Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

LIPOSARCOMA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Profesi Ners Departemen


Surgical
Di Ruang 20 RSSA

Disusun Oleh:
IFTITAH DWI KHARISMA
170070301111107

PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
KONSEP PENDAHULUAN

A. Pengertian
Liposarcoma (liposarkoma) adalah keganasan atau kanker di jaringan
lemak. Liposarkoma bisa terjadi pada jaringan lemak di bagian tubuh
manapun, tetapi paling sering terjadi di jaringan lemak pada bagian belakang
lutut, paha, pangkal paha, bokong, atau retroperitoneum (ruang di belakang
rongga perut). Liposarkoma merupakan salah satu jenis sarkoma jaringan
lunak, dan merupakan jenis keganasan yang langka (Sjamsuhidajat, 2010).

B. Klasifikasi
1. Well-differentiated liposarcoma
Merupakan jenis liposarkoma yang paling sering ditemukan.
Pertumbuhan tumor cukup lambat dan tidak menimbulkan rasa sakit pada
penderita.
2. Myxoid liposarcoma
Merupakan jenis liposarkoma ke-2 terbanyak. Sekitar 3 dari 10 kasus
liposarkoma termasuk jenis ini.
3. Round cell liposarcoma
Merupakan jenis yang paling sering ditemukan pada penderita anak-anak
dan remaja.
4. Pleomorphic liposarcoma
Merupakan jenis liposarkoma yang paling jarang terjadi, sangat agresif
dan menyebar dengan cepat.
5. Dedifferentiated liposarcoma
Merupakan jenis liposarkoma dengan tingkat keganasan tertinggi. Risiko
terjadinya penyebaran (metastasis) sangat tinggi dan cepat.
(Sjamsuhidajat, 2010).

C. Etiologi
Penyebab pasti dari liposarkoma belum diketahui, namun pertumbuhan
sel kanker dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
1. Virus : Virus sebagai penyebab kanker pada tubuh manusia sulit untuk
dipastikan karena virus sulit untuk diisolasi. Virus dianggap dapat
menyatukan diri dalam struktur genetik sel, sehingga mengganggu
generasi mendatang dari populasi sel tersebut dan ini barang kali
mengarah pada kanker (Smeltzer, 2001 : 321).
2. Agens Fisik : Faktor – faktor fisik yang mengarah pada karsinogenesis
mencakup pemanjanan terhadap sinar matahari atau pada radiasi.
Pemajanan berlebih terhadap sinar ultraviolet terutama pada orang yang
berkulit putih atau terang, bermata hijau atau biru dapat meningkatkan
resiko terkena kanker. Pemajanan terhadap radiasi pengionisasi dapat
terjadi saat prosedur radiografi berulang atau ketika terapi radiasi
diberikan saat mengobati penyakit. Pemajanan terhadap medan
elektromagnetik dari kabel listrik, mikrowave, dan telepon seluler dapat
meningkatkan resiko kanker (Smeltzer, 2001 : 321).
3. Agens Kimia : Sekitar 85 % dari semua kanker diperkirakan berhubungan
dengan lingkungan. Karsinogen kimia mencakup zat warna amino
aromatik dan anilin, arsenik, jelaga dan tar, asbeston, pinang dan kapus
sirih, debu kayu, senyawaan berilium, dan polivinil klorida (Smeltzer, 2001
: 322).
4. Faktor Genetik dan Keturunan : Faktor genetik juga memainkan peranan
dalam pembentukan sel kanker. Jika kerusakan DNA terjadi pada sel
dimana pola kromosomnya abnormal, dapat terbentuk sel - sel mutan.
Pola kromosom yang abnormal dari kanker berhubungan dengan
kromosom ekstra, terlalu sedikit kromosom, atau translokasi kromosom.
Beberapa kanker pada masa dewasa dan anak – anak menunjukkan
predisposisi keturunan. Pada kanker dengan predisposisi herediter,
umumnya saudara dekat dan sedarah dan tipe kankernya sama
(Smeltzer, 2001 : 322).
5. Faktor – Faktor Makanan : Faktor – faktor makanan diduga berkaitan
dengan 40% sampai 60% dari semua kanker lingkungan. Substansi
makanan dapat proakif, karsinogenik atau ko – karsinogenik. Resiko
kanker meningkat sejalan dengan ingesti jangka panjang karsinogenik
atau ko-karsinogenik atau tidak adanya substansi proaktif dalam diet.
Substansi diet berkaitan dengan peningkatan resiko kanker mencakup
lemak, alkohol, daging diasinkan atau diasap, makanan yang
mengandung nitrat atau nitrit, dan masukan diet dengan kalori tinggi
(Smeltzer, 2001 : 322).
6. Agens Hormonal : Pertumbuhan tumor mungkin dipercepat dengan
adanya gangguan dalam keseimbangan hormon baik oleh pembentukan
hormon tubuh sendiri atau pemberian hormon eksogenus (Smeltzer, 2001
: 321).

D. Manifestasi Klinis
Tumor ganas ini umumnya memberikan gejala dan tanda benjolan
tanpa nyeri atau tanda radang dan biasanya mempunyai simpai atau batas
yang cukup jelas dengan jaringan sekitarnya, sehingga kebanyakan tidak
dianggap sebagai tumor ganas. Benjolan tanpa gejala dan keluhan apapun
karena tumbuh dalam jaringan lunak yang mudah didesak dan sering kali
jauh dari organ vital. Keluhan baru timbul setelah ukuran sudah besar atau
terjadi tarikan atau tekanan pada otot atau saraf (Sjamsuhidajat, 2010).
Gejala dan tanda kanker jaringan lemak tidak spesifik, tergantung
pada lokasi dimana tumor berada, umumnya gejala berupa adanya suatu
benjolan dibawah kulit yang tidak terasa sakit, hanya sedikit penderita yang
mengeluh sakit. Rasa sakit muncul akibat perdarahan atau nekrosis dalam
tumor dan bisa juga karena penekanan pada saraf – saraf tepi. Kanker yang
sudah begitu besar, dapat menyebabkan borok dan perdarahan kulit
(Sjamsuhidajat, 2010).

E. Patofisiologi
Pada sarkoma belum dikenal adanya kanker insitu, sehingga sukar sekali
untuk mengetahui kapan sarkoma itu muncul. Secara umum terjadinya
kanker dimulai dari tumbuhnya satu sel kanker yang besarnya 10 mU. Kanker
itu tumbuh terus tanpa batas, mengadakan invasi kejaringan sekitar dan
menyebar sampai akhirnya penderita meninggal. Perjalanan penyakit kanker
sampai penderita meninggal dapat dibagi menurut luas penyakit atau stadium
penyakit. Stadium penyakit kanker dapat dibagi menjadi 2 yaitu (Pearce,
2009):
1. Stadium Pra Klinik : Yaitu stadium pada saat kanker belum dapat
diketahui adanya dengan pemeriksaan klinik yang ada. Pada saat ini
tumor yang lebih kecil dari 0,5 cm hampir tidak dapat diketahui dengan
pemeriksaan klinik maupun penunjang klinik. Diperkirakan lama stadium
pra klinik itu 2/3 dari lama perjalanan hidup kanker dan hanya 1/3 dari
lama hidupnya berada dalam stadium klinik.
2. Stadium Klinik : Yaitu stadium pada saat kanker itu telah cukup besar
atau telah memberikan keluhan sehingga dapat diketahui adanya dengan
pemeriksaan klinik dan / atau penunjang klinik. Selanjutnya stadium klinik
dibagi menjadi beberapa stadium berdasarkan :
a. Kemungkinan Sembuh
 Stadium Dini ( Early Stage ) : Dimana kanker itu belum lama
diketahui adanya, masih kecil, letaknya masih lokal terbatas pada
organ tempat asalnya tumbuh, belum menimbulkan kerusakan
yang berarti pada organ yang ditumbuhinya dengan kemungkinan
sembuh besar.
 Stadium Lanjut ( Advance Stage ) : Stadium dimana kanker itu
telah lama ada, telah besar, telah menimbulkan kerusakan yang
besar pada daerah yang ditumbuhinya, telah mengadakan infiltrasi
pada jaringan atau organ disekitarnya dan umumnya juga telah
mengadakan metastase regional. Kemungkinan sembuh kecil.
 Stadium Sangat Lanjut ( Far Advance Stage ) : Stadium dimana
kanker telah lama ada, telah besar dan keadaanya sama dengan
stadium lanjut dan disertai metastase luas diseluruh tubuh.
Kemungkinan sembuh sangat kecil atau tak dapat sembuh lagi.
b. Topografi Penyakit : Stadium penyakit berdasarkan letak topografi
tumor beserta ekstensi dan metastasenya dalam organ. Berdasarkan
topografinya stadium kanker dibagi menjadi :
 Stadium Lokal : Pertumbuhan kanker masih terbatas pada organ
tempatnya semula tumbuh.
 Stadium Metastase Regional : Kanker telah mengadakan
metastase di kelenjar lymfe yang berdekatan yaitu kelenjar lymfe
regional. Pada kasus liposarkoma dikaki pembesaran kelenjar
limfe dapat dilihat pada kelenjar limfe inguinalis.
 Stadium Metastase Jauh atau Diseminasi : Kanker telah
mengadakan metastase di organ yang letaknya jauh dari tumor
primer.
F. Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk mendiagnosa
liposarkoma, di antaranya (Pearce, 2009):
 Pencitraan : Melalui foto rontgen, CT Scan, dan MRI. Pemeriksaan ini
akan memberikan gambaran yang jelas mengenai ukuran dan tingkat
keganasan liposarkoma.
 Biopsi : Mengambil sebagian jaringan yang bermasalah sebagai sampel
untuk pemeriksaan patologi. Pada dewasa, biopsi sebaiknya dilakukan
pada massa jaringan yang simtomatik atau semakin lama semakin
membesar, lebih dari 5 cm, dan sudah bertahan lebih dari 4-6 minggu.
a. Fine needle aspiration
Dapat digunakan untuk mendiagnosis suatu keganasan namun
FNA saja tak dapat menentukan klasifikasi dan grading
darisarkoma. Sejak grading didasarkan oleh keadaan selular,
sifatinvasive dari tumor, FNAB tak memiliki fungsi yang bermakna
untuk mendiagnosis sarkoma.
b. Core needle biopsy
Bersifat lebih aman, akurat, dan prosedur diagnostic yang
ekonomisuntuk mendiagnosa sarkoma. Core needle biopsy secara
akurat tepat dititik lokasi tumor berada. Penggunaan satu titik ini
berfungsi untuk mencegah pengambilan sampel nondiagnostik
(jaringan yang nekrotik/kistik).
c. Biopsi Insisional
Saat jaringan tidak bisa dilakukan prosedur FNAB ataupun core
needle biopsi, ini merupakan suatu indikasi untuk dilakukannya
tindakaninsisional. Jika tumornya kecil < 3 cm superfisial, dilakukan
biopsieksisional. Sedangkan untuk tumor yang besar dan dalam
berkaitandengan struktur vital, dilakukan biopsi insisional. Insisi
dilakukan ditengah-tengah massa, kemudian hemostasis dijaga,
jangan sampai seltumor ke jaringan sekitarnya.
 Pemeriksaan laboratorium : Tes laboratorium umumnya meliputi
imunohistokimia, analisis sitogenetika, dan tes genetika molekuler.
G. Pemeriksaan Penunjang
 Dalam menentukan ganas atau jinak dari semua benjolan pada jaringan
lunak yang menetap perlu dilakukan biopsi. Benjolan yang mudah
digerakkan dari jaringan sekitarnya dan disangka lipoma dapat memberi
hasil patologi yang mengejutkan. Secara klinis diagnosis ditentukan
dengan palpasi untuk memperkirakan ukuran kelainan dan perlekatan
dengan struktur dangkal maupun dalam. Pemeriksaan pencitraan seperti
radiografi, ultrasonografi, limfangiografi, payaran CT, atau MRI sebaiknya
digunakan dengan selektif. Angiografi bermanfaat karena dapat menilai
hubungan anatomi tumor dengan jaringan sekitarnya. Dalam
perencanaan pembedahan, angiografi menentukan jarak tumor dengan
pembuluh darah utama. Foto Rontgen dilakukan karena kanker ini bisa
menginvasi tulang, setelah foto Rongten dapat direncanakan untuk
reseksi tulang (Sjamsuhidajat, 2010).

H. Penatalaksanaan
Pmeberian terapi pada penderita kanker, terlebih dahulu perlu diketahui
bagaimana prinsip – prinsip pengelolaan kanker. Melakukan tindakan
memastikan diagnosa klinis dan patologi, stadium dan keadaan penderita,
serta buat rencana terapi yang akan diberikan. Apa tujuan terapi, bagaiman
caranya, bagaimana urutannya, kapan dimulai dan hasil apa yang
diharapkan. Tujuan terapi kanker ada 2 yaitu : kuratif atau penyembuhan dan
paliatif atau meringankan. Terapi kuratif ialah tindakan untuk menyembuhkan
penderita yaitu membebaskan penderita dari kanker yang dialami untuk
selama – lamanya. Umumnya untuk penyembuhan kanker ini hanya mungkin
pada kanker dini yaitu kanker loko regional, masih kecil. Kurang lebih 70 %
kanker yang solid dapat disembuhkan dengan pembedahan.
Terapi paliatif ialah semua tindakan aktif guna meringankan beban
penderita kanker terutama bagi yang tidak mungkin disembuhkan lagi.
Perawatan Paliatif bertujuan untuk memperbaiki kualitas hidup agar dapat
bekerja dan menikmati hidup. Mengatasi komplikasi yang terjadi, dapat
memperpanjang hidup dan tanpa memperpanjang penderitaan. Mengurangi
atau meringankan keluhan, keluhan yang berat pada penderita kanker
umumnya nyeri, ulkus berbau, perdarahan yang sukar berhenti dan berulang
– ulang, tidak ada nafsu makan, badan lemas dan mengurus, dsb. Hilang
atau berkurangnya keluhan maka penderita akan merasa lebih enak dan
sehat (Sukardja, 2011).
Ada bermacam – macam terapi kanker, yaitu : Terapi utama, ini
merupakan penatalaksanaan yang ditujukan kepada penyakit kanker itu
sendiri, yang meliputi pembedahan, radioterapi, khemoterapi, hormonterapi
dan bioterapi.Pada umumnya terapi yang diberikan kepada penderita kanker
ialah cara sequential yaitu setelah selesai dengan cara terapi yang satu,
kalau perlu diikuti cara terapi yang lain. Pada kasus kanker loko regional
yang operabel, urutan terapi umumnya ialah dimulai dengan operasi,
kemudian radioterapi dan terakhir khemoterapi (Sukardja, 2011).
Pada sarkoma jaringan lunak seperti liposarkoma penatalaksanaan
bukan hanya tumornya saja yang diangkat, namun juga dengan jaringan
sekitarnya sampai bebas tumor menurut kaidah yang telah ditentukan,
tergantung dimana letak kanker ini. Tindakannya berupa operasi eksisi luas.
Penggunaan radioterapi dan khemoterapi hanyalah sebagai pelengkap.
Untuk kanker yang ukurannya besar, setelah operasi ditambah dengan
radioterapi. Setelah penderita operasi harus sering kontrol untuk memonitor
ada tidaknya kekambuhan pada daerah operasi ataupun kekambuhan
ditempat jauh hasil metastase (Sukardja, 2011).

I. Komplikasi
Komplikasi sarkoma dari proses penyakit meliputi metastase pada paru –
paru, liver, tulang. Komplikasi dari penatalaksanaan yaitu infeksi pada
pembedahan, dan jika dilakukan terapi radiasi mungkin akan terjadi
perlambatan penyembuhan luka, dan nekrosis dijaringan setelahnya. Jika
dilakukan khemoterapi, akan didapat komplikasi antara lain : mual, muntah,
stomatitis, neuropati perifer, miopati jantung, dan kerusakan hepar (Sukardja,
2011).

J. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan merupak dasar proses
keperawatan diperlukan pengkajian yang cermat untuk mengenal
masalah klien agar dapat memberikan rah kepada tindakan
keperawatan.
Data dasar pengkajian klien :
a. Aktivitas istirahat
Gejala : kelemahan dan keletihan
b. Sirkulasi
Gejala : palpitasi, nyeri, dada pada pengarahan kerja.
Kebiasaan : perubahan pada TD
c. Integritas ego
Gejala : alopesia, lesi cacat pembedahan
Tanda : menyangkal, menarik diri dan marah
d. Eliminasi
Gejala : perubahan pada pola defekasi misalnya : darah pada
feces, nyeri pada defekasi. Perubahan eliminasi urunarius misalnya
nyeri atau ras terbakar pada saat berkemih, hematuria, sering
berkemih.
Tanda : perubahan pada bising usus, distensi abdomen.
e. Makanan/cairan
Gejala : kebiasaan diet buruk ( rendah serat, tinggi lemak, aditif
bahan pengawet). Anoreksisa, mual/muntah.
Intoleransi makanan : Perubahan pada berat badan; penurunan
berat badan hebat, berkuranganya massa otot.
Tanda : perubahan pada kelembapan/tugor kulit, edema.
f. Neurosensori
Gejala : pusing, sinkope.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : tidak ada nyeri atau derajat bervariasi misalnya
ketidaknyamanan ringan sampai berat (dihubungkan dengan proses
penyakit)
h. Pernafasan
Gejala : merokok(tembakau, mariyuana, hidup dengan sesoramh yang
merokok.) Pemajanan asbes.
i. Keamanan
Gejala : pemajanan bahan kimia toksik, karsinogen, pemajanan
matahari lama/berlebihan.
Tanda : demam, ruam kulit, ulserasi.
j. Seksualitas
Gejala : masalah seksualitas misalnya dampak pada hubungan
perubahan pada tingkat kepuasan. Nuligravida lebih besar dari usia
30 tahun. Multigravida, pasangan seks miltifel, aktivitas seksual dini.
k. Interaksi social
Gejala : ketidakadekuatan/kelemahan sotem pendikung. Riwayat
perkawinan ( berkenaan dengan kepuasan di rumah dukungan,
atau bantuan).
2. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang muncul pada pasien dengan kanker jaringan
lunak antara lain :
a) Ansietas berhubungan dengan stres, ancaman kematian
b) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit atau cedera
c) Harga diri rendah berhubungan dengan gangguan citra tubuh
d) Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan agen cedera
fisik
e) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan factor biologis
f) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan
metabolisme seluler
3. Intervensi/Tindakan Keperawatan

No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1 Ansietas  Anxiety self control Anxiety Reduction
berhubungan  Anxiety Level
dengan stres, 1) Memberikan HE tentang
- Klien mampu
ketakutan kondisi klien dan
mengidentifikasi dan
penatalaksanaan
mengungkapkan
2) Berikan penguatan atas
gejala cemas
upaya keluarga untuk
- Klien mampu
3) merawat klien
mengidentifikasi,
4) Memberikan kesempatan
mengungkapkan dan
kepada keluarga untuk
menunjukkan teknik
mendiskusikan perasaan
untuk mengontrol
mereka
cemas

2 Gangguan citra  Body image Body Image enhancement


tubuh berhubungan  Self estheem - Kaji secara verbal dan
dengan penyakit Setelah dilakukan nonverbal respon klien
atau cedera tindakan selama 1x24 terhadap tubuhnya
jam diharapkan - Jelaskan tentang
kecemasan pasien pengobatan, perawatan,
berkurang dengan kemajuan dan prognosis
kriteria hasil : penyakit
- Body image positif - Dorong klien
- Mampu mengungkapkan
mengidentifikasi perasaannya
kekuatan personal
- Mempertahankan
interaksi sosial
3 Harga diri rendah  Body Image, Self Esteem Enhancement
berhubungan disturbed - Tunjukkan rasa percaya
dengan gangguan  Coping, Ineffective diri terhadap kemampuan
citra tubuh - Menunjukkan pasien untuk mengatasi
penilaian pribadi situasi
tentang harga diri - Buat statement positif
- Mengungkapkan terhadap pasien
penerimaan diri - Monitor frekuensi
- Komunikasi terbuka komunikasi verbal pasien
- Mengatakan optimism yang negative
tentang masa depan
4 Gangguan rasa  Pain Level, Pain Management
nyaman : nyeri  Pain control, - Lakukan pengkajian
berhubungan  Comfort level nyeri secara
dengan agen cedera - Mampu mengontrol komprehensif termasuk
fisik nyeri (tahu penyebab lokasi, karakteristik,
nyeri, mampu durasi, frekuensi,
menggunakan tehnik kualitas dan faktor
nonfarmakologi untuk presipitasi
mengurangi nyeri, - Observasi reaksi
mencari bantuan) nonverbal dari
- Melaporkan bahwa ketidaknyamanan
nyeri berkurang - Gunakan teknik
dengan komunikasi terapeutik
menggunakan untuk mengetahui
manajemen nyeri pengalaman nyeri
- Mampu mengenali pasien
nyeri (skala, - Evaluasi pengalaman
intensitas, frekuensi nyeri masa lampau
dan tanda nyeri) - Bantu pasien dan
- Menyatakan rasa keluarga untuk mencari
nyaman setelah nyeri dan menemukan
berkurang dukungan
- Tanda vital dalam - Kontrol lingkungan yang
rentang normal dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
- Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi
- Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
- Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
- Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
5 Ketidakseimbangan  Nutritional Status : Nutrition Management
nutrisi kurang dari food and Fluid Intake - Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh Kriteria Hasil : makanan
berhubungan - Adanya peningkatan - Kolaborasi dengan ahli
dengan factor berat badan sesuai gizi untuk menentukan
biologis dengan tujuan jumlah kalori dan nutrisi
- Berat badan ideal yang dibutuhkan pasien.
sesuai dengan tinggi - Anjurkan pasien untuk
badan meningkatkan intake Fe
- Mampu - Anjurkan pasien untuk
mengidentifikasi meningkatkan protein
kebutuhan nutrisi dan vitamin C
- Tidak ada tanda - Berikan substansi gula
tanda malnutrisi - Yakinkan diet yang
- Tidak terjadi dimakan mengandung
penurunan berat tinggi serat untuk
badan yang berarti mencegah konstipasi
- Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
- Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan
- BB pasien dalam batas
normal
- Monitor adanya
penurunan berat badan
- Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa
dilakukan
- Jadwalkan pengobatan
dan tindakan tidak
selama jam makan
- Monitor mual dan muntah
- Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
- Monitor kalori dan intake
nuntrisi
- Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas
oral.
- Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet

6 Hambatan mobilitas  Joint Movement : Exercise therapy :


fisik berhubungan Active ambulation
dengan perubahan  Mobility Level - Monitoring vital sign
metabolisme seluler  Self care : ADLs sebelm/sesudah latihan
 Transfer performance dan lihat respon pasien
Kriteria Hasil : saat latihan
- Klien meningkat - Konsultasikan dengan
dalam aktivitas fisik terapi fisik tentang
- Mengerti tujuan dari rencana ambulasi sesuai
peningkatan mobilitas dengan kebutuhan
- Memverbalisasikan - Bantu klien untuk
perasaan dalam menggunakan tongkat
meningkatkan saat berjalan dan cegah
kekuatan dan terhadap cedera
kemampuan - Ajarkan pasien atau
berpindah tenaga kesehatan lain
- Memperagakan tentang teknik ambulasi
penggunaan alat - Kaji kemampuan pasien
bantu untuk dalam mobilisasi
mobilisasi (walker) - Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
- Dampingi dan Bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps.
- Berikan alat Bantu jika
klien memerlukan.
- Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
DAFTAR PUSTAKA

Ida Hartati dan Sjahjenny Mustokoweni. 2015. Hubungan Ekspresi CD8dengan


Skor Diferensiasi Liposarkoma. Surabaya : Jurnal Departemen Patologi
Anatomik, Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga. Vol. 24 No. 2.
Pearce, Evelyn. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Terjemahan Sri
Yuliani Handoyo. Jakarta: Gramedia.
Suzanne, C. Smeltzer. (2001). Keperawatan medikal bedah, edisi 8. Jakarta :
EGC
Sukardja, 2010. Onkologi Klinik. Cetakan pertama. Airlangga University Press,
Surabaya.
Sjamsuhidajat, R.,2011. Buku Ajar Ilmu Bedah.EGC.Jakarta

Anda mungkin juga menyukai