Anda di halaman 1dari 14

MINIRISET FISIOLOGI HEWAN

ANALISIS ENZIM PENCERNAAN PADA USUS IKAN MAS


(Cyprinus carpio)

OLEH KELOMPOK 5

ANGGI UTAMI NIM : 417

ARYANTO SAPUTRA LUMBAN GAOL NIM : 417

DANA FADILA NIM : 417

DARA KHUSNUL KHOTIMAH NIM : 417

SITI RAMAH ALFIDAYATI NIM : 417

VIVIN ENNORA BR LT NIM : 4173341079

PENDIDIKAN BIOLOGI A 2017

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaika tugas Miniriset Fisiologi Hewan ini tepat pada waktu
yang telah ditentukan.

Tugas ini di buat untuk memenuhi tugas dalam Mata Kuliah Fisiologi Hewan. Selain itu,
miniriset juga dijadikan sebagai sarana untuk menambah wawasan bagi pembacanya.

Kami menyadari bahwa tugas ini mungkin masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari dosen dan teman-teman sekalian. Saran dan
kritik yang di berikan akan kami terima dengan lapang dada. Mudah-mudahan miniriset ini
dapat berguna bagi pembacanya dan terutama pada kami. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

Medan,

Kelompok 5
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Sistem pencernaan pada hewan umumnya sama dengan manusia, yaitu terdiri atas mulut,
dilakukan secara fagositosis dan secara intrasel, sedangkan pada hewan-hewan vertebrata sudah
memiliki alat pencernaan yang sempurna yang dilakukan secara ekstrasel. Bagian-bagian
utamanya terdiri dari mulut, hulu kerongkongan, kerongkongan, lambung, usus kecil, dan usus
besar (Guyton,1995)
Karbohidrat adalah kelompok nutrien yang penting dalam susunan makanan, sebagai
sumber kalori. Sumber karbohidrat diantaranya gula pasir, buah-buahan, madu, sayuran, susu,
dan produk olahannya. Makanan yang berasal dari hewan, misalnya daging atau ikan
mengandung sangat sedikit karbohidrat kecuali sejumlah kecil glikogen. Bahan-bahan makanan
di atas tidak dapat diserap dalam bentuk alami melalui mukosa saluran pencernaan dan karena
alasan ini, bahan-bahan tersebut tidak berguna sebagai zat nutrisi tanpa proses pencernaan, baik
pencernaan mekanik maupun pencernaan kimiawi. Proses pencernaan kimiawi sesungguhnya
sangat sederhana, karena pada ketiga jenis zat makanan utama (karbohidrat, protein, dan lemak)
terjadi proses hidrolisis dasar yang sama (Guyton, 1997).

Pada sebagian vertebrata, khususnya mamalia, pencernaan makanan secara kimiawi mulai
terjadi di rongga mulut dimana yang dicerna pertama kali adalah karbohidrat. Kemudian hasil
hidrolisis karbohidrat akan menuju ususs halus untuk dicerna menjadi molekul yang lebih
sederhana lagi. Usus halus merupakan tempat terjadinya absorbsi makanan, karena itulah dapat
dikatakan bahwa sebenarnya pencernaan makanan secara kimiawi berpusat di usus halus
(intestinum), terutama pada spesies ikan. Hal tersebut dikarenakan proses pencernaan kimiawi
pada ikan baru di mulai di bagian ususnya karena rongga mulut ikan tidak memilki kelenjar
saliva yang mampu menghasilkan amilase saliva. Karena itulah dilakukan percobaan ini dimana
tujuannya adalah menganalisis enzim pencernaan makanan yang terdapat di usus ikan,
khususnya ikan mas (Cyprinus carpio) serta menguji fungsi empedu dalam sistem pencernaan.

1.2. Rumusah Masalah


1. Apa saja macam- macam enzim pencernaan yang terdapat pada saliva dan usus ikan?

2. Bagaiman fungsi empedu dalam pencernaan makanan?

3. Bagaimana pengaruh cairann empedu terhadap lemak?

1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui macam-macam enzim pencernaan yang terdapat pada saliva dan usus ikan.

2. Untuk mengetahui fungsi empedu dalam pencernaan makanan

3. Untuk mengetahui pengaruh cairan empedu terhadap lemak

BAB II

PEMBAHASAN
2.1. Sistem Pencernaan

Sistem pencernaan merupakan suatu proses pemecahan senyawa kompleks menjadi suatu
molekul yang lebih sederhana. Praktikum sistem pencernaan kali ini lebih menekankan pada
analisis enzim pada usus ikan mas (Cyprinus carpio) dimana tujuannya adalah untuk mengetahui
macam-macam enzim pencernaan makanan yang terdapat pada usus ikan serta mengetahui
fungsi empedu dalam proses pencernaan makanan.

Secara umum, sistem pencernaan dibedakan atas sistem pencernaan intraseluler dan
ekstraseluler. Invertebrata pada umumnya memiliki sistem pencernaan yang sangat sederhana,
bahkan tidak memiliki organ-organ pencernaan yang spesifik. Misalnya sponge yang mencerna
makanannya dengan menggunakan sel kolar. Di dalam sel kolar tersebut terdapat vakuola
makanan yang mengandung enzim-enzim pencernaan dan pada akhirnya makanan akan
disebarkan ke seluruh tubuh Sponge. Sedangkan pencernaan ekstraseluler merupakan sistem
pencernaan yang berlangsung di luar sel dan dilakukan oleh semua vertebrata, termasuk ikan mas
(Cyprinus carpio).

Hidayati (2007) mengemukakan bahwa sistem pencernaan vertebrata terdiri dari serangkaian
organ yang meliputi saluran pencernaan yang berawal dari mulut dan berakhir di anus serta
adanya organ asesoria berupa kelenjar pencernaan yang berupa pankreas dan hati. Sementara itu
hal yang paling mendasari perbedaan sistem pencernaan intraseluler dan ekstraseluler adalah
bentuk molekul organik yang dicerna. Pada sistem pencernaan intraseluler molekul organik yang
dicerna adalah molekul organik kompleks, sedangkan pada sistem pencernaan ekstraseluler
molekul organik yang dicerna adalah molekul organik sedrehana.

Telah dikatakan sebelumnya bahwa percobaan ini ditekankan untuk mengetahui analisis
enzim pada usus ikan, yaitu ikan mas. Secara umum, proses pencernaan ikan sama dengan
vertebrata lainnya. Akan tetapi, ikan memilki beberapa variasi, terutama dalam hubungannya
dengan cara memakan. Kebanyakan cara ikan mencari makanan dengan menggunakan mata.
Pembauan dan persentuhan digunakan juga untuk mencari makan terutama oleh ikan pemakan
dasar dalam perairan yang kekurangan cahaya. Ikan pemakan plankton memiliki mulut relatif
kecil dan umumnya tidak dapat dotonjolkan ke luar. Rongga mulut bagian dalam dilengkapi
dengan jari-jari tapis insang yang panjang dan lemas untuk menyaring plankton yang dimakan.
Mekanisme tersebutlah yang digunakan ikan mas dalam mencari makanannya. Berbeda dengan
mamalia, pada ikan pencernaan secara kimiawi dimulai di lambung (untuk ikan karnivora/
herbivora cenderung karnivora) atau di bagian depan usus halus (untuk ikan herbivora/ omnivora
cenderung herbivora), bukan di bagian rongga mulut. Hal tersebut dikarenakan ikan tidak
memilki kelenjar air liur yang dapat menhhasilkan enzim saliva (Fujaya, 2004).

Menurut Effendie (2002), ikan mas dapat memakan plankton dan dapat pula memakan
invertebrata kecil. Atas dasar inilah maka dapat dikatakan bahwa ikan mas merupakan ikan
omnivora dengan sistem pencernaan di antara karnivora dan herbivora. Namun karena ikan mas
tidak memilki lambung maka dapat dikatakan bahwa ikan mas merupakan ikan omnivora yang
cenderung herbivora. Hal tersebut dapat dibuktikan melalui hasil praktikum ini yaitu ketika ikan
mas dibedah dan diamati organ dalamnya tidak ditemukan adanya lambung, tetapi bagian depan
usus halus terlihat membesar dan bagian tersebut lebih dikenal dengan istilah “lambung palsu”.

Selain adanya “lambung palsu” bukti bahwa ikan mas adalah omnivora cenderung herbivore
adalah usus halus memilki panjang yang melebihi panjang baku tubuh ikan. Pada pengukuran
yang telah dilakukan diketahui bahwa tubuh ikan mas yang digunakan memiliki panjang baku 19
cm, sedangkan panjang ususnya mencapai 50 cm atau hampir tiga kali lipat dari panjang
tubuhnya. Usus yang panjang tersebut bertujuan untuk mendapatkan hasil hidrolisis
makromolekul makanan secara maksimal (Fujaya, 2004).

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa pencernaan makanan adalah penyerdehanaan makanan


yang pada awalnya berupa molekul komplek menjadi molekul sederhana. Dalam proses
pencernaan,komponen makanan berupa protein, lemak, dan karbohidrat harus dipecah menjadi
senyawa-senyawa sederhana yang merupakan komponen penyusunnya. Nutrien berbentuk
sederhana itulah yang nantinya dapat diserap oleh eritrosit dan diedarkan ke seluruh tubuh yang
selanjutnya digunakan untuk mensintesis senyawa baru (anabolisme) atau dioksidasi untuk
menghasilkan energi (katabolisme).

Di dalam lambung, protein akan mengalami denaturasi oleh kerja HCl dan dihidrolisis oleh
pepsin menjadi peptid. Pencernaan di dalam lambung ini merupakan suatu persiapan untuk
pencernaan di dalam usus. Kemudian di dalam usus peptid akan mengalami hidrolisis dimana
prosesnya dilakukan oleh enzim karboksipeptidase, tripsin, khimotripsin, elastase sebagai
katalisatornya menjadi polipeptid, tripeptid, dan dipeptid. Selanjutnya oligopeptid tersebut akan
dihidrolisis oleh enzim peptidase menjadi bentuk tripeptid dan dipeptid hingga akhirnya menjadi
asam amino. Fujaya (2004) menjelaskan bahwa pencernaan protein ikan yang tidak berlambung
seperti ikan mas terjadi di usus depan dan diperankan oleh enzim protease yang berasal dari
pankreas.

Fujaya (2004) mengemukakan bahwa ada dua proses penting dalam pencernaan lemak yaitu
emulsifikasi oleh garam empedu dan pencernaan oleh lipase. Emulsifikasi menyebabkan bahan
hasil pencernaan berbentuk butiran halus dengan permukaan yang lebih luas sehingga
memaksimalkan aktivitas enzim. Meskipun intensitasnya rendah, pencernaan lemak dimulai di
lambung dan akan dicerna secara intensif di bagian usus. Hidrolisis lemak oleh lipase akan
menghasilkan monogliserid dan asam lemak yang berukuran kecil dan disebut micel. Partikel
lemak dalam bentuk micel inilah yang siap diserap oleh dinding usus (enterosit).

Pencernaan karbohidrat yaitu pati dan glikogen dimulai oleh amilase saliva di dalam rongga
mulut dan terus berlanjut di dalam usus halus. Amilase pankreas menghidrolisis pati , glikogen,
dan polisakarida yang lebih kecil menjdi disakarida, termasuk maltosa. Enzim maltase akan
menyempurnakan dan menyelesaikan pencernaan maltosa dan memecahnya menjadi dua
molekul glukosa (galaktosa) yang merupakan gula sederhana. Selain maltase, pada usus halus
terdapat pula enzim disakaridase lainnya yaitu laktose dan sukrose. Laktose akan menghidrolisis
laktosa (gula susu) menjadi glukosa, sedangkan sukrose/sukrase/invertase akan menghidrolisis
sukrosa menjadi fruktosa. Menurut Campbell (2004), disakaridase tersebut dibuat dan berada
dalam membran dan matriks ekstraseluler yang menutupi epitelium usus halus. Pengkondisian
tersebut dikarenakan membran dan matriks ekstraseluler usus halus adalah tempat penyerapan
gula.

2.2. Macam-macam Enzim Pencernaan

● Enzim Amilase

Untuk membuktikan keberadaan enzim amilase pada usus ikan ini digunakan empat buah
tabung reaksi dimana setiap tabung diberi label A, B, C, dan D. Pemberian label tersebut
dilakukan untuk memudahkan pengamatan yang akan dilakukan suapaya tidak tertukar dengan
hasil pengamatan uji yang lain.
Tabung reaksi A dan B diisi dengan 2 ml reagen Benedict. Alasan pemakaian reagen Benedict
adalah reagen ini merupakan reagen yang digunakan pada setiap uji biokimia untuk mendeteksi
gula pereduksi dalam suatu larutan. Pada pengujian kali ini gula pereduksi tersebut adalah hasil
dari hidrolisis enzim amilase. Jadi jika hasilnya positif maka dapat dikatakan bahwa larutan
(ekstrak usus) mengandung enzim amilase.

Sementara itu dua buah tabung lainnya, yaitu tabung C dan tabung D diisi dengan 2,5 ml
larutan amilum 1%. Amilum merupakan polisakarida (karbohidrat) yang merupakan target dari
enzim amilase. Kemuadian pada tabung C ditambahkan 1 ml ekstrak usus dan tabung D
ditambahkan 1 ml aquadest. Pada pengujian ini tabung D merupakan kontrol atau pembanding
pengamatan. Setelah penambahan ekstrak usus dan aquadest, kedua tabung (C dan D) digoyang-
goyangkan secara perlahan selama 10 menit. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghomogenkan
larutan yang ada di dalamnya. Setelah 10 menit, lima tetes larutan dari tabung C dimasukkan ke
dalam tabung A dan lima tetes larutan dari tabung D dimasukkan ke dalam tabung B. Perlakuan
inilah yang dinamakan uji Benedict. Setelah itu tabung A dan B dipanaskan di atas api Bunsen
selama 5 menit. Pemanasan ini dilakukan untuk mempercepat proses hidrolisis enzim amilase
terhadap amilum karena semakin tinggi suhu semakin cepat kerja enzim.

Dari pengamatan yang telah dilakukan diperoleh hasil berupa perubahan warna pada larutan,
baik pada tabung A maupun pada tabung B. Pada awalnya, kedua tabung berisi larutan yang
berwarna biru (warna Benedict), tetapi tiga menit setelah pemanasan larutan di dalam tabung A
berubah warna menjadi hijau tua dimana semakin lama pemanasan terlihat adanya gradasi warna
yaitu sedikit warna kuning di permukaannya, kemudian hijau muda dan didominasi oleh warna
hijau tua.

Pada akhirnya terbentuk sedikit endapan berwarna orange di dasar tabung. Endapan tersebut
diindikasikan sebagai hasil positif keberadaan enzim amilase pada usus halus ikan mas (Cyprinus
carpio).

Anonim (2007) mengemukakan bahwa gula reduksi dengan larutan Benedict (campuran
garam Kupri Sulfat, Natrium Sitrat, Natrium Karbonat) akan membentuk reaksi reduksi oksidasi
dan dihasilkan endapan berwarna merah dari kupro oksida. Karena hasil percobaan ini
membentuk endapan yang berwarna orange maka diindikasikan pula ada beberapa factor yang
mempengaruhi hasil pengamatan. Factor utama adalah kekeliuran prosedur dimana seharusnya
botol fial/film gelap berisi ekstrak usus diletakkan di tempat gelap pula seperti laci meja atau
kolong tempat tidur, karena tempat gelap dapat memaksimalkan peluruhan enzim oleh gliserin,
sedangkan pada praktikum ini sendiri botol fial tersebut hanya diletakkan di atas rak
laboratorium diantara botol-botol lainnya. Indikasi kedua adalah kurang tingginya suhu saat
pemanasan sehingga mengurangi aktivitas kerja enzim. Akan tetapi, percobaan ini tetap
diasumsikan berhasil dan dinyatakan usus halus ikan positif mengandung enzim amilase.

● Enzim Maltase

Jika pati dihidrolisis dengan enzim amilase akan dihasilkan maltosa dan maltosa akan
dihidrolisis oleh enzim maltase menjadi galaktosa. Untuk membuktikan keberadaan enzim
maltase tersebut dilakukan pengujian yang prosedurnya sama dengan proses pengujian
keberadaan enzim amilase.

Hal yang dilakukan pertama kali adalah t abung reaksi A dan B diisi dengan 2 ml reagen
Benedict. Sementara itu dua buah tabung lainnya, yaitu tabung C dan tabung D diisi dengan 2,5
ml larutan sukrosa 1%. Sukrosa adalah salah satu disakarida yang nantinya akan dihidrolisis oleh
enzim maltase. Kemuadian pada tabung C ditambahkan 1 ml ekstrak usus dan tabung D
ditambahkan 1 ml aquadest.

Pada pengujian ini tabung D merupakan kontrol atau pembanding pengamatan. Setelah
penambahan ekstrak usus dan aquadest, kedua tabung (C dan D) digoyang-goyangkan secara
perlahan selama 10 menit. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghomogenkan larutan yang ada
di dalamnya. Setelah 10 menit, lima tetes larutan dari tabung C dimasukkan ke dalam tabung A
dan lima tetes larutan dari tabung D dimasukkan ke dalam tabung B. Kemudian, sama seperti
perlakuan di uji enzim amilase kedua tabung (tabung A dan B) dipanasakan di atas bunsen
dengan maksud mempercepat reaksi antara sukrosa dan enzim yang diindikasikan berada di
ekstrak usus halus, yaitu enzim maltase.

Dari pengamatan yang telah dilakukan diperoleh hasil berupa perubahan warna pada larutan,
baik pada tabung A maupun pada tabung B. Pada awalnya, kedua tabung berisi larutan yang
berwarna biru (warna Benedict), tetapi beberapa menit setelah pemanasan, larutan di dalam
tabung A berubah warna menjadi hijau yang pada akhirnya terbentuk sedikit endapan berwarna
orange di dasar tabung. Endapan tersebut diindikasikan sebagai hasil positif keberadaan enzim
maltase pada usus halus ikan mas (Cyprinus carpio). Akan tetapi, sama seperti hasil pengamatan
pembuktian enzim amilase hasil pengamatan pada pengujian ini bukanlah hasil maksimal dari
suatu uji Benedict karena seharusnya warna endapan adalah merah bata. Walaupun begitu dapat
dipastikan bahwa usus halus ikan mas mengandung enzim maltase.

● Enzim Tripsin

Tripsin merupakan salah satu protease atau enzim yang menghidrolisis protein. Menurut
Winarno (1995) tripsin lebih banyak digunakan dalam bidang bidang kedokteran daripada
industri makanan. Tripsin merupakan endopeptidase yang bentuk inaktifnya disebut tripsinogen.
Tripsin bekerja optimum pada pH asam / 1,8 (1,2 - 2).

Pembuktian adanya enzim tripsin pada usus halus ikan mas ini diawali dengan menyiapkan
putih telur atau albumin yang telah diencerkan dengan aquadest. Setelah itu putih telur
dimasukkan ke dalam dua buah tabung reaksi dimana setiap tabung reaksi diisi 1 ml putih telur.
Kemudian kedua tabung reaksi dipanaskan di atas api bunsen. Tujuan pengenceran putih telur
tadi akan terlihat pada saat pemanasan. Putih telur yang terlalu kental akan memadat dan
mengendap di dasar tabung dengan warna orange kecoklatan. Jika hal itu terjadi maka proses
hidrolisis albumin (putih telur) oleh enzim tripsin yang diindikasikan terkandung dalam usus
ikan mas akan berjalan sangat lama atau bahkan tidak berhasil. Karena itulah dilakukan
pengenceran dengan menggunakan aquadest. Penggunaan aquades sendiri dimaksudkan untuk
meminimalkan terjadinya kontaminasi pada putih telur sehingga tidak mengganggu proses
hidrolisis protein oleh tripsin.

Setelah itu salah satu tabung ditambahkan 1 ml ekstrak usus halus sedangkan tabung reaksi
yang lain ditambahkan 1 ml aquadest. Tabung reaksi yang ditambahkan aquadest ini digunakan
sebagai kontrol perlakuan. Setelah didiamkan selama sepuluh menit masing-masing tabung
reaksi ditetesi 2-4 tetes reagen biuret. Pengamatan yang didapat adalah terbentuknya cincin ungu
pada permukaan atas tabung reaksi (lihat gambar 4.2.) yang ditambahkan ekstrak usus halus,
sedangkan tabung reaksi yang berperan sebagai kontrol tidak mengalami perubahan. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa pada usus ikan mas terdapat pula enzim tripsin yang berperan
penting dalam memotong polipeptida protein menjadi ikatan-ikatan protein yang lebih kecil.
2.3. Fungsi Empedu

2.4. Pengaruh Empedu Terhadap Lemak

Hampir semua lemak dalam suatu hidangan mencapai usus halus dalam kondisi belum
tercerna sepenuhnya. Hal ini merupakan masalah bagi sistem pencernaan karena molekul lemak
tidak larut dalam air. Akan tetapi, karena adanya garam-garam empedu yang berasal dari
kantung empedu, lemak dapat dihidrolisis oleh lipase dengan segera sehingga dapat diserap dan
diedarkan ke seluruh tubuh. Kenyataan tersebut merupakan bukti bahwa empedu memilki
peranan penting paad sistem pencernaan, khususnya pencernaan lemak (Campbell, 2004).

Untuk mengetahui pengaruh penting empedu terhadap lemak dilakukanlah pengujian ini
dimana empedu yang digunakan adalah empedu ayam. Alasannya adalah empedu ayam mudah
di dapat tanpa harus memotong ayam sendiri karena di pasar-pasar tradisional empedu ayam
adalah sampah buangan yang tidak dipakai. Dengan begitu tidak menyulitkan
pengamat/praktikan ataupun merugikan pedagang. Setelah empedu mendapatkan empedu, isi
dari empedu tersebut dikeluarkan dengan cara menggunting permukaannya dan menuangkan
isinya ke dalam tabung reaksi atau mortar.

Setelah itu, cairan empedu yang berwarna hijau dimasukkan ke dalam tabung reaksi
sebanyak 1 ml dan kemudian ditambahkan 1 ml aquadest sebagai pengencer sehingga didapatkan
larutan empedu sebanyak 2 ml pada tabung reaksi tersebut (tabung A). Sementara itu,
dimasukkan 2 ml aquades ke dalam tabung reaksi lain (tabung B) dimana tabung ini digunakan
sebagai kontrol pengamatan. Selanjutnya masing-masing tabung ditambahkan 2 ml minyak
goreng yang dianggap sebagai sumber lemak pada praktikum ini.

Kedua tabung tersebut kemudian dikocok dengan kuat dengan maksud menghomogenkan
larutan yang ada di dalamnya karena sebelum pengocokan larutan di semua tabung reaksi
membentuk dua buah lapisan. Pada tabung A lapisan atas adalah minyak dan lapisan bawah
adalah cairan empedu, sedangkan pada botol B lapisan atas adalah minyak dan lapisan bawah
adalah aquadest.
Hasil yang terlihat setelah pengocokan adalah isi dari tabung A tidak lagi membentuk dua
lapisan, tetapi membentuk kompleks larutan dimana minyak tercampur oleh empedu. Sedangkan
pada tabung tidak terjadi perubahan apapun. Akan tetapi, meskipun isi tabung A terlihat menyatu
atau seperti larutan sebenarnya isi dari tabung A bukanlah suatu larutan, melainkan hanya sebuah
emulsi lemak yang prosesnya dinamakan emulsifikasi.

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa emulsifikasi ini merupakan proses pelapisan lemak
untuk memperkecil ukuran lemak sehingga memiliki luas permukaan yang lebih besar. Dengan
luas permukaan yang lebih besar ini enzim lipase akan lebih mudah menghidrolisis lemak dan
lemak dapat dengan mudah diedarkan ke seluruh tubuh. Pada percobaan ini pelapis lemak adalah
cairan empedu ayam sehingga dapat dikatakan bahwa cairan empedu adalah emulgator dan lebih
lanjut lagi dapt dikatakan bahwa empedu berfungsi untuk membantu penyerapan lemak.

BAB III

PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Petunjuk Praktikum Biokimia TA. Laboratorium Biologi Universitas Trunojoyo

Campbell. 2004. Biologi Jilid 3, Edisi Ke 5. Erlangga : Jakarta.

Effendie. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama : Yogyakarta

Fujaya, Yushinta. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Rineka Cipta :
Jakarta

Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Hidayati, Dewi. 2007. Modul Fisiologi Hewan. Program Studi Biologi ITS, FMIPA : Surabaya.

Jasin, Maskoeri. 1992. Zoologi Vertebrata. Sinar Wijaya : Surabaya

Poedjiadi, A., dan Supriyanti, F.M. 2007. Dasar-Dasar Biokimia. UI-Press : Jakarta

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta

Van De Graf, Kent, M. 1994. Atlas of Fisiology. Penerbit McGraw Hill : USA

Winarno, F.G. 1995. Enzim Pangan. PT. Gramedia pustaka Utama : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai