Anda di halaman 1dari 23

Asisten Dosen : Jumawita

Genetika
Imitasi Perbandingan Genetis

Disusun Oleh:
Nama : Danil Alpito
Nim : 2084205024
Kelompok : 2 (Dua)
Anggota : Aspirendi (2084205009)
Dewi Citra Hasibuan (2084205015)
Nanda Putri Isabell (2084205011)
Olivia Angelina Tumanggor (2084205007)

LABORATORIUM PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LANCANG KUNING
PEKANBARU
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hasil percobaan Mendel pada persilangan monohibrid menunjukkan bahwa pada
seluruh tanaman F1 hanya ciri dari salah satu tetua yang muncul. Pada generasi F2,
semua ciri yang dipunyai oleh tetua (P) yang disilangkan muncul kembali dengan rasio
fenotipe 3:1. Hal ini disebabkan adanya ciri resesif dan dominan. Sebagai salah satu
kesimpulan dari percobaan monohibridnya, Mendel menyatakan bahwa setiap sifat
organisme ditentukan oleh faktor dan saat pembentukan gamet, setiap faktor dapat
berpisah secara bebas. Peristiwa ini dikenal sebagai Hukum Mendel I, yaitu hukum
segregasi (Ma arif, 2009).
Pembelahan (separasi) kromosom-kromosom homolog sewaktu meiosis melalui
pembelahan reduksi pada hakikatnya adalah dasar fisik bagi hukum segregasi Mendel.
Mendel mengamati dan menganalisis data untuk setiap sifat, dikenal dengan istilah
monohibrid. Selain itu Mendel juga mengamati data kombinasi antar sifat, dua sifat
(dihibrid), tiga sifat (trihibrid) dan banyak sifat (polihibrid). Alel-alel atau gen-gen yang
menentukan sifat tertentu, berada berpasangan karena alela-alela ini berlokasi pada
sepasang kromosom homolog pada lokus yang sama (Suryo, 2008).
Pada penyilangan dengan kombinasi sifat yang berbeda, Mendel memperoleh hasil
yang secara tetap sama dan tidak berubah-ubah dengan rasio fenotipe F 2 9:3:3:1.
Pengamatan ini menghasilkan formulasi Hukum Mendel II (asortasi bebas) yang
menyatakan bahwa gen-gen menentukan sifat-sifat yang berbeda dipindahkan secara
bebas satu dengan yang lain dan akan terjadi pilihan secara acak pada keturunannya
(Agus dan Sjafaraenan, 2013).
Namun seringkali percobaan persilangan yang kita lakukan menghasilkan keturunan
yang tidak sesuai dengan hukum Mendel. Untuk menguji hal ini digunakan tes X 2 atau
disebut juga dengan Chi-square.Metode Chi-square adalah cara yang tepat kita pakai
untuk membandingkan data percobaan yang diperoleh dari hasil persilangan dengan
hasil yang diharapkan berdasarkan hipotesis secara teoritis.
1.2 Tujuan Pratikum

Setelah melaksanakan pratikum, mahasiswa diharapkan dapat:


1. Membuktikan adanya prinsip segregasi dan berpasangan secara bebas.
2. Membuktikan perbandingan Mandel 1 : 2 : 1 (untuk ratio genotip) dan 3 : 1 ( untuk
ratio fenotip).
3. Membuktikan perbandinagn Mendel (perbandingan fenotip F2) 9 : 3 : 3 : 1
BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Imitasi Perbandingan Genetis

Imitasi merupakan bagian dari teori Social Learning (Teori Pembelajaran Sosial).

Prinsip dasar social learning menyatakan sebagian besar dari yang dipelajari manusia

terjadi melalui peniruan (imitation), penyajian contoh perilaku (modeling) (Kusuma, 2012).

Perbandingan genetis merupakan suatu cara membedakan dua hal atau tiga hal

berbeda dalam pewarisan sifat dari orang tua kepada keturunannya yang akan

menghasilkan perbandingan yang signifikan (Cahyono, 2010).

Imitasi perbandingan genetis adalahperbandingan yang dimiliki makhluk hidup

yang tidak dimiliki oleh orang lain karena memperhitungkan sifat genetik yang dimiliki

seseorang masing-masing berbeda(Cahyono, 2010).

2.2 Hukum Mendel I

Hukum pewarisan Mendel adalah hukum yang mengatur pewarisan sifat secara

genetik dari satu organisme kepada keturunannya. Hukum ini didapat dari hasil penelitian

Gregor Johann Mendel, seorang biarawan Austria. Hukum Pertama Mendel (hukum

pemisahan atau segregation). Isi dari hukum segregasi: pada waktu berlangsung

pembentukan gamet, setiap pasang gen akan disegregasi ke dalam masing-masing gamet

yang terbentuk (Cahyono, 2010).

Konsep yang salah bahwa gen homozigot tidak terjadi pemisahan. Individu dengan

genotipe BB atau bb disebut homozigot karena memiliki dua gamet yang sama. Jika

dikawinkan dengan sesamanya, individu homozigot tidak mengalami pemisahan. Individu


dengan genotipe Bb disebut individu heterozigot. Jika dikawinkan sesamanya, individu

heterozigot akan mengalami pemisahan. Misal Bb disilangkan dengan Bb akan

menghasilkan keturunan BB, Bb dan bb (Nusantari, 2013).

Konsep yang benar adalah “Bila individu genotipe BB atau bb dikawinkan

sesamanya, maka tetap mengalami pemisahan atau mengalami Hukum Mendel I. Hanya

saja hasil pemisahan adalah gamet yang sama yakni B dan B atau b dan b. Demikian juga

individu heterozigot akan mengalami pemisahan menjadi B dan b. Jadi semua individu

dengan genotip homozigot atau heterozigot sama-sama akan mengalami pemisahan sesuai

hukum Mendel I (Nusantari, 2013).

Konsep yang salah bahwa pemisahan gen berlangsung apabila gen Aa dan Bb

letaknya (lokusnya) berjauhan. Jika kedua macam gen itu lokusnya berdekatan maka gen

akan sulit memisah secara bebas, dengan kata lain gen-gen itu berpautan satu dengan yang

lain. Jadi jika gen Aa dan Bb berpautan (AaBb) maka gamet yang dihasilkannya hanya AB

dan ab (Nusantari, 2013).

Kedua alel setiap karakter berpisah selama produksi gamet. Jika suatu organisme

mempunyai alel yang sama untuk karakter tertentu, maka organisme tersebut merupakan

galur murni karakter tersebut dan akan muncul salinannya di semua gamet. Namun, jika

ada alel-alel yang berlawanan, seperti hibrid F1, maka 50% dari gamet mendapat alel

dominan, sedangkan 50% lainnya mendapat alel resesif (Putri, 2013).

Dari hasil eksperimen Mendel pada kacang ercis, ia menarik kesimpulan bahwa dua

alternatif yang berlawanan untuk sifat tertentu seperti tinggi dan pendek. Konsep ini

dikenal dengan dominan dan resesif. Mengenai tinggi tanaman pada ercis, tinggi adalah
dominan terhadap pendek sedangkan mengenai warna polong, hijau dominan terhadap

kuning. Mendel melihat adanya konsistensi dalam jumlah tipe parental pada F2.

Nampaknya selalu ada rasio pada perbandingan 3 : 1. Sumbangan pikiran Mendel tidak

berhenti pada pengenalan rasio saja. Mendel mengadakan hipotesis bahwa sifat-sifat

tersebut ditentukan oleh sepasang unit, dan hanya sebuah unit diteruskan kepada

keturunannya oleh setiap induk. Hal ini dikenal dengan Hukum Mendel I (segregasi bebas).

Contoh persilangan monohibrid (Agus, dkk., 2013):

P: ♀ Tinggi x Pendek ♂

DD dd

G: D d

F1 : Tinggi

Dd

Menyerbuk sendiri (Dd x Dd)

F2 :

Tabel II.1 Persilangan Monohibrid


Gamet D D
D DD Dd
(tinggi) (tinggi)
D Dd dd
(tinggi) (pendek)
Keterangan:

Tinggi (D-) : pendek (dd) = 3 : 1

DD : Dd : dd = 1 : 2 : 1

Dari percobaan monohibrid yang telah dilakukan Mendel dapat mengambil

kesimpulan bahwa pada saat pembentukan gamet-gamet (serbuk sari dan sel telur) maka

gen-gen yang menentukan suatu sifat mengadakan segregasi (memisah/pemisahan),

sehingga setiap gamet hanya menerima sebuah gen saja. Berhubungan dengan itu prinsip

ini dirumuskan sebagai Hukum I dari Mendel yang dikenal dengan nama “The Law of

Segregation of Allelic Genes” (Hukum Pemisahan Gen yang sealel) (Suryo, 2011).

2.3 Hukum Mendel II

Hukum Kedua Mendel (hukum berpasangan secarabebas atau independent

assortment). Isi dari hukum pasangan bebas: Segregasi suatu pasangan gen tidak

bergantung kepada segregasi pasangan gen lainnya, sehingga didalam gamet-gamet

yang terbentuk akan terjadi pemilihan kombinasi gen-gen secara bebas (Cahyono, 2010).

Dalam praktek dua individu dapat mempunyai beda sifat lebih dari satu, misalnya

beda mengenai bentuk dan warna biji kapri. Hasil persilangannya (F 1) dinamakan dihibrid.

Mula-mula tanaman kapri yang bijinya berkerut hijau (bbkk) disilangkan dengan tanaman

yang bijinya bulat kuning homozigotik (BBKK). Semua tanaman F 1 (dihibrid) adalah

seragam, yaitu berbiji bulat kunging (BbKk). Persilangan tanaman F 1 F1 menghasilkan

keturunan F2 yang memperlihatkan 16 kombinasi terdiri dari 4 macam fenotip, ialah berbiji

bulat kuning, bulat hijau berkerut kuning, berkerut hijau (Suryo, 2011).
Mendel dapat mengambil kesimpulan bahwa anggota dari sepasang gen memisah

secara bebas (tidak saling mempengaruhi) ketika berlangsung meiosis selama pembentukan

gamet-gamet. Prinsip ini dirumuskan sebagai Hukum Mendel II yang berbunyi: “The Law

of Independent Assortment of Genes” (Hukum pengelompokan gen secara bebas (Suryo,

2011).

Sebagai contoh marilah kita ikuti percobaan Mendel dengan menggunakan tanaman

kapri Pisum sativum ia memperhatikan dua sifat keturunan yang ditentukan oleh dua

pasang gen, yaitu (Suryo, 2011):

B = gen yang menentukan biji bulat

b = gen yang menentukan biji berkerut

K = gen yang menetukan biji berwarna kuning

k = gen yang menentukan biji berwarna hijau

P: ♀ BBKK  ♂bbkk
bulat kuning berkerut hijau
sel telur: BK serbuk sari: bk

F1: BbKk
bulat kuning
serbuk sari: BK, Bk, bK, bk
sel telur: BK, Bk, bK, bk
BK Bk bK bk
BK BBKK BBKk BbKk BbKk
F2: bulat bulat bulat bulat
kuning kuning kuning kuning
Bk BBKk BBkk BbKk Bbkk
bulat bulat bulat bulat
kuning hijau kuning hijau
bK BbKK BbKk bbKK bbKk
bulat bulat berkeriput berkeriput
kuning kuning kuning kuning
bk BbKk Bbkk BbKK bbkk
bulat bulat berkeriput berkeriput
kuning hijau kuning hijau
Tabel II.2 Persilangan Dihibrid

2.4 Interaksi Gen

Interaksi gen adalah penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang tidak

melibatkan modifikasi nisbah fenotipe, tetapi menimbulkan fenotipe-fenotipe yang

merupakan hasil kerja sama atau interaksi dua pasang gen nonalelik (Ramandhani, 2013).

Selain terjadi interaksi antar alel, interaksi juga dapat terjadi secara genetik. Selain

mengalami berbagai modifikasi rasio fenotipe karena adanya peristiwa aksi gen tertentu,

terdapat pula penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang tidak melibatkan

modifikasi rasio fenotipe, tetapi menimbulkan fenotipe-fenotipe yang merupakan hasil

kerja sama atau interaksi dua pasang gen nonalelik. Peristiwa interaksi gen pertama kali

dilaporkan oleh W. Bateson dan R.C. Punnet setelah mereka mengamati pola pewarisan

bentuk jengger ayam (Suryo, 2011).

Persilangan ayam berjengger mawar dengan ayam berjengger ercis menghasilkan

keturunan dengan bentuk jengger yang sama sekali berbeda dengan bentuk jengger kedua

tetuanya. Ayam hibrid (hasil persilangan) ini memiliki jengger berbentuk walnut.

Selanjutnya, apabila ayam berjengger walnut disilangkan dengan sesamanya, maka

diperoleh generasi F2 dengan fenotipe walnut : mawar : ercis : tunggal = 9 : 3 : 3 : 1. Dari

fenotipe tersebut, terlihat adanya satu kelas fenotipe yang sebelumnya tidak pernah

dijumpai, yaitu bentuk jengger tunggal (Ramandhani, 2013).


Munculnya fenotipe jengger tunggal dan walnut, mengindikasikan adanya

keterlibatan dua pasang gen nonalelik yang berinteraksi untuk menghasilkan suatu fenotipe.

Kedua pasang gen tersebut masing-masing ditunjukkan oleh fenotipe mawar dan fenotipe

ercis (Ramandhani, 2013).

2.5 Penyimpangan Hukum Mendel

Penyimpangan semu hukum Mendel terjadinya suatu kerjasama berbagai sifat yang

memberikan fenotip berlainan namun masih mengikuti hukum-hukum perbandingan

genotip dari Mendel (Susanto, 2011).

Penyimpangan semu terjadi karena interaksi antar alel dan genetik sebagai berikut

(Susanto, 2011):

a. Interaksi alel adalah berbagai bentuk interaksi alel yang merupakan interaksi dominan

tidak sempurna, kodominan, variasi dua atau lebih gen sealel (alel ganda), dan alel letal.

b. Dominansi tidak sempurna (Incomplete Dominance) adalah alel dominan tidak dapat

menutupi alel resesif sepenuhnya sehingga keturunan yang heterozigot memiliki sifat

setengah dominan dan setengah resesif.

c. Kodominan adalah dua alel suatu gen yang menghasilkan produk berbeda dengan alel

yang satu tidak dipengaruhi oleh alel yang lain. Contohnya sapi berwarna merah

kodominan terhadap sapi putih menghasilkan anak sapi roan.

d. Alel ganda adalah fenomena adanya tiga atau lebih alel dari suatu gen. Umumnya gen

tersusun dari dua alel alternatifnya. Alel ganda dapat terjadi akibat mutasi dan mutasi
menyebabkan banyak variasi alel. Gejala adanya dua atau lebih fenotipe yang muncul

dalam suatu populasi dinamakan polimorfisme.

e. Alel letal adalah alel yang dapat menyebabkan kematian bagi individu yang

memilikinya. Alel letal resesif adalah alel yang dalam keadaan homozigot resesif dapat

menyebabkan kematian. Contoh alel letal resesif adalah albino pada tumbuhan dan sapi

bulldog. Alel letal dominan adalah alel yang dalam keadaan dominan dapat

menyebabkan kematian. Contohnya ayam jambul.

f. Interaksi gen menyebabkan terjadinya atavisme, polimeri, kriptomeri, epistasis dan

hipostasis, serta komplementer. Interaksi ini menyebabkan rasio tidak sesuai dengan

Hukum Mendel, tetapi menunjukkan adanya variasi.

g. Atavisme adalah munculnya suatu sifat sebagai akibat interaksi dari beberapa gen.

Contoh atavisme adalah sifat genetis pada jengger ayam. Ada empat bentuk jengger

ayam, yaitu walnut (R_P_), rose (RRP_), pea (rrP_), dan single (rrpp). Perbandingan

fenotipenya adalah walnut : rose : pea : single = 9 : 3 : 3 : 1.

h. Polimeri adalah bentuk interaksi gen yang bersifat kumulatif atau saling menambah.

Polimeri terjadi akibat interaksi atara dua gen atau lebih sehingga disebut juga sifat gen

ganda. Contoh polimeri terdapat pada percobaan persilangan gandum, dilakukan H.

Nilsson-Ehle yang menghasilkan perbandingan fenotipe 15 : 1.

i. Kriptomeri adalah sifat gen dominan yang tersembunyi, jika gen tersebut berdiri

sendiri, namun gen dominan tersebut berinteraksi dengan gen dominan lainnya, maka

sifat gen dominan yang tersembunyi sebelumnya akan muncul. Contoh kriptomeri
adalah persilangan pada bunga Linaria maroccana yang menghasilkan perbandingan

fenotipe bunga ungu : merah : putih = 9 : 3 : 4.

j. Epistasis dan Hipostasis adalah persilangan dimana gen epistasis memiliki sifat

mempengaruhi gen hipostasis. Epistasis dibedakan menjadi epistasis dominan dimana

gen dengan alel dominan menutupi kerja gen lain, epistasis resesif yaitu gen dengan alel

homozigot resesif mempengaruhi gen lain, epistasis gen dominan rangkap adalah

peristiwa dua gen dominan atau lebih yang bekerja untuk munculnya satu fenotipe

tunggal, dan komplementer adalah interaksi beberapa gen yang saling melengkapi.

Interaksi gen tersebut disebut juga epistasis gen resesif rangkap.

Persilangan resiprok (persilangan kebalikan) ialah persilangan tukar kelamin atau

persilangan ulang dengan jenis kelamin yang dipertukarkan. Persilangan yang

merupakan kebalikan dari persilangan yang semula dilakukan. Sebagai contoh dapat

digunakan percobaan Mendel lainnya (Suryo, 2011):

             H  = Gen yang menentukan buah polong berwarna hijau

              h   = Gen yang menentukan buah polong berwarna kuning

Mula-mula, serbuk sari dan bunga pada tanaman berbuah polong hijau diserbukkan

pada putik bunga pada tanaman berbuah polong kuning. Pada persilangan berikutnya cara

tersebut diatas dibalik. Dari kedua macam persilangan tersebut adalah ternyata didapatkan

keturunan F1 atau F2 yang sama (Suryo, 2011).

2.6 Uji Chi-Square


Uji Chi Kuadrat adalah pengujian hipotesis mengenai perbandingan antara frekuensi

observasi yang benar-benar terjadi/aktual dengan frekuensi harapan/ekspektasi (Putri,

2013).

Jika dalam suatu percobaan atau eksperimen hanya memiliki dua hasil keluaran,

sepertihalnya pelemparan mata uang, kita mendapatkan sisi depan dan sisi belakang, maka

distribusi normal dapat digunakan untuk menentukan apakah frekuensi kedua hasil tersebut

cukup signifikan terhadap frekuensi yang diharapkan. Namun demikian, jika lebih dari dua

hasil yang muncul, katakanlah ada k- hasil, maka distribusi normal tidak dapat digunakan

untuk menguji perbedaan signifikan antara frekuensi hasil pengamatan dengan frekuensi

yang diharapkan. Untuk melakukan uji hipotesis menggunakan Uji Chi-Kuadrat (Chi-

Square Testing, dilambangkan dengan 2). Jika kita mempunyai frekuensi observasi

sebanyak k, yaitu o1, o2, o3, …., ok dan frekuensi harapan (expectation) yaitu e1, e2, e3 , …,

ek, maka rumusan chi-kuadrat dituliskan (Oktarisna, 2013):

Jika 2 = 0, maka ada kesesuaian sempurna antara hasil observasi dan nilai harapan.

Jika2> 0, maka antara hasil observasi dan nilai harapan tidak terjadi kesesuaian sempurna.

sSemakin besar nilai 2, ketidaksesuaian antara hasil observasi dan nilai harapan juga

semakin besar (Oktarisna, 2013).


BAB 3

PELAKSANAAN PRATIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Tanggal Pratikum : Senin, 18 April 2022
Lokasi Pratikum : Laboratorium Prodi Pendidikan Biologi
Fakultas Keguruaan dan Ilmu Pendidikan.

3.2 Alat dan Bahan


1. Kancing genetika dua warna, masing – masing berjumlah 16 buah
2. Kantong plastic yang tidak mudah sobek dan berwarna gelap

3.3 Cara Kerja


Percobaan 1

1. Setiap kelompok menerima dua buha kantong masing - masing kantong plastic
berisi 16 kancing, yang terdiri dari 8 kancing berwarna merah dan 8 kancing
berwarna putih. Kantong itu diumpamakan alat kelamin sedangkan kancing
diumpamakan gamet – gamet. Kancing merah ialah gamet yang memiliki gen
dominan M. sedangkan kancing putih memiliki gen resesif m.
2. Ambillah satu kancing dari kantong kanan dengan menggunakan tangan kanan
dan dalam waktu yang bersamaan ambil satu kancing dari kantong kiri dengan
menggunakan tangan kiri, tanpa melihat ke dalam kantong tersebut
3. Pertemukan hasil pengambilan kancing dari kedua kantong tersebut yang
dianggap sebagai zigot. Ada tiga kemungkinan yang diperoleh :
 2 kancing merah yang berarti zigotnya homozigot dominan MM dan
fenotipnya merah
 1 kancing merah dengan 1 kancing putih yang berarti zigotnya
heterozigot Mm dan fenotipnya merah
 2 kancing putih yang berarti zigotnya homozigot dominan mm dan
fenotipnya putih
4. Catat hasil percobaan tersebut ke dalam tabel berikut :
Tabel 3.1 Hasil percobaan Monohibrid Perorangan

Pengambilan MM Mm mm
Ke
1
2
3
4
5
Jumlah

5. Dengan mengocok kembali kantong itu, ulangi percobaan tersebut sebanyak


jumlah praktikan
6. Hasil yang diperoleh setiap pratikan dalam kelompoknya digabungkan untuk
dapat ditulis sebagai data kelompok
7. Data setiap kelompok digabungkan menjadi data kelas dan dicatat
8. Prosedur yang dilakukan diatas merupakan persilangan monohybrid dengam
dominasi penuh. Untuk dominasi tidak penuh (adanya sifat intermediet), maka
pada pengambilan kancing dengan 1 kancing merah dan 1 kancing putih, maka
fenotip zigot menjadi merah jambu (pink).
Tabel 3.2 Hasil Percobaan Monohybrid Kelompok

Ke MM Mm mm
-

1
2
3
4
5
Jlh

Percobaan 2

1. Setiap kelompok menerima dua buah kantong plastic yang berisi 16 kancing,
yang terdiri dari
 4 merah – kuning (MB) : merah besar, kuning besar
 4 merah – hitam (Mb) : merah besar, hitam kecil
 4 putih – kuning (mB) : putih kecil, kuning besar
 4 putih – hitam (mb) : putih kecil, hitam kecil

2. Ambillah kancing pada dua kantong secara bersamaan. Pertemukan hasil


pengambilan dari kantong tersebut yang dianggap sebagai zigot. Ada 9
kemungkinan yang diperoleh :
 MMBB
 MMBb
 MmBB
 MmBb
 MMbb
 Mmbb
 mmBB
 mmBb
 mmbb
3. Catatlah hasil percobaan tersebut kedalam tabel 3.3 yang disediakan
4. Dengan mengocok kembali kantong itu, ulangi percobaan sebanyak 5 kali
5. Hasil yang diperoleh setiap pratikan dalam kelompoknya digabungkan untuk
ditulis sebagao data kelompok
6. Data setiap kelompok digabungkan menjadi data kelas pada tabel 3.4
Tabel 3.3 Hasil Percobaan Dihibrid Perorangan

Pengambilan M-B- M-bb mmB- mmbb


Ke-
1
2
3
4
5
Jumlah

Ke- M-B- M-bb MmB- mmbb

1
2
3
4
5
Jlh
Tabel 3.4 Hasil Percobaan Dihibrid Kelompok

3.4 Analisis Data


Setelah hasil percobaan dimasukkan kedalam tabel dan lihat perbandingannya pada
pengambilan, kelompok kelas. Deskripsikan hasil tersebut
BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Tabel 4.1 Hasil percobaan Monohibrid Perorangan

Pengambilan MM Mm mm
Ke
1 +
2 +
3 +
4 +
5 +
Jumlah 1 4 -

Tabel 4.2 Hasil Percobaan Monohibrid Kelompok

Ke MM Mm mm
-
D A D N O D A D N O D A D N O
A S W A L A S W A L A S W A L
1 + + + + +
2 + + + + +
3 + + + + +
4 + + + + +
5 + + + + +
Jlh 1 1 2 2 - 4 3 2 2 3 - 1 1 1 2
Tabel 4.3 Hasil Percobaan Dihibrid Perorangan

Pengambilan M-B- M-bb mmB- mmbb


Ke-
1 +
2 +
3 +
4 +
5 +
Jumlah 2 2 1 -

Tabel 4.4 Hasil Percobaan Dihibrid Kelompok

Ke- M-B- M-bb MmB- mmbb


D A D N O D A D N O D A D N O D A D N O
A S W A L A S W A L A S W A L A S W A L
1 + + + + +
2 + + + + +
3 + + + + +
4 + + + + +
5 + + + + +
Jlh 2 3 3 3 4 2 1 - 1 1 1 1 1 1 - - - 1 - -
Tabel 4.5 Uji Chi-Square Monohibrid
No Genotipe Observed Expeded X2

1 MM 6 ¼ x 25 = 6 – 6,25 = -0,25 -0,252/6,25


6,25 = 0,01
2 Mm 14 2/4 x 25 = 14 – 12,5 = 1,5 1,52/12,5
12,5 = 0,18
3 mm 5 ¼ x 25 = 5 – 6,25 = -1,25 -1,252/6,25
6,25 = 0,25
Jumlah 25 25 0 0,44
*ratio = 1 : 2 : 1
Tabel 4.6 Uji Chi-Square Dihibrid
No Genotipe Observed Expeded X2

1 M-B- 15 9/16 x 25 15 – 14,06 = -0,94 -0,942/14,06


= 14,06 = 0,133
2 M-bb 5 2/16 x 25 5 – 4,69 = 0,31 0,312/4,69
= 4,69 = 0,132
3 mmB- 4 3/16 x 25 4 – 4,69 = -0,69 -0,692/4,69
= 4,69 = 0,29
4 mmbb 1 1/16 x 25 1 – 1,56 = -0,56 -0,562/1,56
= 1,56 = 0,71
Jumlah 25 25 0 1,265
*ratio = 9 : 3 : 3 : 1

4.2 Pembahasan

Pada tabel 4.1 Monohibrid Perorangan didapat hasilmya MM(merah) berjumlah 1


percobaan pengambilan, dan Mm(merah) berjumlah 4 percobaan pengambilan, sedangkan
untuk mm(putih) tidak ada dan total jumlah percobaan pengambilan adalah 5 . Lalu pada
tabel 4.2 Monohibrid Kelompok dari total 5 Pratikan yang mengujicoba pengocokan dalam
kantong plastic didapat hasilnya MM(merah) berjumlah 6 percobaan pengambilan, lalu
Mm(merah) berjumlah 14 percobaan pengambilan, dan mm(putih) berjumlah 5 percobaan
pengambilan dengan total jumlahnya 25, hasil percobaan pengambilan yang diantaranya 1
pratikan mendapat 5 kali percobaan pengambilan. Selanjutnya pada tabel 4.3 Dihibrid
Perorangan didapat hasilnya M-B- berjumlah 2 percobaan pengambilan, lalu M-bb
berjumlah 2 percobaan pengambilan, dan mmB- berjumlah 1 percobaan pengambilan,
sedangkan mmbb tidak ada hasilnya dengan total jumlah percobaan 5 kali. Pada tabel 4.4
Dihibrid Kelompok didapatkan hasilnya M-B- berjumlah 15 percobaan pengambilan, lalu
M-bb berjumlah 5 percobaan pengambilan, dan pada mmB- berjumlah 4 percobaan
pengambilan, dan yang terakhir ada mmbb berjumlah 1 percobaan pengambilan, dengan
total semua berjumlah 25 percobaan pengambilan.

Lalu pada tabel 4.5 Uji Chi-Square Monohibrid dengan ratio 1 : 2 : 1 mendapatkan
hasil X2 adalah 0,44. Dan pada tabel 4.6 Uji Chi-Square Dihibrid dengan ratio 9 : 3 : 3 : 1
mendapatkan hasil X2 adalah 1,265. Hasil Uji Chi-Square menggunakan rumus berikut

sehingga bias dibuktikan kavalidtannya, berikut telah saya jabarkan


hasil dan pembahasan laporan imitasi perbandingan genetis.
BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan yang monohybrid dengan ratio 1:2:1 didapatkan hasil

uji chisqure total sebesar 0,44 dan hasil percobann dihibrid ratio 9:3:3:1 total sebesar 1,265.

Dengan jumlah pratikan yang diuji adalah 5 orang dengan masing – masing orang

melakukan 5 kali percobaan pengambilan dengan total seluruhnya 25 kali percobaan

pengambilan.

5.2 Saran

Sebaiknya pada praktikum selanjutnya pengolahan data lebih teliti dan

menggunakan peralatan laboratorium dengan baik serta menjaga kebersihan laboratorium.


DAFTAR PUSTAKA

Agus, R., dan Sjafaraenan. 2013. Penuntun Praktikum Genetika. Universitas Hasanuddin.


Makassar.
Cahyono, F., 2010. Kombinatorial dalam Hukum Pewarisan Mendel. Institut Teknologi
Bandung.
Kusuma, N. N., 2012. Hubungan Celebrity Worship Terhadap Idola K-POP (Korean Pop)
dengan Perilaku Imitasi Pada Remaja. Universitas Brawijaya: Malang.

Nusantari, E., 2013. Jenis Miskonsepsi Genetika yang Ditemukan pada Buku Ajar di
Sekolah Menengah Atas. Jurnal Pendidikan Sains. 1 (1): 59-60.

Oktarisna, F. A., Andy, S., Arifin, N. S., 2013. Pola Pewarisan Sifat Warna Polong pada
Hasil Persilangan Tanaman Buncis (Phaseolus vulgaris L.) Varietas Introduksi
dengan Varietas Lokal. Jurnal Produksi Tanaman. 1 (2): 82-84.

Putri E. D., 2013. Aplikasi Kombinator dalam Analisis Genetika Mendelian. Jurnal
Pendidikan Sains. 1(1): 23-26.

Ramandhani M. R., 2013. Penerapan Pattern Matching dalam Penentuan Pewarisan Sifat
Genetis Tetua pada Anaknya. Institut Teknologi Bandung.

Suryo, 2011. Genetika Manusia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Susanto, A. H., 2011. Genetika. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai