Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fisiologi Tumbuhan tentang


Fisiologi Biji

Dosen Pengampu : Sri Wahyuni, M.Si.

Disusun Oleh:
Danil Alpito 2084205024
Fikri 2084205023
Rama Rizki Kurniawan 2084205028
Nadia Pramesti 2084205020

LABORATORIUM PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LANCANG KUNING
PEKANBARU
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.......................................................................................................................2
BAB I...................................................................................................................................3
PENDAHULUAN..............................................................................................................3
1.1 LATAR BELAKANG.................................................................................................3
1.2 RUMUSAN MASALAH.............................................................................................3
1.3 TUJUAN..................................................................................................................3
BAB II.................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.................................................................................................................4
2.1 KONSEP PERKECAMBAHAN BIJI.............................................................................4
2.2 PERKEMBANGAN BIJI DAN ENDOSPERM................................................................4
2.3 METABOLISME PERKEMBANGAN BIJI....................................................................7
2.4 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKECAMBAHAN BIJI......................................7
2.5 DORMANSI BIJI....................................................................................................10
2.6 PENYEBAB DORMANSI DAN PEMATAHANNYA....................................................10
BAB III..............................................................................................................................15
PENUTUP.........................................................................................................................15
3.1 KESIMPULAN........................................................................................................15
3.2 SARAN..................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu ciri mahluk hidup adalah tumbuh dan berkembang. Kedua aktifitas
kehidupan ini tidak dapat dipisahkan karena prosesnya berjalan bersamaan.
Pertumbuhan diartikan sebagai pertambahan ukuran atau volume serta jumlah sel
secara irreversibel. Irreversibel maksudnya tidak dapat kembali pada keadaan awal.
Sedangkan perkembangan adalah proses menuju kedewasaan. Pertumbuhan pada
tanaman terbagi dalam beberapa tahapan,yaitu perkecambahan yang diikuti dengan
pertumbuhan primer dan pertumbuhan sekunder. Perkecambahan merupakan proses
munculnya tanaman kecil dari dalam biji.
Untuk itu perlu diketahui bagaimana proses perkecambahan itu terjadi beserta
kondisi-kondisi pada kecambah yang diberikan oleh faktor-faktor penyebab
perkecambahan. Perkecambahan biji pada tanaman dibedakan menjadi
perkecambahan epigeal dan hipogeal.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah konsep perkecambahan biji?
2. Bagaimana perkembangan biji dan endosperm?
3. Bagaimana metabolisme perkecambahan biji?
4. Apa saja faktor yang mempengaruhi perkecambahan biji?
5. Apa yang dimaksud dengan dormansi biji?
6. Apa saja penyebab dormasi dan pematahannya?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui konsep perkecambahan biji
2. Mengetahui perkembangan biji dan endosperm
3. Mengetahui metabolisme perkecambahan biji
4. Mengetahui faktor yang mempengaruhi perkecambahan biji
5. Mengetahui pengertian dormansi biji
6. Mengetahui penyebab dormasi dan pematahannya
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Perkecambahan Biji


Perkecambahan merupakan salah satu proses pertumbuhan dan perkembangan
embrio (lembaga tumbuhan). Hasil perkecambahan ini adalah munculnya tumbuhan
kecil dari dalam biji. Proses perubahan embrio saat perkecambahan adalah plumula
tumbuh dan berkembang menjadi batang, dan radikula tumbuh dan berkembang
menjadi akar. Proses perkecambahan di pengaruhi oleh cahaya, suhu, dan oksigen.
Perkecambahan juga melibatkan proses fisika dan proses kimia:
1. Proses fisika terjadi yaitu pada awal perkecambahan di mulai dengan
berakhirnya masa dormansi pada biji. Berakhirnya masa tersebut ditandai
dengan proses imbibisi,yaitu masuknya air ke dalam biji yang mengakibatkan
biji mengembang dan kulit biji akan pecah. Secara fisiologi, proses
perkecambahan berlangsung dalam beberapa tahapan penting, meliputi:
a. Absorbsi air
b. Metabolisme pemecahan materi cadangan makanan
c. Transpor materi hasil pemecahan dari endosperm ke embrio yang aktif
tumbuh.
d. Proses-proses pembentukan kembali materi-materi baru
e. Respirasi
f. Pertumbuhan
2. Proses kimia terjadi ketika air masuk pada biji kemuadian air tersebut
mengaktifkan embrio untuk melepaskan hormon Giberelin (GA). Hormon ini
mendorong aleuron (lapisan tipis bagian luar endosperma) untuk mensintesis
dan mengeluarkan enzim. Enzim bekerja dengan menghidrolisis cadangan
makanan yang terdapat pada kotuledon dan endosperma. Kemudian enzim
yang ada pada biji tersebut misalnya enzim amilase akan mengubah amilun
yang terdapat pada kotiledon menjadi glukosa. Dan glukosa ini diperlukan
untuk proses pembentukan energi bersama oksigen. Selanjutnya, selama
pertumbuhan embrio akan menjadi bibit tanaman.pertumbuhan

2.2 Perkembangan Biji dan Endosperm


Perkecambahan dibedakan menjadi dua macam yaitu :
1. Perkecambahan Epigeal
Perkecambahan epigeal adalah apabila terjadi pembentangan ruas batang di bawah daun
lembaga atau hipokotil sehingga mengakibatkan daun lembaga dan kotiledon terangkat
ke atas tanah, misalnya pada kacang hijau.

2. Perkecambahan Hipogeal
Perkecambahan hipogeal adalah apabila terjadi pembentangan ruas batang teratas
(epikotil) sehingga daun lembaha ikut tertarik ke atas tanah, tetapi kotiledon tetap di
dalam tanah. Misalnya, pda kacang kapri.
Rangkaian peristiwa selama proses perkecambahan berlangsung, yaitu:
• Imbibisi
• Aktivasi Enzim
• Perombakan simpanan cadangan
• Inisiasi pertumbuhan embrio
• Pemunculan radikel
• Pemantapan kecambah
Pemacu kimiawi perkecambahan benih adalah :
• Giberelin: Hormon endogen pemacu perkecambahan benih alamiah
• Sitokinin: Hormon endogen pemacu perkecambahan benih alamiah.
• Etilen (C4H4): Turut mengatur penglepasan auksin pada perkecambahan benih.
• H2O2: Menstimulir respirasi yang mempercepat perombakan cadangan makanan.
• Auksin: dalam konsentrasi rendah bekerjasama dengan cahaya mempercepat
perkecambahan.
• KNO3: bekerjasama dengan cahaya dan suhu memacu proses perkecambahan
benih.
• Thiourea Membantu pembentukan pemacu perkecambahan, seperti giberelin

Endosperma, dalam botani, adalah bagian dari biji tumbuhan berbunga (Anthophyta)
yang merupakan hasil dari pembuahan berganda selain embrio. Endosperma dapat
dikatakan sebagai "saudara kembar" embrio karena selalu terbentuk bersama, namun
berbeda dengan embrio yang diploid, endosperma memiliki tiga set genom atau triploid.
Endosperma dapat dilihat dengan jelas pada biji-bijian tertentu, seperti padi, jagung,
apokat, serta jarak karena dalam perkembangan biji ia berfungsi vital dalam mendukung
perkecambahan. Fungsinya yang paling utama adalah sebagai penyedia cadangan energi
bagi embrio (lembaga) dalam proses perkecambahan. Karena itu, protein penyusunnya
adalah albumin, protein yang larut dalam air. Karena fungsinya ini, pada endosperma
seringkali terkandung karbohidrat dan lemak. Walaupun demikian, endosperma tidak
selalu ditemukan pada biji-biji yang telah dewasa / berkembang penuh. Pada suku
kacang-kacangan (Fabaceae) serta sawi-sawian (Brassicaceae), misalnya, endosperma
tidak ditemukan karena menyusut (rudimenter) dalam perkembangan biji dan fungsi
penyedia cadangan energi digantikan oleh bagian embrio sendiri, yaitu daun lembaga
atau kotiledon.
Lapisan terluar endosperma beberapa biji serealia memiliki jaringan pelindung tipis yang
dapat mengandung pigmen dan disebut lapisan aleuron.
Biji yang neniliki endosperm merupakan organ yang berasal dari pembuahan ganda.
Hasil dari pembuahan ganda tersebut berupa embrio yang berasal dari perkembangan
zigot serta adanya endosperm yang berfungsi sebagai nutrisi yang diperlukan oleh embrio
selama masa pertumbuhan dan perkembangan. Endosperm berkembang dari sel triploid
yang aktif membelah membentuk multinukleat (supercell) seperti yang ditunjukkan
dalam Gambar 1 yang menggunakan biji jagung sebagai sampel (Campbell et al., 2009).

Gambar 1. Struktur biji jagung (Campbell et al., 2009).


Endosperm sendiri berasal dari inti kandung lembaga sel (central cell) yang dibuahi oleh
gamet jantan. Endosperm beserta embrio dibungkus oleh integumen yang secara
keseluruhan membentuk struktur biji. Perkembangan endosperm sangat menentukan
proses perkecambahan karena endosperm merupakan cadangan makanan yang
dibutuhkan selama proses perkecambahan (Berger, 2003).
Kandungan endosperm pada umumnya adalah berupa homopolimer D-glukosa yang
terdiri dari amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan polimer linear yang memiliki
cabang glukan dengan ikatan glikosida pada posisi α-1,6. Pada endosperm jagung
terdapat amilopektin yang memiliki ikatan A dan ikatan B1. Proses pembentukan
amilopektin dikatalisis oleh ADP glucose pyrophosphorylase (AGPase) yang merupakan
produk dari gen shrunken2 dan brittle2 (Jeon et al., 2010).
Dalam perkembangannya, biji akan mengalami proses perkecambahan. Perkecambahan
merupakan proses perubahan embrio menjadi tahapan yang lebih kompleks yang
menyangkut perubahan morfologi, fisiologi, dan kimiawi (Starr & Taggart, 2009). Proses
perkecambahan diawali dengan proses imbibisi yang kemudian dimulai dengan
munculnya bagian radikula. Proses tersebut melibatkan mekanisme yang kompleks baik
dari internal maupun eksternal.
2.3 Metabolisme Perkembangan Biji
Menurut (Sadjad,1994) tahap awal metabolisme untuk tumbuh benih dapat
diungkapkan sebagai tiga tipe yaitu perombakan bahan cadagan, translokasi dari
bagian benih kesatu bagian yang lain dan sintesa bahan-bahan yang baru.

(Sutopo (2002) menjelaskan tahapan proses perkecambahan sebagai berikut:


1. Tahap pertama dimulai dengan penyerapan air oleh benih, melunaknya
kulit benih dan hidrasi oleh protoplasma.
2. Tahap kedua dimulai dengan kegitan sel-sel dan enzim-enzim serta naiknya
tingkat respirasi benih.
3. Tahap ketiga merupakan tahap dimana terjadi penguraian bahan-bahan
seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut
dan ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh.
4. Tahap keempat adalah asimilasi dari bahan-bahan yang telah terurai di
daerah meristematik untuk menghasilkan energi dari kegiatan pembentukan
komponen dalam pertumbuhan sel-sel baru.
5. Tahap kelima adalah pertumbuhan dari kecambah melalui proses
pembelahan, pembesaran dan pembagian sel-sel pada titik-titik tumbuh,
pertumbuhan kecambah ini tergantung pada persediaan makanan yang ada
dalam biji.
Proses penyerapan air oleh biji merupakan proses imbibisi yang disebabkan oleh
perbedaan potensi air antara benih dengan media sekitarnya (Lakitan, 1996),
sehingga kadar air dalam benih mencapai presentase tertentu yaitu (50 sd 60) persen
dan akan meningkat lagi pada saat munculnya radikel sampai jaringan penyimpan
dan kecambah yang sedang tumbuh mempunyai kandungan air (70 sd 90) persen
(Ching, 1972 dalam Sutopo, 2002). Akibat terjadinya imbibisi, kulit biji akan
menjadi lunak dan retak-retak (Kuswanto,1996).
Proses perkecambahan dapat terjadi jika kulit benih permeable terhadap air
dengan tekanan osmosis tertentu (Kuswanto, 1996). Serapan air dan berbagai proses
biokimia yang berlangsung pada benih pada akhirnya akan tercermin pada
pertumbuhan dan perkembangan kecambah menjadi tanaman muda (bibit), kecuali
jika benih tersebut dalam keadaan dorman (Lakitan,1996).

2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Perkecambahan Biji


1. Faktor internal (dalam)
a. Tingkat kemasakan benih
Benih yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya tercapai
tidak mempunyai viabilitas yang tinggi karena belum memiliki cadangan
makanan yang cukup serta pembentukan embrio belum sempurna (Sutopo,
2002). Pada umumnya sewaktu kadar air biji menurun dengan cepat sekitar 20
persen, maka benih tersebut juga telah mencapai masak fisiologis atau masak
fungsional dan pada saat itu benih mencapat berat kering maksimum, daya
tumbuh maksimum (vigor) dan daya kecambah maksimum (viabilitas) atau
dengan kata lain benih mempunyai mutu tertinggi (Kamil, 1979).
b. Ukuran benih
Benih yang berukuran besar dan berat mengandung cadangan makanan
yang lebih banyak dibandingkan dengan yang kecil pada jenis yang sama.
Cadangan makanan yang terkandung dalam jaringan penyimpan digunakan
sebagai sumber energi bagi embrio pada saat perkecambahan (Sutopo, 2002).
Berat benih berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan dan produksi
karena berat benih menentukan besarnya kecambah pada saat permulaan dan
berat tanaman pada saat dipanen (Blackman, dalam Sutopo, 2002).
c. Dormansi
Benih dikatakan dormansi apabila benih tersebut sebenarnya hidup
tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara
umum dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan atau
juga dapat dikatakan dormansi benih menunjukkan suatu keadaan dimana
benih-benih sehat (viabel) namun gagal berkecambah ketika berada dalam
kondisi yang secara normal baik untuk berkecambah, seperti kelembaban yang
cukup, suhu dan cahaya yang sesuai (Lambers 1992, Schmidt 2002).
d. Penghambat perkecambahan
Menurut Kuswanto (1996), penghambat perkecambahan benih dapat
berupa kehadiran inhibitor baik dalam benih maupun di permukaan benih,
adanya larutan dengan nilai osmotik yang tinggi serta bahan yang
menghambat lintasan metabolik atau menghambat laju respirasi.
2. Faktor eksternal (luar)
a. Air
Penyerapan air oleh benih dipengaruhi oleh sifat benih itu sendiri
terutama kulit pelindungnya dan jumlah air yang tersedia pada media di
sekitarnya, sedangkan jumlah air yang diperlukan bervariasi tergantung
kepada jenis benihnya, dan tingkat pengambilan air turut dipengaruhi oleh
suhu (Sutopo, 2002). Perkembangan benih tidak akan dimulai bila air belum
terserap masuk ke dalam benih hingga 80 sampai 90 persen (Darjadi,1972)
dan umumnya dibutuhkan kadar air benih sekitar 30 sampai 55 persen (Kamil,
1979). Benih mempunyai kemampuan kecambah pada kisaran air tersedia.
Pada kondisi media yang terlalu basah akan dapat menghambat aerasi dan
merangsang timbulnya penyakit serta busuknya benih karena cendawan atau
bakteri (Sutopo, 2002).
Menurut Kamil (1979), kira-kira 70 persen berat protoplasma sel hidup terdiri
dari air dan fungsi air antara lain:

 Untuk melembabkan kulit biji sehingga menjadi pecah atau robek agar
terjadi pengembangan embrio dan endosperm.
 Untuk memberikan fasilitas masuknya oksigen kedalam biji.
 Untuk mengencerkan protoplasma sehingga dapat mengaktifkan berbagai
fungsinya.
 Sebagai alat transport larutan makanan dari endosperm atau kotiledon ke
titik tumbuh, dimana akan terbentuk protoplasma baru.
b. Suhu
Suhu optimal adalah yang paling menguntungkan berlangsungnya
perkecambahan benih dimana presentase perkembangan tertinggi dapat
dicapai yaitu pada kisaran suhu antara 26.5 sd 35°C (Sutopo, 2002). Suhu juga
mempengaruhi kecepatan proses permulaan perkecambahan dan ditentukan
oleh berbagai sifat lain yaitu sifat dormansi benih, cahaya dan zat tumbuh
gibberallin.
c. Oksigen
Saat berlangsungnya perkecambahan, proses respirasi akan meningkat
disertai dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan CO2, air
dan energi panas. Terbatasnya oksigen yang dapat dipakai akan menghambat
proses perkecambahan benih (Sutopo, 2002). Kebutuhan oksigen sebanding
dengan laju respirasi dan dipengaruhi oleh suhu, mikro-organisme yang
terdapat dalam benih (Kuswanto. 1996). Menurut Kamil (1979) umumnya
benih akan berkecambah dalam udara yang mengandung 29 persen oksigen
dan 0.03 persen CO2. Namun untuk benih yang dorman, perkecambahannya
akan terjadi jika oksigen yang masuk ke dalam benih ditingkatkan sampai 80
persen, karena biasanya oksigen yang masuk ke embrio kurang dari 3 persen.
d. Cahaya
Kebutuhan benih akan cahaya untuk perkecambahannya berfariasi
tergantung pada jenis tanaman (Sutopo, 2002). Adapun besar pengaruh
cahanya terhadap perkecambahan tergantung pada intensitas cahaya, kualitas
cahaya, lamanya penyinaran (Kamil, 1979). Menurut Adriance and Brison
dalam Sutopo (2002) pengaruh cahaya terhadap perkecambahan benih dapat
dibagi atas 4 golongan yaitu golongan yang memerlukan cahaya mutlak,
golongan yang memerlukan cahaya untuk mempercepat perkecambahan,
golongan dimana cahaya dapat menghambat perkecambahan, serta golongan
dimana benih dapat berkecambah baik pada tempat gelap maupun ada cahaya.
e. Medium
Medium yang baik untuk perkecambahan haruslah memiliki sifat fisik
yang baik, gembur, mempunyai kemampuan menyerap air dan bebas dari
organisme penyebab penyakit terutama cendawan (Sutopo, 2002). Pengujian
viabilitas benih dapat digunakan media antara lain substrat kertas, pasir dan
tanah.
2.5 Dormansi Biji
Dormansi didefinisikan sebagai status dimana benih tidak berkecambah walaupun
pada kondisi lingkungan yang ideal untuk perkecambahan. Beberapa mekanisme
dormansi terjadi pada benih baik fisik maupun fisiologi, termasuk dormansi primer dan
sekunder. Sebenarnya hidup tetapi belum mau berkecambah. Lamanya dormansi
tergantung pada jenis tanaman dan juga tipe dormansinya. Fungsi dormansi bagi tanaman
untuk siklus pertumbuhan tanaman dengan keadaan lingkungan.
Intensitas dormansi dipengaruhi oleh lingkungan selama perkembangan benih.
Lamanya (persistensi) dormansi dan mekanisme dormansi berbeda antar spesies, dan
antar varietas. Dormansi pada spesies tertentu mengakibatkan benih tidak berkecambah di
dalam tanah selama beberapa tahun. Hal ini menjelaskan keberadaan tanaman yang tidak
diinginkan (gulma) di lahan pertanian yang ditanami secara rutin.

2.6 Penyebab Dormansi dan Pematahannya


Penyebab terjadinya dormansi dipengaruhi oleh 2 faktor diantaranya :fisik
(dormansi fisik), misal dari kulit bijinya dan fisiologis (dormnasi fisiologis), misal
dari embrio.
3. Dormansi Fisik (dormansi primer)
Pada tipe dormansi ini yang menyebabkan pembatas struktural
terhadap perkecambahan adalah kulit biji yang keras dan kedap air
sehingga menjadi penghalang mekanis terhadap masuknya air atau gas
pada berbagai jenis tanaman. Dormansi primer merupakan bentuk
dormansi yang paling umum dan terdiri atas dua macam yaitu dormansi
eksogen dan dormansi endogen.
Dormansi eksogen adalah kondisi dimana persyaratan penting
untuk perkecambahan (air, cahaya, suhu) tidak tersedia bagi benih
sehingga gagal berkecambah. Tipe dormansi ini biasanya berkaitan
dengan sifat fisik kulit benih (seed coat). Tetapi kondisi cahaya ideal
dan stimulus lingkungan lainnya untuk perkecambahan mungkin tidak
tersedia. Faktor-faktor penyebab dormansi eksogen adalah air, gas, dan
hambatan mekanis.
Dormansi endogen dapat dipatahkan dengan perubahan
fisiologis seperti pemasakan embrio rudimenter, respon terhadap zat
pengatur tumbuh, perubahan suhu, ekspos ke cahaya.
Yang termasuk dormansi fisik adalah:
a. Impermeabilitas kulit biji terhadap air
Benih-benih yang menunjukkan tipe dormansi ini disebut
benih keras contohnya seperti pada famili Leguminoceae, disini
pengambilan air terhalang kulit biji yang mempunyai struktur terdiri
dari lapisan sel-sel berupa palisade yang berdinding tebal, terutama
dipermukaan paling luar dan bagian dalamnya mempunyai lapisan
lilin. Di alam selain pergantian suhu tinggi dan rendah dapat
menyebabkan benih retak akibat pengembangan dan pengkerutan,
juga kegiatan dari bakteri dan cendawan dapat membantu
memperpendek masa dormansi benih.
b. Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio
Pada tipe dormansi ini, beberapa jenis benih tetap berada
dalam keadaan dorman disebabkan kulit biji yang cukup kuat untuk
menghalangi pertumbuhan embrio. Jika kulit ini dihilangkan maka
embrio akan tumbuh dengan segera. Tipe dormansi ini juga
umumnya dijumpai pada beberapa genera tropis seperti Pterocarpus,
Terminalia, Eucalyptus, dll ( Doran, 1997). Pada tipe dormansi ini
juga didapati tipe kulit biji yang biasa dilalui oleh air dan oksigen,
tetapi perkembangan embrio terhalang oleh kekuatan mekanis dari
kulit biji tersebut. Hambatan mekanis terhadap pertumbuhan embrio
dapat diatasi dengan dua cara mengekstrasi benih dari pericarp atau
kulit biji.
c. Adanya zat penghambat
Sejumlah jenis mengandung zat-zat penghambat dalam buah
atau benih yang mencegah perkecambahan. Zat penghambat yang
paling sering dijumpai ditemukan dalam daging buah. Untuk itu
benih tersebut harus diekstrasi dan dicuci untuk menghilangkan zat-
zat penghambat.
Teknik skarifikasi pada berbagai jenis benih harus disesuaikan
dengan tingkat dormansi fisik.
Berbagai teknik untuk mematahkan dormansi fisik antara lain
sebagai berikut:
a. Mekanisme perlakuan (skarifikasi)
Perlakuan mekanis (skarifikasi) pada kulit biji,
dilakukan dengan cara penusukan, pengoresan, pemecahan,
pengikiran atau pembakaran, dengan bantuan pisau, jarum,
kikir, kertas gosok, atau lainnya adalah cara yang paling efektif
untuk mengatasi dormansi fisik. Karena setiap benih ditangani
secara manual, dapat diberikan perlakuan individu sesuai
dengan ketebalan biji. Pada hakekatnya semua benih dibuat
permeabel dengan resiko kerusakan yang kecil, asal daerah
radikel tidak rusak (Schmidt, 2002).
Seluruh permukaan kulit biji dapat dijadikan titik
penyerapan air. Pada benih legum, lapisan sel palisade dari
kulit biji menyerap air dan proses pelunakan menyebar dari titik
ini keseluruh permukan kulit biji dalam beberapa jam. Pada saat
yang sama embrio menyerap air. Skarifikasi manual efektif
pada seluruh permukaan kulit biji, tetapi daerah
microphylar dimana terdapat radicle, harus dihindari.
Kerusakan pada daerah ini dapat merusak benih, sedangkan
kerusakan pada kotiledon tidak akan mempengaruhi
perkecambahan.
b. Air panas
Air panas mematahkan dormansi fisik pada leguminosae
melalui tegangan yang menyebabkan pecahnya lapisan
macrosclereids. Metode ini paling efektif bila benih direndam
dengan air panas. Pencelupan sesaat juga lebih baik untuk
mencegah kerusakan pada embrio karena bila perendaman
paling lama, panas yang diteruskan kedalam embrio sehingga
dapat menyebabkan kerusakan. Suhu tinggi dapat merusak
benih dengan kulit tipis, jadi kepekaan terhadap suhu berfariasi
tiap jenis.Umumnya benih kering yang masak atau kulit bijinya
relatif tebal toleran terhadap perendaman sesaat dalam air
mendidih.
c. Perlakuan kimia
Perlakuan kimia dengan bahan-bahan kimia sering
dilakukan untuk memecahkan dormansi pada benih. Tujuan
utamanya adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah
dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam
kuat seperti asam sulfat dengan konsentrasi pekat membuat
kulit biji menjadi lunak sehingga dapat dilalui air dengan
mudah.
Larutan asam untuk perlakuan ini adalah asam sulfat
pekat (H2SO4) asam ini menyebabkan kerusakan pada kulit biji
dan dapat diterapkan pada legum maupun non legume
(Coppeland, 1980). Tetapi metode ini tidak sesuai untuk benih
yang mudah sekali menjadi permeable, karena asam akan
merusak embrio. Lamanya perlakuan larutan asam harus
memperhatikan 2 hal, yaitu:
1). kulit biji atau pericarp yang dapat diretakkan untuk
memungkinkan imbibisi
2). larutan asam tidak mengenai embrio.
d. Perlakuan temperature
 Rendah (stratifikasi).

Pemberian suhu rendah selama waktu tertentu


(berbeda untuk setiap jenis tanaman) dapat menghilangkan
penghambatan pertumbuhan.

 Rendah dan tinggi.

Temperatur tinggi hanya radikelnya, diikuti


temperature rendah untuk epikotilnya. Perbedaan tidak
boleh lebih dari 10-20oC.
e. Perlakuan cahaya
Jumlah cahaya, intensitas, panjang hari juga dapat
memepengaruhi laju perkecambahan. Selain meningkatkan %
perkecambahan, juga dapat meningkatkan laju perkecambahan.
4. Dormansi Fisiologis (dormansi sekunder)
Penyebabnya adalah embrio yang belum sempurna
pertumbuhannya atau belum matang. Benih-benih demikian
memerlukan jangka waktu tertentu agar dapat berkecambah
(penyimpanan). Jangka waktu penyimpanan ini berbeda-beda dari kurun
waktu beberapa hari sampai beberapa tahun tergantung jenis benih.
Benih-benih ini biasanya ditempatkan pada kondisi temperatur dan
kelembaban tertentu agar viabilitasnya tetap terjaga sampai embrio
terbentuk sempurna dan dapat berkecambah (Schmidt, 2002).
Benih non dorman dapat mengalami kondisi yang
menyebabkannya menjadi dorman. Penyebabnya kemungkinan benih
terekspos kondisi yang ideal untuk terjadinya perkecambahan kecuali
satu yang tidak terpenuhi. Dormansi sekunder dapat diinduksi oleh: (1)
thermo- (suhu), dikenal sebagai thermodormancy; (2) photo- (cahaya),
dikenal sebagai photodormancy; (3) skoto- (kegelapan), dikenal sebagai
skotodormancy; meskipun penyebab lain seperti kelebihan air, bahan
kimia, dan gas bisa juga terlibat.
Mekanisme dormansi sekunder diduga karena:
a. terkena hambatan pada titik-titik krusial dalam sekuens metabolik
menuju perkecambahan;
b. ketidak-seimbangan zat pemacu pertumbuhan versus zat
penghambat pertumbuhan. Dormansi karena hambatan metabolisme
pada embrio, terjadi karena adanya zat-zat penghambat
perkecambahan dalam embrio. Misal : ammonia, asam benzoate,
ethylene, alkaloid, coumarin (yang menghambat kerja enzim alfa
dan beta amylase).
Contoh : selada,dapat berkecambah langsung bila diberi suhu
<20oC. Tetapi setelah disimpan, dapat berkecambah walau suhunya
30oC.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perkecambahan merupakan salah satu proses pertumbuhan dan perkembangan embrio
(lembaga tumbuhan). Hasil perkecambahan ini adalah munculnya tumbuhan kecil
dari dalam biji.
Dormansi ada 2:
1) Dormansi Fisik
Beberapa penyebab dormansi fisik adalah :
• Impermeabilitas kulit biji terhadap air
• Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio
• Permeabilitas yang rendah dari kulit biji terhadap gas-gas
2) Dormansi Fisiologis
Beberapa penyebab dormansi fisiologis adalah :
• Immaturity Embrio
• After ripening
• Dormansi yang disebabkan oleh hambatan metabolis pada embrio.
Tipe perkecambahan terbagi menjadi perkecambahan epigealdan hipogeal.
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan terdiri dari faktor dalam dan faktor
luar.
• Ada beberapa cara yang telah diketahui menghambat dormansi,
seperti:
• Dengan perlakuan mekanis
• Dengan perlakuan kimia
• Perendaman benih padi dalam HNO3 pekat selama 30 menit.
• Pemberian Gibberelin pada benih terong dengan dosis 100 - 200 PPM.
• Dengan perlakuan perendaman dengan air.
• Dengan perlakuan suhu
• Dengan perlakuan cahayatanaman.

3.2 Saran
Beberapa saran yang dapat penulis berikan, antara lain agar makalah ini
dapat menjadi sumber referensi dan ini dapat bermanfaat bagi yang membaca. Jika
terdapat kesalahan dalam penulisannya diharapkan dapat memperbaikinya untuk
lebih baik kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N.A. 2003. Biologi jilid V edisi 2 (penerjemah: Wasmen

Manulau). Jakarta: Erlangga.

Pratiwi.2007. Biologi Untuk SMA Kelas XII. Jakarta: Erlangga

Gardner, F.P. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya (Penerjemah: Herawati

Susilo). Jakarta: UI-Press.

Wilkins,M.B.1989.fisiologi tanaman. Bumi aksara: jakarta

http://www.google.co.id/perkecambahan/17 November pukul 20:43

Anda mungkin juga menyukai