Anda di halaman 1dari 20

MODUL PRAKTIKUM

TEKNIK PENYIMPANAN DAN PENGEMASAN

Disusun Oleh:
Rifah Ediati, S.TP., M.P.
Riana Listanti, S.TP., M.Sc.
Tim Asisten

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
2017
KELOMPOK PRAKTIKUM

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3

Fajri Asti A Berlian Putri Afta Dauli A


Dwi Rasasati S D Wowo Riyana Adllyssa Azizah Z
Mulyani Wulan Dwi Pratiwi Ferdinan P
Ipung Saraswati Nurul Ijayanti Anisa Nur Utami
Abi Andalas P Taufik Priyo W Galih Arif R
M Rasidin Utari

Kelompok 4 Kelompok 5

M. Firmansyah Nurul Sabila A


Dewi Yuliati Lu’lu Kharisma D
Hanif Abdul A Anisa Safitri
Nurin Aulia Tri Wahyuni
Yulia Sonata Saeful Milah

Asisten :
Satrio Wibowo : Kelompok 1, 2, 3
Recha Ayu S : Kelompok 4,5

Teknik Penyimpanan dan Pengemasan

2
ACARA 1

MODIFIED ATMOSPHERE PACKAGING (MAP) AKTIF DAN PASIF

A. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah:

1. Mengetahui dan memahami metode pengemasan produk buah dengan

atmosfer termodifikasi (MAP) aktif dan pasif.

2. Mengamati perubahan mutu fisik (tekstur, warna dan bobot) buah selama

penyimpanan.

3. Menerapkan teknologi tepat guna dalam mempertahankan umur simpan

produk pertanian khususnya buah-buahan.

B. Dasar Teori

Saat ini permintaan konsumen akan kemasan bahan pangan adalah teknik

pengemasan yang ramah lingkungan, produk yang lebih alami dan tanpa

menggunakan bahan pengawet. Industri-industri pengolahan pangan juga

berusaha untuk meningkatkan masa simpan dan keamanan dari produk. Teknologi

pengemasan bahan pangan yang modern mencakup pengemasan atmosfir

termodifikasi (Modified Atmosfer Packaging/MAP), pengemasan aktif (Active

Packaging) dan Smart Packaging bertujuan untuk semaksimal mungkin


Teknik Penyimpanan dan Pengemasan

meningkatkan keamanan dan mutu bahan sebagaimana bahan alaminya.

3
Pengemasan atmosfir termodifikasi (MAP) adalah pengemasan produk

dengan menggunakan bahan kemasan yang dapat menahan keluar masuknya gas

sehingga konsentrasi gas di dalam kemasan berubah dan ini menyebabkan laju

respirasi produk menurun, mengurangi pertumbuhan mikrobia, mengurangi

kerusakan oleh enzim serta memperpanjang umur simpan. MAP banyak

digunakan dalam teknologi olah minimal buah-buahan dan sayuran segar serta

bahan-bahan pangan yang siap santap (ready-to eat). Pertukaran gas di dalam

kemasan sangat tergantung pada permeabilitas bahan kemasan yang digunakan

(Rosalina, 2011). Modified atmosphere packaging meliputi penggunaan film

polimer dengan permeabilitas spesifik untuk O2, CO2, dan uap air.

Kemasan atmosfer terkendali menciptakan set nilai yang berbeda untuk

memperpanjang masa simpan makanan mencegah kebusukan akibat aktivitas

mikroorganisme kimia dan enzim. Untuk mendapatkan set nilai tersebut

digunakan kombinasi persamaan matematika pada aplikasi MAP. Gas utama yang

mempengaruhi adalah O2, CO2, N2 dan C2H4 dengan H2O yang turut

dipertimbangkan.

Prinsip dasar dari atmosfer termodifikasi disekitar produk adalah untuk

menurunkan laju respirasi sehingga akan terjadi penundaan pemasakan. Keadaan

tersebut dapat dicapai dengan mengurangi konsentrasi O2 yang dibutuhkan dalam

respirasi atau dengan menambah konsentrasi CO2 sebagai gas penghambat

respirasi. Pencapaian kesetimbangan dan perbandingan antara gas O2 dan CO2


Teknik Penyimpanan dan Pengemasan

optimum merupakan suatu hal yang kritis dan spesifik untuk masing-masing

produk.

4
Pengemasan dengan atmosfer termodifikasi (modified atmosphere

packaging/MAP) ada dua jenis, yaitu MAP aktif dan MAP pasif.

1. Pengemasan Atmosfer Aktif (MAP Aktif)

MAP aktif adalah pengemasan bahan pangan dengan kondisi kandungan

udara didalam pengemas diatur sedemikian rupa dengan perbandingan tertentu

sehingga bisa memperpanjang umur simpan bahan pangan tersebut, dapat

disebut pengemasan udara terkontrol (controlled atmosphere packaging).

Modifikasi atmosfer dan secara aktif ditimbukan dengan membuat sedikit

vakum dalam kemasan tertutup (seperti kantong polietilen yang tidak

berventilasi), kemudian memasukkan campuran komposisi atmosfer yang

diinginkan. MAP aktif, udara di dalam kemasan pada awalnya dikontrol

konsentrasi kesetimbangan langsung tercapai.

2. Pengemasan Atmosfer Termodifikasi Pasif

MAP pasif yaitu pengemasan bahan pangan yang kandungan udaranya

diatur dengan mengandalkan sifat permeabilitas bahan pengemasnya. MAP

pasif, kesetimbangan antara CO2 dan O2 diperoleh melalui pertukaran udara di

dalam kemasan melalui film kemasan. Kesetimbangan yang diinginkan tidak

dikontrol pada awalnya, melainkan hanya mengandalkan permeabilitas dari

kemasan yang digunakan. Permeabilitas kemasan pada pengemasan MAP pasif

memegang peranan penting karena pertukaran gas terjadi lewat kemasan yang

digunakan.
Teknik Penyimpanan dan Pengemasan

Pemilihan film polimerik terbaik tergantung pada permeabilitas film dan

laju respirasi pada kondisi waktu atau suhu yang diinginkan selama penanganan.

5
Komposisi gas di dalam MAP ditentukan dari komposisi gas awal yang terdapat

di dalam kemasan, laju respirasi produk (laju konsumsi O2 dan laju produksi

CO2), nilai permeabilitas plastik film kemasan dan suhu penyimpanan (Hasbullah,

2008).

Film kemasan polietilen merupakan bahan pengemas yang baik digunakan

pada sistem penyimpanan dengan atmosfer termodifikasi karena memiliki

permeabilitas yang besar terhadap CO2 dibandingkan dengan O2. Meskipun

permeabilitas film kemasan polietilen cukup besar tetapi tidak cocok digunakan

sebagai bahan penutup (Rosalina, 2011).

Film kemasan yang cocok untuk buah-buahan dan sayuran terutama untuk

pembentukan atmosfir di dalam kemasan adalah film yang lebih permeable

terhadap oksigen daripada terhadap karbondioksida. Penggunaan kemasan film

dalam penyimpanan dingin yang menguntungkan melalui respirasi produk yang

dikemas, terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan, antara lain suhu,

kelembaban, waktu selama produk berada dalam kemasan, jenis dan berat produk

(Syarief, 1993).

Penggunaan plastik sebagai bahan kemasan buah-buahan dapat

memperpanjang masa simpan produk hortikultura segar, dimana kemasan plastik

memberikan perubahan gas-gas atmosfer dalam kemasan yang berbeda dengan

udara di atmosfer, sehingga dapat memperlambat perubahan fisiologis akibat

pemasakan dan pelayuan (Setyadji, 1992). Jenis plastik yang paling banyak
Teknik Penyimpanan dan Pengemasan

digunakan adalah plastik polietilen dan polipropilen karena harganya murah, kuat,

bersifat kedap air, memudahkan distribusi, dan bahan baku mudah diperoleh.

6
Permeabilitas plastik polipropilen terhadap CO2, O2 dan H2O lebih rendah

daripada plastik polietilen. Oleh karena itu, pemilihan bahan pengemas yang

sesuai merupakan faktor penting karena berhubungan dengan umur simpan buah

yang dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, konsentrasi CO2 dan O2 (Susanto,

1994).

C. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan yaitu:

1. Alat tulis

2. Lemari es (refrigerator).

3. Pisau

4. Talenan

5. Cawan

6. Timbangan analitik

7. Buah-buahan

8. Sealer

9. Selotip

10. Styrofoam

11. Gas O2 (2,5%), CO2 (5%), dan N2 (92,5%)

12. Strech film (FS)


Teknik Penyimpanan dan Pengemasan

7
D. Prosedur Kerja

1. Metode MAP aktif

a. Bahan pangan dikupas dan dibersihkan kemudian ditimbang.

b. Warna, aroma dan tekstur diamati.

c. Bahan pangan dimasukkan ke dalam styrofoam dan disegel dengan strech

film, diusahakan agar tidak terlalu banyak udara yang masuk pada saat

menyegel.

d. Kemasan divakumkan dengan alat pompa vakum.

e. Campuran gas (O2, CO2, N2) dimasukkan dengan menusukkan jarum ke

styrofoam. Setelah selesai kemudian lubang bekas jarum langsung di tutup

dengan selotip.

f. Setelah selesai kemudian di timbang dan dimasukan kedalam refrigerator.

g. Amati perubahan warna, tekstur dan bobotnya selama 7 hari.

2. Metode MAP pasif

1. Bahan pangan dikupas dan dibersihkan kemudian timbang.

2. Siapkan dua styrofoam dan timbang.

3. Letakkan bahan pangan di atas styrofoam dan tutup dengan strech film.

Usahakan agar tidak terlalu banyak udara yang masuk saat penutupan.

4. Letakkan di suhu ruang.

5. Amati perubahan warna, tekstur dan bobotnya selama 7 hari.


Teknik Penyimpanan dan Pengemasan

8
ACARA 2

APLIKASI EDIBLE COATING DARI PATI PADA BUAH DAN SAYURAN

A. Tujuan

1. Mengetahui cara penggunaan edible coating pada penyimpanan produk buah

dan sayuran.

2. Mengetahui pengaruh penggunaan edible coating pada produk buah dan

sayuran selama penyimpanan.

B. Dasar Teori

Pengembangan edible coating pada makanan selain dapat memberikan

kualitas produk yang lebih baik dan memperpanjang daya tahan, juga dapat

menjadi bahan pengemas yang ramah lingkungan. Edible coating memberikan

alternatif bahan pengemas yang tidak berdampak pada pencemaran lingkungan

karena menggunakan bahan yang dapat diperbaharui dan harganya murah

(Tharamathan, 2003 dikutip Bourtoom, 2007). Pengaplikasian edible coating pada

produk makanan bukan merupakan konsep yang baru dan telah lama dipelajari

secara ekstensif. Penerapan edible coating dapat memperpanjang masa simpan

dan mempertahankan kualitas dari berbagai produk makanan (Lee dan Wan, 2006

dalam Hui, 2006).


Teknik Penyimpanan dan Pengemasan

Menurut (Baldwin, 1994) dalam Latifah (2008) edible coating adalah suatu

lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk melapisi

makanan (coating) yang berfungsi sebagai penghalang terhadap perpindahan

9
massa (seperti kelembaban, oksigen, cahaya, lipid, zat terlarut) dan atau sebagai

pembawa aditif serta untuk meningkatkan penanganan suatu makanan.

Edible coating adalah suatu lapisan tipis, terbuat dari bahan yang dapat

dikonsumsi, dan dapat berfungsi agar tidak kehilangan kelembaban, bersifat

permeabel terhadap gas-gas tertentu, serta mampu mengontrol migrasi komponen-

komponen larut air yang dapat menyebabkan perubahan pigmen dan komposisi

nutrisi sayuran Krochta., et al (2002) dalam Miskiyah (2011). Edible coating juga

didefinisikan sebagai lapisan tipis yang digunakan untuk melapisi produk atau

diletakkan di antara produk. Lapisan ini berfungsi untuk melindungi produk dari

kerusakan mekanis dengan mengurangi transmisi uap air, aroma, dan lemak dari

bahan pangan yang dikemas. Komponen penyusun edible coating terdiri dari

berbagai jenis bahan alami yang mudah didapat, yaitu hidrokoloid, lipid, dan

komposit. Bahan-bahan ini sangat baik digunakan sebagai penghambat

perpindahan gas, meningkatkan kekuatan struktur, dan menghambat penyerapan

zat- zat volatil sehingga efektif untuk mencegah oksidasi lemak pada produk

pangan.

Beberapa keuntungan produk yang dikemas dengan edible coating antara

lain: (a) menurunkan aktivitas air pada permukaan bahan, sehingga kerusakan

oleh mikroorganisme dapat dihindari, (b) memperbaiki struktur permukaan bahan,

sehingga permukaan menjadi mengkilat, (c) mengurangi terjadinya dehidrasi,

sehingga susut bobot dapat dicegah, (d) mengurangi kontak oksigen dengan
Teknik Penyimpanan dan Pengemasan

bahan, sehingga oksidasi atau ketengikan dapat dihambat, (c) sifat asli produk

10
seperti flavor mengalami perubahan, dan (f) memperbaiki penampilan produk

(Santoso et al., 2004).

Edible coating menggunakan bahan dasar polisakarida memiliki

kemampuan bertindak sebagai membran permeabel yang selektif terhadap

pertukaran gas CO2 dan O2. Sifat tersebut dapat memperpanjang umur simpan

karena respirasi buah dan sayuran menjadi berkurang (Krochta et al., 2002).

Selain itu, polisakarida menghasilkan film dengan sifat mekanik yang baik. Pati

sagu merupakan salah satu contoh polisakarida yang berpotensi digunakan sebagai

edible coating.

Polisakarida seperti pati dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan

edible coating. Pati sering digunakan dalam industri pangan sebagai

biodegradable coating untuk menggantikan polimer plastik karena ekonomis,

dapat diperbaharui, dan memberikan karakteristik fisik yang baik (Bourtoom,

2007). Ubi-ubian, serealia, dan biji polong-polongan merupakan sumber pati yang

paling penting. Ubi-ubian yang sering dijadikan sumber pati antara lain ubi jalar,

kentang, dan singkong (Liu, 2005 dalam Cui, 2005). Pati singkong sering

digunakan sebagai bahan tambahan dalam industri makanan dan industri yang

berbasis pati karena kandungan patinya yang cukup tinggi (Niba, 2006 dalam Hui,

2006).

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati

terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut
Teknik Penyimpanan dan Pengemasan

disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin (Winarno, 1984).

Struktur amilosa merupakan struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa.

11
Amilopektin terdiri dari struktur bercabang dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa dan

titik percabangan amilopektin merupakan ikatan α-(1,6). Berat molekul amilosa

dari beberapa ribu hingga 500.000, begitu pula dengan amilopektin (Lehninger,

1982).

Pati dapat diekstrak dengan berbagai cara, berdasarkan bahan baku dan

penggunaan dari pati itu sendiri. Untuk pati dari ubi-ubian, proses utama dari

ekstraksi terdiri perendaman, disintegrasi, dan sentrifugasi. Perendaman dilakukan

dalam larutan natrium bisulfit pada pH yang diatur untuk menghambat reaksi

biokimia seperti perubahan warna dari ubi. Disintegrasi dan sentrifugasi dilakukan

untuk memisahkan pati dari komponen lainnya (Liu, 2005 dalam Cui, 2005).

Pati singkong mengandung 83% amilopektin yang mengakibatkan pasta

yang terbentuk menjadi bening dan kecil kemungkinan untuk terjadi retrogradasi

(Friedman, 1950; Gliksman, 1969 dikutip Odigboh, 1983 dalam Chan, 1983).

Menurut Murphy (2000) dalam Phillips dan Williams (2000), ukuran granula pati

singkong 4-35 μm, berbentuk oval, kerucut dengan bagian atas terpotong, dan

seperti kettle drum. Suhu gelatinisasi pada 62-73 °C, sedangkan suhu

pembentukan pasta pada 63 °C. Menurut Santoso, Saputra, dan Pambayun (2004),

pati singkong relatif mudah di dapat dan harganya murah.

Ada beberapa teknik aplikasi edible coating pada produk menurut Krochta

et. al (1994) ) dalam Miskiyah (2011), yaitu:

a. Pencelupan (Dipping)
Teknik Penyimpanan dan Pengemasan

Biasanya teknik ini digunakan pada produk yang memiliki permukaan

kurang rata. Setelah pencelupan, kelebihan bahan coating dibiarkan terbuang.

12
Produk kemudian dibiarkan dingin hingga edible coating menempel. Teknik

ini telah diaplikasikan pada daging, ikan, produk ternak, buah dan sayuran.

b. Penyemprotan (Spraying)

Teknik ini menghasilkan produk dengan lapisan yang lebih tipis atau

seragam daripada teknik pencelupan. Teknik ini digunakan untuk produk

yang mempunyai dua sisi permukaan.

c. Pembungkusan (Casting)

Teknik ini digunakan untuk membuat film yang berdiri sendiri, terpisah

dari produk. Teknik ini diadopsi dari teknik yang dikembangkan untuk

nonedibel coating.

d. Pengolesan (Brushing)

Teknik ini dilakukan dengan cara mengoles edible coating pada produk.

Pengolesan dilakukan dengan bantuan kuas.

C. Alat dan Bahan

1. Refrigerator

2. Pisau

3. Talenan

4. Beaker glass (1000 mL)

5. Penjepit
Teknik Penyimpanan dan Pengemasan

6. Mixer/pengaduk

7. Kompor

8. Kain saring

13
9. Air akuades

10. Pati singkong/sagu

11. Karboksimetilselulosa (CMC 1%)

12. Gliserol (10%)

13. Minyak jagung (0,025%)

D. Prosedur Kerja

Langkah-langkah yang dilakukan adalah:

1. Menyiapkan buah dan sayuran tanpa mengupasnya terlebih dahulu, catat

mutu fisiologis awal (warna, rasa, dan aroma) dari buah dan sayuran.

2. Pembuatan edible coating

a. Campurkan pati singkong sebanyak 1 bagian dengan 10 bagian akuades,

aduk dengan mixer hingga homogen (kira-kira 10 menit).

b. Saring larutan dengan kain saring.

c. Masukan suspensi ke dalam gelas piala (1000 mL).

d. Panaskan di atas hot plate sambil diaduk dengan mixer dengan suhu

65 °C.

e. Tambahkan CMC 1% sedikit demi sedikit sambil terus diaduk dan

dipanaskan.

f. Tambahkan gliserol 10% sedikit demi sedikit sambil terus diaduk dan
Teknik Penyimpanan dan Pengemasan

dipanaskan. Aduk terus hingga suspensi pati mengental dengan suhu kira-

kira 72 °C selama 10 menit.

14
g. Angkat suspensi dari hot plate dan tambahkan minyak 0,025% sebagai

plastisizer.

h. Dinginkan larutan hingga suhu 30 °C.

i. Perlakuan proses pencelupan (dipping), dilakukan sebanyak 2 kali selama

30 detik. Pencelupan pertama 30 detik, angkat dan diamkan selama dua

menit, dan lanjutkan dengan pencelupan kedua.

j. Simpan di suhu ruang selama 7 hari.

k. Berikan deskripsi sensoris (warna, rasa dan aroma) dari setiap buah dan

sayur yang diuji selama penyimpanan.

Teknik Penyimpanan dan Pengemasan

15
ACARA 3

PERUBAHAN KARAKTERISTIK FISIOLOGIS BAHAN PANGAN YANG


DIKEMAS DENGAN BERBAGAI KEMASAN DAN KONDISI
PENYIMPANAN

A. Tujuan

1. Mengetahui pengaruh jenis kemasan terhadap karakteristik fisiologis

komoditi pertanian selama penyimpanan.

2. Mengetahui pengaruh berbagai kondisi penyimpanan terhadap karakteristik

fisiologis komoditi pertanian selama penyimpanan.

3. Menentukan kemasan paling sesuai untuk masing-masing komoditi pertanian.

4. Mengetahui kondisi penyimpanan paling sesuai untuk masing-masing

komoditi pertanian.

B. Dasar Teori

Selama penyimpanan, parameter mutu yang meliputi karakteristik fisiko

kimia, mikrobiologi dan organoleptik, akan mengalami perubahan. Hal ini terjadi

sebagai akibat pengaruh lingkungan, seperti suhu, kelembaban dan tekanan udara

atau komposisi bahan makanan. Suhu penyimpanan produk pangan akan

mempengaruhi jenis bakteri yang mungkin berkembang dan menyebabkan

kerusakan. Suhu rendah sering digunakan untuk memperlambat kecepatan


Teknik Penyimpanan dan Pengemasan

perkembangbiakan bakteri (Buckle et al., 1987).

Faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan pada makanan selama

penyimpanan adalah: 1) iklim, mempengaruhi fisik dan komposisi kimia makanan

16
(sinar UV, kelembaban, oksigen, suhu); 2) kontaminasi (mikroorganisme,

serangga); 3) kerusakan mekanik (benturan, goncangan atau pengikisan); dan 4)

pencurian, pengrusakan, atau pencemaran (Fellows dan Axtell 1993).

Kelembaban dan suhu ruang merupakan faktor yang sangat berpengaruh

pada proses penyimpanan. Kelembaban berperan dalam menentukan mutu bahan

dan proses kerusakan selama penyimpanan. Kadar air suatu bahan akan meningkat

bila disimpan pada ruangan dengan kelembaban yang tinggi. Kadar air yang tinggi

akan membantu pertumbuhan mikroorganisme dan mengakibatkan terjadinya

penurunan mutu produk. Bahan yang disimpan akan menyerap uap air dari udara

atau melepaskannya sampai tekanan uap air dalam bahan sama dengan tekanan

uap air udara ruang penyimpanan. Setiap bahan mempunyai keseimbangan kadar

air tertentu yang dipengaruhi oleh komposisi kimia bahan tersebut (Nathanson

1997). Faktor yang sangat berpengaruh terhadap penurunan mutu produk pangan

adalah perubahan kadar air dalam produk. Kandungan air dalam bahan pangan,

selain mempengaruhi terjadinya perubahan fisik juga ikut menentukan kandungan

mikroba pada pangan.

Kerusakan yang disebabkan oleh lingkungan dapat dikontrol dengan

pengemasan. Pengemasan merupakan salah satu cara dalam memberikan kondisi

yang tepat bagi bahan pangan untuk menunda proses kimia dalam jangka waktu

yang diinginkan (Buckel et al., 1987). Beberapa faktor yang perlu diperhatikan

dalam pengemasan bahan pangan adalah sifat bahan pangan, keadaan lingkungan
Teknik Penyimpanan dan Pengemasan

dan sifat bahan kemasan. Gangguan yang paling umum terjadi pada bahan pangan

adalah kehilangan atau perubahan kadar air, pengaruh gas, cahaya, serta

17
kehilangan atau penambahan citarasa yang tidak diinginkan. Sebagai akibat

perubahan kadar air pada produk, akan timbul jamur dan bakteri, pengerasan pada

bubuk, dan pelunakan pada produk kering (Syarief et al., 1989).

Efek pengawetan kemasan terhadap bahan pangan disebabkan oleh

kemampuan kemasan tersebut untuk mengisolasi bahan pangan dan melindungi

bahan pangan dari pengaruh luar/lingkungan. Efektivitas kemasan dalam

pengawetan tidak hanya tergantung dari kondisi kemasan, tetapi juga kondisi

bahan pangan yang dikemas dan perlakuan yang diberikan. Secara ideal, kemasan

dapat mengawetkan bahan pangan dengan mencegah terjadinya kerusakan

mekanis, kerusakan kimiawi, dan kerusakan mikrobiologis. Namun demikian,

tidak semua kemasan dapat mencegah ketiga tipe kerusakan tersebut dengan baik,

karena masing-masing kemasan mempunyai ambang batas kemampuan dan

spesifikasi kegunaan yang berbeda. Oleh karena itu, diperlukan penilaian dan

pemilihan kemasan yang tepat jika ingin mendapatkan efek pengawetan yang

optimum (Sembiring, 2009).

Bahan pangan mempunyai sifat yang berbeda-beda dalam kepekaannya

terhadap penyerapan atau pengeluaran gas (udara dan uap air). Bahan kering harus

dilindungi dari penyerapan air dan oksigen dengan cara menggunakan bahan

pengemas yang mempunyai daya tembus rendah terhadap gas tersebut (Purnomo

dan Adiono 1987).

Salah satu sifat bahan kemasan yang sangat penting dan berhubungan
Teknik Penyimpanan dan Pengemasan

dengan kerusakan produk yang dikemas adalah permeabilitas kemasan.

Permeabilitas merupakan transfer molekul air atau gas melalui kemasan, baik dari

18
dalam kemasan ke lingkungan atau sebaliknya. Kerusakan mutu produk kering

terutama berkaitan dengan permeabilitas uap air karena penyerapan uap air selama

penyimpanan dapat menurunkan mutu produk pangan kering tersebut, misalnya

menurunnya tingkat kerenyahan produk (Eskin dan Robinson 2001).

Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas mempunyai keunggulan

dibanding bahan kemasan lain karena sifatnya yang ringan, transparan, kuat,

termoplastis dan selektif dalam permeabilitasnya terhadap uap air, O2, CO2. Sifat

permeabilitas plastik terhadap uap air dan udara menyebabkan plastik mampu

berperan memodifikasi ruang kemas selama penyimpanan (Winarno 2002).

C. Alat dan Bahan

1. Lemari es (refrigerator)

2. Pisau

3. Talenan

4. Timbangan analitik

5. Kalkulator

6. Sealer

7. Plastik Polipropilen

8. Plastik HDPE

9. Plastik LDPE

10. Plastik Polistiren


Teknik Penyimpanan dan Pengemasan

11. Alumunium foil

12. Styrofoam

19
13. Produk bahan pangan

D. Prosedur Kerja

1. Produk pangan dicuci sampai bersih, tiriskan dan angin-anginkan supaya

bersih.

2. Produk pangan dikemas sesuai perlakuan berikut:

b. Tanpa kemasan, disimpan pada suhu ruang.

c. Tanpa kemasan, disimpan pada suhu refrigerator.

d. Kemas dengan PE, PP, PS dan Alumunium foil dan simpan pada suhu

ruangan.

e. Kemas dengan PE, PP, PS dan Alumunium foil dan simpan pada suhu

refrigerator.

3. Kemas dengan PE, PP, PS dan Alumunium foil dengan perlakuan berikut:

a. Kemasan diberi 1 lubang.

b. Kemasan diberi 5 lubang.

c. Kemasan diberi 10 lubang.

d. Kemasan diberi 15 lubang

4. Simpan pada pada suhu ruang dan amati perubahan yang terjadi selama 7 hari.
Teknik Penyimpanan dan Pengemasan

20

Anda mungkin juga menyukai