Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Allah Swt menurunkan al-Qur’an dengan bahasa Arab, dan mengutus utusan-

Nya Nabi Muhammad Saw dengan bahasa Arab. Para ulama pembela as-Sunnah

menerangkan al-Qur’an dan al-Hadits dengan bahasa yang sama. Dengan demikian,

mempelajari bahasa Arab adalah bagian dari agama, hukumnya wajib bagi umat Islam

yang mampu dan bertanggung jawab atas tersebarnya Islam dipermukaan bumi ini,

karena tidak mungkin memahami dienul Islam dengan pemahaman yang benar

melainkan dengan bahasa Arab.1

Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting sebagai media komunikasi

dalam bidang sosial, politik, dan religiuvitas khususnya agama Islam . Bahasa Arab dan

Islam adalah dua dari asumsi ini, sisi yang mustahil tertpisahkan. Bahasa Arab sudah

dikenal oleh masyarakat luas diseluruh blahan dunia, karena sudah digunakan sejak

dahulu kala, hingga hari ini, bahasa Arab masih tetap eksis dan dipelajari baik sebagai

bahasa komunikasi maupun buadaya, lebih khusus sebagai bahasa kitab suci al-Qur’an.2

Sebagai ummat Islam, kita dituntut untuk bisa mengkaji dan mempelajari al-

Qur’an dan Sunnah, sebagai dua sumber utama ajaran Islam yang harus kita pegang

teguh. Tentunya kita tidak mungkin memahami kedua sumber itu kecuali setelah

1
Aunur Rofiq bin Ghufron. Ringkasan Kaidah-Kaidah Bahasa Arab. (cet. V. Pustaka Al-
Furqon; Gresik Jatim ,2010). h.1
2
Dr. Hj. Amrah Kasim. Bahasa Arab di Tengah-Tenagh Bahasa Dunia (cet.I. Kota Kembang
:Yogyakarta. 2009 M). h.1

1
mengetahui kaidah-kaidah bahasa Arab, khususnya Ilmu Nahwu dan Ilmu Sharaf,

karena keduanya merupakan kunci dalam mempelajari al-Qur’an dan Sunnah.3

Sangat di anjurkan kita belajar bahasa Arab, di mana kitab suci kita berbahasa

arab jadi kita wajib mengetahui bahasa arab, Allah juga menegaskan dalam Al-quran

dalam Q.S. Yusuf: 2 yang artinya “Sesungguhnya kami menurunkannya berupa al-

quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.”4

Karena begitu pentingnya bahasa Arab sebagi bahasa Al-qur’an dan hadits,

maka hal inilah yang membuat penyusun memaparkan salah satu pembahasa dalam

Ilmu Nahwu, yaitu tentang:

‫س ِميَّ ِة‬ ِ ْ ُ‫ُج ْملَة‬


ْ ‫اْل‬
B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas maka rumusan masalahnya adalah

a. Pengertian jumlah ismiyah?

b. Kaidah-kaidah jumlah ismiyah?

C. Tujuan Penulisan

a. Untuk mengetahui pengertian jumlah ismiyah

b. Apa saja yang menjadi kaidah jumlah ismiyah

3
A. Zakaria. Ilmu Nahwu Praktis Sistem belajar 40 Jam. (cet.I. Ibn Azka Press; Garut 2004 M)
h.1
4
Al-Qur’an, Surah Yusuf (12:2).

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Jumlah Ismiya

‫ي ُم َر َّكبَةٌ ِمنَ ْال ُج ْملَ ِة‬ ِ ْ ُ ‫ي ْال ُج ْملَةُ اَلَّ ِتى ت ُ ْبدَا‬
ْ َ ‫اْل ْس ِم ا‬ ِ ْ ُ‫اَ ْل ُج ْملَة‬
َ ‫اْل ْس ِميَّ ِة ِه‬
. ‫ ُم ْبتَدَأْ َو َخ َب ٌر‬: ‫ب ِم ْن ِإ ْس َمي ِْن‬ ُ ‫الَّتِ ْي تَت َ َر َّك‬
Jumlah Ismiyyah adalah jumlah yang dimulai dengan isim atau Jumlah/kalimat

yang disusun dari dua isim : Mubtada’ dan Khobar.5

Mubtada dan khobar merupakan dua posisi kata dalam kalimat bahasa Arab

yang saling membutuhkan satu sama lain. Mubtada merupakan posisi kata benda pada

awal kalimat, dan khobar merupakan kata pelengkap dari kalimat yang diawali dengan

isim. Kalau dalam bahasa indonesia dapat disepadankan dengan struktur kalimat yang

terdiri dari subyek dan predikat, mubtada adalah subyekdan khobar adalah predikat.

Setiap kata yang dapat memiliki posisi mubtda atau khobar dalam kalimat

bahasa Arab hanyalah kata-kata yang terdiri dari isim. Apabila isim berposisi sebagai

mubtada atau khobar maka harakat akhirnya mesti disesuaikan dengan harakat marfu

sesuai bentuk isim’ tersebut bagi isim yang marfu’. Sedangkan bagi isim mabni yang

dapat memiliki posisi sebagai mubtada’atau Khobar dalam kalimat harakat akhirnya

tidak berubah tetapi tetap dianggap berubah namun tidak disebut tanda rafa’nya

Berikut ini akan dikemukakan segala hal yang berkaitan dengan Mubtada’dan

Khabar:
5
Ali Al-Jaarim dan Musthafa Amin, An-Nahwu Al-Wadih Fii Qawaid Al-Lughatul ‘Arabiyah (
Juz I Darr al-Ma’arif) ; Kairo/Mesir,h.11

3
a. Bentuk bentuk kata benda (‫ )اسم‬yang dapat berposisi sebagai mubtada’.

Isim yang dapat berposisi sebagai mubtada pada umumnya isim-isim ma’rifah

dan sebahagian kecil ada yang terdiri dari isim nakirah.6

1. Isim alam ) ‫((اسم العلم‬nama orang, nama negara, nama kota, dan nama tempat

yang lain)

Isim alam terdiri dari isim mufrad, isim mutsanna, jamak taksir, jamak

mudzakkar salim dan jamak muannats salim. Isim alam tidak boleh

mendapatkan tambahan alif-lam/ ‫ ال‬pada awalnya apabila isim alam tersebut

tidak memiliki alif-lam seperti kata ‫ فا طمة‬-‫ –مكة ءلي – احمد‬dan sebaliknya

apabila isim alam itu memiliki alif-lam / ‫ ال‬mak alif-lamnya itu akan tetap

mengiringinya selamnya seperti ‫ القاحرة‬-‫المد ينة‬

Keadaan isim alam (‫ )اسم العلم‬apabila berposisi seagai mubtada maka caranya

adalah menempatkan isim alam pada awal kalimat sesuai nama aslinya tanpa

embel-embel. Adapun pola dan contoh kalimatnya adalah sebagai berikut: 7

‫ َخ َب ٌر‬+ ) ‫ ُم ْبتَدَا (اِ ْس ُم ْال َعلَ ِم‬

(Ahmad gagah( ‫ا َ ْح َمد ُ َج ِم ْي ٌل‬

(Dua Muhammad adalah orang yang terampil) ‫ان‬


ِ ‫اح َر‬
ِ ‫ان َم‬
ِ َ‫ُم َح َّمد‬
2. Kata ganti (dhamir) yang di rafa’ dan yang tidak bersambung (

ِ َ‫الر ْفعِ ال ُم ْنف‬


‫ص ُل‬ َّ ‫ض ِم ْي ُر‬
َ )

6
al Hajj Musthofa Muhammad Nuri, al-Muyassarob, (Jilid II: Ujung Pandang: Berkah Utami,
1999), h. 36.

7
Rappe, S.Ag, M.Pd.I, Ilmu Nahwu Dasar Dan Pola-Pola Penerapannya Dalam Kalimat, (Cet.
1, Makassar: Alauddin University Press, 2013), H. 85.

4
Kata ganti yang dapat menduduki posisi mubtada’ hanyalah kata ganti yang

terpisah/munfashil .

Keadaan kata ganti (‫ض ِم ْي ُر‬


َ ) apabila berposisi sebagai mubtada maka caranya

adalah menempatkan kata ganti munfashil pada awal kalimat sesuai aslinya

tanpa embel-embel. Adapun pola dan contoh kalimatnya adalah sebagai

berikut:

َ ( ‫ ُم ْبتَدَا‬
‫ َخ َب ٌر‬+ )‫ض ِمي ُْر ُم ْنفَ ِص ُل‬

Dia laki-laki ٌ ‫ُه َو ٌمدَ ِر‬


‫س‬

Mereka dua laki-laki


َّ ‫ُه َما ُم َو‬
‫ظفَا ِن‬

Mereka jam ak laki-laki


َ‫ُه ْم ُمقَا ِولُون‬

3. Isim isyarah ( ‫ ) اسم االشرة‬kata tunjuk

Isim isyarah (kata tunjuk) apabila kedudukan sebagai mubtada maka

ditempatkanlah pada awal kalimat tanpa ada tambahan huruf atau kata lain,

adapun pola dan contohnya.

‫ َخ َب ُر‬+ ) ‫ار ِة‬


َ ‫ش‬َ ‫ ُم ْبت َدَ ا (اِ ْس ُم اْل‬

Ini sebuah kemeja ٌ ‫ قَ ِم ْي‬+ ‫َهذَا‬


‫ص‬

5
Ini aadalah dua buah kemeja
ِ َ‫َهذ‬
َ ‫ قَ ِم ْي‬+ ‫ان‬
‫صا ِن‬

Ini adalah kemeja-kemeja


َ ‫ قُ ْم‬+ ‫َه ِذ ِه‬
‫صا ِن‬

Mereka ini para dosen


ُ ‫ ُمدَ ِر‬+ ‫َه ُؤ الَ ِء‬
َ‫س ْون‬

Ini adalah seorang dosen (wanita)


ُ ‫سة‬
َ ‫ ُمدَ ِر‬+ ‫َه ِذ ِه‬

Ini adalah dua orang dosen


(wanita) ‫ست َا ِن‬
َ ‫ ُمدَ ِر‬+ ‫َهت َا ِن‬

Mereka ini para dosen (wanita)


َ ‫ ُمدَ ِر‬+ ‫َه ُؤالَ ِء‬
ٌ‫سات‬

Ini adalah buku-buku catatan


َ ‫ ُك َّرا‬+ ‫َه ِذ ِه‬
ٌ‫سات‬

Itu adalah sebuah kemeja


ٌ ‫ قَ ِم ْي‬+ ‫ذَ ِل َك‬
‫ص‬

Itu adalah dua buah kemeja


َ ‫ قَ ِم ْي‬+ ‫ت َانِ َك‬
‫صا ِن‬

Itu adalah kemeja-kemeja


َ ‫ قُ ْم‬+ ‫تِ ْل َك‬
‫صا ٌن‬

Mereka itu adalah para dosen


(laki-laki) ُ ‫ ُمدَ ِر‬+ ‫أ ُ ْولَئِ َك‬
َ‫س ْون‬

Itu adalah seorang dosen (wanita)


َ ‫ ُمدَ ِر‬+ ‫تِ ْل َك‬
ٌ ‫سة‬

6
Mereka itu adalah dua orang
dosen (wanita) ‫ست َا ِن‬
َ ‫ ُمدَ ِر‬+ ‫ت َا نِ َك‬

Mereka itu para dosen (wanita)


َ ‫ ُمدَ ِر‬+ ‫أ ُ ْولَئِ َك‬
ٌ‫سا ت‬

itu adalah buku-buku catatan


َ ‫ ُك َّر ا‬+ ‫تِ ْل َك‬
ٌ‫سات‬

Mereka itu adalah para ulama


ُ + ‫أ ُ ْولَئِ َك‬
‫علَ َما ُء‬

4. Isim yang beralif – lam (‫)ال‬

isim yang beralif-lam (‫ )ال‬merupakan bagian dari isim ma’rifah yang

dipersyaratkan sebagai salah satu kata isim yang boleh menduduki posisi

mubtada’. Isim yang ditambahkan beraalif-lam artinya adalah isim

ditambahkan alif-lam awalnya, sehinnga adakalanya isim tersebut digunakan

tanpa alif-lam maka ia disebut nakirah (yang bersifat umum maknanya), dan

pada saat tidak beralif-lam atau berbentuk nakirah maka ia tidak memenuhi

syarat untuk menjadi mubtada secara langsung kecuali ada alasan yang

dibenarkan oleh kaidah.

7
Pola dan penerapan dalam kalimat ketika berposisi sebagai mubtada serta

contoh.8

َ ‫ اِ ْس ُم‬+ ‫(ال‬
‫ َخ َب ٌر‬+ ) ‫ظا ِه ٌر‬ ْ ‫ ُم ْبت َدَا‬

Wartawan laki-laki itu jujur ‫صا ِد ٌق‬


َ + ‫ص ْح ِفى‬
َّ ‫ال‬

Wartawan (wanita) itu jujur


ُ‫صا ِد قَة‬
َ + ُ‫ص ْح ِف َية‬
َّ ‫ال‬

Dua wartawan (laki-laki) itu jujur


‫صا ِد قَا ِن‬
َ + ‫ص ْح ِفليَا ِن‬
َّ ‫ال‬

Dua wartawan (wanita) itu jujur


‫صا ِد قَت َا ِن‬
َ + ‫ص ْح ِفيَت َا ِن‬
َّ ‫ال‬

Para wartawan (laki-laki) itu jujur


َ‫صا ِدقُ ْو ن‬
َ + َ‫ص ِفيُ ْو ن‬
َّ ‫ال‬

Para wartawan (wanita) itu jujur


ٌ‫صا ِد قَا ت‬
َ + ُ‫ص ْح ِفيَات‬
َّ ‫ال‬

5. Isim Istifham ( Kata Tanya) ‫اْل ْستِ ْف َه ِام‬


ِ ‫اِسْم‬

Bagaimana kabarmu? ‫ْف َحا لُ َك ؟‬


َ ‫َكي‬

Siapa namamu ‫َم ْن إِ ْس ُم َك ؟‬

8
Rappe, S.Ag, M.Pd.I, Ilmu Nahwu Dasar Dan Pola-Pola Penerapannya Dalam Kalimat. h. 95.

8
6. Isim Maushul (kata sambung) ‫ل‬ ُ ‫ْال َم ْو‬
ِ ‫ص ْو‬ ‫ا ْس ُم‬
Ali yang rajin itu pintar ‫ط َما ِه ٌر‬ ْ ‫ي الَّذ‬
ً ‫ِي نَ ِش ْي‬ ُّ ‫َء ِل‬
ٌ‫فَا ِط َمةً الَّ ِتي َج ِم ْيلَةٌ ذَ ِكيَّة‬
Fatimah yang cantik itu
cerdas

7. Isim Syart (isim yang membuuhkan jawaban syarat)

Barang siapa yang bersungguh- ‫َم ْن يَ ْجت َ ِه ْد َي ْن َج ْح‬


sungguh akan lulus

‫أ َ ْينَ َما ت َ ْس ُك ْن أ َ ْس ُك ْن َم َع َك‬


Dimanapun kamu tinggal, saya akan
tinggal bersamamu

b. Bentuk- bentuk kata yang dapat berposisis sebagai khabar ‫( َخبَ ٌر‬predikat)

Khabar atau predikat pada jumlah ismiyah terdiri dari tiga kelompok yaitu:

1. Khabar mufrad artinya khabar atau predikat yanng terdiri dari sebuah

kata, kata tersebut dapat berbentuk isim mufrad (tunggal), isim

mutsanna’ (dua), jamak taksir (bentuk jamak yang tidak beraturan),

jamak mudzakkar salim, dan jamak muannats salim

Contoh kalimat khabar mufrad:

Mahasiswa itu terampil ‫ب َما ِه ٌر‬


ُ ‫الطا ِل‬

‫ان‬
ِ ‫الطا ِلبَا ِن َما ِه َر‬
Dua mahasiswa itu terampil

َ‫ب َما ِه ُرون‬


ُ ‫الطال‬
Para mahasiswa itu terampil

9
َّ
ٌ ‫الطا ِلبَةُ َما ِه َرة‬
Mahasiswi itu terampil

‫ان َما ِهرتَا ِن‬ َّ


ِ َ ‫الطا ِلبَت‬
Dua mahasiswi itu terampil

َّ
ٌ‫الطا ِلبَاتُ َما ِه َرات‬
Para mahasiswa itu terampil

2. Khabar Jumlah artinya khabar yang terdiri dari kalimat, kalimat

tersebut dapat diambil dari jumlah ismiyah (kalimat yang diawali dengan

isim) dan dapat pula diambil dari jumlah fi’liyah (kalimat yang diawali

dengan kata kerja.

Kamar itu berwarna putih ٌ ‫ْالغُ ْرفَةُ لَ ْونُ َهاأ َ ْب َي‬


‫ض‬

َ‫ت قُ ْرأَن‬
ْ َ ‫اط َمةُ قَ َرأ‬
ِ َ‫ف‬
Fatimah telah membaca al-
quran

3. Khabar syibhul jumlah artinya khabar atau predikat yang terdiri dua kata

yang memiliki hubungan dengan kalimat. Syibhul jumlah terdiri dari dua

hal yaitu jar wal majrur dan dzarfun wa mudhofun ilahnya.

Tukang sayur itu berada di ‫ق‬


ِ ‫سو‬ ِ ‫ْال َبقَّا ُل‬
ُ ‫ف ال‬
pasar

Sepeda itu berada di depan


ِ ‫الد ََّّرا َجةُ أ َ َما َم البَ ْي‬
‫ت‬
rumah

10
B. Kaidah-Kaidah Jumlah Ismiyah

Antara mubtada’ dan khabar ada beberapa hal yang mesti disesuaikan anatara

keduanya dan adapula yang tidak disesuaikan yaitu:9

1. Kata pertama adalah subyek,dan kata kedua adalah predikat.subyek dalam


bahasa arab disebut mubtada’ dan predikat disebut khabar.

2. Dibaca rofa’, Setiap mubtada’ dan khabar huruf akhirnya berbaris


dhammah,hukum itu disebut marfu’.

a. Untuk isim tunggal diberi akhiran kharakat dhammah.

b. Untuk jamak perempuan berakhiran ُ‫_ات‬.

ِ untuk isim dua dan _ُ َ‫ ون‬untuk isim


c. Untuk jamak taksir berakhiran _َ‫ان‬

jamak.

3. Mubtada’ harus berupa isim ma’rifat.

4. Mubtada’ dan khobar harus bersesuaian dari segi muzakar dan muannasnya.
serta mufrod, musanna dan jama’nya.

9
Prof.Dr.Salman Harun,Pintar Bahasa Arab Al-Quran,(Tangerang:Lentera Hati,2009), h.3.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Jumlah ismiyah adalah jumlah yang dimulai dengan isim atau

jumlah/kalimat yang disususun dari dua isim yaitu mubtada dan khabar,

adapun bentuk bentuk isim yang menjadi mubtada yaitu, isim alam, isim

dhomir, isim maushul, isim isyarah, isim istifham, dan isim syart.

Bentuk-bentuk yang bisa menjadi khabar yaitu, khabar mufrad, khabar

jumlah dan khabar syibhul jumlah.

2. Kaidah-kaidah jumlah ismiyah

a. mubtada sebagai subjek dan khabar sebagai predikat

b. dibaca rofa’, setiap mubtada dan khabar huruf akhirya berbaris dhamma,

hukum ini disebut marfu’

c. mubtada harus berupa isim ma’rifa

d. mubtada dan khabar harus bersesuaian dari segi mudzakkar dan

muannasnya, sertta mufrad musanna dan jamaknya.

12

Anda mungkin juga menyukai