Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Hewan poikiloterm termasuk hewan yang suhu tubuhnya dipengaruhi oleh suhu lingkungan dari
luar, karena suhu bagian dalam lebih tinggi dari pada suhu bagian luar tubuhnya.Sedangkan
hewan homoikiloter suhu tubuhnya relatif lebih stabil dari pada hewan poikiloterm. Seperti yang
sudah dijelaskan diatas tentang pengertian terhadap suatu organisme suhu juga dapat digunakan
sebagai parameter yang menggambarkan derajat panas suatu benda. Semakin tinggi panas suatu
benda, maka semakin tinggi pula suhunya. Begitu pula sebaliknnya, panas yang dipancarkan atau
dirambatkan oleh suatu benda merupakan bentuk energi yang dibebaskan oleh benda melalui
proses transformasi energi. Dengan demikian, secara tidak langsung suhu dapat dipakai sebagai
indikator tentang besarnya energi yang dibebaskan oleh benda. Konsep waktu-suhu merupakan
faktor terpenting penentu pertumbuhan serta perkembangan suatu organisme. Waktu merupakan
batasan suatu organisme untuk dapat menyesuikan diri terhadap keadaan tertentu. Sedangkan
suhu merupakan keseimbangan yang diperoleh dari dalam tubuh atau dari luar lingkungan yang
berguna untuk menghadapi cuaca. Korelasi keduanya sangat berpengaruh terhadap proses
tumbuh kembang suatu organisme, organisme yang termasuk dalam konsep waktu suhu ini
adalah hewan pikiloterm dan hewan homoikiloterm. Dengan adanya konsep tentang waktu-suhu
ini mengingatkan kita tentang terjadinya peledakan ulat bulu yang terjadi didaerah Probolinggo
pada tahun 2010. Ini terjadi karena adanya ulat bulu termasuk hewan poikiloterm yang suhu
tubuhnya dipengaruhi oleh keadaan lingkungan dari luar. Keberadaan ulat bulu selalu ada dan
terjadi fluktuasi pola serangan yang berbeda setiap tahunnya.Dalam kaitannya dengan
organisme, maka prinsip dasar yang mengakibatkan suhu dapat mengatur pertumbuhan dan
penyebaran organisme adalah terletak pada pengaruh fisik suhu terhadap tubuh organisme. Suhu
yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan rusaknya enzim dan protein lain, dapat menguapkan
cairan tubuh, dapat merusak vitamin, dapat merusak sel, jaringan dan organ, dapat merusak
permeabilitas membran, dan merusak hormon. Sebaliknya, suhu yang terlalu rendah dapat
membekukan protoplasma, dapat menghambat kerja enzim, menghambat kerja hormon, dan
menghambat metabolisme. pengaruh berbagai suhu terhadap hewan ektoterm mengikuti suatu

1
pola tipikal, walaupun ada perbedaan dari spesies ke spesies yang lain. Pada intinya ada tiga
kisaran yang menarik perhatian ialah:

Suhu rendah berbahaya

Suhu tinggi berbahaya

Suhu diantara suhu tinggi dan suhu rendah.

Ada pengertian tentang koesein suhu yang diberi symbol dengan huruf Q10’ misalnya Q10 = 2.5,
berarti tiap-tiap kenaikan suhu 1°C menaikkan lau reaksi metabolisme2.5 kali. Jadi mahluk
ektoterm memasukkan sumberdaya dan melaksanakan metabolisme henya secara lambat pada
suhu yang rendah, tetapi pada suhu yang lebih tinggi metabolisme akan lebih cepat.

Untuk pertumbuhannya, hewan ektothermal memerlukan kombinasi antara faktor waktu dan
faktor suhu lingkungan. Hewan ektothermal tidak dapat tumbuh dan berkembang bila suhu
lingkungannya dibawah batas suhu minimum kendatipun diberikan waktu yang cukup lama.
Untuk dapat tumbuh dan berkembang, hewan ektothermal memerlukan suhu lingkungan di atas
batas suhu minimumnya maka semakin singkat waktu yang diperlukan untuk tumbuh dan
berkembang. Begitu pula sebaliknya. Adanya keterkaitan antara suhu lingkungan dengan waktu
tumbuh dan berkembangnya hewan ektothermal disebut sebagai konsep waktu suhu atau waktu
fisiologis (Nova,2012).

ulat bulu adalah perubahan ekosistem yang ekstrem pada agroekosistem mangga.Perubahan
tersebut dipicu oleh beberapa hal, yakni musim hujan yang panjang pada tahun 2010−2011 yang
menyebabkan kenaikan kelembapan udara. Suhu yang berfluktuasi berdampak terhadap iklim
mikro yang mendukung perkembangan ulat bulu. Abu vulkanik akibat letusan Gunung Bromo,
penanaman hanya satu varietas mangga, peralihan fungsi hutan menjadi hutan produksi, dan
penggunaan input kimia seperti pestisida dan pupuk ikut menjadi pemicu ledakan populasi ulat
bulu. Tanaman mangga sebetulnya membutuhkan kehadiran serangga herbivora untuk
meningkatkan suhu mikro untuk pertumbuhan tunas baru dan merangsang pembungaan. Daun-
daun tanaman mangga yang dimakan serangga akan meningkatkan suhu mikro. A.submarginata
adalah serangga herbivora yang semula hanya dikenal sebagai hama daun teh. Namun, pada
tingkat populasi yang tinggi pada tanaman mangga, statusnya berubah menjadi serangga hama.

2
Di luar proses jalur migrasinya ke agroekosistem pertanaman mangga, peningkatan populasi ulat
bulu diduga juga didukung oleh letupan abu vulkanik Gunung Bromo yang mengakibatkan
penurunan keanekaragaman hayati, termasuk artropoda kompetitor dan musuh alaminya
(predator, parasitoid, patogen serangga) (Yuliantoro dkk,2012).

B.Rumusan Masalah

1.Bagaimanakah Pengertian Konsep waktu-Suhu pada Hewan Poikilotermal/Ektotermal ?

2.Bagaimana aplikasi konsep waktu-suhu pada hewan poikilotermal/ektotermal ?

C.Tujuan

1.Untuk mengetahui Pengertian Konsep waktu-Suhu pada Hewan Poikilotermal/Ektotermal.

2.Untuk mengetahui tentang aplikasi konsep waktu-suhu pada hewan poikilotermal/ektotermal.

3
BAB II
ISI

A. Hewan Poikiloterm

Posisi poros bumi yang tidak tegak terhadap lintasan edarnya atau condong,
menyebabkan posisi jatuhnya sinar matahari di muka bumi berubah-ubah dan tidak sama
waktunya di setiap tempat. Berdasarkan pada panajngnya penyinaran yang diperoleh pada
masing-masing tempat, maka hewan di setiap bagian belahan bumi mendapatkan radiasi cahaya
yang akan menimbulkan panas yang tidak sama. Sementara setiap hewan juga memiliki
pengaturan dalam penerimaan dan pelepasan panas dari dan ke lingkungan yang berbeda. Panas
yang dihasilkan oleh organisme merupakan salah satu produk proses-proses metabolism dalam
tubuhnya, dan panas inilah yang merupakan sumber kemampuan organisme untuk mengatur
suhu tubuhnya.

Penggolongan hewan berdasarkan lingkungnnya ada 2 yaitu hewan yang homeotermal


dan kelompok hewan poikilotermal, jika pada suhu lingkungn yang berubah, maka hewan yang
homeotermal akan mempertahankan suhu tubuhnya, sehingga akan menjadi kira-kira sama,
sedangkan suhu tubuh hewan yang poikilotermal mengikuti perubahan suhu itu.

Berdasarkan kemampuannya untuk mempertahankan suhu tubuh, hewan dapat


diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

1. Poikiloterm yaitu hewan yang suhu tubuhnya selalu berubah seiring dengan
berubahnya suhu lingkungan. Pada hewan-hewan poikiloterm ini panas tubuhnya sangat
tergantung pada sumber panas dari lingkungannya. Kemampuan mengatur suhu tubuh
pada hewan ektoterm atau poikiloterm sangat terbatas sehingga suhu tubuh bervariasi
mengikuti suhu lingkungannya atau disebut juga sebagai penyelaras (konformer).
2. Homeoterm yaitu hewan yang suhu tubuhnya selalu konstan/tidak berubah sekalipun
suhu lingkungannya sangat berubah.

4
B. Konsep waktu-suhu

Suhu lingkungan menentukan suhu tubuh bagi hewan poikiloterm atau yang sering disebut
hewan berdarah dingin. Dan yang lebih pentingnya lagi suhu menjadi faktor pembatas bagi
makhluk hidup terutama hewan poikiloterm. Suhu tubuh menentukan kerja enzim-enzim yang
diperlukan oleh tubuh makhluk hidup yang berfungsi membantu proses metabolisme dalam
tubuh. Dari sudut pandang ekologi, suhu lingkungan sangat penting terutama bagi hewan
poikiloterm untuk aktivitas dan pengaruh terhadap laju perkembangannya. Dalam suatu kisaran
suhu tertentu, antara laju perkembangan dengan suhu lingkungan terdapat hubungan linier.
Hewan poikiloterm lama waktu perkembangan akan berbeda pada suhu lingkungan yang
berbeda. Jadi setiap lama waktu perkembangan selalu disertai dengan kisaran suhu proses
berlangsungnya perkembangan tersebut. Pada hewan poikiloterm, waktu merupakan fungsi dari
suhu lingkungan, maka kombinasi waktu-suhu yang sering dinamakan waktu fisiologis itu
mempunyai arti penting . sebagai contoh, suhu ambang terjadi perkembangan sejenis belalang
adalah 16⁰C lama waktu yang diperlukan untuk perkembangan telur hingga menetas 17,5 hari,
maka jika pada suhu 30⁰C maka lama waktu untuk menetas hanya 5 hari.

Konsep waktu –suhu ini penting artinya untuk memahami hubungan antara waktu dengan
dinamika populasi hewan poikiloterm. Dengan mengetahui konsep waktu-suhu ini kita mampu
mengetahui atau memprediksi kapan akan terjadi peledakan populasi, mungkin saja tiap tahun
peledakan populasi akan terjadi dan dengan konsep waktu-suhu setidaknya ada tindakan yang
akan dilakukan untuk mengatasi hal tersebut, seperti dengan memberantas, karena hewan ini
merupakan hama dalam pertanian. Dan untuk memberantas hama tersebut harus cepat karena
memberantas telur dan pupa berbeda dengan memberantas hewan dewasanya atau dengan kata
lain konsep waktu-suhu ini sangan pengting dalam pengendalian hama bagi petani.

Suhu lingkungan mempengaruhi suhu tubuh dari hewan-hewan poikiloterm. Bahkan suhu ini
menjadi faktor pembatas bagi kebanyakan makhluk hidup. Suhu tubuh menetukan kerja enzim-
enzim yang membantu metabolisme di dalam tubuh. Kepentingan suhu ini tidak hanya pada
aktivitasnya melainkan pula berkaitan dengan laju perkembangannya. Dalam kisaran yang tidak
mematikan, pengaruh paling penting oleh suhu terhadap hewan poikiloterm dari sudut pandang
ekologik adalah pengaruh suhu atas perkembangan dan pertumbuhan. Dalam hal ini langsung

5
tampak adanya hubungan linear antara laju perkembangan jika dikaitkan dengan suhu tubuh.
Dengan kata lain adanya hubungan yang linear antara laju perkembangan dengan suhu.

Pengaruh berbagai suhu terhadap hewan ektoterm atau poikiloterm mengikuti suatu pola yang
tipikal, walaupun ada perbedaan dari spesies ke spesies yang lain. Pada intinya ada tiga kisaran
suhu yang menarik yaitu:

1. Suhu rendah berbahaya, pada suhu yang ekstrim rendah di bawah batas ambang
toleransinya maka hewan ektoterm atau poikiloterm akan mati. Hal ini disebabkan enzim-
enzim tidak aktif bekerja sehingga metabolismenya berhenti. Pada suhu yang masih lebih
rendah dari suhu optimum, laju metabolismenya dan segala aktivitasnya rendah. Sebagai
akibatnya gerakan hewan tersebut menjadi sangat lambat sehingga memudahkan predator
atau pemangsa untuk menangkapnya.

2. Suhu tinggi berbahaya, suhu tinggi akan mendenaturasikan protein yang juga menyusun
enzim, dengan adanya denaturasi protein ini menyebabkan metabolism dalam tubuh akan
terhambat dan menyebabkan aktivitas dari hewan tersebut akan terhenti.

3. Suhu di antara keduanya, pada suhu antara ini laju metabolism dari hewan ektoterm
akan meningkat dengan makin naiknya suhu secara eksponensial. Hal ini dinyatakan
dengan fisiologi hewan sebagai “koefisien suhu”, “koefisien suhu” pada tiap hewan
ektoterm relatif sama walaupun ada yang sedikit berbeda.

Tidak seperti pada manusia serta pada hewan endotermal pada umumnya, maka hewan-hewan
ektotermal tidak dapat dikatakan memerlukan waktu yang lamanya tertentu. Hewan ektotermal
perlu gabungan waktu dengan suhu. Gabungan ini sering disebut sebagai waktu-fisiologik. Dapat
dikatakan pula bahwa waktu adalah fungsi suhu untuk hewan ektotermal dan waktu dapat
“berhenti” jika suhu turun di bawah harga ambang. Dalam artian bahwa untuk hewan-hewan
ektoterm lama waktu perkembangannya akan berbeda-beda pada suhu lingkungan yang
berbeda-beda.

Sebagai salah satu faktor lingkungan yang utama, suhu memberikan efek yang berbeda-beda
pada organisme di bumi ini. Variasi suhu lingkungan alami mempunyai efek dan peranan
potensial dalam menentukan terjadinya proses kehidupan, penyebaran serta kelimpahan

6
organisme tersebut. Variasi suhu lingkungan dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu dari sifat
sikliknya (harian, musiman), dari kaitannya dengan letak tempatnya di garis lintang bumi
(latidunal) atau ketinggian diatas permukaan laut (altitudinal) dan kedalaman (perairan tawar,
lautan, tanah). Disamping itu juga dikenal variasi suhu alami dalam sifat kaitan yang lebih akrab
dengan organisme (mikroklimatik).

Dalam kisaran yang tidak mematikan, pengaruh paling penting oleh suhu terhadap hewan
poikiloterm dari sudut pandang ekologi adalah pengaruh suhu atas perkembangan dan
pertumbuhan. Dalam hal ini langsung tampak adanya hubungan linear antara laju perkembangan
jika diplotkan terhadap suhu tubuh. Tampak pula bahwa penyimpangan dari linearitas hubungan
tersebut pada suhu terendah dapat diabaikan, dan lagi makhluk yang bersangkutan secara tipikal
menghabiskan waktu dibawah suhu tinggi non linear.seringkali secara sederhana dianggap
bahwa laju perkembangan bertambah secara linear pada suhu di atas ambang perkembangan.
Hewan ektoterm atau poikiloterm tidak dapat dikatakan memerlukan waktu yang lamanya
tertentu. Yang mereka perlukan adalah gabungan waktu dengan suhu. Gabungan ini sering
disebut sebagai waktu-fisiologik. Pentingnya konsep waktu-suhu terletak di dalam kemampuan
konsep itu untuk memberikan pengertian tentang waktu terjadinya sesuatu, dan tentang dinamika
populasi hewan ektoterm atau hewan poikiloterm Soetjipta (1993).

Menurut Soetjipta(1993), malahan sesungguhnya kebanyakkan spesies dan kebanyakkanaktivitas


hanya terbatas di kisaran suhu yang lebih sempit. Beberapa makhluk hidup terutama yang sedang
di dalam tingkat istirahat, mampu ada dalam suhu sangat rendah dalam waktu yang singkat,
sedangkan beberapa mikroorganisme, terutama bakteri, alga, dapat hidup dan berreproduksi di
dalam air panas yang suhunya mendekati suhu air mendidih.

Apabila dalam suhu rendah, hewan poikiloterm mungkin berubah menjadi tidak aktif, atau
bersifat tidur, atau dalam keadaan sedang hibernasi. Umumnya hewan poikiloterm menggunakan
periode penangguhan di dalam keadaan dormansi, yaitu keadaan secara nisbi tidak aktif untuk
menghemat energy, dan energi tersebut yang dapat dipergunakan dalam waktu penangguhan
berikutnya. Dari keadaan tersebut hewan poikiloterm dapat berfungsi kembali bilaman suhu
meningkat di atas harga ambang. Adapun harga ambang adalah kuantitas faktor minimum yang
menghasilkan pengaruh yang dapat dirasakan oleh hewan tersebut.

7
C. Serangga Salah Satu Hewan Poikiloterm

Serangga adalah makhluk yang berdarah dingin (poikiloterm), bila suhu lingkungan menurun,
proses fisiologisnya menjadi lambat. Namun demikian banyak serangga yang tahan hidup pada
suhu yang rendah (dingin) pada periode yang pendek, dan ada juga beberapa jenis diantaranya
yang mampu bertahan hidup pada suhu rendah atau sangat rendah dalam waktu yang panjang.
Selanjutnya Sumardi & Widyastuti (2000) menyatakan bahwa, serangga merupakan kelompok
hewan yang paling luas penyebarannya. Hewan ini dapat hidup dimana-mana mulai dari daerah
kering hingga daerah basah, mulai dari daerah panas hingga daerah kutub. Serangga memiliki
kisaran suhu tertentu dimana dia dapat hidup. Diluar kisaran suhu tersebut serangga akan mati
kedinginan atau kepanasan. Pengaruh suhu ini jelas terlihat pada proses fisiologi serangga. Pada
waktu tertentu aktivitas serangga tinggi, akan tetapi pada suhu yang lain akan berkurang
(menurun). Pada umunya kisaran suhu yang efektif adalah suhu minimum 150C, suhu optimum
250C dan suhu maksimum 450C. Pada suhu yang optimum kemampuan serangga untuk
melahirkan keturunan besar dan kematian (mortalitas) sebelum batas umur akan sedikit.

Ketika serangga dewasa yang sedang memencar menemukan lokasi habitat umum serangga
inang. Pada langkah permulaan ini rangsangan yang menarik bukan dari tanaman tetapi
rangsangan fisik yang berupa cahaya, suhu, kebasahan, angin, atau juga gravitasi. Langkah
kedua, faktor penarik yang menolong adalah warna, ukuran dan bentuk tanaman. Begitu
serangga telah menemukan inangnya rangsangan tanaman jarak pendek yang mendorong
serangga menjadi menetap pada tanaman tersebut. Langkah ketiga, serangga mencoba mencicipi
(respon kimiawi) dan meraba-raba (respon fisik) tanaman untuk mengetahui kesesuaiannya
untuk mengetahui kesesuaiannya sebagai pakan. Apabila ternyata tanaman tersebut sesuai,
serangga akan merusak makannya karena rangsanagan berbagai senyawa kimiawi tanaman yang
sesuai. Langkah keempat, penerimaan inang (Untung, 2006)

Serangga berkembang dari telur yang terbentuk di dalam ovarium serangga betina. Kemampuan
reproduksi serangga dalam keadaan normal pada umumnya sangat besar. Oleh karena itu, dapat
dimengerti mengapa serangga cepat berkembang biak. Masa perkembangan serangga di dalam
telur dinamakan perkembangan embrionik, dan setelah serangga keluar (manetas) dari telur
dinamakan perkembangan pasca embrionik. Pada serangga perkembangan individunya mulai
dari telur sampai menjadi individu dewasa menunjukkan perbedaan bentuk. Keadaan ini disebut

8
dengan metamorfosis. Dua macam perkembangan yang dikenal dalam dunia serangga yaitu
metamorfosa sempurna atau holometabola yang melalui tahapan-tahapan atau stadium: telur-
larva –pupa-dewasa dan metamorfosis bertahap atau hemimetabola yang melalui stadium-
stadium: telur-nimfa-dewasa.

Gambar. Perkembangan serangga secara Holometabola (Perkembangan sempurna)

Gambar. Perkembangan serangga secara Hemimetabola (perkembangan bertahap)

Serangga umumnya memiliki umur imago yang pendek. Ada yang beberapa hari,akan tetapi ada
juga yang sampai beberapa bulan. Misalnya umur imago Nilavarpata lugens (Homoptera;
Delphacidae) 10 hari, umur imago kepik Helopeltis theivora (Hemiptera; Miridae) 5-10 hari,
umur Agrotis ipsilon (Lepidoptera; Noctuidae) sekitar 20 hari, ngengat Lamprosema indicata
(Lepidoptera; Pyralidae) 5-9 hari, dan kumbang betina Sitophillus oryzae (Coleoptera;
Curculinoidae) 3-5 bulan

9
D. Hewan Berdarah Dingin

Hewan berdarah dingin adalah hewan yang mengatur suhu di dalam tubuhnya sesuai dengan
suhu di lingkungannya dan cara hewan beradabtasi dengan lingkungannya. Jadi suhu tubuh
hewan berdarah dingin kurang lebih sama dengan suhu lingkungannya. Istilah lain dari hewan
berdarah dingin adalah poikiloterm. Yang termasuk ke dalam kelompok hewan berdarah dingin
adalah reptil, serangga, arakhnida, amfibi, dan ikan. Hewan berdarah dingin akan menjemur
tubuhnya di bawah sinar matahari meningkatkan suhu tubuh dan juga untuk meningkatkan
sistem metabolisme tubuh mereka. Beberapa jenis hewan berdarah dingin, seperti reptil, akan
menjemur tubuh mereka tegak lurus terhadap arah matahari sehingga jumlah sinar matahari yang
jatuh ke kulit menjadi lebih maksimal. Ketika reptil merasa terlalu panas di bawah sinar
matahari, mereka akan pergi ke tempat yang teduh dan membuka mulut mereka lebar-lebar,
kemuadian akan masuk ke liang dalam tanah.
Beberapa jenis hewan berdarah dingin, seperti lebah dan capung akan menggigil untuk menjaga
suhu tubuhnya agar tetap hangat pada saat cuaca di lingkungannya sedang dingin. Pada saat
musim dingin, ikan juga akan menuju ke perairan yang lebih dalam atau berpindah ke daerah
perairan dengan suhu yang lebih hangat. Namun tidak semua ikan akan berpindah ke daerah
yang lebih hangat. Beberapa jenis ikan memiliki sejenis protein yang dapat menjaga suhu tubuh
mereka bertahan dari cuaca yang sangat dingin.

1. Karakteristik Hewan Berdarah Dingin

Jika dibandingkan jenis hewan berdarah panas, hewan berdarah dingin memiliki karakteristik
sebagai berikut.

 Memiliki gerakan tubuh yang cepat – Jika dibandingkan dengan jenis hewan berdarah
panas, hewan berdarah dingin memiliki pergerakan tubuh yang lebih cepat. Sebagai
contoh, ikan dan belalang akan memberikan respon dengan terbang atau berenang dengan
cepat apabila merasa terancam. Namun, hewan berdarah dingin memiliki sistem
durabilitas yang lemah, mereka juga lebih mudah disergap ketika diburu oleh predator
yang lebih kuat.

10
 Dapat bertahan hidup meski tidak makan berhari-hari – Hewan berdarah dingin
adalah hewan yang sangat kuat. Mereka dapat bertahan hidup selama beberapa hari jika
lingkungannya sudah tidak menyediakan makanan lagi. Hewan berdarah panas, seperti
mamalia dan aves tidak dapat bertahan hidup tanpa makanan dalam jangka waktu yang
lama.

 Mengganti kulitnya – Salah satu ciri khas hewan berdarah dingin selanjutnya adalah
kemampuannya untuk berganti kulit. Hewan berdarah dingin akan melakukan pergantian
kulit untuk meremajakan dan juga mengganti jaringan kulitnya.

2. Contoh Hewan Berdarah Dingin

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, yang termasuk ke dalam hewan berdarah dingin
adalahreptil, serangga, arakhnida, amfibi, dan ikan.

 Reptil – Kadal dan ular merupakan beberapa contoh hewan berdarah dingin yang masuk
dalam golongan reptil. Reptil merupakan jenis hewan berdarah dingin yang dapat
bertahan hidup tanpa makan selama berhari-hari. Bahkan ular dapat bertahan hidup
meskipun 3 bulan tidak makan. Beberapa jenis reptil akan melakukan hibernasi ketika
musim dingin tiba.

 Serangga – Semua jenis serangga masuk ke dalam golongan hewan berdarah dingin
invertebrata. Serangga biasanya akan berpindah tempat untuk menyesuaikan suhu tubuh.
Bahkan sering dijumpai sekelompok belalang akan melakukan migrasi dari tempat yang
tandus menuju lokasi dengan suhu lingkungan yang dingin. (baca : hewan vertebrata dan
invertebrata)

 Arachnida – Arachnida merupakan hewan invertebrata yang termasuk hewan berdarah


dingin. Laba-laba dan kalajengking adalah dua contoh hewan berdarah dingin. Hewan-
hewan tersebut dapat bertahan pada suhu yang sangat dingin maupun panas.

 Amfibi – Katak, buaya, dan kura-kura adalah beberapa jenis hewan amfibi berdarah
dingin. Ketiga jenis hewan tersebut dapat hidup di dalam air maupun di darat. (baca
: daur hidup katak)

11
 Ikan – Ikan merupakan salah satu hewan vertebrata berdarah dingin. Ikan memiliki
kemampuan menyesuaikan suhu tubuh dengan sangat baik. Pada saat siang hari, suhu
tubuh ikan akan meningkat, sesuai dengan suhu tempat ia tinggal. Sedangkan pada
malam hari, suhu tubuhnya akan menurun menyesuaikan lingkungannya yang dingin.

E. Aplikasi dalam pengendalian hama

Kehadiran dari hama di lahan pertanian disebabkan adanya ketersedian kebutuhan dari hama
tersebut seperti makanan maupun tempat untuk berkembang biak. Selain itu faktor abiotik dari
lingkungan pertanian seperti kelembaban dan suhu juga ikut mempengaruhi hadirnya suatu hama
di areal pertanian tersebut. Seperti yang telah dietahui bahwa setiap hama yang termasuk dalam
hewan poikilotermi memiliki laju perkembangan yang sejalan dengan suhu lingkungan, apabila
suhu lingkungan sesuai dengan sehu tubuhnya untuk berkembangbiak maka hama dari hewan
poikilotermi akan terus melakukan perkembangbiakan.

Pengendalian hama pada saat ini menggunakan obat-obatan kimia yang berbahaya tidak hanya
untuk manusia tetapi juga organisme-organisme yang menjadi predator atau antagonis dari hama
yang akan dimusnahkan. Selain itu pengggunaan obat-obat kimia akan membuat hama menjadi
resisten terhadap obat-obatan dan pada akhirnya hama tidak mati malah akan terus bertambah.

Untuk mengurangi dampak dari penggunaan obat-obat kimiawi dalam pengendalian hama
pertanian perlu adnya mekanisme ekologi untuk mengurangi dampak dari hama ini. Tujuan-
tujuan dari manajemen ekologis ada 4 kategoris yaitu :

1. Mengurangi kecocokan ekosistem terhadap kehidupan hama (contoh hewan


poikilotermi dari jenis serangga).

2. Menggangu ketersediaan sumber makanan yang merupakan kebutuhan hama.

3. Mengalihkan populasi hama dari areal pertanian

4. Mengurangi dampak dari serangan hama

12
Satu atau beberapa pendekatan dapat kita gunakan dalam manajemen ekologis untuk menjaga
agar populasi hama “off balance” dan mencegah agar hama mengakibatkan kerugian/kerusakan.

Kehadiran atau keberhasilan suatu organisme atau kelompok organisme tergantung kepada
komples keadaan. Kadaan yang manapun yang mendekati atau melampaui batas-batas toleransi
dinamakan sebagai faktor pembatas. Dengan adanya faktor pembatas ini semakin jelas
kemungkinannya apakah suatu organisme akan mampu bertahan dan hidup pada suatu kondisi
wilayah tertentu.

Jika suatu organisme mempunyai batas toleransi yang lebar untuk suatu faktor yang relatif
mantap dan dalam jumlah yang cukup, maka faktor tadi bukan merupakan faktor pembatas.
Sebaliknya apabila organisme diketahui hanya mempunyai batas-batas toleransi tertentu untuk
suatu faktor yang beragam, maka faktor tadi dapat dinyatakan sebagai faktor pembatas. Beberapa
keadaan faktor pembatas, termasuk diantaranya adalah temperatur, cahaya, air, gas atmosfir,
mineral, arus dan tekanan, tanah, dan api. Masing-masing dari organisme mempunyai kisaran
kepekaan terhadap faktor pembatas.

Untuk pengaplikasian waktu-suhu dapat dilakukan Pengendalian mekanis dan fisik.


Pengendalian fisik adalah tindakan pengendalian yang dilakukan dengan menggunakan suhu
tinggi atau suhu rendah. Teknik pengendalian ini bertujuan mengurangi populasi hama dengan
cara mengganggu fisiologi serangga atau mengubah lingkungan menjadi kurang sesuai bagi
hama. Contoh, mengumpulkan kemudian membinasakan kelompok telur dan ulat yang ada di
pertanaman. Selain itu, menggenangi lahan pertanaman, terutama pada stadia vegetatif akhir dan
pengisian polong untuk mematikan ulat grayak yang berdiam diri di dalam tanah pada siang hari.
Tempat pengendalian secara mekanis dan fisik dapat dilakukan melalui proses aklimatisasi (di
alam) dan aklimasi (di laboratorium). Aklimatisasi adalah usaha dilakukan manusia untuk
menyesuaikan hewan terhadap kondisi faktor lingkungan di habitat buatan yang baru. Sedangkan
aklimasi adalah usaha yang dilakukan manusia untuk menyesuaikan hewan terhadap kondisi
faktor lingkungan dalam laboratorium.

Penerapan konsep waktu-suhu dapat dilakukan dibidang pertanian dan perkebunan, salah satunya
pengendalian hama serangga. Serangga merupakan hewan poikiloterm atau hewan yang berdarah
dingin, dimana sebelumnya telah kita ketahui bahwa hewan poikiloterm tidak dapat mengatur

13
suhu tubuh sendiri, sehingga upaya yang dilakukan dengan membuat kondisi lingkungan di luar
batas atas atau di bawah kisaran toleransi yang dimiliki hewan tersebut. Untuk penerapan ini
dilakukan dilaboratorium karena jika dilakukan dilingkungan sulit terjadi serta banyak predator
yang dapat mengganggu. Sehingga untuk penerapan ini lebih tepat dilakukan dilaboratorium
(aklimasi).

Pentingnya konsep waktu-suhu terletak di dalam kemampuan konsep itu untuk memberi
pengertian tentang waktu terjadinya sesuatu dan tentang dinamika populasi hewan ektoterm.
Dengan mengetahui waktu-suhu dari hama yang berasal dari hewan poikilotermi misalnya
serangga maka dapat diramalkan berapa lama hama tersebut berkembang, mulai dari telur
samapai dewasa sehingga dapat dilakukan langkah-langkah pemusnahan ataupun pengendalian
hama tersebut.

14
BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan

Dari sudut pandang ekologi, suhu lingkungan sangat penting terutama bagi hewan
poikiloterm untuk aktivitas dan pengaruh terhadap laju perkembangannya. Dalam suatu kisaran
suhu tertentu, antara laju perkembangan dengan suhu lingkungan terhadapat hubungan linier.
Hewan poikiloterm lama waktu perkembangan akan berbeda pada suhu lingkungan yang
berbeda. Jadi setiap lama waktu perkembangan selalu disertai dengan kisaran suhu proses
berlangsungnya perkembangan tersebut. Pada hewan poikiloterm, waktu merupakan fungsi dari
suhu lingkungan

Pengaplikasian waktu-suhu dapat dilakukan Pengendalian mekanis dan fisik.


Pengendalian fisik adalah tindakan pengendalian yang dilakukan dengan menggunakan suhu
tinggi atau suhu rendah. Teknik pengendalian ini bertujuan mengurangi populasi hama dengan
cara mengganggu fisiologi serangga atau mengubah lingkungan menjadi kurang sesuai bagi
hama

15
DAFTAR PUSTAKA

http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/p3312125.pdf

Dharmawan, Agus, dkk. 2005. Ekologi Hewan. Malang: Universitas Negeri Malang (UM Press).

Suniarhti,Nenet,dkk.2005http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/10/bahan
ajar_hama_tumbuhan.pdf.(online).diakses tanggal 20 september 2017

Untung,Kasumbogo.2006.Pengantar Pengelolahan Hama Terpadu Edisi


Kedua.Yogyakarta:Gadjah Madah University Press.

Soetjipta. 1993. Dasar-Dasar Ekologi Hewan. Jakarta: Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.

Yodha, Adtya Mahatva. 2010. Konsep Pengendalian OPT (Organisme Pengganggu


Tanaman). (Online) (http://aditmahatva.wordpress.com/xmlrpc.php), diakses tanggal 20
September 2017).

Ainul.2013.Aplikasi Kosep Waktu Suhu Pada Hewan Poikilotermal Dalam Pengendalian Hama
Pertanian.(https://ainulbio.wordpress.com/2013/03/09/aplikasi-konsep-waktu-suhu-pada-hewan-
poikiloterm-dalam-pengendalian-hama-pertanian/).(Online).Diakses Pada 20 September 2017

16

Anda mungkin juga menyukai