Persalinan Pervaginam Pada Janin Letak Sungsang Laporan Kasus PDF
Persalinan Pervaginam Pada Janin Letak Sungsang Laporan Kasus PDF
PERSALINAN PERVAGINAM
PADA JANIN LETAK SUNGSANG
Oleh
Pembimbing
1
LEMBAR PENGESAHAN
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
Kematian perinatal letak sungsang 13 kali lebih tinggi daripada kematian
perinatal pada presentasi kepala. Morbiditas perinatal 57 kali lebih tinggi
daripada presentasi kepala. Gambaran ini dipengaruhi usia kehamilan, berat janin
dan jenis presentasi bokong. Sebab utama kematian perinatal pada presentasi
bokong adalah hipoksia, trauma persalinan, prematuritas dan kelainan kongenital.
Kelainan kongenital terdapat 618% pada presentasi bokong, dibandingkan 23%
pada presentasi kepala.1,2,4
Oleh karena itu, pemeriksaan antenatal yang teratur dan menggunakan
pendekatan preventive medicine yaitu dengan mengenal faktor risiko (pencegahan
primer) dan mengenal tanda-tanda dan gejala (pencegahan sekunder), serta
menyadari bahwa terdapat beberapa komplikasi yang dapat timbul bagi ibu dan
janin (pencegahan tersier) maka diharapkan kejadian letak sungsang dapat
ditangani dengan tepat, agar dapat meminimalkan kejadian tidak diinginkan pada
ibu dan janin.3,4
Berikut ini akan diuraikan sebuah kasus persalinan pervaginam pada janin
letak sungsang dari aspek teori, penatalaksanaan, serta kesesuaian teori dengan
penatalaksanaannya.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
5
2.2 Insiden
Letak sungsang terjadi pada 3-4% dari seluruh persalinan. Kejadian letak
sungsang berkurang dengan bertambahnya usia kehamilan. Letak sungsang
pada usia kehamilan kurang dari 28 minggu sebesar 25%, pada kehamilan 32
minggu 7% dan, 13% pada kehamilan aterm.4
2.3 Etiologi
6
2.4 Patofisiologi
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap
ruangan dalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu,
jumlah air ketuban relatif lebih banyak, sehingga memungkinkan janin
bergerak dengan leluasa. Dengan demikian janin dapat menempatkan diri
dalam presentasi kepala, letak sungsang atau letak lintang.6
Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah
air ketuban relatif berkurang. Karena bokong dengan kedua tungkai terlipat
lebih besar daripada kepala, maka bokong dipaksa untuk menempati ruang
yang lebih luas di fundus uteri, sedangkan kepala berada ruangan yang lebih
kecil di segmen bawah uterus. Dengan demikian dapat dimengerti mengapa
pada kehamilan belum cukup bulan, frekuensi letak sungsang lebih tinggi,
sedangkan pada kehamilan cukup bulan, janin sebagian besar ditemukan
dalam presentasi kepala.6
2.5 Diagnosis
7
bokong di segmen bawah rahim. Apabila diagnosis letak sungsang dengan
pemeriksaan luar belum dapat dibuat, karena misalnya dinding perut tebal,
uterus mudah berkontraksi dan banyaknya air ketuban maka diagnosis
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan dalam. Dari pemeriksaan dalam akan
teraba bokong atau dengan kaki disampingnya. Disini akan teraba os sakrum,
kedua tuberosis iskii dan anus. Pemeriksaan penunjang juga dapat digunakan
untuk menegakkan diagnosis seperti ultrasonografik atau rontgen1,8
Gambar 2. Presentasi bokong kaki ganda pada persalinan dengan selaput ketuban
utuh1
8
hambatan serta mulut dan tulang pipi membentuk segitiga. Sedangkan dengan
USG atau rontgen sangatlah dapat dibedakan.1,8
2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Dalam Kehamilan
9
Kontraindikasi lain untuk melakukan versi luar ialah: 1) panggul sempit,
2) perdarahan antepartum; 3) hipertensi; 4) hamil kembar; 5) plasenta previa.
Pada panggul sempit tidak ada gunanya melakukan versi luar, karena
meskipun berhasil menjadi presentasi kepala, akhirnya perlu dilakukan seksio
sesarea. Tetapi bila kesempitan panggul hanya ringan, versi luar harus
diusahakan karena kalau berhasil akan memungkinkan dilakukan partus
percobaan. Versi luar pada perdarahan antepartum tidak boleh dilakukan,
karena dapat menambah perdarahan akibat lepasnya plasenta.6 Pada penderita
hipertensi, usaha versi luar dapat menyebabkan solusio plasenta; sedangkan
pada kehamilan kembar, selain janin yang lain dapat menghalangi usaha versi
luar tersebut, yang lebih berbahaya ialah bila janin berada dalam satu kantong
amnion kemungkinan tali pusat kedua janin akan saling melilit.6
Kalau versi luar gagal karena penderita menegangkan otot-otot dinding
perut, penggunaan narkosis dapat dipertimbangkan. Kerugian penggunaan
narkosis untuk versi luar antara lain: narkosis harus dalam, sebab dengan
narkosis ringan versi laur jauh lebih sulit dibandingkan bila penderita tetap
dalam keadaan sadar. Disamping itu, karena penderita tidak merasakan sakit
ada bahaya kemungkinan digunakan tenaga berlebihan dan dapat
mengakibatkan lepasnya plasenta. Mengingat bahayanya, sebaiknya tidak
melakukan versi luar dengan menggunakan narkosis.1,6
10
Keberhasilan versi luar 3586 % (rata-rata 58 %). Peningkatan
keberhasilan terjadi pada multiparitas, usia kehamilan, frank breech, letak
lintang. Newman membuat prediksi keberhasilan versi luar berdasarkan
penilaian seperti Bhisop skor (Bhisop-like score).
Artinya: Keberhasilan 0% jika nilai <2 dan 100 % jika nilai >9.
11
ALARM (Advanced in Labour and Risk Management) International
memberikan kriteria seleksi untuk partus pervaginam yaitu jenis letak
sungsang adalah frank atau bokong komplit, kepala fetus tidak hiperekstensi
dan taksiran berat janin 25003600 gram serta tindakan augmentasi dan
induksi persalinan diperbolehkan pada janin letak sungsang.
1. Persalinan Pervaginam6,11,12,13,14
Berdasarkan tenaga yang dipakai dalam melahirkan janin pervaginam,
persalinan pervaginam dibagi menjadi 3 yaitu:
a) Persalinan spontan; janin dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga
ibu sendiri. Cara ini disebut Bracht.
b) Manual aid (partial breech extraction); janin dilahirkan sebagian
dengan tenaga dan kekuatan ibu dan sebagian lagi dengan tenaga
penolong.
c) Ektraksi sungsang (total breech extraction); janin dilahirkan
seluruhnya dengan memakai tenaga penolong.
12
a. Prosedur Pertolongan Persalinan Sungsang1,6,12
Tahapan Persalinan Spontan
1. Tahap pertama: fase lambat, yaitu mulai lahirnya bokong sampai pusat
(skapula depan ).disebut fase lambat karena fase ini hanya untuk
melahirkan bokong, yaitu bagian yang tidak begitu berbahaya.
2. Tahap kedua: fase cepat, yaitu mulai dari lahirnya pusar sampai
lahirnya mulut. Disebut fase cepat karena pada fase ini kepala janin
mulai masuk pintu atas panggul, sehingga kemungkinan tali pusat
terjepit. Oleh karena itu fase ini harus segera diselesaikan dan tali pusat
segera dilonggarkan. Bila mulut sudah lahir, janin dapat bernafas lewat
mulut.
3. Tahap ketiga: fase lambat, yaitu mulai lahirnya mulut sampai seluruh
kepala lahir. Disebut fase lambat karena kepala akan keluar dari
ruangan yang bertekanan tinggi (uterus), ke dunia luar yang tekanannya
lebih rendah, sehingga kepala harus dilahirkan secara perlahan-lahan
untuk menghindari terjadinya perdarahan intra kranial (adanya ruptur
tentorium serebelli).
Teknik
a) Sebelum melakukan persalinan, penolong harus memperhatikan sekali
lagi persiapan untuk ibu, janin, maupun penolong. Pada persiapan
kelahiran janin harus selalu disediakan cunam Piper.
b) Ibu tidur dalam posisi litotomi, sedang penolong berdiri di depan vulva.
Ketika timbul his ibu disuruh mengejan dengan merangkul kedua
pangkal paha. Pada waktu bokong mulai membuka vulva (crowning)
disuntikkan 2-5 unit oksitosin intra muskulus. Pemberian oksitosin ini
adalah untuk merangsang kontraksi rahim sehingga fase cepat dapat
diselesaikan dalam 2 his berikutnya.
c) Episiotomi dikerjakan pada saat bokong membuka vulva. Segera
setelah bokong lahir, bokong dicengkram secara Bracht, yaitu kedua
13
ibu jari penolong sejajar sumbu panjang paha, sedangkan jari-jari lain
memegang panggul.
d) Pada setiap his ibu disuruh mengejan. Pada waktu tali pusat lahir dan
tampak sangat tegang,tali pusat dikendorkan lebih dahulu.
e) Kemudian penolong melakukan hiperlordosis pada badan janin guna
mengikuti gerakan rotasi anterior, yaitu punggung janin didekatkan ke
perut ibu. Penolong hanya mengikuti gerakan ini tanpa melakukan
tarikan sehingga gerakan tersebut hanya disesuaikan dengan gaya berat
badan janin. Bersamaan dengan dimulainya gerakan hiperlordosis ini,
seorang asisten melakukan ekspresi Kristeller pada fundus uterus,
sesuai dengan sumbu panggul. Maksud ekspresi Kristeller ini adalah:
a.Agar tenaga mengejan lebih kuat, sehingga fase cepat dapat segera
diselesaikan. b. Menjaga agar posisi kepala janin tetap dalam posisi
fleksi. c. Menghindari terjadinya ruang kosong antara fundus uterus
dengan kepala janin sehingga tidak terjadi lengan menjungkit.
14
h) Keuntungan
a) Tangan penolong tidak masuk ke dalam jalan lahir, sehingga
mengurangi bahaya infeksi.
b) Cara ini adalah cara yang paling mendekati persalinan fisiologik,
sehingga mengurangi trauma pada janin.
i) Kerugian
a) 510% persalinan secara Bracht mengalami kegagalan, sehingga
tidak semua persalinan letak sungsang dapat dipimpin dengan cara
Bracht.
b) Persalinan secara Bracht mengalami kegagalan terutama dalam
keadaan panggul sempit, janin besar, jalan lahir kaku misalnya pada
primigravida, adanya lengan menjungkit atau menunjuk.
Tahapan
1. Tahap pertama, lahirnya bokong sampai pusar yang dilahirkan dengan
tenaga ibu sendiri.
2. Tahap kedua, lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga penolong.
Cara atau teknik untuk melahirkan bahu dan lengan adalah secara:
a) Klasik ( Deventer )
15
b) Mueller
c) Louvset
3. Tahap ketiga, lahirnya kepala. Kepala dapat dilahirkan dengan cara:
a) Mauriceau
b) Najouks
c) Wigan Martin-Winckel
d) Prague terbalik
e) Cunam Piper
Teknik
Tahap pertama persalinan secara bracht sampai pusat lahir. Tahap kedua
melahirkan bahu dan lengan oleh penolong.
1. Cara Klasik
Prinsip melahirkan bahu dan lengan secara klasik ini melahirkan lengan
belakang lebih dulu karena lengan belakang berada di ruang yang luas
(sacrum), kemudian melahirkan lengan depan yang berada di bawah
simpisis. Kedua kaki janin dipegang dengan tangan kanan penolong
pada pergelangan kakinya dan dielevasi ke atas sejauh mungkin
sehingga perut janin mendekati perut ibu. Bersamaan dengan itu tangan
kiri penolong dimasukkan ke dalam jalan lahir dan dengan jari tengah
dan telunjuk menelusuri bahu janin sampai pada fossa kubiti kemudian
lengan bawah dilahirkan dengan gerakan seolah-olah lengan bawah
mengusap muka janin.
16
Untuk melahirkan lengan depan, pergelangan kaki janin diganti dengan
tangan kanan penolong dan ditarik curam ke bawah sehingga punggung
janin mendekati punggung ibu. Dengan cara yang sama lengan depan
dilahirkan. Keuntungan cara klasik adalah pada umumnya dapat
dilakukan pada semua persalinan letak sungsang tetapi kerugiannya
lengan janin relative tinggi didalam panggul sehingga jari penolong
harus masuk ke dalam jalan lahir yang dapat manimbulkan infeksi.
2. Cara Mueller
17
3. Cara lovset
4. Cara Bickhenbach
1. Cara Mauriceau
18
Kedua tangan penolong menarik kepala janin curam ke bawah sambil
seorang asisten melakukan ekspresi kristeller. Tenaga tarikan terutama
dilakukan oleh penolong yang mencengkeram leher janin dari arah
punggung. Bila suboksiput tampak dibawah simpisis, kepala dielevasi
keatas dengan suboksiput sebagai hipomoklion sehingga berturut-turut
lahir dagu, mulut, hidung, mata dahi, ubun-ubun besar dan akhirnya
lahirnya seluruh kepala janin.
2. Cara Naujoks
Teknik ini dilakukan apabila kepala masih tinggi sehingga jari penolong
tidak dimasukkan ke dalam mulut janin. Kedua tangan penolong yang
mencengkeram leher janin menarik bahu curam kebawah dan bersamaan
dengan itu seorang asisten mendorong kepala janin kearah bawah. Cara
ini tidak dianjurkan lagi karena menimbulkan trauma yang berat.
19
Gambar 9. Melahirkan kepala dengan cara Prague terbalik
Seorang asisten memegang badan janin pada kedua kaki dan kedua
lengan janin diletakkan dipunggung janin. Kemudian badan janin
dielevasi ke atas sehingga punggung janin mendekati punggung ibu.
Pemasangan cunam piper sama prinsipnya dengan pemasangan pada
letak belakang kepala. Hanya saja cunam dimasukkan dari arah bawah
sejajar dengan pelipatan paha belakang. Setelah oksiput tampak dibawah
simpisis, cunam dielevasi ke atas dan dengan suboksiput sebagai
hipomoklion berturut-turut lahir dagu, mulut, muka, dahi dan akhirnya
seluruh kepala lahir.
20
abduksi dan fleksi pada paha janin sehingga kaki bawah menjadi fleksi.
Tangan yang dikuar mendorong fundus uterus ke bawah. Setelah kaki
bawah fleksi pergelangan kaki dipegang oleh jari kedua dan jari ketiga
dan dituntun keluar dari vagina sampai batas lutut. Kedua tangan
memegang betis janin, kaki ditarik curam kebawah sampai pangkal paha
lahir. Pangkal paha dipegang kemudian tarik curam ke bawah trokhanter
depan lahir. Kemudian pangkal paha dengan pegangan yang sama
dielevasi keatas sehingga trokhanter belakang lahir dan bokong pun
lahir. Setelah bokong lahir maka untuk melahirkan janin selanjutnya
dipakai teknik pegangan femuro-pelviks, badan janin ditarik curam
kebawah sampai pusat lahir. Selanjutnya untuk melahirkan badan janin
yang lainnya dilakukan cara persalinan yang sama seperti pada manual
aid.
Dilakukan pada letak bokong murni (frank breech) dan bokong sudah
berada di dasar panggul sehingga sukar menurunkan kaki. Jari telunjuk
tangan penolong yang searah bagian kecil janin dimasukkan ke dalam
jalan lahir dan diletakkan di pelipatan paha depan. Dengan jari telunjuk
ini pelipatan paha dikait dan ditarik curam kebawah, sehingga trokhanter
tampak dibawah simpisis, maka jari telunjuk penolong yang lain segera
mengait pelipatan paha ditarik curam kebawah sampai bokong lahir.
21
Setelah bokong lahir, bokong dipegang secara femuro-pelviks kemudian
janin dapat dilahirkan dengan cara manual aid.
22
2. Asfiksia fetalis.
Selain akibat mengecilnya uterus pada waktu badan janin lahir, yang
menimbulkan anoksia, maka anoksia ini diperberat lagi, dengan bahaya
terjepitnya tali pusat pada waktu kepala masuk panggul (fase cepat).
23
2.9 Komplikasi pada Persalinan Pervaginam
24
Frekuensi prolaps tali pusat meningkat apabila fetus berukuran kecil atau
bila sungsang tidak dalam posisi bokong murni. Dalam laporan Collea dan
kawan- kawan (1978), insiden pada posisi frank breech sekitar 0,5%, yang
sesuai dengan 0,4% pada presentasi kepala (Barrett,1991). Sedangkan, insiden
prolaps tali pusat pada presentasi kaki adalah 15%, dan 5% pada letak bokong
murni.
Soernes dan Bakke (1986) pada pengamatan awal menyatakan bahwa
panjang tali pusat umbilikus lebih pendek pada letak sungsang dari keterliban
letak kepala secara signifikan. Lebih lanjut, keterlibatan tali pusat yang
melingkar-lingkar pada fetus lebih umum pada letak sungsang (Spellacy and
associates,1996). Abnormalitas tali pusat ini sepertinya memainkan peran
dalam perkembangan janin letak sungsang seperti insiden yang relatif tinggi
pola denyut jantung janin yang mencemaskan pada persalinan. Sebagai
contoh, Flannagan dan kawan-kawan (1987) menyeleksi 244 wanita dengan
letak sungsung yang bervariasi (72% adalah frank brech) untuk percobaan
persalinan, didapatkan 4% kejadian prolaps tali pusat. Fetal distres bukan
karena prolaps tali pusat didiagnosa pada 5% wanita lainnya yang dipilih
untuk persalinan pervaginam. Keseluruhan, 10% dari wanita yang dikenali
untuk persalinan pervaginam mengalami persalinan sesarean karena berisiko
dalam persalinan.
Apgar skor, khususnya pada 1 menit, pada persalinan pervaginam letak
sungsang secara umum lebih rendah dari bila dilakukan persalinan sesarean
secara elektif (Flanagan dan kawan-kawan,1987). Dengan cara yang sama,
nilai asam basa darah tali pusat secara signifikan berbeda untuk persalinan
pervaginam. Christian dan Brady (1991) melaporkan bahwa pH darah arteri
umbilikus rendah, PCO2 tinggi, dan HCO3 lebih rendah dibandingkan
persalinan letak kepala. Socol dan kawan-kawan (1988) menyimpulkan,
bagaimanapun persalinan sesarean meningkatkan Apgar skor tetapi tidak
status asam basa. Flanagan dan kawankawan (1987) menekankan bahwa
kelahiran bayi pada persalinan sungsang tidak diperburuk oleh perbedaan yang
signifikan dari Apgar skor atau status asam basa pada kelahiran.
25
2.10 Prognosis
Baik ibu maupun janin dengan letak sungsang memiliki risiko yang lebih
besar dibandingkan dengan letak kepala. Pada persalinan sungsang yang sulit
terdapat peningkatan risiko maternal. Manipulasi secara manual dalam jalan
lahir akan memperbesar risiko infeksi pada ibu. Berbagai perasat intra uteri,
khususnya dengan segmen bawah uterus yang sudah tipis, atau persalinan
after coming head lewat serviks yang belum berdilatasi lengkap, dapat
mengakibatkan ruptura uteri, laserasi serviks ataupun keduanya. Tindakan
manipulasi tersebut dapat pula menyebabkan pelebaran luka episiotomi dan
robekan perineum yang dalam. Anestesi yang memadai untuk menimbulkan
relaksasi uterus yang nyata dapat pula mengakibatkan atonia uteri yang
selanjutnya diikuti oleh perdarahan postpartum dari tempat implantasi
plasenta.
Meskipun demikian, secara umum prognosis bagi ibu yang bayinya
dilahirkan dengan ekstraksi bokong bagaimanapun juga lebih baik bila
dibandingkan pada tindakan seksio sesarea. Bagi janin, prognosisnya kurang
menguntungkan dan akan semakin serius dengan semakin tingginya bagian
presentasi pada awal dilakukannya ekstraksi bokong. Di samping peningkatan
risiko terjadinya ruptura tentorium dan perdarahan intraserebral, yang
menyertai persalinan sungsang, angka mortalitas perinatal juga meningkat
akibat semakin besarnya kemungkinan terjadinya trauma lain pada saat
dilakukan ekstraksi. Lebih lanjut, prolapsus funikuli pada presentasi bokong
tak lengkap jauh lebih sering dijumpai bila dibandingkan pada presentasi
verteks, dan komplikasi ini selanjutnya akan memperburuk prognosis bagi
bayi.
Fraktur humerus dan klavikula tidak selalu dapat dihindari ketika
dilakukan pembebasan lengan, dan fraktur femur dapat terjadi dalam
pelaksanaan ekstraksi bokong pada persalinan frank breech yang sulit.
Hematom otot sternokleidomastoideus kadang kala terjadi setelah tindakan
ekstraksi, meskipun keadaan ini akan hilang spontan. Tetapi, beberapa
26
permasalahan yang lebih serius dapat mengikuti separasi epifisis pada tulang
skapula, humerus atau femur. Paralisis lengan merupakan peristiwa yang bisa
terjadi akibat tekanan oleh jari tangan operator pada pleksus brakialis ketika
melakukan traksi, tetapi lebih sering lagi disebabkan oleh peregangan leher
secara berlebihan ketika dilakukan pembebasan lengan bayi. Kalau bayi
ditarik keluar secara paksa lewat panggul yang sempit, fraktur kompresi
berbentuk sendok atau fraktur tengkorak yang sebenarnya, dengan akibat yang
umumnya fatal, bisa saja terjadi. Kadang-kadang leher bayi sendiri dapat
patah kalau pada waktu ekstraksi digunakan tenaga yang besar.1,6
Angka kematian bayi pada persalinan letak sungsang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan letak kepala. Di RS Karjadi Semarang, RS Umum Dr.
Pringadi Medan dan RS Hasan Sadikin Bandung didapatkan angka kematian
perinatal masing-masing 38,5%, 29,4% dan 16,8%. Eastmen melaporkan
angka kematian perinatal antara 1214%. Sebab kematian perinatal yang
terpenting akibat terjepitnya tali pusat antara kepala dan panggul pada waktu
kepala memasuki rongga panggul serta akibat retraksi uterus yang dapat
menyebabkan lepasnya plasenta sebelum kepala lahir. Kelahiran kepala janin
yang lebih lama dari 8 menit umbilikus dilahirkan akan membahayakan
kehidupan janin. Selain itu bila janin bernafas sebelum hidung dan mulut lahir
dapat membahayakan karena mucus yang terhisap dapat menyumbat jalan
nafas. Bahaya asfiksia janin juga terjadi akibat tali pusat menumbung, hal ini
sering dijumpai pada presentasi bokong kaki sempurna atau bokong kaki tidak
sempurna, tetapi jarang dijumpai pada presentasi bokong.1,12
27
BAB III
PENYAJIAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. TTS
Umur : 29 tahun
Agama : Budha
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Status : menikah
Alamat : Jl. Makmur Peniti Dalam I Kec Segedong
Tgl MRS : 18-06-2011, pukul : 23.30 WIB
No. MR : 736445
II. ANAMNESIS
Seorang pasien wanita kiriman PKM Segedong dengan G1P0A0 hamil aterm
40 minggu dengan letak sungsang, masuk ke RSU Dokter Soedarso pada
tanggal 18 Juni 2011 jam 23.30 WIB dengan:
Keluhan Utama
Os. Mengaku sering mules-mules mau melahirkan sejak pukul 11.30 WIB
(18062011).
28
Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak ditemukan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan.
Riwayat Perkawinan :
Menikah 1 kali
Riwayat Obstetrik :
Merupakan kehamilan yang pertama
Berat badan : 58 kg
Tinggi badan : 155 cm
Keadan umum : baik
Kesadaran : kompos mentis
Tanda vital :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88 x/m
Pernapasan : 18 x/m
Suhu : 36,5 0C
29
STATUS GENERALIS
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil
isokor (3mm/3mm), refleks cahaya +/+
THT : tidak ditemukan kelainan
Leher : tidak ditemukan kelainan
Jantung : tidak ditemukan kelainan
Paru : tidak ditemukan kelainan
STATUS OBSTETRIK
Pemeriksaan luar : 180611 (23.30 WIB)
Abdomen
o Inspeksi : Membuncit sesuai usia kehamilan aterm, Linea Mediana
hiperpigmentasi, striae gravidarum (+), Sikatrik (-)
o Palpasi :
L1 : FUT teraba 2 jari bawah processus xipoideus Teraba massa
bulat, keras, melenting
L2 :Tahanan terbesar di kiri. Bagian-bagian kecil di kanan
L 3 : Teraba masa besar, lunak, noduler
L 4 : Bagian terbawah janin sudah masuk PAP
o His : 3x/10 menit dengan durasi selama 30 detik/teratur/relaksasi
baik
o Auskultasi DJJ : 145 x/menit (reguler)
Tinggi fundus uteri (cm) : 31 cm
Taksiran berat janin : 3.100 gr
30
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hb : 12,0 gr/dl
Leukosit : 8.900/m3
Trombosit : 298.000/m3+
Ht : 34,9%
Bleeding time : 2’30”
Clotting time : 8’00”
Ureum : 30
Creatinin : 1,1
Gula darah sewaktu : 114 gr/dl
V. DIAGNOSIS
G1P0A0 hamil aterm inpartu kala I fase aktif janin tunggal hidup
intrauterine dengan letak sungsang
VI TERAPI
Injeksi Cefotaxime 1 gr iv
KIE: cara meneran, resiko persalinan sungsang
USG Abdomen
31
VII FOLLOW UP :
19 Juni 2011, pukul 11.00 WIB
S : sakit perut tambah kuat, ada rasa mau mengedan
O : keadaan umum : baik
tekanan darah : 130/90 mmHg
nadi : 92 x/menit, teratur, kuat angkat
pernapasan : 18 x/menit, teratur
suhu : 36,70C
TFU : 31 cm
His : 3x/10’ lamanya >30’’/teratur/relaksasi baik
DJJ : 120x/menit, teratur
VT : Ø 8 cm, ketuban (-), mekonium
Teraba bokong di HII, tidak teraba bagian
Kecil/tali pusat.
A : G1P0A0 Hamil Aterm Inpartu Kala I Fase Aktif Janin Tunggal
Hidup Intrauterine dengan Letak Sungsang Bokong Murni HII
P :- Observasi Keadaan ibu dan janin
- Observasi tanda vital, His, DJJ, pembukaan dan kemajuan
persalinan
- Anjurkan ibu untuk makan dan minum
- R/ Persalinan pervaginam
32
His : 3x/10’ lamanya 40’’/teratur/relaksasi baik
VT : Ø lengkap, ketuban (-), teraba bokong di
HIII, tidak teraba bagian kecil/tali pusat
A : G1P0A0 Hamil Aterm Inpartu Kala II Janin Tunggal Hidup
Intrauterine dengan Letak Sungsang Bokong Murni HIII
P :- R/ Persalinan pervaginam (ZA Score 5)
- Monitoring DJJ
- KIE : Pasien dan keluarganya tentang rencana tindakan
33
tekanan darah : 110/80 mmHg
nadi : 80 x/menit, teratur, kuat angkat
pernapasan : 18 x/menit, teratur
suhu : 36,70C
TFU : 31 cm
His : 3x/10’ lamanya 40’’
VT : Ø lengkap, ketuban (-), teraba bokong di
HIII, tidak teraba bagian kecil/tali pusat
A : G1P0A0 Hamil Aterm Inpartu Kala II Janin Tunggal Hidup
Intrauterine + Kala II Lama dengan Letak Sungsang Bokong Murni
HIII
P : - R/ Persalinan pervaginam
Kemudian diambil sikap untuk memimpin persalinan dan
memonitor denyut jantung janin. Proses yang terjadi selama partus
kala II, sebagai berikut:
1. Ibu tidur dalam posisi litotomi, dipimpin mengedan saat
puncak his. Saat bokong crowning, sampai bokong lahir,
bokong dicengkeram secara bracht, yaitu kedua ibu jari
penolong sejajar sumbu panjang paha, sedangkan jari-jari lain
memegang panggul.
2. Pada setiap his ibu disuruh mengedan. Pada waktu tali pusat
lahir dan tampak sangat tegang, tali pusat dikendorkan lebih
dahulu.
3. Badan janin dipegang secara femuro-pelviks dan sambil
dilakukan traksi curam ke bawah badan janin diputar setengah
lingkaran, sehingga bahu belakang menjadi bahu depan.
Kemudian sambil dilakukan traksi, badan janin diputar kembali
ke arah yang berlawanan setengah lingkaran, demikian
seterusnya bolak balik, sehingga bahu belakang tampak di
bawah simfisis dan lengan dapat dilahirkan.
34
4. Kemudian berturut-turut lahir dagu, mulut, dan akhirnya
seluruh kepala.
5. Pukul 21.00 WIB lahir bayi laki-laki hidup, dengan berat badan
3100 gram, panjang badan 50 cm, apgar score 7/10, anus (+),
kelainan scrotum besar.
6. Manajemen aktif kala III. Diberikan injeksi oksitosin 10 IU,
secara IM, dilanjutkan dengan melakukan peregangan tali pusat
terkendali.
7. Pukul 21.10 WIB lahir plasenta dengan berat ± 400 gram,
panjang tali pusat ± 40 cm, kesan komplit dan tidak ditemukan
kalsifikasi.
35
suhu : 36,70C
TFU : 1 jari bawah umbilikus
Kontraksi uterus : (+)
A : P1A0 + PK IV
P : - Observasi KU, TTV tiap 15’ (1 jam ke I)
Tiap 30’ (1 jam ke II)
- Pindah ke Nifas
- KIE : Mobilisasi dini
ASI Eksklusif
KB Post Partum
36
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosis letak sungsang pada umumnya tidak sulit. Pada kasus di atas, saat
anamnesis sebenarnya telah tanda-tanda kondisi letak sungsang. Pada
pemeriksaan ante natal care, usia kehamilan masuk bulan ketujuh, bidan memberi
informasi kondisi tersebut dan sempat memberikan interfensi dengan
membenarkan posisi janin sehingga kepala berada di bagian bawah. Namun
mengingat tindakan ini dilakukan saat air ketuban masih banyak, sehingga
memasuki minggu-minggu sesudahnya posisi janin kembali sungsang.
Adanya keluhan dari penderita yang mengatakan adanya pergerakan janin
yang lebih aktif terutama di bagian abdomen setinggi pusat, juga mengarahkan
pada diagnosis letak sungsang.
Selanjutnya akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan kasus yang
disesuaikan dengan teori seperti di bawah ini.
Pasien ini didiagnosa dengan G1P0A0 dengan letak sungsang bokong H I-II
+ inpartu kala I, Anak aterm, tunggal, hidup, intrauterin, dengan riwayat keluar
air. Usia kehamilan yang aterm pada kasus ini dapat dibuktikan dari HPHT yaitu
11 September 2010, pemeriksaan tinggi fundus uteri 31 cm serta taksiran berat
anak 3100 gr.
Diagnosis letak sungsang pada kasus ini ditentukan dari hasil pemeriksaan
Leopold, auskultasi denyut jantung janin di atas umbilikus serta pemeriksaan
dalam. Pada pemeriksaaan Leopold I ditemukan teraba masa bulat, keras dan
melenting pada bagian teratas fundus uteri yang mengesankan kepala janin,
Leopold II juga menunjukkan daerah untuk memeriksa adanya denyut jantung
janin terletak sedikit di atas pusat, begitu pun Leopold III, didapatkan massa yang
bulat, lunak, noduler dan sedikit lebih susah digerakkan yang mengesankan
bokong janin. Pemeriksaan dalam berupa vaginal toucher teraba bokong di HI-II
37
dan sakrum yang melintang semakin memperjelas diagnosis letak sungsang
bokong murni (frank breech) pada kasus ini.
38
Zachtuchni dan Andros memberikan panduan untuk menentukan jenis
persalinan pada letak sungsang. Pada kasus ini didapatkan skor 5, artinya boleh
dilahirkan pervaginam. ALARM (Advanced in Labour and Risk Management)
memberikan panduan persalinan untuk letak sungsang yaitu bukan footlink
breech, taksiran berat anak antara 25003600 gram serta tidak adanya
hiperekstensi kepala. Kasus ini dapat memenuhi 2 dari 3 kriteria yang diberikan
ALARM, dimana jenis sungsang bukan footlink, dan taksiran berat anak 3100
gram. Adanya hiperekstensi kepala pada kasus ini belum dapat disingkirkan,
karena untuk menentukan adanya hiperekstensi kepala memerlukan pemeriksaan
USG atau Rontgen.1,16 Jenis A17 melaporkan tingginya resiko cedera servikal
akibat hiperekstensi kepala selama proses persalinan sungsang. Westgren18, dkk
dalam penelitiannya, dari 445 kasus letak sungsang, 33 dengan hiperekstensi
kepala dalam derajat yang berbeda. Dari 33 kasus ini 26 lahir pervaginam dan 7
dengan SC. Setelah follow-up selama 24 tahun lima bayi dengan hiperekstensi
kepala yang lahir pervaginam (22%) mempunyai sekuele neurologis yang
berhubungan dengan cedera spinal, supraspinal dan cerebelum, sementara semua
bayi yang lahir dengan SC normal. Sehingga ia menganjurkan pemeriksaan
roentgen abdominal untuk semua kasus sungsang. Caterini19, dkk serta Ballas16,
dkk menganjurkan hal yang sama karena terjadinya aftercoming head akibat
hiperekstensi kepala adalah hal yang serius. Oleh karena itu sebelum memutuskan
persalinan pervaginam sebaiknya dilakukan dulu pemeriksaan Roentgen
abdominal. Pemeriksaan penunjang diagnosis berupa ultrasonografi (USG)
sebenarnya bisa membantu terapi lebih dini, tetapi hal ini tidak dilakukan.
Komplikasi yang berarti tidak dijumpai pada penderita, dan secara umum
prognosis baik ibu maupun janin dengan letak sungsang memiliki resiko yang
lebih besar dibandingkan dengan letak kepala. Pada persalinan sungsang yang
sulit terdapat peningkatan resiko maternal. Manipulasi secara manual dalam jalan
lahir akan memperbesar resiko infeksi pada ibu. Sehingga post partus sebagai
tindakan profilaksis terhadap infeksi diberikan terapi oral berupa antibiotik
Amokcicillin 3x500 mg, pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri pada luka
39
post partus Asam Mefenamat 3x500 mg, tablet penambah darah Sulfas Ferosus
2x1sebagai pengganti darah yang banyak hilang saat proses persalinan
40
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Pemeriksaan dan diagnosis serta penatalaksanaan kasus ini dapat diterima
dan sesuai dengan literatur yang ada.
2. Pada kasus ini pasien direncanakan untuk persalinan pervaginam secara
manual aid dengan manuver Louvset dan Teknik Mauriceu.
3. Faktor predisposisi sungsang pada kasus ini tidak dapat ditemukan.
5.2 Saran
1. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan USG terlebih dahulu untuk
menyingkirkan adanya hiperekstensi kepala sebelum diputuskan dilakukan
tindakan persalinan pervaginam pada kasus sungsang.
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JH, Wenstrom
KD. Breech Presentation and Delivery in William Obstetrics, 21st edition.
New York: Mc Graw Hill Company, 2001;509535.
2. Distosia (Patologi Persalinan) dalam Obstetri Patologi Bagian Obstetri dan
Ginekologi, edisi 1979. Bandung: Elstar Offset: 169185.
3. DiLeo GM. Fetal Anatomi. http://www.ahealthyme.com/fa/ahealth.csd,
last update december 10, 1999. accesssed june 20, 2011.
4. Fischer R. Breech Presentation. http://www.emedicine.com/bp/emed.css,
last update May 5, 2005. Accessed june 20, 2011.
5. Saputra RG dkk. Presentasi Bokong. Tinjauan Pustaka. Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman.
Purwokerto. 2009.
6. Wiknjosastro H. Patologi Persalinan dan Penanganannya dalam Ilmu
Kebidanan, edisi ke-3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka, 2002; 607622.
7. Alan H, Cherney D, Nathan L, Goodwin TM. Current Obstetric and
Gynecologic Diagnosis and Treatment. McGraw-Hill Medical USA, 2006;
45.
8. Giuliani A, Scholl WMJ, Basver A, Tamussino KF. Mode of Delivery and
Outcome of 699 Term Singleton Breeech Deliveries at a Single Center.
Am J Obstet Gynecol 2002; 187:16941698.
9. Zhang J, Bowes WA, Fortney JA. Efficacy of External Cephalic Version,
Including Safety, Cost Benefits Analysis, and The Impact on The Cesarean
Delivery Rate. Obstet Gynecol 1993; 82:306.
10. Setjalilakusuma L. Induksi Persalinan, dalam Ilmu Bedah Kebidanan,
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta, 2000.
11. Wiknjosastro H. Distosia Pada Kelainan Letak Serta Bentuk Janin. Ilmu
Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2005.
12. Wiknjosastro H. Persalinan Sungsang. Ilmu Bedah Kebidanan, edisi ke-4.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2002
13. Saifuddin A. B. Persalinan Sungsang. Panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal, edisi ke-1. Yayasan Bina Pustaka,
Jakarta 2002.
42
14. Mochtar R. Persalinan Sungsang. Sinopsis Obstetri, edisi ke-2. EGC,
Jakarta 1998.
15. Nugroho K. Persalinan Sungsang. Tersedia pada
http//:www.geocities.com/Yosemite/rapids/ck obpt9.html. Accessed june
20, 2011.
16. Ballas S, et al. Deflexion of The Fetal Head in Breech Presentation.
Incidence, Management, and Outcome. Obstetrics and Gynecology.
Diakses dari http://www.greenjournal.org/. Juli, 2011.
17. Jenis A. Pregnancy, Breech Delivery. Diakses dari
http://www.emedicine.com/. Juli, 2011.
18. Westgren, et al. Hyperextension of The Fetal Head in Breech Presentation.
A Study with Long-Term Follow-up. Diakses dari :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/. Juli, 2011.
19. Caterini, et al. Fetal Risk in Hyperextension of The Fetal Head in Breech
Presentation. Diakses dari http://www.greenjournal.org/. Juli, 2011.
20. Schiara J, et al. Breech Presentation. Gynecology and Obstetric 6th
edition, Lippincot-Raven Publisher, Chicago 1997.
43