Ins Proteksi Radiasi PDF
Ins Proteksi Radiasi PDF
BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………………….. 01
A. Latar Belakang …………………………………………………………… 01
Tujuan Instruksional Umum …………………………………………. 02
Tujuan Instruksional Khusus ………………………………………… 02
i
DASAR PROTEKSI RADIASI
BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.
1
Dengan demikian, maka tujuan keselamatan radiasi adalah :
1. Mencegah terjadinya efek non stokastik yang membahayakan dan
2. Membatasi peluang terjadinya efek stokastik.
2
BAB II
FILOSOFI KESELAMATAN RADIASI DAN ALARA
Dalam menentukan untung rugi atau resiko manfaat dari kegiatan yang
menggunakan sumber radiasi perlu ditetapkan suatu sistem pembatasan dosis.
Dalam publikasi No. 26 ICRP atau International Commission on Radiological
Protection ( suatu komisi internasional ) yang menekuni bidang
keselamatan radiasi, dalam kegiatan yang melibatkan sumber radiasi pengion,
sistim pembatasan dosis yang komprehensip harus diterapkan , agar “Tujuan
Proteksi Radiasi” dalam operasi normal seperti yang tercantum diatas
dipenuhi.
3
dikuantifikasikan walaupun kadang-kadang tidak selalu memberi
perlindungan maksimum bagi seseorang.
Dalam analisa untung-rugi yang ideal, keuntungan bersih dari dimulainya
suatu kegiatan yang menyangkut radiasi dapat dianggap sebagai: B = V -
(P + X + Y)
dimana :
B. adalah keuntungan bersih dari suatu praktek/ pemanfaatan
V. adalah harga kotor dari suatu praktek termasuk didalamnya nilai
hasil produksi ditambah dengan keuntungan sosial yang dapat
atau yang tidak dapat diperkirakan dan keuntungan lainnya.
P menunjukkan biaya produksi, termasuk biaya bagi masyarakat
dari kerugian non radiologik dan biaya untuk proteksi terhadap
akibat buruk (kecelakaan) non radiolofik.
X. adalah biaya proteksi radiasi.
y. adalah biaya yang diperuntukan bagi kerugian radiasi yang
berasal dari pengoperasian sumber radiasi tersebut.
Syarat ini menyatakan bahwa kerugian/ kerusakan dari suatu praktek harus
diperkecil dengan menggunakan peraturan proteksi, sampai diperoleh
suatu nilai dimana pengurangan selanjutnya menjadi kurang penting jika
dibandingkan dengan upaya tambahan yang dibutuhkan. Syarat dasar ini
mungkin dapat dipenuhi dengan cara kualitatif dalam praktek operasional
dan dengan cara yang lebih kuantitatif dengan pemilihan kriteria desain.
Secara khusus pendekatan kuantitatif direkomendasikan untuk dijadikan
pedoman oleh Instansi yang berwenang dalam menetapkan persyaratan
4
kuantitatif misalnya dalam menentukan nilai batas yang diotorisasikan atau
tingkat acuan/ referensi bagi tindakan yang telah ditetapkan.
b. Dosis ekivalen yang diterima oleh seseorang tidak boleh melampaui Nilai
Batas Dosis (NBD) yang telah ditetapkan LIMITASI.
Semua kegiatan manusia mengandung resiko. Beberapa kegiatan dapat
diterima oleh masyarakat walaupun mengandung resiko tinggi (misalnya
kecelakaan lalulintas), sementara itu kegiatan-kegiatan lainnya tidak dapat
diterima karena resikonya dianggap terlalu tinggi jika dibandingkan dengan
keuntungan yang diperolehnya walaupun sudah diusahakan untuk
diperkecil nilai resiko tersebut.
Untuk tujuan proteksi radiasi perbandingan resiko yang memadai adalah
dengan membandingkannya dengan resiko yang berasal dari pekerjaan lain
yang tidak menggunakan radiasi, atau kegiatan lainnya yang oleh
masyarakat dianggap selamat.
Sejak tahun 1900, kira-kira 5 tahun setelah pesawat sinar-x ditemukan oleh
Wilhelm Roentgen, para ilmuwan dibidang ini mulai menyadari adanya
5
bahaya dari radiasi pengion ini. Dosis radiasi yang diterima oleh pekerja
radiasi pada waktu itu sangat besar jika dibandingkan dengan standar
sekarang. Pembatasan dosis atau pada waktu itu merupakan pembatasan
lamanya bekerja dimulai pada tahun 1925 dengan terbitnya rekomendasi
dari British X-ray and Radium Protection Committee, dalam kongresnya
yang pertama. Rekomendasi ini baru dilaksanakan pada tahun 1928. Yang
perlu dikemukakan dari pembatasan dosis yang pertama adalah bahwa :
a. Dianggap adanya suatu nilai ambang, di bawah nilai tersebut akibat
radiasi tidak terjadi.
b. Proteksi hanya ditujukan bagi pekerja radiasi.
c. Dosis radiasi dapat ditolerir bila jumlah yang diterima pegawai adalah
0,2 R/hari (1934).
6
Tabel 1 : Nilai batas dosis seluruh tubuh untuk pekerja (di Inggris)
7
Dalam rekomendasi ICRP No. 26, dikemukakan pula suatu sistim tentang
Nilai Batas dan Tingkat-tingkat Radiasi sebagai berikut:
1. Nilai Batas Dosis Ekivalen Primer (NBD) berlaku untuk dosis
ekivalen, atau tergantung pada keadaan, dosis ekivalen terikat pada
organ atau jaringan tubuh seseorang, atau dalam hal penyinaran pada
masyarakat, harga rata-rata dari bilangan tersebut pada sekelompok
orang.
2. Nilai Batas Dosis Sekunder ditentukan untuk radiasi eksterna dan untuk
radiasi interna. Nilai batas sekunder untuk radiasi eksterna seluruh
tubuh adalah dosis ekivalen maksimal pada kedalaman dibawah 1 cm.
Nilai batas sekunder untuk penyinaran interna adalah Nilai Batas
Masukan Tahunan atau Annual Limits of Intake - ALI melalui
pernafasan atau pencernaan (dihitung untuk manusia acuan).
3. Dalam proteksi radiasi praktis, seringkali dibutuhkan bilangan nilai
batas yang lain dari dosis ekivalen, atau masukan zat radioaktif, dan
misalnya dikaitkan dengan keadaan lingkungan. Apabila nilai batas ini
dikaitkan dengan nilai batas primer melalui suatu model tertentu yang
tergantung pada keadaan, dan yang dimaksudkan untuk memberi
gambaran tentang Nilai Batas Dosis Primer, maka nilai batas ini
disebut Nilai Batas Turunan. Sebagai contoh, Nilai Batas Turunan
dapat ditentukan untuk bilangan laju dosis ekivalen ditempat kerja,
kontaminasi udara, kontaminasi pada permukaan tempat kerja atau
lingkungan. Ketepatan keterkaitan antara Nilai Batas Turunan dan Nilai
Batas Primer tergantung pada kebenaran/ ketepatan model yang
digunakan dalam penurunan.
4. Nilai Batas yang ditentukan oleh Instansi yang Berwenang atau
oleh Pengusaha Instalasi, suatu instansi, disebut Nilai Batas
yang diotorisasikan. Nilai Batas ini biasanya lebih kecil dari
pada Nilai Batas Turunan, walaupun dalam keadaan khusus
boleh sama dengan Nilai Batas Turunan. Proses Optimasi dapat
digunakan dalam menentukan Nilai Batas Otorisasi ini dan
digunakan hanya dalam keadaan yang terbatas.
8
5. Tingkat Referensi ditetapkan untuk tiap bilangan yang telah
ditentukan dalam program proteksi radiasi, tidak tergantung
apakah ada atau tidak ada nilai batas. Tingkat referensi
bukanlah suatu nilai batas, dan digunakan untuk menentukan
tindakan yang akan diambil apabila nilai suatu bilangan
melebihi atau diperkirakan melebihi tingkat referensi.
Tindakan yang akan mulai dilakukan dapat berkisar dari
pencatatan informasi yang sederhana, melalui investigasi sebab-
akibat, sampai pada tindakan intervensi. Apabila
mendefinisikan Tingkat Referensi, penentuan ruang lingkup
tindakan merupakan suatu hal yang penting. Bentuk yang
paling umum dari tingkat referensi adalah Tingkat Pencatatan,
Tingkat Investigasi, dan Tingkat Intervensi.
6. Banyak pengukuran yang dibuat dalam program pemonitoran
menunjukkan hasil yang terlalu rendah untuk diperhatikan, dan hasil
yang demikian itu seringkali dibuang tanpa dicatat. Seringkali akan
sangat membantu untuk mendefinisikan secara formal Tingkat
Pencatatan untuk dosis ekivalen atau pemasukan, dimana diatas nilai
tersebut, hasil yang diperoleh cukup menarik untuk dicatat dan
disimpan. Hasil lainnya dapat dengan sederhana dinyatakan sebagai
lebih rendah dari Nilai Tingkat Pencatatan yang telah ditentukan. Nilai
yang tidak dicatat ini, dalam menentukan dosis ekivalen tahunan atau
masukan zat radioaktif, untuk tujuan proteksi radiasi, harus dianggap
nol.
7. Tingkat Investigasi didefinisikan sebagai nilai dosis ekivalen atau
masukan, dimana nilai tersebut hasilnya dianggap cukup penting untuk
membenarkan investigasi selanjutnya. Untuk tiap jenis pengukuran
yang telah ditentukan adalah mungkin untuk menetapkan Tingkat
Investigasi Turunan sedemikian rupa sehingga pengukuran di bawah
Tingkat Investigasi Turunan, dengan tingkat keyakinan yang cukup
baik akan sesuatu dengan suatu dinilai dosis ekivalen atau masukan
dibawah Tingkat Investigasi yang terkait.
8. Walaupun investigasi secara rinci akan tergantung pada situasi pada
saat kejadian, pengalaman telah menunjukkan bahwa seringkali
9
berguna untuk mempunyai tingkat investigasi yang telah ditentukan
sebelumnya, sehingga apabila nilai suatu bilangan tidak melebihi atau
diperkirakan tidak akan melebihi tingkat intervensi, maka sangat tidak
mungkin bahwa intervensi akan dibutuhkan. Oleh karena intervensi
pasti akan mengganggu Operasi Normal atau dalam beberapa kasus
mematahkan rantai pertanggungjawaban, maka intervensi tidak boleh
dianggap ringan.
Prinsip pembatasan dosis untuk efek stokastik tersebut di atas berlaku, baik
untuk penyinaran seluruh tubuh yang merata maupun yang tidak merata.
Oleh karena itu dalam rekomendasi yang terbit pada tahun 1977, ICRP
mengenalkan konsep Dosis ekivalen efektif.
10
Dalam menentukan standar keselamatan radiasi dianggap bahwa
kemungkinan terjadinya efek stokastik pada suatu jaringan sebanding
dengan dosis ekivalen yang diterima jaringan tersebut. Namun demikian
oleh karena adanya perbedaan kepekaan di antara jaringan yang berbeda,
terjadi perbedaan faktor perbandingan antara jaringan tersebut. Kepekaan
relatif terhadap efek stokastik yang merugikan ini dinyatakan dalam resiko
per Sv dari beberapa organ yang akan memberikan kontribusi pada seluruh
resiko. Apabila dosis radiasi diterima tubuh dengan merata, faktor
resikonya adalah :
Untuk penyinaran sebagian tubuh terhadap radiasi eksternal atau dari
penyinaran internal sebagai akibat dari masuknya zat radioaktif kedalam
tubuh manusia, dosis ekivalen efektif HΕ besarnya adalah :
HΕ - Σ Wt Ht (1)
Tabel 3. Faktor bobot dan faktor resiko jaringan terhadap efek stokastik.
Faktor
Jaringan Resiko Sv-1 Keterangan
bobot
Gonad 4.0 x 10-3 Resiko genetik terhadap 2 0.25
generasi pertama
Payudara 2.5 x 10-3 Rata-rata untuk semua usia dan 0.15
sama untuk pria dan wanita
Sumsum tulang 2.0 x 10-3 Leukemia 0.12
belakang
Paru-paru 2.0 x 10-3 Cancer 0.12
Thyroid 5.0 x 10-4 Cancer 0.03
Permukaan 5.0 x 10-4 Osteosarcoma 0.03
tulang
Selebihnya 5.0 x 10-3 Cancer 0.30
Resiko total 1.65 x 10-2
11
1. Nilai Batas Dosis Untuk Pekerja.
b. Keadaan Khusus.
Apabila dalam keadaan khusus, walaupun sudah berusaha dengan
sebaik-sebaiknya untuk melaksanakan semua ketentuan
keselamatan kerja dengan radiasi, namun untuk sementara
12
perubahan nilai batas dosis masih diperlukan, dan telah disetujui
oleh IYB, maka:
1) masa rata-rata dapat diperpanjang sampai 10 tahun berturut-
turut, dan dosis efektif bagi tiap pekerja radiasi tidak lebih
besar dari 20 mSv dirata-ratakan selama masa tersebut dan
tidak boleh lebih besar dari 50 mSv dalam satu tahun, serta
keadaan harus ditinjau ulang apabila seseorang pekerja radiasi
mencapai penerimaan dosis sebesar 100 mSv sejak dimulainya
masa rata-rata tersebut.
2) perubahan sementara dari pembatasan dosis harus ditentukan
oleh Instansi Berwenang akan tetapi tidak boleh lebih besar
dari 50 mSv untuk masa satu tahun, dan perubahan sementara
ini tidak boleh lebih lama dari masa 5 tahun.
14
1977, Dalam publikasi No. 26, ICRP tidak lagi menggunakan istilah
“Nilai Batas Dosis Yang Diizinkan”, akan tetapi
mengemukakan konsep ALARA (semua penyinaran harus
diusahakan serendah-rendahnya dengan memperhatikan faktor
ekonomi dan sosial). Nilai Batas Dosis ekivalen ditentukan
sebesar 50 mSv (5 rem) dalam satu tahun.
1990, Dalam publikasi No 60, ICRP merekomendasikan nilai batas
dosis untuk pekerja diturunkan lagi yaitu dosis efektif sebesar
20 mSv tiap tahunnya, dirata-ratakan selama 5 tahun berturut-
turut (awal dari dimulainya masa rata-rata ini disamakan
dengan hari pertama masa tahunan setelah NBD sesuai standar
ini diberlakukan) dan dosis efektif sebesar 50 mSv untuk satu
tahun. NBD untuk masyarakat yaitu dosis efektif sebesar 1
mSv dalam satu tahun dan dalam keadaan khusus, dosis
efektif sampai dengan 5 mSv dalam satu tahun dengan syarat
bahwa dosis rata-rata selama lima tahun berturut-turut tidak
lebih dari 1 mSv dalam satu tahun.
Nilai Batas Dosis (NBD) yang ditetapkan dalam SK Kepala Bapeten No.
1/1999 tentang Ketentuan Keselamatan Kerja terhadap Radiasi adalah
penerimaan dosis yang tidak boleh dilampaui dalam setahun tidak
tergantung pada laju dosis, baik untuk radiasi eksterna maupun interna.
Dalam hal ini tidak termasuk penyinaran medis dan alam. Pekerja radiasi
tidak boleh berumur kurang dari 18 tahun dan pekerja wanita dalam masa
menyusui tidak diizinkan bertugas didaerah radiasi dengan resiko
kontaminasi tinggi.
1. Nilai batas dosis untuk penyinaran seluruh tubuh 50 mSv (5.000
mrem) per tahun.
2. Nilai batas dosis untuk wanita dalam usia subur 13 mSv (1.300
mrem) dalam jangka 13 minggu pada abdomen dan wanita hamil 10
mSv (1.000 mrem) pada janin, terhitung sejak dinyatakan
mengandung hingga saat bayi lahir.
3. Nilai batas dosis untuk penyinaran local; 500 mSv (50.000 mrem)
dalam satu tahun. Telah ditetapkan pula nilai batas untuk :
15
a. Lensa mata 150 mSv (15.000 mrem) setahun.
b. Kulit 500 mSv (50.000 mrem) dalam setahun.
Dalam hal kontaminasi radioaktif pada kulit diambil dosis rata-
rata pada permukaan seluas 100 cm2.
c. Tangan, lengan, kaki dan tungkai 500 mSv (50.000 mrem)
setahun.
4. Pembatasan dosis untuk penyinaran khusus direncanakan. Hanya
boleh dilakukan bagi pekerja radiasi kategori A dan telah mendapat
izin dari Pengusaha Instalasi Nuklir (PIN) setempat dengan
mempertimbangkan bahwa sudah tidak ada cara lain, usia dan
kesehatan.
a. Dua kali NBD
b. Lima kali NBD untuk seumur hidup
16
7. Nilai batas dosis dalam satu tahun untuk magang dan siswa yang
harus menggunakan sumber radiasi :
a. yang berusia diatas 18 tahun, sama dengan nilai batas dosis
untuk pekerja radiasi.
b. yang berusia antara 16 dan 18 tahun adalah 0,3 dari NBD
untuk pekerja radiasi.
c. Yang berusia dibawah 16 tahun adalah 0,1 dari NBD untuk
masyarakat umum, dan tidak boleh menerima dosis sebesar
0,01 dari NBD masyarakat umum, dalam sekali penyinaran.
Nilai batas dosis seperti yang telah ditetapkan dengan SK. Kepala Bapeten
dalam buku Ketentuan Keselamatan Kerja terhadap radiasi mencakup dosis
eksterna dan dosis interna. Untuk membatasi pemasukan zat radioaktif ke
dalam tubuh manusia ditentukan nilai batas masukan zat radioaktif tahunan
atau ALI (Annual Limit of Intake). Nilai Batas Masukan Tahunan ini
ditentukan dengan memperhatikan efek stokastik dan non-stokastik yaitu
tidak melebihi penerimaan dosis ekivalen sebesar 50 mSv, dan dosis yang
diterima jaringan lunak dan organ tidak melebihi 500 mSv. Pemasukan zat
radioaktif ke dalam tubuh ini akan menyebabkan dosis ekivalen efektif
terikat yaitu dihitung untuk masa kerja selama 50 tahun. Distribusi zat
radioaktif di dalam tubuh, yang tergantung juga pada jenis unsur dan
senyawa zat radioaktif tersebut disamping nilai batas untuk efek stokastik
dan non-stokastik menentukan besar nilai Batas Masukan Tahunan (BMT).
Nilai BMT untuk pekerja radiasi dan masyarakat umum ini selanjutnya
digunakan untuk menentukan nilai batas turunan yaitu kadar radioaktivitas
udara ditempat kerja pekerja radiasi (Derived Air Concentration/DAC) dan
batas masukan tahunan melalui saluran pencernaan makanan.
17
yang dihirup oleh seorang manusia (acuan) adalah 20 liter dalam satu
menit, dengan demikian maka :
KRU = BMT Bq (2)
2400 m3
wTHT = 50 mSv
Jadi BMT : _____50___________ dalam Bq (4)
wXHX + wYHY + wZhZ
18
Dari rumus diatas tampak bahwa Batas Masukan Tahunan ditentukan
sedemikian rupa sehingga resiko efek stokastik dari berbagai organ tubuh
untuk jangka waktu 50 tahun setelah pemasukan zat radioaktif tersebut
tidak akan melebihi resiko akibat penyinaran seluruh tubuh sebesar NBD
tahunan yaitu sebesar 50 mSv. Namun demikian syarat yang lebih
menentukan yaitu efek non-stokastik pada organ tidak dapat diabaikan,
yaitu bahwa dosis radiasi pada suatu organ tidak boleh lebih besar dari 0,5
Sv (50 rem), atau 0,15 Sv (15 rem) pada lensa mata dalam satu tahun.
Untuk sekitar 20 % dari seluruh radionuklida, BMT ditentukan berdasarkan
efek non-stokastik. Sebagai contoh misalnya untuk natrium -22, calcium -
137 BMT ditentukan berdasarkan nilai dosis untuk efek stokastik,
sedangkan untuk yodium-131 dan plutonium-239 ditentukan berdasarkan
nilai dosis untuk efek non-stokastik.
19
Tabel 4. Beberapa Nilai BMT.
20
BAB III.
KETENTUAN UMUM PROTEKSI RADIASI
Dalam PP 63 Tahun 2000 diatur hal-hal yang berkaitan dengan proteksi dan
keselamatan radiasi.
22
3. Peralatan proteksi radiasi
Pengusaha instalasi harus menyediakan dan mengusahakan peralatan
proteksi radiasi, pemantau dosis perorangan, pemantau daerah kerja dan
pemantau lingkungan hidup yang dapat berfungsi dengan baik sesuai
dengan jenis sumber radiasi yang digunakan.
4. Pemeriksaan kesehatan
a. Setiap orang yang akan bekerja sebagai pekerja radiasi harus sehat
jasmani dan rohani serta serendah-rendahnya berusia 18
(delapanbelas) tahun
b. Pengusaha instalasi harus menyelenggarakan pemeriksaan
kesehatan awal secara teliti dan menyeluruh untuk setiap orang
yang akan bekerja sebagai pekerja radiasi
c. Pengusaha instalasi harus menyelenggarakan pemeriksaan
kesehatan bagi setiap pekerja radiasi secara berkala selama bekerja
sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun
d. Pengusaha istalasi harus memeriksakan kesehatan pekerja radiasi
yang akan memutuska hubungan kerja secara teliti dan menyeluruh
e. Hasil pemeriksaan kesehatan pekerja harus diberikan kepada
pekerja radiasi yang bersangkutan
f. Pengusaha instalasi harus melaksanakan pencatatan hasil
pemeriksaan kesehatan setiap pekerja radiasi dalam kartu kesehatan
g. Dalam hal terjadi kecelakaan radiasi, pengusaha instalasi harus
menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan bagi pekerja radiasi yang
diduga menerima paparan radiasi berlebih
5. Penyimpanan dokumentasi
Pengusaha instalasi harus tetap menyimpan dokumentasi yang memuat
catatan dosis, hasil pemantauan daerah kerja, hasil pemantauan
lingkungan dan kartu kesehatan pekerja
D. Kalibrasi
1. Pengusaha instalasi wajib mengkalibrasikan alat ukur radiasi secara
berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali
2. Pengusaha instalasi wajib mengkalibrasi keluaran radiasi (output)
peralatan radioterapi secara berkala sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun
sekali
F. Pembatasan Penyinaran
Dalam SK. Kepala Bapeten No. 1/1999 (yang saat ini sedang direvisi)
diatur bahwa Pembatasan penyinaran dilakukan dengan cara pembagian
daerah kerja, klasifikasi pekerja radiasi, dan pemeriksaan dan pengujian
perlengkapan proteksi radiasi dan alat ukur radiasi.
1. Pembagian Daerah Kerja
a) Daerah pengawasan yaitu daerah yang memungkinkan seorang
menerima dosis radiasi kurang dari 15 mSv (1.500 mrem) dalam
24
setahun dan bebas kontaminasi. Batas daerah kerja harus diberi
tanda yang jelas. Daerah Pengawasan, dibagi lagi menjadi :
1) Daerah radiasi sangat rendah yaitu yang memungkinkan
seseorang menerima dosis 1 mSv atau lebih dan kurang dari 5
mSv dalam satu tahun. Dalam hal ini tidak diharuskan adanya
pengaturan.
2) Daerah radiasi rendah yaitu yang memungkinkan seseorang
menerima dosis 5 mSv atau lebih dan kurang dari 15 mSv dalam
satu tahun untuk seluruh tubuh atau nilai yang sesuai untuk
organ tertentu.
26
H. Perlengkapan/alat ukur radiasi harus mempunyai unjuk kerja yang
baik
I. Pemonitoran
a. Pemonitoran daerah kerja
b. Pemonitoran perorangan eksterna dan interna
Hasil pemonitoran dilaporkan berkala dan bila dosis yang diterima lebih
besar dari NBD atau melebihi 2 X NBMT maka PPR harus menyerahkan
masalah ini kepada dokter instalasi yang bertanggungjawab menaksir
efeknya.
J. Pencatatan dosis
PPR harus menyimpan untuk jangka waktu 30 tahun dokumen :
a. Hasil pemonitoran daerah kerja yang digunakan untuk
menentukan dosis perorangan.
b. Dosis radiasi perorangan.
c. Dosis radiasi akibat kecelakaan atau keadaan darurat dan
laporan kecelakaan tersebut. Hasil pencatatan dosis dan
kecelakaan harus dilaporkan ke Instansi yang berwenang.
K. Pengawasan Kesehatan
Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2000, antara lain mengatur mengenai
pemeriksaan kesehatan pekerja radiasi. Pengawasan Kesehatan ini
dimaksudkan untuk menentukan apakah keadaan kesehatan pekerja
radiasi sesuai dengan tugas yang akan dilakukan dan untuk mengetahui
apakah ada pengaruh radiasi pada kesehatan pekerja radiasi tersebut
selama bekerja dengan radiasi (ingat efek stokastik dan non-stokastik).
Keharusan pemeriksaan kesehatan ini tidak hanya bagi mereka yang
27
bekerja di Batan atau industri lain yang menggunakan sumber radiasi
pengion akan tetapi juga bagi pekerja radiasi dalam bidang medik, dan
telah diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor
172/MenKes/PER/III/91. Selain untuk memantau keadaan kesehatan
pekerja radiasi, pemeriksaan kesehatan juga penting bagi penguasa
Instalasi Nuklir, jika dikemudian hari ada pekerja radiasi yang menggugat
bahwa sakit yang dideritanya adalah diakibatkan oleh radiasi yang
diterimanya (Medico-legal), walaupun resiko sakit akibat radiasi ini
sangat kecil.
28
BAB IV.
PROTEKSI RADIASI EKSTERNA
A. Sumber Bahaya
Bahaya eksterna berasal dari sumber radiasi yang terdapat diluar tubuh.
Jika zat radioaktif masuk dalam tubuh, maka akan timbul bahaya radiasi
interna. Untuk mengatasinya diperlukan cara pengendalian yang sangat
berlainan. Partikel alpha umumnya tidak dianggap sebagai sumber
berbahaya eksterna yang potensial karena daya tembusnya sangat kecil
dengan demikian mudah tertahan pada lapisan luar dari kulit. Bahaya
eksterna mungkin ditimbulkan oleh pancaran beta, sinar-x, gamma atau
neutron yang dapat menembus lebih dalam kebagian dalam tubuh. Bahaya
eksterna dikendalikan dengan mempergunakan tiga prinsip dasar proteksi
radiasi yaitu memperhitungkan waktu, jarak dan penahan radiasi.
Contoh :
Seorang pekerja radiasi diizinkan menerima dosis sebesar 100 mrem
dalam 1 minggu, berapa jam seminggu ia boleh bekerja dalam medan
radiasi dengan laju dosis 10 mrem/jam ?
Dari rumus (1): Dt = Do x t
100 mrem = 10 mrem x t
t = 10 jam
29
Lama waktu seorang pekerja radiasi dalam suatu ruangan yang
mengandung radiasi pengion itu sering kali bergantung pada pekerjaan
yang dilakukannya, mungkin lebih lama dari 10 jam, untuk dapat
mengatasi hal itu harus dicoba mengurangi laju penyinaran ditempat
tersebut yaitu dengan cara memperbesar jarak antara sumber radiasi
dengan pekerja, atau dengan mempergunakan penahan radiasi.
2. Faktor Jarak
Paparan radiasi berkurang dengan bertambahnya jarak dari sumber
radiasi. Bila sumber radiasi dimensinya kecil sekali, maka fluks radiasi
pada jarak t dari sumber ini berbanding terbalik dengan kuadrat jarak.
Karena laju dosis proporsional dengan fluk maka laju dosispun
mengikuti hukum kuadrat terbalik. Hal ini secara eksak hanya berlaku
untuk sumber radiasi berbentuk titik, detektor berbentuk titik dan jika
absorbsi radiasi antara sumber dan detektor dapat diabaikan.
Dr = K 1 (6)
r2
Contoh :
Sebuah sumber dosis Co60 memberikan, pada jarak 2 m, laju dosis
sebesar 50 mrem/jam pada jarak manakah laju dosis besarnya 20
mrem/jam?
Dengan memakai dengan rumus diatas, diperoleh ;
50 x (2)2 = 20 x r2
30
r = (50 x 22/20)1/2
r = (10)1/2 m
Dari rumus tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa jika
jarakdijadikan dua kali lebih besar, maka laju dosis menjadi :
1
22
dan jika jarak diperbesar 3 kali laju dosis berkurang menjadi :
1 atau 9 kali lebih kecil
32
b. Partikel Beta
Partikel beta mempunyai daya tembus lebih besar daripada partikel
alpha. Energinya biasanya antara 1 dan 10 MeV. Dalam hal ini
Perspex setebal 1 cm sudah cukup menyerap seluruh pancaran beta.
Dengan memandang bahwa pancaran beta ini mudah diserap secara
keseluruhan oleh bahan yang relatif tipis itu, maka orang sering
sekali menganggap enteng radiasi beta ini dan kadang-kadang tidak
berhati-hati dan berani memegang sumber beta langsung dengan
tangan, padahal laju dosis pada jarak 3 mm dari sumber demikian
mungkin sebesar 3.000 rad per jam. Sebagai kelanjutan, proses
penyerapan partikel beta dapat menimbulkan pancaran sinar-x yang
dikenal dengan Bremstrahlung. Bremstrahlung ini besarnya
proporsional dengan bilangan atom (Z) dari zat penyerap dan
dengan engergi partikel beta (E) yang bersangkutan.
Untuk mengetahui perkiraan bahaya Bremstrahlung, pendekatan
hubungan berikut dapat dipakai :
f = 3.5 10-4 ZE maks
Keterangan :
F = fraksi energi sinar beta yang jatuh berubah menjadi
foton
(Bremstrahlung)
Z = nomor atom bahan penyerap
E = energi partikel beta MeV
Dengan demikian untuk bahan penahan partikel beta harus diambil
zat yang mempunyai harga Z lebih rendah, umumnya dalam praktek
tidak lebih dari 13 : Energi rata-rata partikel beta ditentukan oleh
distribusi dari partikel beta, umumnya diambil :
E rata-rata = 1 E maks (8)
32
3
Jadi pelindung sinar beta dapat dibuat dari bahan yang nomor
atomnya cukup rendah. Jangkauan sinar β (Beta) dapat dilihat pada
gambar 1 dan 2 terlampir yang menunjukkan hubungan antara
jangkauan dalam mg/cm2 dan energi dalam MeV. Misalnya untuk
pemancar β (Beta) Sr90 dapat digunakan pelindung dari plexiglass
atau alumunium. Sr90 memancarkan beta dengan energi 0.5 MeV
dan anaknya Y90 memancarkan beta dengan energi 2.27 MeV.
Dalam hal ini harus dipilih tebal pelindung yang dapat menyerap
seluruh beta dengan energi 2.27 MeV.
Dari grafik dapat dilihat bahwa untuk radioisotop ini diperlukan 1.1
gr/cm2 . Densitas plexiglas 1.18 mg/ cm2 , maka tebal Plexiglas yang
diperlukan dapat dihitung dengan rumus sbb :
td 1.1 gr/cm2
t1 = = = 0.932 cm
ρ 1.18 gr/cm3
33
Untuk menurunkan laju dosis gabungan menjadi 0.1 mSv/jam
bahan harus dilapisi dengan Pb setebal 1.75~cm.
Dt = Do e -µt (9)
Keterangan :
Do = Laju dosis tanpa penahan
P = Koefisien absorbsi linier, yaitu fungsi penahan yang ber-
sangkutan dan energi sumber radiasi, dimensinya =
panjang-1
t = Tebal penahan, dimensi panjang+1
34
Dt : Do/ 2 t/HVL
ln 10 2.303
TVL = =
µ µ
Dimana :
Do = laju dosis tanpa penahan
µ = koefisien absorbsi linier
t = tebal penahan
b = faktor penguat (build-up factor)
35
Biasanya nilai b diperoleh dari kurva dalam kertas semilog antara b
dan panjang relaksasi (λ). Panjang relaksasi adalah tebal bahan
pelindung yang akan memperkecil dosis menjadi 1/e nilai semula.
contoh :
Berapa tebal Pb yang dibutuhkan untuk mengurangi laju dosis disuatu
titik dari 160 hingga 10 mrem/jam, (diketahui HVT = 2mm Pb). Laju
dosis dari 160 menjadi 10 mrem/jam, berarti terjadi pengurangan
sebesar faktor 16 atau 24. Jadi tebal yang dibutuhkan = 4 x 2mm Pb =
8mm Pb.
36
a. Energi 0,1 Mev, membutuhkan pelindung 14,3 g/cm2 AI atau 0,435
g/cm2 Pb
b. Energi 1,0 Mev, membutuhkan 37,4 g/cm2 AI atau 33,6 g/cm2 Pb
Hal ini menunjukkan bahwa dilihat dari segi massa, sebagai pelindung
untuk energi rendah, Pb jauh lebih baik daripada Al. Secara umum
untuk energi di antara 0.75 MeV dan 5 MeV sifat atenuasi hampir sama
atau sebanding dengan densitas bahan pelindung.
Untuk energi lebih rendah dan tinggi, bahan pelindung dengan nomor
atom leibh tinggi adalah lebih efektif. Pada gambar 3 s/d gambar 7
disajikan grafik transmisi beberapa bahan pelindung untuk beberapa
jenis radioisotop dan sinar-X dan sebuah table tentang TVL dan HVL
(Tabel 2).
5. Neutron
Untuk penahan neutron perhitungannya agak sulit. Ada 3 interaksi
penting yang perlu diketahui :
a. Hamburan kenyal (elastik)
Neutron bertumbukan dengan inti atom bahan penahan dengan
cara yang sama seperti tumbukan bola bilyard. Dalam
tumbukan, neutron kehilangan sebagian energinya yang
berpindah kepada inti sasaran. Seluruh energi pindahan ini
menjadi energi kinetik inti sasaran. Menurut hukum tumbukan
yang berlaku, unsur ringan yang intinya mendekati massa
neutron adalah yang paling baik untuk menurunkan energi
neutron dengan jalan hamburan elastik. Untuk ini dapat
digunakan bahan yang memiliki banyak hydrogen, misalnya air
dan paraffin.
38
b. Hamburan tak kenyal (in-elastik)
Dalam proses ini neutron memberikan sebagian energinya
kepada bahan yang ditumbuknya dan mengeksitasi inti sasaran,
kemudian inti melepaskan energi eksitasi itu kembali dalam
bentuk pancaran gamma. Proses hamburan intelastik sangat
berarti unsur-unsur dengan inti yang berat.
c. Penangkap Neutron
Dalam reaksi ini neutron ditangkap oleh inti, kemudian dalam
proses de-eksitasi memancarkan partikel lain atau foton.
B (n, α) 7 Li
10
39
BAB V.
PROTEKSI RADIASI INTERNA
41
1. mencegah tersebarnya zat radioaktif di sumbernya, yaitu dengan cara
mewadahinya dan mengungkungnya atau;
2. pengawasan terhadap lingkungan yaitu dengan cara pengaturan
ventilasi dan kebersihan tempat kerja;
3. pengawasan terhadap pekerja yaitu dengan menyediakan pakaian
pelindung dan alat pelindung pernafasan. Sebenarnya cara pengawasan
ini tidak berbeda dari cara pengawasan yang digunakan dalam
kesehatan kerja dari pengaruh bahan berbahaya non radioaktif, akan
tetapi tingkat pengawasan untuk bahan radioaktif lebih tinggi jika
dibandingkan tingkat pengawasan untuk bahan kimia non radioaktif.
Sebagai contoh misalnya konsentrasi maksimum yang diizinkan, untuk
air raksa non radioaktif adalah 0,1 mg/m3 dan air raksa yang radioaktif
(203 Hg) adalah 5 x 10-9 mgm3).
42
banu/perlengkapan tergantung pada jenis daerah kontaminasi disuatu
daerah kerja.
43
BAB VI
PENERAPAN PROTEKSI RADIASI OPERASIONAL.
A. Umum.
Sesuai dengan Peraturan pemerintah No. 63, 64 tahun 2000 dan
ketentuan lain yang berlaku, catatan-catatan yang harus dibuat oleh
Pemegang Izin yang diperoleh dari hasil evaluasi/ pemantauan/
pemeriksaan adalah:
1. hasil pemeriksaan kesehatan pekerja radiasi sebelum, selama dan
sesudah pekerja berhenti bekerja sebagai pekerja radiasi.
2. dosis radiasi perorangan dari tiap pekerja radiasi yang berasaal dari
hasil evaluasi alat pemonitoran dosis radiasi perorangan.
3. tergantung pada keadaan, perlu dicatat pula hasil pemonitoran laju
dosis radiasi di daerah kerja. Catatan dosis radiasi perorangan dan
catatan laju dosis di daerah kerja dapat digunakan sebagai petunjuk
awal untuk mengetahui terjadinya suatu keadaan diluar kebiasaan.
a. laju dosis radiasi di daerah radiasi yang dihuni oleh pekerja
radiasi < 25 µSv/ jam (2,5 mRem/ jam).
b. laju dosis radiasi didaerah yang dihuni oleh pekerja yang yang
bukan pekerja radiasi < 2,5 µSv/ jam (0,25 mRem/ jam).
Pengukuran dosis radiasi dilakukan dengan menggunakan alat survai
radiasi yang sesuai dan yang telah dikalibrasi dan yang masa
kalibrasinya masih berlaku.
4. apabila dari hasil 1.a dan 1.b terlihat adanya kelainan, maka
penyebab keadaan tersebut harus segera diselidiki.
5. di lokasi pekerjaan harus ada prosedur tertulis untuk:
a. kondisi operasi normal.
b. kondisi bila terjadi kebakaran/ kecelakaan.
44
yang telah disebutkan dalam butir X.1. diatas, catatan atau usaha
minimum yang harus dilakukan adalah:
1. Memasang tanda peringatan (bahaya) radiasi pada alat atau berdekatan
dengan alat yang mengandung zat radioaktif. Tanda/ label peringatan
ini harus dapat tahan lama, mencantumkan nama dan aktivitas zat
radioaktif serta sifat lainnya yang dianggap perlu. Perlu dicantumkan
pula nama Petugas Proteksi Radiasi (PPR) alamat dan nomor telponnya.
2. Mempunyai catatan inventori serta lokasi dari semua zat radioaktif
yang tercantum dalam izin pemakaian.
3. Mempunyai catatan hasil tes kebocoran pada sumber dan catatan pada
alat:
a. tes kebocoran dilakukan pada sumber dengan aktivitas yang lebih
besar dari 50 MBq, dan bukan Kripton-85 atau Tritium dalam
bentuk gas.
b. nilai batas ada-tidaknya kebocoran, adalah 0,2 kBq, dicacah dengan
alat yang mampu.
c. frekuensi tes kebocoran.
1) alat-alat gauge; sekali dalam 12 bulan.
2) sumber alat crawler, logging, XRF (analisa) iradiator, sekali
dalam 6 bulan.
3) bila terjadi suatu kejadian yang memungkinkan terusiknya
sumber.
d. apabila akan disingkirkan (dispose), sumber bekas:
1) dikembalikan ke negara asalnya.
2) dikirimkan ke Pusat Pengembangan Pengolahan Limbah
radioaktif (P2PLR) Batan, setelah terlebih dahulu
merundingkan hal tersebut dengan pemasok/ importir dan
PTPLR.
e. mempunyai tempat penyimpanan sumber radioaktif dan alat yang
mengandung z.r.a yang sedang tidak digunakan, dengan syarat:
1) bagian luar ruangan (tempat) penyimpanan, diberi tanda yang
mudah dibaca, mencantumkan nama Pemegang Izin serta
alamat dan nomor telepon Pemegang Izin.
45
2) akses (yang diperbolehkan masuk) hanya bagi yang diberi
wewenang oleh pemegang izin.
3) laju dosis radiasi di luar tempat penyimpanan tidak boleh lebih
besar dari 2,5 uSv/ jam ( 0,25 mRem/ jam).
4) ada catatan inventori dari semua zat radioaktif yang disimpan di
dalam tempat penyimpanan tersebut.
f. Sumber radioaktif atau alat yang mengandung zat radioaktif
digunakan sesuai prosedur oleh orang yang telah memperoleh
latihan.
g. Cara pembungkusan dan pengangkutan zat radioaktif harus sesuai
dengan ketentuan seperti yang tercantum dalam buku Ketentuan
Keselamatan untuk Pengangkutan zat radioaktif dari instansi yang
berwenang.
46
2. Alat-alat yang mengandung zat radioaktif harus diberi tanda/ label
bahaya radiasi dengan mencantumkan sifat dan aktivitas zat radioaktif
tersebut serta nama dan alamat Petugas Proteksi Radiasi (PPR).
3. mempunyai catatan inventori serta lokasi dari semua zat radioaktif.
4. apabila akan disingkirkan zat radioaktif yang sudah tidak digunakan
lagi:
a. dikembalikan kenegara asalnya.
b. dikirimkan ke Pusat Pengembangan Pengolahan Limbah Radioaktif
(P2PLR)-Batan. setelah terlebih dahulu merundingkan mengenal
hal tersebut dengan Pemasok. Importir atau P2PLR.
c. cara penanganan sumber radioaktif lainnya harus sesuai dengan
yang tertera dalam buku “Ketentuan Keselamatan untuk
Pengolahan Limbah Radioaktif oleh pemakai” (SK Kepala
Bapeten).
5. Cara pembungkusan dan pengangkutan zat radioaktif harus sesuai
dengan ketentuan seperti yang tercantum dalam buku ketentuan
keselamatan untuk pengangkutan zat radioaktif (SK Kepala Bapeten).
6. Hanya orang-orang yang telah memperoleh latihan untuk bekerja
dengan zat radioaktif dan yang telah diberitahun tentang bahaya yang
dapat ditimbulkannya, yang boleh menangani zat radioaktif.
7. Sebelum dekomisioning/ penutupan suatu lokasi dimana zat radioaktif
digunakan/ disimpan perlu terlebih dahulu dilakukan survai
kontaminasi. Tindakan yang memadai harus dilakukan untuk
meyakinkan bahwa:
a. tingkat kontaminasi zat radioaktif pemancar alfa yang tidak lekat,
tidak boleh lebih besar dari 0,05 Bq/ cm2 dirata-ratakan dari luas
daerah yang tidak lebih besar dari 100 m2.
b. tingkat kontaminasi zat radioaktif pemancar beta yang tidak lekat,
tidak boleh lebih besar dari 0,5 Bq/ cm2 dirata-ratakan dari luas
daerah yang tidak lebih besar dari 100 cm2.
c. laju dosis dari kontaminasi lekat tidak lebih besar dari 0,5 µSv/ jam
pada jarak 0,5 meter dari permukaan.
8. Alat-alat yang digunakan harus dianggap terkontaminasi sampai
pemeriksaan kontaminasi dilakukan.
47
a. tingkat kontaminasi tidak boleh lebih besar dari 0,5 Bq/ cm2 dirata-
ratakan dari seluas 100 cm2.
b. laju dosis yang berasal dari kontaminasi lekat tidak boleh lebih
besar dari 2,5 uSv/ jam pada jarak 10 cm dari permukaan.
9. laporan tertulis harus dikirimkan ke Badan Pengawas Tenaga Nuklir
dalam jangka waktu 60 hari setelah operasi: * studi sumur
minyak dan gas, yang menggunakan zat radioaktif beraktivitas lebih
besar dari 2 GBq (54 mCi). Laporan harus mencakup:
a. tanggal dan lokasi pekerjaan,
b. jumlah dan bentuk kimia zat radioaktif yang digunakan,
c. pemberi pekerjaan,
d. nama pekerja radiasi yang terlibat dan dosis radiasinya
e. kecelakaan/ kejadian di luar kebiasaan yang terjadi
f. cara penanganan z.r.a yang tidak digunakan.
g. untuk tracer; yang tersebut diatas ditambah dengan aktivitas
spesifik dari bahan yang masuk dan keluar sistem, serta perlakuan
terhadap bahan yang telagh diberi tanda dengan senyawa radioaktif.
48
Tabel 7 : Tabel lempeng yang meneruskan (mentrasmisikan) separo
(HVL) dan sepersepuluh (TVL) intensitas radiasi yang melalui
lempeng tersebut. Harga dalam tabel diperoleh dari hasil pendekatan
atenuasi tinggi dalam bahan terhadap berkas sinar besar, untuk
atenuasi rendah harga menjadi jauh lebih kecil dari semestinya
(NCRP 49)
BAHAN LEMPENG
49
DAFTAR PUSTAKA
50