagai
Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama. Perjuangan Ki
Hajar Dewantara terhadap pendidikan Indonesia membuat beliau layak di
anugerahi gelar pahlawan pendidikan Indonesia. Tak berlebihan pula jika tanggal
lahir beliau, 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional untuk
mengenang dan sebagai penyemangat bagi kita untuk meneruskan prakarsa dan
pemikiran-pemikiran beliau terhadap pendidikan Indonesia.
Ki Hajar Dewantara meninggal dunia pada tanggal 26 April 1959 di
Yogyakarta. Beliau telah memberikan karya terbaiknya kepada nusa dan bangsa.
Semboyan “Tut Wuri Handayani” diabadikan sebagai lambang dan semboyan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
51

Ki Hajar Dewantara pernah menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran dan


Kebudayaan Kabinet presidentil I, 19 Agustus 1945- 14 November 1945. (
Tujuan Pendidikan menurut Beliau adalah: sebagai proses pembudayaan
kodrat alam setiap individu yang kemampuan-kemampuan bawaan untuk dapat
mempertahankan hidup, yang tertuju pada pencapaian kemerdekaan lahir dan
batin, sehingga memperoleh keselamatan dalam hidup batiniah.

2.4.8 Rohana Kudus


Rohana Kudus (lahir di Koto Gadang, Sumatera Barat, 20 Desember 1884
– meninggal di Jakarta, 17 Agustus 1972 pada umur 87 tahun) adalah wartawan
Indonesia. Ia lahir dari ayahnya yang bernama Rasjad Maharaja Soetan dan
ibunya bernama Kiam. Rohana Kudus adalah kakak tiri dari Soetan Sjahrir,
Perdana Menteri Indonesia yang pertama dan juga mak tuo (bibi) dari penyair
terkenal Chairil Anwar. Ia pun adalah sepupu H. Agus Salim. Rohana hidup di
zaman yang sama dengan Kartini. Pada zaman itru akses perempuan untuk
mendapat pendidikan yang baik sangat dibatasi. Ia adalah perdiri surat kabar
perempuan pertama di Indonesia
Rohana adalah seorang perempuan yang mempunyai komitmen yang kuat
pada pendidikan terutama untuk kaum perempuan. Pada zamannya Rohana
termasuk salah satu dari segelintir perempuan yang percaya bahwa diskriminasi
terhadap perempuan, termasuk kesempatan untuk mendapat pendidikan adalah
tindakan semena-semena dan harus dilawan. Dengan kecerdasan, keberanian,
pengorbanan serta perjuangannya Rohana Kudus melawan ketidakadilan untuk
perubahan nasib kaum perempuan.
Walaupun Rohana tidak bisa mendapat pendidikan secara formal namun ia
rajin belajar dengan ayahnya, seorang pegawai pemerintah Belanda yang selalu
membawakan Rohana bahan bacaan dari kantor. Keinginan dan semangat
belajarnya yang tinggi membuat Rohana cepat menguasai materi yang diajarkan
ayahnya. Dalam Umur yang masih sangat muda Rohana sudah bisa menulis dan
membaca, dan berbahasa Belanda. Selain itu ia juga belajar abjad Arab, Latin, dan
Arab-Melayu.
52

Saat ayahnya ditugaskan ke Alahan Panjang, Rohana bertetangga dengan


pejabat Belanda atasan ayahnya. Dari istri pejabat Belanda itu, Rohana belajar
menyulam, menjahit, merenda, dan merajut yang merupakan keahlian perempuan
Belanda. Di sini ia juga banyak membaca majalah terbitan Belanda yang memuat
berbagai berita politik, gaya hidup, dan pendidikan di Eropa yang sangat digemari
Rohana.

2. Perjuangan di Lapangan Pendidikan dan Wirausaha


Berbekal semangat dan pengetahuan yang dimilikinya setelah kembali ke
kampung dan menikah pada usia 24 tahun dengan Abdul Kudus yang berprofesi
sebagai notaris. Rohana mendirikan sekolah keterampilan khusus perempuan pada
tanggal 11 Februari 1911 yang diberi nama Sekolah Kerajinan Amai Setia. Di
sekolah ini diajarkan berbagai keterampilan untuk perempuan, Keterampilan
mengelola keuangan, tulis-baca, budi pekerti, pendidikan agama dan bahasa
Belanda.
Banyak sekali rintangan yang dihadapi Rohana dalam mewujudkan cita-
citanya. Jatuh bangun memperjuangkan nasib kaum perempuan penuh dengan
benturan sosial menghadapi pemuka adat dan kebiasaan masyarakat Koto Gadang,
bahkan fitnahan yang tak kunjung menderanya seiring dengan keinginannnya
untuk memajukan kaum perempuan. Namun gejolak sosial yang dihadapinya
justru membuatnya tegar dan semakin yakin dengan apa yang diperjuangkannya.
Selain berkiprah di sekolahnya, Rohana menjalin kerjasama dengan pemerintah
Belanda karena ia sering memesan peralatan dan kebutuhan jahit-menjahit untuk
kepentingan sekolahnya. Di samping itu, Rohana menjadi perantara untuk
memasarkan hasil kerajinan muridnya ke Eropa yang memang memenuhi syarat
ekspor. Ini menjadikan sekolah Rohana berbasis industri rumah tangga serta
koperasi simpan pinjam dan jual beli yang anggotanya semua perempuan yang
pertama di Minangkabau.
Banyak petinggi Belanda yang kagum atas kemampuan dan kiprah
Rohana. Selain menghasilkan berbagai kerajinan, Rohana juga menulis puisi dan
artikel serta fasih berbahasa Belanda. Tutur katanya setara dengan orang yang
53

berpendidikan tinggi, wawasannya juga luas. Kiprah Rohana menjadi topik


pembicaraan di Belanda. Berita perjuangannya ditulis di surat kabar terkemuka
dan disebut sebagai perintis pendidikan perempuan pertama di Sumatera Barat.
Keinginan untuk berbagi cerita tentang perjuangan memajukan pendidikan kaum
perempuan di kampungnya ditunjang kebiasaannya menulis berujung dengan
diterbitkannya surat kabar perempuan yang diberi nama Sunting Melayu, 10 Juli
1912. Sunting Melayu merupakan surat kabar perempuan pertama di Indonesia
yang pemimpin redaksi, redaktur dan penulisnya adalah perempuan.
Kisah sukses Rohana di sekolah kerajinan Amai Setia tak berlangsung
lama. Tanggal 22 Oktober 1916 seorang muridnya yang telah didiknya hingga
pintar menjatuhkannya dari jabatan Direktris dan Peningmeester karena tuduhan
penyelewengan penggunaan keuangan. Rohana harus menghadapi beberapa kali
persidangan yang diadakan di Bukittinggi didampingi suaminya, seorang yang
mengerti hukum dan dukungan seluruh keluarga. Setelah beberapa kali
persidangan tuduhan pada Rohana tidak terbukti, jabatan di sekolah Amai Setia
kembali diserahkan padanya, namun dengan halus ditolaknya karena dia berniat
pindah ke Bukittinggi.
Di Bukittinggi Rohana mendirikan sekolah dengan nama “Rohana
School”. Rohana mengelola sekolahnya sendiri tanpa minta bantuan siapa pun
untuk menghindari permasalahan yang tak diinginkan terulang kembali. Rohana
School sangat terkenal muridnya banyak, tidak hanya dari Bukittinggi tapi juga
dari daerah lain. Hal ini disebabkan Rohana sudah cukup populer dengan hasil
karyanya yang bermutu dan juga jabatannya sebagai Pemimpin Redaksi Sunting
Melayu membuat eksistensinya tidak diragukan.
Tak puas dengan ilmunya, di Bukittinggi Rohana memperkaya
keterampilannya dengan belajar membordir pada orang Cina dengan
menggunakan mesin jahit singer. Karena jiwa bisnisnya juga kuat, selain belajar
membordir Rohana juga menjadi agen mesin jahit untuk murid-murid di
sekolahnya sendiri. Rohana adalah perempuan pertama di Bukittinggi yang
menjadi agen mesin jahit singer yang sebelumnya hanya dikuasai orang Tionghoa.
54

Dengan kepandaian dan kepopulerannya Rohana mendapat tawaran


mengajar di sekolah Dharma Putra. Di sekolah ini muridnya tidak hanya
perempuan tapi ada juga laki-laki. Rohana diberi kepercayaan mengisi pelajaran
keterampilan menyulam dan merenda. Semua guru di sini adalah lulusan sekolah
guru kecuali Rohana yang tidak pernah menempuh pendidikan formal. Namun
Rohana tidak hanya pintar mengajar menjahit dan menyulam melainkan juga
mengajar mata pelajaran agama, budi pekerti, Bahasa Belanda, politik, sastra, dan
teknik menulis jurnalistik.
Rohana menghabiskan waktu sepanjang hidupnya dengan belajar dan
mengajar. Mengubah paradigma dan pandangan masyarakat Koto Gadang
terhadap pendidikan untuk kaum perempuan yang menuding perempuan tidak
perlu menandingi laki-laki dengan bersekolah segala. Namun dengan bijak
Rohana menjelaskan “Perputaran zaman tidak akan pernah membuat perempuan
menyamai laki-laki. Perempuan tetaplah perempuan dengan segala kemampuan
dan kewajibanya. Yang harus berubah adalah perempuan harus mendapat
pendidikan dan perlakukan yang lebih baik. Perempuan harus sehat jasmani dan
rohani, berakhlak dan berbudi pekerti luhur, taat beribadah yang kesemuanya
hanya akan terpenuhi dengan mempunyai ilmu pengetahuan”. Emansipasi yang
ditawarkan dan dilakukan Rohana tidak menuntut persamaan hak perempuan
dengan laki-laki namun lebih kepada pengukuhan fungsi alamiah perempuan itu
sendiri secara kodratnya. Untuk dapat berfungsi sebagai perempuan sejati
sebagaimana mestinya juga butuh ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk
itulah diperlukannya pendidikan untuk perempuan.
Usaha-usaha lain yang telah dilakuakn Rohana Kudus Bidang pendidikan adalah :
1. Tahun 1896 saat usianya 12 tahun , ia sudah mengajar teman-teman gadis di
kampungnnya dalam bidang membaca dan menulis,
2. Tahun 1905, ia mendirikan “Sekolah Gadis” di Kota Gedang, yang kemudian
pada tahun 1911 diubah namanya mejadi “Sekolah Karajinan Amai Satia.”
3. Pada 10 Juli 1912, ia ikut melahirkan sekaligus menjadi pemimpin Redaksi
Surat Kabar Wanita dengan nama “Soenting Melajoe” di Padang. Demikianlah
Rohana Kudus menghabiskan 88 tahun umurnya dengan beragam kegiatan
55

yang berorientasi pada pendidikan, jurnalistik, bisnis dan bahkan politik. Kalau
dicermati begitu banyak kiprah yang telah diusung Rohana. Selama hidupnya
ia menerima penghargaan sebagai Wartawati Pertama Indonesia (1974), pada
Hari Pers Nasional ke-3, 9 Februari 1987, Menteri Penerangan Harmoko
menganugerahinya sebagai Perintis Pers Indonesia. Dan pada tahun 2008
pemerintah Indonesia menganugerahkan Bintang Jasa Utama.

2.4.9 Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA)


Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan julukan
HAMKA, yakni singkatan namanya, (lahir di desa kampung Molek, Maninjau,
Sumatera Barat, 17 Februari 1908 – meninggal di Jakarta, 24 Juli 1981 pada umur
73 tahun) adalah sastrawan Indonesia, sekaligus ulama, dan aktivis politik.
a. Belakangan ia diberikan sebutan Buya, yaitu panggilan buat orang
Minangkabau yang berasal dari kata abi, abuya dalam bahasa Arab, yang
berarti ayahku, atau seseorang yang dihormati.
b. Ayahnya adalah Syekh Abdul Karim bin Amrullah, yang dikenal sebagai Haji
Rasul, yang merupakan pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau,
sekembalinya dari Makkah pada tahun 1906.
HAMKA (1908-1981), adalah akronim kepada nama sebenar Haji Abdul
Malik bin Abdul Karim Amrullah. Ia adalah seorang ulama, aktivis politik dan
penulis Indonesia yang amat terkenal di alam Nusantara. Ia lahir pada 17 Februari
1908 di kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat, Indonesia. Ayahnya ialah
Syeikh Abdul Karim bin Amrullah atau dikenali sebagai Haji Rasul, seorang
pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau, sekembalinya dari Makkah pada
tahun 1906.
Hamka mendapat pendidikan rendah di Sekolah Dasar Maninjau sehingga
kelas dua. Ketika usia HAMKA mencapai 10 tahun, ayahnya telah mendirikan
Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Di situ Hamka mempelajari agama dan
mendalami bahasa Arab. Hamka juga pernah mengikuti pengajaran agama di
surau dan masjid yang diberikan ulama terkenal seperti Syeikh Ibrahim Musa,
56

Syeikh Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjopranoto dan Ki Bagus


Hadikusumo.
Hamka mula-mula bekerja sebagai guru agama pada tahun 1927 di
Perkebunan Tebing Tinggi, Medan dan guru agama di Padang Panjang pada tahun
1929. Hamka kemudian dilantik sebagai dosen di Universitas Islam, Jakarta dan
Universitas Muhammadiyah, Padang Panjang dari tahun 1957 hingga tahun 1958.
Setelah itu, beliau diangkat menjadi rektor Perguruan Tinggi Islam, Jakarta dan
Profesor Universitas Mustopo, Jakarta. Dari tahun 1951 hingga tahun 1960, beliau
menjabat sebagai Pegawai Tinggi Agama oleh Menteri Agama Indonesia, tetapi
meletakkan jabatan itu ketika Sukarno menyuruhnya memilih antara menjadi
pegawai negeri atau bergiat dalam politik Majelis Syuro Muslimin Indonesia
(Masyumi).
Hamka adalah seorang otodidak dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan
seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat.
Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, beliau dapat menyelidiki karya
ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan,
Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti dan Hussain Haikal. Melalui bahasa Arab
juga, beliau meneliti karya sarjana Perancis, Inggris dan Jerman seperti Albert
Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl
Marx dan Pierre Loti. Hamka juga rajin membaca dan bertukar-tukar pikiran
dengan tokoh-tokoh terkenal Jakarta seperti HOS Tjokroaminoto, Raden Mas
Surjopranoto, Haji Fachrudin, Ar Sutan Mansur dan Ki Bagus Hadikusumo sambil
mengasah bakatnya sehingga menjadi seorang ahli pidato yang handal.
Hamka juga aktif dalam gerakan Islam melalui organisasi
Muhammadiyah. Ia mengikuti pendirian Muhammadiyah mulai tahun 1925 untuk
melawan khurafat, bidaah, tarekat dan kebatinan sesat di Padang Panjang. Mulai
tahun 1928, beliau mengetuai cabang Muhammadiyah di Padang Panjang. Pada
tahun 1929, Hamka mendirikan pusat latihan pendakwah Muhammadiyah dan dua
tahun kemudian beliau menjadi konsul Muhammadiyah di Makassar. Kemudian
beliau terpilih menjadi ketua Majlis Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat
oleh Konferensi Muhammadiyah, menggantikan S.Y. Sutan Mangkuto pada tahun
57

1946. Ia menyusun kembali pembangunan dalam Kongres Muhammadiyah ke-31


di Yogyakarta pada tahun 1950.
Pada tahun 1953, Hamka dipilih sebagai penasihat pimpinan Pusat
Muhammadiah. Pada 26 Juli 1977, Menteri Agama Indonesia, Prof. Dr. Mukti Ali
melantik Hamka sebagai ketua umum Majlis Ulama Indonesia tetapi beliau
kemudiannya meletak jawatan pada tahun 1981 karena nasihatnya tidak
dipedulikan oleh pemerintah Indonesia.
Kegiatan politik Hamka bermula pada tahun 1925 ketika beliau menjadi
anggota partai politik Sarekat Islam. Pada tahun 1945, beliau membantu
menentang usaha kembalinya penjajah Belanda ke Indonesia melalui pidato dan
menyertai kegiatan gerilya di dalam hutan di Medan. Pada tahun 1947, Hamka
diangkat menjadi ketua Barisan Pertahanan Nasional, Indonesia. Ia menjadi
anggota Konstituante Masyumi dan menjadi pemidato utama dalam Pilihan Raya
Umum 1955. Masyumi kemudiannya diharamkan oleh pemerintah Indonesia pada
tahun 1960. Dari tahun 1964 hingga tahun 1966, Hamka dipenjarakan oleh
Presiden Sukarno karena dituduh pro-Malaysia. Semasa dipenjarakanlah maka
beliau mulai menulis Tafsir al-Azhar yang merupakan karya ilmiah terbesarnya.
Setelah keluar dari penjara, Hamka diangkat sebagai anggota Badan Musyawarah
Kebajikan Nasional, Indonesia, anggota Majelis Perjalanan Haji Indonesia dan
anggota Lembaga Kebudayaan Nasional, Indonesia
Selain aktif dalam soal keagamaan dan politik, Hamka merupakan seorang
wartawan, penulis, editor dan penerbit. Sejak tahun 1920-an, Hamka menjadi
wartawan beberapa buah akhbar seperti Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang
Islam dan Seruan Muhammadiyah. Pada tahun 1928, beliau menjadi editor
majalah Kemajuan Masyarakat. Pada tahun 1932, beliau menjadi editor dan
menerbitkan majalah al-Mahdi di Makasar. Hamka juga pernah menjadi editor
majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat dan Gema Islam.
Hamka juga menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya kreatif seperti
novel dan cerpen. Karya ilmiah terbesarnya ialah Tafsir al-Azhar (5 jilid) dan
antara novel-novelnya yang mendapat perhatian umum dan menjadi buku teks
58

sastera di Malaysia dan Singapura termasuklah Tenggelamnya Kapal Van Der


Wijck, Di Bawah Lindungan Kaabah dan Merantau ke Deli.
Hamka pernah menerima beberapa anugerah pada peringkat nasional dan
antarabangsa seperti anugerah kehormatan Doctor Honoris Causa, Universitas al-
Azhar, 1958; Doktor Honoris Causa, Universitas Kebangsaan Malaysia, 1974; dan
gelar Datuk Indono dan Pengeran Wiroguno dari pemerintah Indonesia.
Hamka telah pulang ke rahmatullah pada 24 Juli 1981, namun jasa dan
pengaruhnya masih terasa sehingga kini dalam memartabatkan agama Islam. Ia
bukan sahaja diterima sebagai seorang tokoh ulama dan sasterawan di negara
kelahirannya, malah jasanya di seluruh alam Nusantara, termasuk Malaysia dan
Singapura, turut dihargai.
2. Daftar Karya Buya Hamka:
1. Khatibul Ummah, Jilid 1-3.
2. Ditulis dalam huruf Arab Si Sabariah. (1928)
3. Pembela Islam (Tarikh Saidina Abu Bakar Shiddiq),1929
4. Adat Minangkabau dan agama Islam (1929).
5. Ringkasan tarikh Ummat Islam (1929).\
6. Kepentingan melakukan tabligh (1929)
7. Hikmat Isra dan Mikraj.
8. Arkanul Islam (1932) di Makassar.
9. Laila Majnun (1932) Balai Pustaka.
10. Majallah Tentera (4 nomor) 1932, di Makassar.
11. Majallah Al-Mahdi (9 nomor) 1932 di Makassar.
12. Mati mengandung malu (Salinan Al-Manfaluthi) 1934.
13. Bawah Lindungan Kabah (1936) Pedoman
14. Masyarakat,Balai Pustaka.
15. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (1937), Pedoman
16. Masyarakat, Balai Pustaka.
17. Di Dalam Lembah Kehidupan 1939, Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka
18. Merantau ke Deli (1940), Pedoman Masyarakat, Toko Buku Syarkawi.
19. Margaretta Gauthier (terjemahan) 1940.Tuan Direktur 1939.
59

20. Dijemput mamaknya,1939.


21. Keadilan Ilahi 1939.
22. Tashawwuf Modern 1939.
23. Falsafah Hidup 193921 Lembaga Hidup 1940.
24. Lembaga Budi 1940.
25. Majalah SEMANGAT ISLAM (Zaman Jepang 1943)
26. Majallah MENARA (Terbit di Padang Panjang), sesudah revolusi 1946.
27. Negara Islam (1946).
28. Islam dan Demokrasi,1946.
29. Revolusi Pikiran,194
30. 30. Revolusi Agama,1946.
31. Adat Minangkabau menghadapi Revolusi,1946.
32. Dibantingkan ombak masyarakat,1946.
33. Didalam Lembah cita-cita,1946.Sesudah naskah Renville,1947.
34. Pidato Pembelaan Peristiwa Tiga Maret,1947.
35. Menunggu Beduk berbunyi,1949 di Bukittinggi,Sedang Konperansi Meja
Bundar.
36. Ayahku,1950 di Jakarta.
37. Mandi Cahaya di Tanah Suci. 1950.
38. Mengembara Dilembah Nyl. 1950.
39. Ditepi Sungai Dajlah. 1950.
40. Kenangan-kenangan hidup 1, autobiografi sejak lahir 1908 sampai pada
tahun 1950.
41. Kenangan-kenangan hidup 2.
42. Kenangan-kenangan hidup 3.\
43. Kenangan-kenangan hidup 4.
44. Sejarah Ummat Islam Jilid 1,ditulis tahun 1938 diangsur s
45. Sejarah Ummat Islam Jilid 2.
46. Sejarah Ummat Islam Jilid
47. Sejarah Ummat Islam Jilid 4.
60

2.4.10 Sultan Syahrir

Sutan Syahrir (ejaan lama:Soetan Sjahrir) (lahir di Padang Panjang,


Sumatera Barat, 5 Maret 1909 – meninggal di Zurich, Swiss, 9 April 1966 pada
umur 57 tahun) adalah seorang politikus dan perdana menteri pertama Indonesia.
Ia menjabat sebagai Perdana Menteri Indonesia dari 14 November 1945 hingga 20
Juni 1947. Syahrir mendirikan Partai Sosialis Indonesia pada tahun 1948. Ia
meninggal dalam pengasingan sebagai tawanan politik dan dimakamkan di TMP
Kalibata, Jakarta
Syahrir lahir dari pasangan Mohammad Rasad gelar Maharaja Soetan bin
Soetan Lemari gelar Soetan Palindih dan Puti Siti Rabiah yang berasal dari Koto
Gadang, Agam. [1] Ayahnya menjabat sebagai penasehat sultan Deli dan kepala
jaksa (landraad) di Medan. Syahrir bersaudara seayah dengan Rohana Kudus,
aktivis serta wartawan wanita yang terkemuka. Sekolah MULO di Medan (sekitar
tahun 1925)
Syahrir mengenyam sekolah dasar (ELS) dan sekolah menengah (MULO)
terbaik di Medan, dan membetahkannya bergaul dengan berbagai buku-buku
asing dan ratusan novel Belanda. Malamnya dia mengamen di Hotel de Boer,
hotel khusus untuk tamu-tamu kulit putih.
Pada 1926, ia selesai dari MULO, masuk sekolah lanjutan atas (AMS) di
Bandung, sekolah termahal di Hindia Belanda saat itu. Di sekolah itu, dia
bergabung dalam Himpunan Teater Mahasiswa Indonesia (Batovis) sebagai
sutradara, penulis skenario, dan juga aktor. Hasil mentas itu dia gunakan untuk
membiayai sekolah yang ia dirikan, Tjahja Volksuniversiteit, Cahaya Universitas
Rakyat.
Di kalangan siswa sekolah menengah (AMS) Bandung, Syahrir menjadi
seorang bintang. Syahrir bukanlah tipe siswa yang hanya menyibukkan diri
dengan buku-buku pelajaran dan pekerjaan rumah. Ia aktif dalam klub debat di
sekolahnya. Syahrir juga berkecimpung dalam aksi pendidikan melek huruf secara
gratis bagi anak-anak dari keluarga tak mampu dalam Tjahja Volksuniversiteit.
Aksi sosial Syahrir kemudian menjurus jadi politis. Ketika para pemuda masih
terikat dalam perhimpunan-perhimpunan kedaerahan, pada 20 Februari 1927,
61

Syahrir termasuk dalam sepuluh orang penggagas pendirian himpunan pemuda


nasionalis, Jong Indonésie. Perhimpunan itu kemudian berubah nama jadi Pemuda
Indonesia yang menjadi motor penyelenggaraan Kongres Pemuda Indonesia.
Kongres monumental yang mencetuskan Sumpah Pemuda pada 1928.
Sebagai siswa sekolah menengah, Syahrir sudah dikenal oleh polisi
Bandung sebagai pemimpin redaksi majalah himpunan pemuda nasionalis. Dalam
kenangan seorang temannya di AMS, Syahrir kerap lari digebah polisi karena
membandel membaca koran yang memuat berita pemberontakan PKI1926; koran
yang ditempel pada papan dan selalu dijaga polisi agar tak dibaca para pelajar
sekolah.
Syahrir melanjutkan pendidikan ke negeri Belanda di Fakultas Hukum,
Universitas Amsterdam, Leiden. Di sana, Syahrir mendalami sosialisme. Secara
sungguh-sungguh ia berkutat dengan teori-teori sosialisme. Ia akrab dengan
Salomon Tas, Ketua Klub Mahasiswa Sosial Demokrat, dan istrinya Maria
Duchateau, yang kelak dinikahi Syahrir, meski sebentar. (Kelak Syahrir menikah
kembali dengan Poppy, kakak tertua dari Soedjatmoko dan Miriam Boediardjo).
Dalam tulisan kenangannya, Salomon Tas berkisah perihal Syahrir yang mencari
teman-teman radikal, berkelana kian jauh ke kiri, hingga ke kalangan anarkis yang
mengharamkan segala hal berbau kapitalisme dengan bertahan hidup secara
kolektif -saling berbagi satu sama lain kecuali sikat gigi. Demi lebih mengenal
dunia proletar dan organisasi pergerakannya, Syahrir pun bekerja pada Sekretariat
Federasi Buruh Transportasi Internasional.
Selain menceburkan diri dalam sosialisme, Syahrir juga aktif dalam
Perhimpunan Indonesia (PI) yang ketika itu dipimpin oleh Mohammad Hatta. Di
awal 1930, pemerintah Hindia Belanda kian bengis terhadap organisasi
pergerakan nasional, dengan aksi razia dan memenjarakan pemimpin pergerakan
di tanah air, yang berbuntut pembubaran Partai Nasional Indonesia (PNI) oleh
aktivis PNI sendiri. Berita tersebut menimbulkan kekhawatiran di kalangan aktivis
PI di Belanda. Mereka selalu menyerukan agar pergerakan jangan jadi melempem
lantaran pemimpinnya dipenjarakan. Seruan itu mereka sampaikan lewat tulisan.
Bersama Hatta, keduanya rajin menulis di Daulat Rakjat, majalah milik
62

Pendidikan Nasional Indonesia, dan memisikan pendidikan rakyat harus menjadi


tugas utama pemimpin politik. “Pertama-tama, marilah kita mendidik, yaitu
memetakan jalan menuju kemerdekaan,” katanya.
Penghujung tahun 1931, Syahrir meninggalkan kampusnya untuk kembali
ke tanah air dan terjun dalam pergerakan nasional. Syahrir segera bergabung
dalam organisasi Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baru), yang pada Juni 1932
diketuainya. Pengalaman mencemplungkan diri dalam dunia proletar ia
praktekkan di tanah air. Syahrir terjun dalam pergerakan buruh. Ia memuat banyak
tulisannya tentang perburuhan dalam Daulat Rakyat. Ia juga kerap berbicara
perihal pergerakan buruh dalam forum-forum politik. Mei 1933, Syahrir didaulat
menjadi Ketua Kongres Kaum Buruh Indonesia.
Hatta kemudian kembali ke tanah air pada Agustus 1932, segera pula ia
memimpin PNI Baru. Bersama Hatta, Syahrir mengemudikan PNI Baru sebagai
organisasi pencetak kader-kader pergerakan. Berdasarkan analisis pemerintahan
kolonial Belanda, gerakan politik Hatta dan Syahrir dalam PNI Baru justru lebih
radikal ketimbang Soekarno dengan PNI-nya yang mengandalkan mobilisasi
massa. PNI Baru, menurut polisi kolonial, cukup sebanding dengan organisasi
Barat. Meski tanpa aksi massa dan agitasi; secara cerdas, lamban namun pasti,
PNI Baru mendidik kader-kader pergerakan yang siap bergerak ke arah tujuan
revolusionernya.
Karena takut akan potensi revolusioner PNI Baru, pada Februari 1934,
pemerintah kolonial Belanda menangkap, memenjarakan, kemudian membuang
Syahrir, Hatta, dan beberapa pemimpin PNI Baru ke Boven Digul. Hampir
setahun dalam kawasan malaria di Papua itu, Hatta dan Syahrir dipindahkan ke
Banda Neira untuk menjalani masa pembuangan selama enam tahun.

2. Perjuangan Sultan Syahrir Pada Masa Pendudukan Jepang


Sementara Soekarno dan Hatta menjalin kerja sama dengan Jepang,
Syahrir membangun jaringan gerakan bawah tanah anti-fasis. Syahrir yakin
Jepang tak mungkin memenangkan perang, oleh karena itu, kaum pergerakan
mesti menyiapkan diri untuk merebut kemerdekaan di saat yang tepat. Simpul-
63

simpul jaringan gerakan bawah tanah kelompok Syahrir adalah kader-kader PNI
Baru yang tetap meneruskan pergerakan dan kader-kader muda yakni para
mahasiswa progresif.
Sastra, seorang tokoh senior pergerakan buruh yang akrab dengan Syahrir,
menulis: “Di bawah kepemimpinan Syahrir, kami bergerak di bawah tanah,
menyusun kekuatan subjektif, sambil menunggu perkembangan situasi objektif
dan tibanya saat-saat psikologis untuk merebut kekuasaan dan kemerdekaan.”
Situasi objektif itu pun makin terang ketika Jepang makin terdesak oleh
pasukan Sekutu. Syahrir mengetahui perkembangan Perang Dunia dengan cara
sembunyi-sembunyi mendengarkan berita dari stasiun radio luar negeri. Kala itu,
semua radio tak bisa menangkap berita luar negeri karena disegel oleh Jepang.
Berita-berita tersebut kemudian ia sampaikan ke Hatta. Sembari itu, Syahrir
menyiapkan gerakan bawah tanah untuk merebut kekuasaan dari tangan Jepang.
Syahrir yang didukung para pemuda mendesak Soekarno dan Hatta untuk
memproklamasikan kemerdekaan pada 15 Agustus karena Jepang sudah
menyerah, Syahrir siap dengan massa gerakan bawah tanah untuk melancarkan
aksi perebutan kekuasaan sebagai simbol dukungan rakyat. Soekarno dan Hatta
yang belum mengetahui berita menyerahnya Jepang, tidak merespon secara
positif. Mereka menunggu keterangan dari pihak Jepang yang ada di Indonesia,
dan proklamasi itu mesti sesuai prosedur lewat keputusan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dibentuk oleh Jepang. Sesuai rencana PPKI,
kemerdekaan akan diproklamasikan pada 24 September 1945.
Sikap Soekarno dan Hatta tersebut mengecewakan para pemuda, sebab
sikap itu beresiko kemerdekaan RI dinilai sebagai hadiah Jepang dan RI adalah
bikinan Jepang. Guna mendesak lebih keras, para pemuda pun menculik Soekarno
dan Hatta pada 16 Agustus. Akhirnya, Soekarno dan Hatta memproklamasikan
kemerdekaan RI pada 17 Agustus.

3. Nasional Indonesia
Revolusi menciptakan atmosfer amarah dan ketakutan, karena itu sulit
untuk berpikir jemih. Sehingga sedikit sekali tokoh yang punya konsep dan
64

langkah strategis meyakinkan guna mengendalikan kecamuk revolusi. Saat itu,


ada dua orang dengan pemikirannya yang populer kemudian dianut banyak
kalangan pejuang republik: Tan Malaka dan Sutan Syahrir. Dua tokoh pergerakan
kemerdekaan yang dinilai steril dari noda kolaborasi dengan Pemerintahan Fasis
Jepang, meski kemudian bertentangan jalan dalam memperjuangan kedaulatan
republik.
Di masa genting itu, Bung Syahrir menulis Perjuangan Kita. Sebuah
risalah peta persoalan dalam revolusi Indonesia, sekaligus analisis ekonorni-
politik dunia usai Perang Dunia II. Perjungan Kita muncul menyentak kesadaran.
Risalah itu ibarat pedoman dan peta guna mengemudikan kapal Republik
Indonesia di tengah badai revolusi.
Tulisan-tulisan Syahrir dalam Perjuangan Kita, membuatnya tampak
berseberangan dan menyerang Soekarno. Jika Soekarno amat terobsesi pada
persatuan dan kesatuan, Syahrir justru menulis, “Tiap persatuan hanya akan
bersifat taktis, temporer, dan karena itu insidental. Usaha-usaha untuk menyatukan
secara paksa, hanya menghasilkan anak banci. Persatuan semacam itu akan terasa
sakit, tersesat, dan merusak pergerakan.”
Dan dia mengecam Soekarno. “Nasionalisme yang Soekarno bangun di atas
solidaritas hierarkis, feodalistis: sebenarnya adalah fasisme, musuh terbesar
kemajuan dunia dan rakyat kita.” Dia juga mengejek gaya agitasi massa Soekarno
yang menurutnya tak membawa kejernihan.
Perjuangan Kita adalah karya terbesar Syahrir, kata Salomon Tas, bersama
surat-surat politiknya semasa pembuangan di Boven Digul dan Bandaneira.
Manuskrip itu disebut Indonesianis Ben Anderson sebagai, “Satu-satunya usaha
untuk menganalisa secara sistematis kekuatan domestik dan internasional yang
memperngaruhi Indonesia dan yang memberikan perspektif yang masuk akal bagi
gerakan kemerdekaan di masa depan.”
Terbukti kemudian, pada November ’45 Syahrir didukung pemuda dan
ditunjuk Soekarno menjadi formatur kabinet parlementer. Pada usia 36 tahun,
mulailah lakon Syahrir dalam panggung memperjuangkan kedaulatan Republik
65

Indonesia, sebagai Perdana Menteri termuda di dunia, merangkap Menteri Luar


Negeri dan Menteri Dalam Negeri.

4. Peristiwa Penculikan Sultan Syahrir


Penculikan Perdana Menteri Sjahrir merupakan peristiwa yang terjadi pada
26 Juni 1946 di Surakarta oleh kelompok oposisi Persatuan Perjuangan yang tidak
puas atas diplomasi yang dilakukan oleh pemerintahan Kabinet Sjahrir U dengan
pemerintah Belanda. Kelompok ini menginginkan pengakuan kedaulatan penuh,
sedangkan kabinet yang berkuasa hanya menuntut pengakuan kedaulatan atas
Jawa dan Madura.
Kelompok Persatuan Perjuangan ini dipimpin oleh Mayor Jendral
Soedarsono dan 14 pimpinan sipil, di antaranya Tan Malaka dari Partai Komunis
Indonesia. Perdana Menteri Sjahrir ditahan di suatu rumah peristirahatan di Paras.
Presiden Soekarno sangat marah atas aksi penculikan ini dan memerintahkan
Polisi Surakarta menangkap para pimpinan kelompok tersebut. Tanggal 1 Juli
1946, ke-14 pimpinan berhasil ditangkap dan dijebloskan ke penjara
Wirogunan.Tanggal 2 Juli 1946, tentara Divisi 3 yang dipimpin Mayor Jendral
Soedarsono menyerbu penjara Wirogunan dan membebaskan ke 14 pimpinan
penculikan.
Presiden Soekarno marah mendengar penyerbuan penjara dan
memerintahkan Letnan Kolonel Soeharto, pimpinan tentara di Surakarta, untuk
menangkap Mayjen Soedarsono dan pimpinan penculikan. Lt. Kol. Soeharto
menolak perintah ini karena dia tidak mau menangkap pimpinan/atasannya
sendiri. Dia hanya mau menangkap para pemberontak kalau ada perintah langsung
dari Kepala Staf militer RI, Jendral Soedirman. Presiden Soekarno sangat marah
atas penolakan ini dan menjuluki Lt. Kol. Soeharto sebagai perwira keras kepala
(koppig).
Kelak Let. Kol. Soeharto menjadi Presiden RI Soeharto dan menerbitkan catatan
tentang peristiwa pemberontakan ini dalam buku otobiografinya Ucapan, Pikiran
dan Tindakan Saya.
66

Lt. Kol. Soeharto berpura-pura bersimpati pada pemberontakan dan


menawarkan perlindungan pada Mayjen Soedarsono dan ke 14 orang pimpinan di
markas resimen tentara di Wiyoro. Malam harinya Lt. Kol. Soeharto membujuk
Mayjen Soedarsono dan para pimpinan pemberontak untuk menghadap Presiden
RI di Istana Presiden di Jogyakarta. Secara rahasia, Lt. Kol. Soeharto juga
menghubungi pasukan pengawal Presiden dan memberitahukan rencana
kedatangan Mayjen Soedarsono dan pimpinan pemberontak.
Tanggal 3 Juli 1946, Mayjen Soedarsono dan pimpinan pemberontak
berhasil dilucuti senjatanya dan ditangkap di dekat Istana Presiden di Yogyakarta
oleh pasukan pengawal presiden. Peristiwa ini lalu dikenal sebagai
pemberontakan 3 Juli 1946 yang gagal.

5. Diplomasi Sultan Syahrir


Setelah kejadian penculikan Syahrir hanya bertugas sebagai Menteri Luar
Negeri, tugas sebagai Perdana Menteri diambil alih Presiden Soekarno. Namun
pada tanggal 2 Oktober 1946, Presiden menunjuk kembali Syahrir sebagai
Perdana Menteri agar dapat melanjutkan Perundingan Linggarjati yang akhirnya
ditandatangani pada 15 November 1946.
Tanpa Syahrir, Soekarno bisa terbakar dalam lautan api yang telah ia
nyalakan. Sebaliknya, sulit dibantah bahwa tanpa Bung Karno, Syahrir tidak
berdaya apa-apa. Syahrir mengakui Soekarno-lah pemimpin republik yang diakui
rakyat. Soekarno-lah pemersatu bangsa Indonesia. Karena agitasinya yang
menggelora, rakyat di bekas teritori Hindia Belanda mendukung revolusi. Kendati
demikian, kekuatan raksasa yangsudah dihidupkan Soekarno harus dibendung
untuk kemudian diarahkan secara benar, agar energi itu tak meluap dan justru
merusak.
Sebagaimana argumen Bung Hatta bahwa revolusi mesti dikendalikan; tak
mungkin revolusi berjalan terlalu lama, revolusi yang mengguncang ‘sendi’ dan
‘pasak’ masyarakat jika tak dikendalikan maka akan meruntuhkan seluruh
‘bangunan’.
67

Agar Republik Indonesia tak runtuh dan perjuangan rakyat tak


menampilkan wajah bengis, Syahrir menjalankan siasatnya. Di pemerintahan,
sebagai ketua Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP), ia
menjadi arsitek perubahan Kabinet Presidensil menjadi Kabinet Parlementer yang
bertanggung jawab kepada KNIP sebagai lembaga yang punya fungsi legislatif. RI
pun menganut sistem multipartai. Tatanan pemerintahan tersebut sesuai dengan
arus politik pasca-Perang Dunia U, yakni kemenangan demokrasi atas fasisme.
Kepada massa rakyat, Syahrir selalu menyerukan nilai-nilai kemanusiaan dan
anti-kekerasan.
Dengan siasat-siasat tadi, Syahrir menunjukkan kepada dunia internasional
bahwa revolusi Republik Indonesia adalah perjuangan suatu bangsa yang beradab
dan demokratis di tengah suasana kebangkitan bangsa-bangsa melepaskan diri
dari cengkeraman kolonialisme pasca¬perang Dunia U. Pihak Belanda kerap
melakukan propaganda bahwa orang-orang di Indonesia merupakan gerombolan
yang brutal, suka membunuh, merampok, menculik, dll. Karena itu sah bagi
Belanda, melalui NICA, menegakkan tertib sosial sebagaimana kondisi Hindia
Belanda sebelum Perang Dunia U. Mematahkan propaganda itu, Syahrir
menginisiasi penyelenggaraan pameran kesenian yang kemudian diliput dan
dipublikasikan oleh para wartawan luar negeri.
Ada satu cerita perihal sikap konsekuen pribadi Syahrir yang anti-
kekerasan. Di pengujung Desember 1946, Perdana Menteri Syahrir dicegat dan
ditodong pistol oleh serdadu NICA. Saat serdadu itu menarik pelatuk, pistolnya
macet. Karena geram, dipukullah Syahrir dengan gagang pistol. Berita itu
kemudian tersebar lewat Radio Republik Indonesia. Mendengar itu, Syahrir
dengan mata sembab membiru memberi peringatan keras agar siaran itu
dihentikan, sebab bisa berdampak fatal dibunuhnya orang-orang Belanda di kamp-
kamp tawanan oleh para pejuang republik, ketika tahu pemimpinnya
dipukuli.Meski jatuh-bangun akibat berbagai tentangan di kalangan bangsa
sendiri, Kabinet Sjahrir I, Kabinet Sjahrir U sampai dengan Kabinet Sjahrir UI
(1945 hingga 1947) konsisten memperjuangkan kedaulatan RI lewat jalur
diplomasi. Syahrir tak ingin konyol menghadapi tentara sekutu yang dari segi
68

persenjataan jelas jauh lebih canggiDiplomasinyakemudianberbuah kemenangan


sementara. Inggris sebagai komando tentara sekutu untuk wilayah Asia Tenggara
mendesak Belanda untuk duduk berunding dengan pemerintah republik. Secara
politik, hal ini berarti secara de facto sekutu mengakui eksistensi pemerintah RI.
Jalan berliku diplomasi diperkeruh dengan gempuran aksi militer Belanda
pada 21 Juli 1947. Aksi Belanda tersebut justru mengantarkan Indonesia ke forum
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Setelah tidak lagi menjabat Perdana Menteri
(Kabinet Sjahrir III), Syahrir diutus menjadi perwakilan Indonesia di PBB.
Dengan bantuan Biju Patnaik, Syahrir bersama Agus Salim berangkat ke Lake
Success, New York melalui New Delhi dan Kairo untuk menggalang dukungan
India dan Mesir. Pada 14 Agustus 1947 Syahrir berpidato di muka sidang Dewan
Keamanan PBB. Berhadapan dengan para wakil bangsa-bangsa sedunia, Syahrir
mengurai Indonesia sebagai sebuah bangsa yang berabad-abad berperadaban
aksara lantas dieksploitasi oleh kaum kolonial. Kemudian, secara piawai Syahrir
mematahkan satu per satu argumen yang sudah disampaikan wakil Belanda, Van
Kleffens.
Dengan itu, Indonesia berhasil merebut kedudukan sebagai sebuah bangsa
yang memperjuangan kedaulatannya di gelanggang internasional. PBB pun turut
campur, sehingga Belanda gagal mempertahankan upayanya untuk menjadikan
pertikaian Indonesia-Belanda sebagai persoalan yang semata-mata urusan dalam
negerinya.
Van Kleffens dianggap gagal membawa kepentingan Belanda dalam
sidang Dewan Keamanan PBB. Berbagai kalangan Belanda menilai kegagalan itu
sebagai kekalahan seorang diplomat ulung yang berpengalaman di gelanggang
internasional dengan seorang diplomat muda dari negeri yang baru saja lahir. Van
Kleffens pun ditarik dari posisi sebagai wakil Belanda di PBB menjadi duta besar
Belanda di Turki.
Syahrir populer di kalangan para wartawan yang meliput sidang Dewan
Keamanan PBB, terutama wartawan-wartawan yang berada di Indonesia semasa
revolusi. Beberapa surat kabar menamakan Syahrir sebagai The Smiling
Diplomat.
69

Syahrir mewakili Indonesia di PBB selama 1 bulan, dalam 2 kali sidang.


Pimpinan delegasi Indonesia selanjutnya diwakili oleh Lambertus Nicodemus
Palar (L.N.) Palar sampai tahun 1950.12]

6. Partai Sosialis Indonesia


Selepas memimpin kabinet, Sutan Syahrir diangkat menjadi penasihat
Presiden Soekarno sekaligus Duta Besar Keliling. Pada tahun 1948 Syahrir
mendirikan Partai Sosialis Indonesia (PSI) sebagai partai alternatif selain partai
lain yang tumbuh dari gerakan komunis internasional. Meskipun PSI berhaluan
kiri dan mendasarkan pada ajaran Marx-Engels, namun ia menentang sistem
kenegaraan Uni Soviet. Menurutnya pengertian sosialisme adalah menjunjung
tinggi derajat kemanusiaan, dengan mengakui dan menjunjung persamaan derajat
tiap manusia.

7. Hobi dirgantara dan musik


Meskipun perawakannya kecil, yang oleh teman-temannya sering dijuluki
Si Kancil, Sutan Syahrir adalah salah satupenggemar olah raga dirgantara, pernah
menerbangkan pesawat kecil dari Jakarta ke Yogyakarta pada kesempatan
kunjungan ke Yogyakarta. Di samping itu juga senang sekali dengan musik klasik,
di mana beliau juga bisa memainkan biola.
Akhir hidup
Tahun 1955 PSI gagal mengumpulkan suara dalam pemilihan umum
pertama di Indonesia. Setelah kasus PRRI tahun 1958[3], hubungan Sutan Syahrir
dan Presiden Soekarno memburuk sampai akhirnya PSI dibubarkan tahun 1960.
Tahun 1962 hingga 1965, Syahrir ditangkap dan dipenjarakan tanpa diadili sampai
menderita stroke. Setelah itu Syahrir diijinkan untuk berobat ke Zürich Swis,
salah seorang kawan dekat yang pernah menjabat wakil ketua PSI Sugondo
Djojopuspito menghantarkan beliau di Bandara Kemayoran dan Syahrir memeluk
70

Sugondo degan air mata, dan akhirnya meninggal di Swiss pada tanggal 9 April
1966.
9. Karya Sultan Syahrir
a. Pikiran dan Perjuangan, tahun 1950 (kumpulan karangan dari Majalah
“Daulat Rakyat” dan majalah-majalah lain, tahun 1931 – 1940).
b. Pergerakan Sekerja, tahun 1933
c. Perjuangan Kita, tahun 1945
d. Indonesische Overpeinzingen, tahun 1946 (kumpulan surat-surat dan
karangan-karangan dari penjara Cipinang dan tempat pembuangan di
Digul dan Banda-Neira, dari tahun 1934 sampau 1938).
e. Renungan Indonesia, tahun 1951 (diterjemahkan dari Bahasa Belanda:
Indonesische Overpeinzingen oleh HB Yassin).
f. Out of Exile, tahun 1949 (terjemahan dari “Indonesische Overpeinzingen”
oleh Charles Wolf Jr. dengan dibubuhi bagian ke-2 karangan Sutan
Sjahrir).
g. Renungan dan Perjuangan, tahun 1990 (terjemahan HB Yassin dari
Indonesische Overpeinzingen dan Bagian n Out of Exile).
h. Sosialisme dan Marxisme, tahun 1967 (kumpulan karangan dari majalah
“Suara Sosialis” tahun 1952- 1953).
i. Nasionalisme dan Internasionalisme, tahun 1953 (pidato yang diucapkan
pada Asian Socialist Conference di Rangoon, tahun 1953).
j. Karangan-karangan dalam “Sikap”, “Suara Sosialis” dan majalah-majalah
lain.
k. Sosialisme Indonesia Pembangunan, tahun 1983 (kumpulan tulisan Sutan
Sjahrir diterbitkan oleh Leppenas)

2.4.11 . E.F.E. Douwes Dekker


1. Biografi E.F.E. Douwes Dekker
Lahir 8 Oktober 1879
Pasuruan, Hindia-Belanda
Meninggal 28 Agustus 1950 (umur 70)
71

Bandung, Jawa Barat, Indonesia


Pekerjaan Politikus, Wartawan, Aktivis, Penulis
Pasangan Clara Charlotte Deije
Johanna P. Mossel
Haroemi Wanasita (Nelly Kruymel)
Dr. Ernest François Eugène Douwes Dekker (umumnya dikenal dengan
nama Douwes Dekker atau Danudirja Setiabudi; lahir di Pasuruan, Hindia-
Belanda, 8 Oktober 1879 – meninggal di Bandung, Jawa Barat, 28 Agustus 1950
pada umur 70 tahun) adalah seorang pejuang kemerdekaan dan pahlawan nasional
Indonesia.
Ia adalah salah seorang peletak dasar nasionalisme Indonesia di awal abad
ke-20, penulis yang kritis terhadap kebijakan pemerintah penjajahan Hindia-
Belanda, wartawan, aktivis politik, serta penggagas nama “Nusantara” sebagai
nama untuk Hindia-Belanda yang merdeka. Setiabudi adalah salah satu dari “Tiga
Serangkai” pejuang pergerakan kemerdekaan Indonesia, selain dr. Tjipto
Mangoenkoesoemo dan Suwardi Suryaningrat.
Dr. Ernest François Eugène Douwes Dekker (umumnya dikenal dengan
nama Douwes Dekker atau Danudirja Setiabudi; lahir di Pasuruan, Hindia-
Belanda, 8 Oktober 1879 – meninggal di Bandung, Jawa Barat, 28 Agustus 1950
pada umur 70 tahun) adalah seorang pejuang kemerdekaan dan pahlawan nasional
Indonesia.
Ia adalah salah seorang peletak dasar nasionalisme Indonesia di awal abad
ke-20, penulis yang kritis terhadap kebijakan pemerintah penjajahan Hindia-
Belanda, wartawan, aktivis politik, serta penggagas nama “Nusantara” sebagai
nama untuk Hindia-Belanda yang merdeka. Setiabudi adalah salah satu dari “Tiga
Serangkai” pejuang pergerakan kemerdekaan Indonesia, selain dr. Tjipto
Mangoenkoesoemo dan Suwardi Suryaningrat.
Kehidupan pribadi
Ernest adalah anak ketiga (dari empat bersaudara) pasangan Auguste Henri
Edouard Douwes Dekker (Belanda totok), seorang pialang bursa efek dan agen
bank,[1] dan Louisa Margaretha Neumann, seorang Indo dari ayah Jerman dan ibu
72

Jawa. Dengan pekerjaannya itu, Auguste termasuk orang yang berpenghasilan


tinggi. Ernest, biasa dipanggil “Nes” oleh orang-orang dekatnya atau “DD” oleh
rekan-rekan seperjuangannya, masih terhitung saudara dari pengarang buku Max
Havelaar, yaitu Eduard Douwes Dekker (Multatuli), yang merupakan adik
kakeknya.[2] Olaf Douwes Dekker, cucu dari Guido, saudaranya, menjadi penyair
di Breda, Belanda.
DD menikah dengan Clara Charlotte Deije (1885-1968), anak dokter
campuran Jerman-Belanda pada tahun 1903, dan mendapat lima anak, namun dua
di antaranya meninggal sewaktu bayi (keduanya laki-laki). Yang bertahan hidup
semuanya perempuan. Perkawinan ini kandas pada tahun 1919 dan keduanya
bercerai.
Kemudian DD menikah lagi dengan Johanna Petronella Mossel (1905-
1978), seorang Indo keturunan Yahudi, pada tahun 1927. Johanna adalah guru
yang banyak membantu kegiatan kesekretariatan Ksatrian Instituut, sekolah yang
didirikan DD. Dari perkawinan ini mereka tidak dikaruniai anak. Di saat DD
dibuang ke Suriname pada tahun 1941 pasangan ini harus berpisah, dan di kala itu
kemudian Johanna menikah dengan Djafar Kartodiredjo, yang juga merupakan
seorang Indo (sebelumnya dikenal sebagai Arthur Kolmus), tanpa perceraian
resmi terlebih dahulu. Tidak jelas apakah DD mengetahui pernikahan ini karena ia
selama dalam pengasingan tetap berkirim surat namun tidak dibalas.
Sewaktu DD “kabur” dari Suriname dan menetap sebentar di Belanda
(1946), ia menjadi dekat dengan perawat yang mengasuhnya, Nelly Alberta
Geertzema née Kruymel, seorang Indo yang berstatus janda beranak satu. Nelly
kemudian menemani DD yang menggunakan nama samaran pulang ke Indonesia
agar tidak ditangkap intelijen Belanda. Mengetahui bahwa Johanna telah menikah
dengan Djafar, DD tidak lama kemudian menikahi Nelly, pada tahun 1947. DD
kemudian menggunakan nama Danoedirdja Setiabuddhi dan Nelly menggunakan
nama Haroemi Wanasita, nama-nama yang diusulkan oleh Sukarno. Sepeninggal
DD, Haroemi menikah dengan Wayne E. Evans pada tahun 1964 dan kini tinggal
di Amerika Serikat.
73

Walaupun mencintai anak-anaknya, DD tampaknya terlalu berfokus pada


perjuangan idealismenya sehingga perhatian pada keluarga agak kurang dalam. Ia
pernah berkata kepada kakak perempuannya, Adelin, kalau yang ia perjuangkan
adalah untuk memberi masa depan yang baik kepada anak-anaknya di Hindia
kelak yang merdeka. Pada kenyataannya, semua anaknya meninggalkan Indonesia
menuju ke Belanda ketika Jepang masuk. Demikian pula semua saudaranya, tidak
ada yang memilih menjadi warga negara Indonesia.
Masa muda
Pendidikan dasar ditempuh Nes di Pasuruan. Sekolah lanjutan pertama-
tama diteruskan ke HBS di Surabaya, lalu pindah ke Gymnasium Willem III,
suatu sekolah elit di Batavia. Selepas lulus sekolah ia bekerja di perkebunan kopi
“Soember Doeren” di Malang, Jawa Timur. Di sana ia menyaksikan perlakuan
semena-mena yang dialami pekerja kebun, dan sering kali membela mereka.
Tindakannya itu membuat ia kurang disukai rekan-rekan kerja, namun disukai
pegawai-pegawai bawahannya. Akibat konflik dengan manajernya, ia dipindah ke
perkebunan tebu “Padjarakan” di Kraksaan sebagai laboran.[1] Sekali lagi, dia
terlibat konflik dengan manajemen karena urusan pembagian irigasi untuk tebu
perkebunan dan padi petani. Akibatnya, ia dipecat.
Perang Boer
Menganggur dan kematian mendadak ibunya, membuat Nes memutuskan
berangkat ke Afrika Selatan pada tahun 1899 untuk ikut dalam Perang Boer
Kedua melawan Inggris.[2] Ia bahkan menjadi warga negara Republik Transvaal.
[1] Beberapa bulan kemudian kedua saudara laki-lakinya, Julius dan Guido,
menyusul. Nes tertangkap lalu dipenjara di suatu kamp di Ceylon. Di sana ia
mulai berkenalan dengan sastera India, dan perlahan-lahan pemikirannya mulai
terbuka akan perlakuan tidak adil pemerintah kolonial Hindia Belanda terhadap
warganya.
Sebagai wartawan yang kritis dan aktivitas awal
DD dipulangkan ke Hindia Belanda pada tahun 1902, dan bekerja sebagai
agen pengiriman KPM, perusahaan pengiriman milik negara. Penghasilannya
74

yang lumayan membuatnya berani menyunting Clara Charlotte Deije, putri


seorang dokter asal Jerman yang tinggal di Hindia Belanda, pada tahun 1903.
Kemampuannya menulis laporan pengalaman peperangannya di surat
kabar terkemuka membuat ia ditawari menjadi reporter koran Semarang
terkemuka, De Locomotief. Di sinilah ia mulai merintis kemampuannya dalam
berorganisasi. Tugas-tugas jurnalistiknya, seperti ke perkebunan di Lebak dan
kasus kelaparan di Indramayu, membuatnya mulai kritis terhadap kebijakan
kolonial. Ketika ia menjadi staf redaksi Bataviaasch Nieuwsblad, 1907, tulisan-
tulisannya menjadi semakin pro kaum Indo dan pribumi. Dua seri artikel yang
tajam dibuatnya pada tahun 1908. Seri pertama artikel dimuat Februari 1908 di
surat kabar Belanda Nieuwe Arnhemsche Courant setelah versi bahasa Jermannya
dimuat di koran Jerman Das Freie Wort, “Het bankroet der ethische principes in
Nederlandsch Oost-Indie” (“Kebangkrutan prinsip etis di Hindia Belanda”)
kemudian pindah di Bataviaasche Nieuwsblad. Sekitar tujuh bulan kemudian
(akhir Agustus) seri tulisan panas berikutnya muncul di surat kabar yang sama,
“Hoe kan Holland het spoedigst zijn koloniën verliezen?” (“Bagaimana caranya
Belanda dapat segera kehilangan koloni-koloninya?”, versi Jermannya berjudul
“Hollands kolonialer Untergang”). Kembali kebijakan politik etis dikritiknya.
Tulisan-tulisan ini membuatnya mulai masuk dalam radar intelijen penguasa.[3]
Rumah DD, pada saat yang sama, yang terletak di dekat Stovia menjadi
tempat berkumpul para perintis gerakan kebangkitan nasional Indonesia, seperti
Sutomo dan Cipto Mangunkusumo, untuk belajar dan berdiskusi. Budi Utomo
(BO), organisasi yang diklaim sebagai organisasi nasional pertama, lahir atas
bantuannya. Ia bahkan menghadiri kongres pertama BO di Yogyakarta.
Aspek pendidikan tak luput dari perhatian DD. Pada tahun 1910 (8 Maret) ia turut
membidani lahirnya Indische Universiteit Vereeniging (IUV), suatu badan
penggalang dana untuk memungkinkan dibangunnya lembaga pendidikan tinggi
(universitas) di Hindia Belanda. Di dalam IUV terdapat orang Belanda, orang-
orang Indo, aristokrat Banten dan perwakilan dari organisasi pendidikan kaum
Tionghoa THHK.
Indische Partij
75

Karena menganggap BO terbatas pada masalah kebudayaan (Jawa), DD


tidak banyak terlibat di dalamnya. Sebagai seorang Indo, ia terdiskriminasi oleh
orang Belanda murni (“totok” atau trekkers). Sebagai contoh, orang Indo tidak
dapat menempati posisi-posisi kunci pemerintah karena tingkat pendidikannya.
Mereka dapat mengisi posisi-posisi menengah dengan gaji lumayan tinggi. Untuk
posisi yang sama, mereka mendapat gaji yang lebih tinggi daripada pribumi.
Namun, akibat politik etis, posisi mereka dipersulit karena pemerintah koloni
mulai memberikan tempat pada orang-orang pribumi untuk posisi-posisi yang
biasanya diisi oleh Indo. Tentu saja pemberi gaji lebih suka memilih orang
pribumi karena mereka dibayar lebih rendah. Keprihatinan orang Indo ini
dimanfaatkan oleh DD untuk memasukkan idenya tentang pemerintahan sendiri
Hindia Belanda oleh orang-orang asli Hindia Belanda (Indiërs) yang bercorak
inklusif dan mendobrak batasan ras dan suku. Pandangan ini dapat dikatakan
original, karena semua orang pada masa itu lebih aktif pada kelompok ras atau
sukunya masing-masing.
Berangkat dari organisasi kaum Indo, Indische Bond dan Insulinde, ia
menyampaikan gagasan suatu “Indië” (Hindia) baru yang dipimpin oleh warganya
sendiri, bukan oleh pendatang. Ironisnya, di kalangan Indo ia mendapat sambutan
hangat hanya di kalangan kecil saja, karena sebagian besar dari mereka lebih suka
dengan status quo, meskipun kaum Indo direndahkan oleh kelompok orang Eropa
“murni” toh mereka masih dapat dilayani oleh pribumi.
Tidak puas karena Indische Bond dan Insulinde tidak bisa bersatu, pada
tahun 1912 Nes bersama-sama dengan Cipto Mangunkusumo dan Suwardi
Suryaningrat mendirikan partai berhaluan nasionalis inklusif bernama Indische
Partij (“Partai Hindia”).[1][4] Kampanye ke beberapa kota menghasilkan anggota
berjumlah sekitar 5000 orang dalam waktu singkat. Semarang mencatat jumlah
anggota terbesar, diikuti Bandung. Partai ini sangat populer di kalangan orang
Indo, dan diterima baik oleh kelompok Tionghoa dan pribumi, meskipun tetap
dicurigai pula karena gagasannya yang radikal. Partai yang anti-kolonial dan
bertujuan akhir kemerdekaan Indonesia ini dibubarkan oleh pemerintah kolonial
76

Hindia Belanda setahun kemudian, 1913 karena dianggap menyebarkan kebencian


terhadap pemerintah.
Akibat munculnya tulisan terkenal Suwardi di De Expres, “Als ik eens
Nederlander was” (Seandainya aku orang Belanda), ketiganya lalu diasingkan ke
Belanda, karena DD dan Cipto mendukung Suwardi.

Dalam pembuangan di Eropa


Universitas Zurich, tempat Ernest Douwes Dekker menempuh pendidikan
tingginya.
Masa di Eropa dimanfaatkan oleh Nes untuk mengambil program doktor
di Universitas Zürich, Swiss, dalam bidang ekonomi. Di sini ia tinggal bersama-
sama keluarganya. Gelar doktor diperoleh secara agak kontroversial dan dengan
nilai “serendah-rendahnya”, menurut istilah salah satu pengujinya. Karena di Swis
ia terlibat konspirasi dengan kaum revolusioner India, ia ditangkap di Hong Kong
dan diadili dan ditahan di Singapura (1918). Setelah dua tahun dipenjara, ia
pulang ke Hindia Belanda 1920.

Kegiatan jurnalistik dan Peristiwa Polanharjo


Sekembalinya ia ke Batavia setelah dipenjara DD aktif kembali dalam
dunia jurnalistik dan organisasi. Ia menjadi redaktur organ informasi Insulinde
yang bernama De Beweging. Ia menulis beberapa seri artikel yang banyak
menyindir kalangan pro-koloni serta sikap kebanyakan kaumnya: kaum Indo.
Targetnya sebetulnya adalah de-eropanisasi orang Indo, agar mereka menyadari
bahwa demi masa depan mereka berada di pihak pribumi, bukan seperti yang
terjadi, berpihak ke Belanda. Organisasi kaum Indo yang baru dibentuk, Indisch
Europeesch Verbond (IEV), dikritiknya dalam seri tulisan “De tien geboden”
(Sepuluh Perintah Tuhan) dan “Njo Indrik” (Sinyo Hendrik). Pada seri yang
disebut terakhir, IEV dicap olehnya sebagai “liga yang konyol dan kekanak-
kanakan”.
77

Sejumlah pamflet lepas yang cukup dikenal juga ditulisnya pada periode
ini, seperti “Een Natie in de maak” (Suatu bangsa tengah terbentuk) dan “Ons
volk en het buitenlandsche kapitaal” (Bangsa kita dan modal asing).
Pada rentang masa ini dibentuk pula Nationaal Indische Partij (NIP),
sebagai organisasi pelanjut Indische Partij yang telah dilarang. Pembentukan NIP
menimbulkan perpecahan di kalangan anggota Insulinde antara yang moderat
(kebanyakan kalangan Indo) dan yang progresif (menginginkan pemerintahan
sendiri, kebanyakan orang Indonesia pribumi). NIP akhirnya bernasib sama
seperti IP: tidak diizinkan oleh Pemerintah.
Pada tahun 1919, DD terlibat (atau tersangkut) dalam peristiwa protes dan
kerusuhan petani/buruh tani di perkebunan tembakau Polanharjo, Klaten. Ia
terkena kasus ini karena dianggap mengompori para petani dalam pertemuan
mereka dengan orang-orang Insulinde cabang Surakarta, yang ia hadiri pula.
Pengadilan dilakukan pada tahun 1920 di Semarang. Hasilnya, ia dibebaskan;
namun kasus baru menyusul dari Batavia: ia dituduh menulis hasutan di surat
kabar yang dipimpinnya. Kali ini ia harus melindungi seseorang (sebagai redaktur
De Beweging) yang menulis suatu komentar yang di dalamnya tertulis
“Membebaskan negeri ini adalah keharusan! Turunkan penguasa asing!”. Yang
membuatnya kecewa adalah ternyata alasan penyelidikan bukanlah semata tulisan
itu, melainkan “mentalitas” sang penulis (dan dituduhkan ke DD). Setelah melalui
pembelaan yang panjang, DD divonis bebas oleh pengadilan.
Aktivitas pendidikan dan Ksatrian Instituut
Sekeluarnya dari tahanan dan rentetan pengadilan, DD cenderung
meninggalkan kegiatan jurnalistik dan menyibukkan diri dalam penulisan
sejumlah buku semi-ilmiah dan melakukan penangkaran anjing gembala Jerman
dan aktif dalam organisasinya. Prestasinya cukup mengesankan, karena salah satu
anjingnya memenangi kontes dan bahkan mampu menjawab beberapa pertanyaan
berhitung dan menjawab beberapa pertanyaan tertulis.
Atas dorongan Suwardi Suryaningrat yang saat itu sudah mendirikan
Perguruan Taman Siswa, ia kemudian ikut dalam dunia pendidikan, dengan
mendirikan sekolah “Ksatrian Instituut” (KI) di Bandung. Ia banyak membuat
78

materi pelajaran sendiri yang instruksinya diberikan dalam bahasa Belanda. KI


kemudian mengembangkan pendidikan bisnis, namun di dalamnya diberikan
pelajaran sejarah Indonesia dan sejarah dunia yang materinya ditulis oleh Nes
sendiri. Akibat isi pelajaran sejarah ini yang anti-kolonial dan pro-Jepang, pada
tahun 1933 buku-bukunya disita oleh pemerintah Keresidenan Bandung dan
kemudian dibakar. Pada saat itu Jepang mulai mengembangkan kekuatan militer
dan politik di Asia Timur dengan politik ekspansi ke Korea dan Tiongkok. DD
kemudian juga dilarang mengajar.
Kegiatan sebelum pembuangan
Karena dilarang mengajar, DD kemudian mencari penghasilan dengan
bekerja di kantor Kamar Dagang Jepang di Jakarta. Ini membuatnya dekat dengan
Mohammad Husni Thamrin, seorang wakil pribumi di Volksraad. Pada saat yang
sama, pemerintah Hindia Belanda masih trauma akibat pemberontakan komunis
(ISDV) tahun 1927, memecahkan masalah ekonomi akibat krisis keuangan 1929,
dan harus menghadapi perkembangan fasisme ala Nazi di kalangan warga Eropa
(Europaeer).
Serbuan Jerman ke Denmark dan Norwegia, dan akhirnya ke Belanda,
pada tahun 1940 mengakibatkan ditangkapnya ribuan orang Jerman di Hindia
Belanda, berikut orang-orang Eropa lain yang diduga berafiliasi Nazi. DD yang
memang sudah “dipantau”, akhirnya ikut digaruk karena dianggap kolaborator
Jepang, yang mulai menyerang Indocina Perancis. Ia juga dituduh komunis.
Pengasingan di Suriname
DD ditangkap dan dibuang ke Suriname pada tahun 1941 melalui Belanda.
Di sana ia ditempatkan di suatu kamp jauh di pedalaman Sungai Suriname yang
bernama Jodensavanne (“Padang Yahudi”).[2] Tempat itu pada abad ke-17 hingga
ke-19 pernah menjadi tempat pemukiman orang Yahudi yang kemudian
ditinggalkan karena kemudian banyak pendatang yang membuat keonaran.
Kondisi kehidupan di kamp sangat memprihatinkan. Sampai-sampai DD, yang
waktu itu sudah memasuki usia 60-an, sempat kehilangan kemampuan melihat. Di
sini kehidupannya sangat tertekan karena ia sangat merindukan keluarganya.
79

Surat-menyurat dilakukannya melalui Palang Merah Internasional dan harus


melalui sensor.
Ketika kabar berakhirnya perang berakhir, para interniran (buangan) di
sana tidak segera dibebaskan. Baru menjelang pertengahan tahun 1946 sejumlah
orang buangan dikirim ke Belanda, termasuk DD. Di Belanda ia bertemu dengan
Nelly Albertina Gertzema nee Kruymel, seorang perawat. Nelly kemudian
menemaninya kembali ke Indonesia. Kepulangan ke Indonesia juga melalui
petualangan yang mendebarkan karena DD harus mengganti nama dan
menghindari petugas intelijen di Pelabuhan Tanjung Priok. Akhirnya mereka
berhasil tiba di Yogyakarta, ibukota Republik Indonesia pada waktu itu pada
tanggal 2 Januari 1947.
Perjuangan di masa Revolusi Kemerdekaan dan akhir hayat
Tak lama setelah kembali ia segera terlibat dalam posisi-posisi penting di
sisi Republik Indonesia. Pertama-tama ia menjabat sebagai menteri negara tanpa
portofolio dalam Kabinet Sjahrir III, yang hanya bekerja dalam waktu hampir 9
bulan. Selanjutnya berturut-turut ia menjadi anggota delegasi negosiasi dengan
Belanda, konsultan dalam komite bidang keuangan dan ekonomi di delegasi itu,
anggota DPA, pengajar di Akademi Ilmu Politik, dan terakhir sebagai kepala seksi
penulisan sejarah (historiografi) di bawah Kementerian Penerangan. Di mata
beberapa pejabat Belanda ia dianggap “komunis” meskipun ini sama sekali tidak
benar.
Pada periode ini DD tinggal satu rumah dengan Sukarno. Ia juga
menempati salah satu rumah di Kaliurang. Dan dari rumah di Kaliurang inilah
pada tanggal 21 Desember 1948 ia diciduk tentara Belanda yang tiba dua hari
sebelumnya di Yogyakarta dalam rangka “Aksi Polisionil”. Setelah diinterogasi ia
lalu dikirim ke Jakarta untuk diinterogasi kembali.
Tak lama kemudian DD dibebaskan karena kondisi fisiknya yang payah
dan setelah berjanji tak akan melibatkan diri dalam politik. Ia dibawa ke Bandung
atas permintaannya. Harumi kemudian menyusulnya ke Bandung. Setelah
renovasi, mereka lalu menempati rumah lama (dijulukinya “Djiwa Djuwita”) di
Lembangweg.
80

Di Bandung ia terlibat kembali dengan aktivitas di Ksatrian Institut.


Kegiatannya yang lain adalah mengumpulkan material untuk penulisan
autobiografinya (terbit 1950: 70 jaar konsekwent) dan merevisi buku sejarah
tulisannya.
Ernest Douwes Dekker wafat dini hari tanggal 28 Agustus 1950 (tertulis di
batu nisannya; 29 Agustus 1950 versi van der Veur, 2006) dan dimakamkan di
TMP Cikutra, Bandung.
Penghargaan
Jasa DD dalam perintisan kemerdekaan diekspresikan dalam banyak hal.
Di setiap kota besar dapat dijumpai jalan yang dinamakan menurut namanya:
Setiabudi. Jalan Lembang di Bandung utara, tempat rumahnya berdiri, sekarang
bernama Jalan Setiabudi. Di Jakarta bahkan namanya dipakai sebagai nama suatu
kecamatan, yakni Kecamatan Setiabudi di Jakarta Selatan.
Di Belanda, nama DD juga dihormati sebagai orang yang berjasa dalam
meluruskan arah kolonialisme (meskipun hampir sepanjang hidupnya ia
berseberangan posisi politik dengan pemerintah kolonial Belanda; bahkan dituduh
“pengkhianat”).

Anda mungkin juga menyukai