Nama : Ny. R
Umur : 20 thn
Alamat : Citapen
No. RM : 55782
Anamnesis
Batuk berdahak sejak 3 minggu SMRS. Batuk berdahak warna putih kekuningan. Os pernah
mengalami batuk darah 1x sebanyak 1sdm warna dahak merah segar tidak disertai dengan
campuran makanan. Setelah itu batuk berdahak didominasi warna putih kekuningan tanpa
disertai darah/bercak darah.
Selain itu, os juga mengeluh demam sejak 2 minggu yang lalu. Demam tidak disertai dengan
menggigil dan bersifat hilang timbul. Demam akan turun jika mengkonsumsi obat dari
puskesmas. Os sering berkeringat dingin pada malam hari. Flu (-)
Os juga mengeluhkan sesak napas sejak 2 minggu yang lalu. Sesak napas sering dikeluhkan
terutama jika banyak melakukan aktivitas. Sejak 2 hari ini sesak napas dirasakan semakin
memberat. Sesak napas ini sedikit berkurang jika os sudah beristirahat. Sesak tidak disertai
dengan bunyi “ngik”. Sesak tidak dipengaruhi oleh suhu, cuaca, maupun debu. Nyeri dada
disangkal.
Os juga mengeluhkan nafsu makan berkurang sejak 1 bulan terakhir sehingga os merasa
badanya semakin kurus. Selain itu, os juga sering merasa mual, muntah (-). BAB dan BAK
dbn.
• ibu kandung pasien menderita tb paru sudah menggunakan obat yang disuntikkan dan
mengaku pengobatan sudah tuntas (oat kat.2)
• Riwayat tekanan darah tinggi (-), kencing manis (-), asthma (-), keganasan (-).
2
Riwayat Pengobatan
Pemeriksaan Fisik
Status Gizi :
BB : 38 kg
TB : 155 cm
Tanda Vital
RR : 34x/m
S : 38 C
SpO2 tanpa O2 : 86 %
SpO2 dgn O2 : 92 %
STATUS GENERALIS
Kepala: normocephal
3
Leher : kgb tidak teraba pembesaran, kelenjar tiroid tdk teraba pembesaran. JVP dbn
Thorax
Paru
Auskultasi : suara vesikuler di seluruh lap paru, rhonki +/+, wheezing -/-
Jantung : batas jantung dbn, BJI dan II normal, reguler. Murmur (-)
Abdomen : BU + normal, nyeri tekan epigastrium (+). Turgor kulit kembali cepat
Edema - -
Hasil Lab :
Hb : 9, 8 g/dL
Ht : 34%
4
Hasil rontgen thorax :
Hasil Ekspertise :
- TB Paru
- Emfisema pulmonum
- Penebalan fisura minor
DD/ efusi pleura
terlokalisir
- Curiga pneumatokel
lapang kiri atas
Hasil EKG :
Diagnosis :
- CAP
- TB paru
- Anemia ec peny. Kronis
- Sindrom dispepsia
5
Terapi :
Hasil Follow Up
H- 1. Sabtu, 25 februari 2017
(07.00WIB)
S : Sesak (+). Demam (+). Batuk berdahak (+). BAB dan BAK dbn.
O : kes: CM . TD : 120/80 mmHg. N : 120x/m. RR: 40x/m. S: 37.9 C. SpO2 : 90%
Mata: ca +/+. SI -/-
Hidung : PCH (-)
Thorax : BVS +/+ , Rh +/+, Wh -/-. Retraksi interkosta (+)
Jantung : BJ I dan II norm, reg. Murmur (-)
Abd : Hepar dan Lien dbn. Bising usus (+) Normal.
Eks : Akral hangat, crt <2det, sianosis (-)
A : - CAP
- TB paru
- Anemia e.c penyakit kronis
- Sindr. Dispepsia
P : - O2 nasal kanul 2l/m
- diet ML
- IVFD RL 1500cc/24 jam
- Inj/ Cefotaxime 3x2 g IV
- Inj/ Ranitidin 2x1 amp IV
- Alpara 3x1 tab p.o
6
- Ambroxol 3x1 tab p.o
- OAT kat. 1. (1x3 tab)
7
Mata: ca +/+. SI -/-
Hidung : PCH (+)
Thorax : BVS +/+ , Rh +/+, Wh -/-. Retraksi interkosta (+)
Jantung : BJ I dan II norm, reg. Murmur (-)
Abd : Hepar dan Lien dbn. Bising usus (+) Normal.
Eks : Akral dingin, crt 2det, sianosis (-)
A : - CAP
- TB paru dgn respiratory failure
- Anemia e.c penyakit kronis
- Sindr. Dispepsia
P : - O2 NRM l0L/m
- diet ML
- IVFD RL 1500cc/24 jam
- Inj/ Cefotaxime 3x2 g IV
- Inj/ Ranitidin 2x1 amp IV
- PCT 3x500 mg IV
- Ambroxol 3x1 tab p.o
- OAT kat. 1. (1x3 tab)
- inform consent kpd keluarga bahwa terjadi perburukan keadaan pasien.
- keluarga setuju rujuk
Tanggal 26 februari 2017 saat pasien akan dirujuk, pasien apneu di ambulans. Lalu dibawa ke
IGD. Pasien dinyatakan meninggal pukul 15.50 WIB.
8
ANALISA KASUS PASIEN
Dari hasil analisa dan hasi rontgen thorax yag mengarah kepada tb paru dan pnemonia maka
diagnosis pada pasien diatas adalah TB Paru dan Pnemonia. Abses paru dapat disingkirkan
karena meskipun sebagian terdapat gejala yang merngarah ke abses paru namun dari hasil
rontgen thorax kurang mendukung abses paru.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil lab pasien terdapat nyeri ulu hati, nyeri tekan
epigastrium dan anemia. Maka diagnosis ditambahkan menjadi sindrom dispepsia dan anemia
e.c penyakit kronis.
9
TINJAUAN PUSTAKA
A. TB PARU
1. Definisi
Tuberkulosis Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB.
Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem
pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan
menetap disana. Kuman akan menghadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru
makrofag.
Kebanyakan partikel ini akan mati atau di bersihkan oleh makrofag keluar dari
percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya. Bila kuman
menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia
akan terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru
berbentuk sarang tuberkulosa pneumonia kecil dan di sebut sarang prime atau afek
10
prime atau sarang (fokus) Ghon. Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran
getah bening menuju hilus (limfangitis lokal) dan juga diikuti pembesaran kelenjar
getah bening hilus (limfadenitis regional). Semua proses ini memakan waktu 3-8
minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi:
Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat, ini banyak terjadi
Sembuh dengan sedikit meninggalkan bekas berpa garis-garis fibrosis,
kalsifikasi di hilus
Berkomplikasi dan menyebar secara : a). Per kontinuitatum, yakni
menyebar ke sekitarnya, b). Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan
maupun sebelahnya, c). Secara limfogen, d). Secara hematogen
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun
sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi
HIV atau status gizi yang buruk.
Tuberkulosis pasca primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di
regio atas paru (apikal-posterior lobus superior atau inferior). Invasinya ke daerah
parenkhim dan tidak ke nodus hiler paru. Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk
sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu
granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan
banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.
3. Diagnosis
11
pernapasan, perkusi memberikan suara pekak, auskultasi memberikan suara yang
lemah sampai tidak terdengar sama sekali. Dalam penampilan klinis TB sering
asimtomatik dan penyakit baru dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis
dada pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin yang positif.
c. Pemeriksaan radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi TB. Dalam beberapa hal pemeriksaan ini lebih memberikan
keuntungan, seperti pada kasus TB anak-anak dan TB milier yang pada pemeriksaan
sputumnya hampir selalu negatif. Lokasi lesi TB umumnya di daerah apex paru tetapi
dapat juga mengenai lobus bawah atau daerah hilus menyerupai tumor paru. Pada
awal penyakit saat lesi masih menyerupai sarang-sarang pneumonia, gambaran
radiologinya berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak
tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan
dengan batas yang tegas dan disebut tuberkuloma.
Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-bercak padat dengan
densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas dengan penciutan
yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru.
Gambaran tuberkulosa milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya
tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Pada TB yang sudah lanjut, foto dada
sering didapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus seperti infiltrat, garis-garis
fibrotik, kalsifikasi, kavitas maupun atelektasis dan emfisema (Bahar, 2007).
Sebagaimana gambar TB paru yang sudah lanjut pada foto rontgen dada di bawah ini :
d. Pemeriksaan bakteriologis
a. Sputum
Tuberkulosis paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA
positif pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan
positif apabila sedikitnya dua dari tiga pemeriksaan dahak SPS (Sewaktu-Pagi-
Sewaktu) BTA hasilnya positif.
Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu
foto rontgen dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang. 1). Kalau hasil rontgen
mendukung tuberkulosis, maka penderita didiagnosis sebagai penderita TB BTA
positif. 2). Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan dahak
SPS diulangi.
12
Bila ketiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya,
Kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bila tidak ada perubahan,
namun gejala klinis mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak SPS. 1). Kalau hasil
SPS positif, didiagnosis sebagai penderita tuberkulosis BTA positif. 2). Kalau hasil
SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung
diagnosis TB.
a. Bila hasil rontgen mendukung TB, didiagnosis sebagai penderita TB BTA negatif
rontgen positif
b. Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB.
Diagnosis TB paru sesuai alur yang dibuat oleh Depkes RI (2006), sebagaimana bisa
dilihat di bawah ini :
13
hitung jenis ke kiri. Jumlah limfosit masihdi bawah normal. Laju endap darah (LED)
mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali ke normal
dan jumlah limfosit masih tinggi, LED mulai turun ke arah normal lagi. Hasil
pemeriksaan darah lain juga didapatkan: anemia ringan dengan gambaran normokrom
normositer, gama globulin meningkat, dan kadar natrium darah menurun.
Tes Tuberkulin Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu
menegakkan diagnosis TB terutama pada anak-anak (balita). Sedangkan pada dewasa
testuberkulin hanya untuk menyatakan apakah seorang individu sedang atau pernah
mengalami infeksi Mycobacterium tuberculosis atau Mycobacterium patogen
lainnya. Tes tuberkulin dilakukan dengan cara menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin P.P.D(
Purified Protein Derivative) secara intrakutan. Dasar tes tuberkulin ini adalah adalah
reaksi alergi tipe lambat. Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi
berupa indursasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi
persenyawaan antara antibodi seluler dan antigen tuberkulin.
4. Komplikasi
Tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dini antara lain dapat timbul pleuritis, efusi pleura, empiema,
laringitis, usus Poncet’s arthropathy. Sedangkan komplikasi lanjut dapat
menyebabkan obstruksi jalan nafas, kerusakan parenkim paru, kor pulmonal,
amiloidosis, karsinoma paru, dan sindrom gagal napas (sering terjadi pada TB milier
dan kavitas TB)
Tipe penderita tuberkulosis berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, yaitu :
a. Kasus baru
Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah mengkonsumsi OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
b. Kambuh (relaps)
14
d. Setelah lalai (pengobatan setelah default / drop out)
Setelah lalai (pengobatan setelah default / drop out) adalah pasien yang sudah
berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang
kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan
dahak BTA positif.
e. Gagal
Gagal adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan kelima (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau
pada akhir pengobatan. Atau penderita dengan hasil BTA negatif rontgen positif pada
akhir bulan kedua pengobatan.
f. Kasus kronis
Kasus kronis adalah pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulang kategori II dengan pengawasan yang baik.
5. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan
Terdapat 2 macam aktifitas/sifat obat terhadap TB yaitu aktivitas bakterisid di
mana obat bersifat membunuh kuman–kuman yang sedang tumbuh (metabolismenya
masih aktif) dan aktivitas sterilisasi, obat bersifat membunuh kuman-kuman yang
pertumbuhannya lambat (metabolismenya kurang aktif).
Aktivitas bakterisid biasanya diukur dari kecepatan obat tersebut
membunuh/melenyapkan kuman sehingga pada pembiakan akan didapatkan hasil
yang negatif (2 bulan dari permulaan pengobatan). Aktivitas sterilisasi diukur dari
angka kekambuhan setelah pengobatan dihentikan. Hampir semua OAT mempunyai
sifat bakterisid kecuali Etambutol dan Tiasetazon yang hanya bersifat bakteriostatik
dan masih berperan untuk mencegah resistensi kuman terhadap obat. Rifampisin dan
Pirazinamid mempunyai aktivitas sterilisasi yang baik, sedangkan INH dan
Streptomisin menempati urutan lebih bawah.
15
dahak positif; kasus baru (SHRZ) 4 HR
TB paru dahak negatif 2 EHRZ 4 H3 R3
dengan kelainan luas di (SHRZ)
paru; kasus baru TB 2 EHRZ
ekstra-pulmonal berat (SHRZ)
16
Etambutol (E) harian : 15mg/kg BB
Pada tahun 1998 WHO dan IUATLD merekomendasikan pemakaian obat kombinasi
dosis tetap 4 obat sebagai dosis yang efektif dalam terapi TB untuk menggantikan
paduan obat tunggal sebagai bagian dari strategi DOTS. Paduan OAT ini disediakan
dalam bentuk paket dengan tujuan memudahkan pemberian obat dan menjamin
kelangsungan pengobatan sampai selesai. Tersedia obat Kombinasi Dosis Tetap (OAT-
KDT) untuk paduan OAT kategori I dan II. Tablet OAT-KDT ini adalah kombinasi 2
atau 4 jenis obat dalam 1 tablet. Dosisnya (jumlah tablet yang diminum) disesuaikan
dengan berat badan pasien, paduan ini dikemas dalam 1 paket untuk 1 pasien dalam 1
masa pengobatan. Dosis paduan OAT-KDT untuk kategori I, II dan sisipan dapat dilihat
17
Streptomisin inj tab Etambutol
(Depkes RI, 2006)
Dalam pemakaian OAT sering ditemukan efek samping yang mempersulit sasaran
pengobatan. Bila efek samping ini ditemukan, mungkin OAT masih dapat diberikan
dalam dosis terapeutik yang kecil, tapi bila efek samping ini sangat mengganggu OAT
yang bersangkutan harus dihentikan dan pengobatan dapat diteruskan dengan OAT yang
Efek samping yang dapat ditimbulkan OAT berbeda-beda pada tiap pasien, lebih
18
kolaps atau renjatan
(syok), purpura, anemia
hemolitik yang akut, gagal
ginjal
Pirazinamid (Z) Reaksi hipersensitifitas : Hepatitis, nyeri sendi,
demam, mual dan serangan arthritis gout
kemerahan
19
6. Prognosis
c. Radiologis: bila fasilitas memungkinkan foto kontrol dapat dibuat pada akhir
pengobatan sebagai dokumentasi untuk perbandingan bila nanti timbul kasus
kambuh. Jika keluhan pasien tidak berkurang (misalnya tetap batuk-batuk), dengan
pemeriksaan radiologis dapat dilihat keadaan TB parunya atau adakah penyakit
lain yang menyertainya. Karena perubahan gambar radiologis tidak secepat
perubahan bakteriologis, evaluasi foto dada dilakukan setiap 3 bulan sekali
(Bayupurnama, 2007).
20
B. PNEMONIA
1. Definisi
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan
paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan
toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.
bakteri, virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri.
Kuman penyebab pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan distribusi umur pasien,
parainfluenza virus, influenza virus dan adenovirus. Secara umum bakteri yang
dan mikoplasma.
pneumonia pada usia prasekolah dan berkurang dengan bertambahnya usia. Selain
21
umumnya adalah Mycopalsma pneumonia. Staphylokokkus aureus dan batang gram
22
Virus Virus
Respiratory Varicella zoster virus
syncytial virus
Influenza
virus
Parainfluenza
virus
Rhinovirus
Adenovirus
Measles
23
Community-acquired atypical pneumonia
Mycoplasma pneumonia
Chlamydia spp. (C. pneumoniae, C. psittaci, C. trachomatis)
Coxiella burnetii (Q fever)
Viruses: respiratory syncytial virus, parainfluenza virus (children); influenza A and B
(adults); adenovirus
(military recruits); SARS virus
Hospital-acquired pneumonia
Gram-negative rods, Enterobacteriaceae (Klebsiella spp., Serratia marcescens,
Escherichia coli) and
Pseudomonas spp.
Staphylococcus aureus (usually penicillin resistant)
Pneumonia kronis
Nocardia
Actinomyces
Granulomatous: Mycobacterium tuberculosis and atypical mycobacteria, Histoplasma
capsulatum,
Coccidioides immitis, Blastomyces dermatitidis
Klasifikasi Pneumonia
a. Pneumonia primer, yaitu radang paru yang terserang pada orang yang tidak
pernapasan( Influenza, Parainfluenza, RSV). Selain itu juga bakteri pneumonia yang
selain penderita penyakit paru lainnnya seperti COPD, terutama juga bagi mereka
yang mempunyai penyakit menahun seperti diabetes mellitus, HIV, dan kanker,dll.
24
2. Berdasarkan Kuman penyebab
a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri
yang terjadi di lingkungan rumah atau masyarakat, juga termasuk pneumonia yang
pneumonia yang terjadi di “rumah sakit”, infeksi terjadi setelah 48 jam berada di
rumah sakit. Kuman penyebab sangat beragam, yang sering di temukan yaitu
Staphylococcus aureus atau bakteri dengan gramm negatif lainnya seperti E.coli,
a. Pneumonia lobaris
Pneumonia focal yang melibatkan satu / beberapa lobus paru. Bronkus besar
Konsolidasi yang timbul merupakan hasil dari cairan edema yang menyebar melalui
25
pneumoniae. Jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus
infiltrate multifocal pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus.
Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus.
c. Pneumonia interstisial
Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan peribronkil.
Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan mycoplasma. Terjadi edema
dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstisial prebronkial. Radiologis berupa
bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak
merata.
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia
lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan penyakit
pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya , adalah yang
paling berisiko.
Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang
sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan
malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak
organ paru-paru.
26
Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak
disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu,
toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara
1. Inokulasi langsung
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara kolonisasi. Secara
inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur.
Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 – 2,0 nm melalui udara dapat mencapai
bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi
kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke
saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan
permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret
orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi
radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan
antibodi.
mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh
lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan
27
dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan
pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah
dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan
Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama
dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar
kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan
jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini
oksigen hemoglobin.
Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang
dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang
terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium
ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak.
28
3. Stadium Hepatisasi Kelabu (Konsolidasi)
Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada
saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi
fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus
masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim paru
kembali menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai pulih mencapai keadaan
normal.
3. Diagnosis
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas
selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh
29
kadang-kadang melebihi 40º C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernafas ,
pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar
Mungkin disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada
stadium resolusi.
Pemeriksaan Laboratorium
leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan
diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur
darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Anlalisa gas darah
menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik.
Gambaran Radiologis
Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain:
Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil. Tidak
Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas lesi dengan
jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus
medius kanan.
30
Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.
Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang paling akhir
terkena.
Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign (terperangkapnya udara
Foto thoraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
Klebsiela pneumonia sering menunjukan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas
1.Pneumonia Lobaris
Foto Thorax
31
Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus
(lobus kanan bawah PA maupun lateral)) atau bercak yang mengikutsertakan alveoli
yang tersebar. Air bronchogram biasanya ditemukan pada pneumonia jenis ini.
CT Scan
Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai ke
perifer.
32
2. Bronchopneumonia (Pneumonia Lobularis)
Foto Thorax
Pada gambar diatas tampak konsolidasi tidak homogen di lobus atas kiri dan lobus
bawah kiri.
CT Scan
Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak menjalar
sampai perifer.
3. Pneumonia Interstisial
Foto Thorax
33
Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial
prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi
CT Scan
Gambaran CT Scan pneumonia interstitiak pada seorang pria berusia 19 tahun. (A)
Menunjukan area konsolidasi di percabangan peribronkovaskuler yang irreguler. (B)
CT Scan pada hasil follow up selama 2 tahun menunjukan area konsolidasi yang
irreguler tersebut berkembang menjadi bronkiektasis atau bronkiolektasis (tanda
panah)
34
Pemeriksaan Bakteriologis
dengan akuades biasa, setelah itu pasien diminta inspirasi dalam kemudian
membatukkan dahaknya. Dahak ditampung dalam botol steril dan ditutup rapat.
Dahak segera dikirim ke labolatorium (tidak boleh lebih dari 4 jam). Jika terjadi
kesulitan mengeluarkan dahak, dapat dibantu nebulisasi dengan NaCl 3%. Kriteria
dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan langsung dan biarkan yaitu
bila ditemukan sel PMN > 25/lpk dan sel epitel < 10/lpk.
4. Penatalaksanaan
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada
2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia.
Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara umum
berikut :
1. Pemberian Antibiotik
35
Makrolid
Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)
Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)
Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi
Marolid baru dosis tinggi
Fluorokuinolon respirasi
Pseudomonas aeruginosa
Aminoglikosid
Seftazidim, Sefoperason, Sefepim
Tikarsilin, Piperasilin
Karbapenem : Meropenem, Imipenem
Siprofloksasin, Levofloksasin
Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)
Vankomisin
Teikoplanin
Linezolid
Hemophilus influenzae
TMP-SMZ
Azitromisin
Sefalosporin gen. 2 atau 3
Fluorokuinolon respirasi
Legionella
Makrolid
Fluorokuinolon
Rifampisin
Mycoplasma pneumoniae
Doksisiklin
Makrolid
Fluorokuinolon
Chlamydia pneumoniae
Doksisikin
Makrolid
Fluorokuinolon
36
Tabel 3. Rekomendasi Terapi Empiris (ATS 2001) 8
37
Kategori -Pneumonia -S.pneumonia - Sefalospor -Carbapenem/
IV berat -Legionella sp in generasi 3 meropenem
-Perlu -Batang Gram (-) (anti -Vankomicin
dirawat di aerob pseudomonas) + -Linesolid
ICU -M.pneumonia makrolid -Teikoplanin
-Virus - Sefalospor
-H.influenzae in generasi 4
-M.tuberculosis - Sefalospor
-Jamur endemic in generasi 3 +
kuinolon
1. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96% berdasarkan
2. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat disertai
3. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk dan
napas dalam. Bila perlu dikerjakan fish mouth breathing untuk melancarkan ekspirasi
dan pengeluarn CO2. Posisi tidur setengah duduk untuk melancarkan pernapasan.
4. Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada pneumonia, dan
paru lebih sensitif terhadap pembebanan cairan terutama bila terdapat pneumonia
bilateral. Pemberian cairan pada pasien harus diatur dengan baik, termasuk pada
5. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi ini tidak
38
6. Obat inotropik seperti dobutamin atau dopamin kadang-kadang diperlukan bila
adalah:
hingga tekanan inflasi meninggi. Dalam hal ini perlu dipergunakan PEEP untuk
memperbaiki oksigenisasi dan menurunkan FiO2 menjadi 50% atau lebih rendah.
b. Gagal napas yang ditandai oleh peningkatan respiratory distress, dengan atau
c. Respiratory arrest.
9. Bila terdapat gagal napas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup yang
didapatkan terutama dari lemak (>50%), hingga dapat dihindari pembentukan CO2
yang berlebihan.
Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan perubahan obat suntik
ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk mengurangi biaya perawatan
dan mencegah infeksi nosokomial. Perubahan ini dapat diberikan secara sequential
(obat sama, potensi sama), switch over (obat berbeda, potensi sama) dan step down
(obat sama atau berbeda, potensi lebih rendah). Pasien beralih dari intravena ke oral
terapi ketika hemodinamik sudah stabil dan perbaikan terbukti secara secara klinis,
39
1. Temp ≤ 37,8 C, Kesadaran baik
5. Komplikasi
1. Efusi pleura dan empiema. Terjadi pada sekitar 45% kasus, terutama pada infeksi
steril. Terkadang pada infeksi bakterial terjadi empiema dengan cairan eksudat.
2. Komplikasi sistemik. Dapat terjadi akibat invasi kuman atau bakteriemia berupa
meningitis. Dapat juga terjadi dehidrasi dan hiponatremia, anemia pada infeksi kronik,
peningguan ureum dan enzim hati. Kadang-kadang terjadi peninggian fostase alkali
4. Abses Paru terbentuk akibat eksudat di alveolus paru sehingga terjadi infeksi oleh
5. Pneumonia kronik yang dapat terjadi bila pneumonia berlangsung lebih dari 4-6
minggu akibat kuman anaerob S. aureus, dan kuman Gram (-) seperti Pseudomonas
aeruginosa.
40
6. Bronkiektasis. Biasanya terjadi karena pneunomia pada masa anak-anak tetapi
dapat juga oleh infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada cystic fibrosis atau
6. Prognosis
antibiotik. Faktor yang berperan adalah patogenitas kuman, usia, penyakit dasar dan
sebesar 5%, namun dapat meningkat menjadi 60% pada orang tua dengan kondisi
yang buruk misalnya gangguan imunologis, sirosis hepatis, penyakit paru obstruktif
kronik, atau kanker. Adanya leukopenia, ikterus, terkenanya 3 atau lebih lobus dan
komplikasi ekstraparu merupakan petanda prognosis yang buruk. Kuman gram negatif
Prognosis pada orang tua dan anak kurang baik, karena itu perlu perawatan di
RS kecuali bila penyakitnya ringan. Orang dewasa (<60 tahun) dapat berobat jalan
kecuali:
3. Disertai gambaran klinis yang berkaitan dengan mortalitas yang tinggi yaitu:
b. Dijumpai adanya gejala pada saat masuk perawatan RS: frekuensi napas > 30 x/m,
41
DAFTAR PUSTAKA
Barlett JG, Dowell SF, Mondell LA, File TM, Mushor DM, Fine MJ. Practice guidelines for
management community-acquiredd pneumonia in adults. Clin infect Dis 2000; 31: 347-
82
Jabang M. Pengaruh pencucian bronkus sputum terhadap pola kuman penderita infeksi
saluran napas bawah non TB. Journal Respirologi Indonesia 2000, 20:94-108
Rasmin M. Spectrum bakteri pada infeksi saluran napas bawah. Tesis Bagian Pulmonologi
FKUI Jakarta 1990
Sunarya N. Spektrum kuman dan pola kepekaanya terhadap antimikroba pada infeksi paru
non TB didapat dari aspirasi transtrakeal. Tesis Bagian Pulmonologi FKUI Jakarta,
2007
Supriyantoro. Perbandingan hasil pemeriksaan bakteriologis dari sputum dan sikatan bronkus
penderita infeksi saluran napas akut (ISNA). Tesis Bagian Pulmonologi FKUI, Jakarta
2009
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). Badan Litbang Depkes RI, Jakarta 2016
42