Anda di halaman 1dari 17

KARYA TULIS ILMIAH

HIPERHIDROSIS DARI SISI ENDOKRINOLOGI

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani


Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS-1) Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Disusun oleh:

Dokter Pembimbing:

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2017
BAB 1
PENDAHULUAN

Berkeringat adalah respons fisiologis normal yang bisa menjadi beban fisik

dan psikologis bila berlebihan. Hyperhidrosis adalah penyakit yang ditandai dengan

keringat yang melebihi jumlah fisiologis yang diperlukan untuk mempertahankan

homeostasis termal (1). Hiperhidrosis dapat bersifat lokal yang biasanya primer,

sering dimulai pada masa remaja dan sebagian didasarkan genetik. Hiperhidrosis

sekunder yang disebabkan oleh penyebab lain yang harus diselidiki seperti endokrin

(misalnya, Hipertirod dan Diabetes), kanker, neurologi dan infeksi (2) Kelainan

endokrin merupakan kelainan yang sering dikaitkan dengan hiperhidrosis general,

kelainan endokrin tersebut meliputi tirotoksikosis, hiperpituitarisme, diabetes

mellitus, pheochromocytoma, hipoglikemia, asam urat, dan menopause (3).

Hipersekresi growth hormone jangka panjang pada pasien dengan akromegali

juga dapat menginduksi perubahan fungsi kelenjar keringat yang tidak dapat

dipulihkan (4). Kelainan tiroid juga bisa meningkatkan suhu tubuh. Peningkatan

suhu tubuh ini yang disebabkan oleh karena thermogenesis, aktivitas otot yang

berlebihan dan juga ditambah dengan peningkatan suhu kulit misalnya karena

radiasi sinar matahari (5).

Terapi lini pertama untuk hiperhidrosis adalah aluminium klorida heksahidrat

20% (Drysol) selama 3-4 malam kemudian setiap malam sesuai kebutuhan. Iritasi

kulit ringan bisa terjadi akibat pemakaian. Jika keluhan tidak berkurang akibat

pengobatan topikal atau gejala bertambah parah, maka dapat dipertimbangkan obat
antikolinergik oral yang memblokir reseptor kolinergik, sedangkan untuk

hiperhidrosis sekunder yang dicurigai ada penyebabnya harus dicari penyebabnya

utamanya untuk menyelesaikan masalah utama dari hiperhidrosis (8).


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi, etiologi dan epidemiologi

Berkeringat adalah respons fisiologis normal untuk mengurangi suhu tubuh

namun bisa menjadi beban fisik dan psikologis bagi pasien bila dianggap

berlebihan. Hyperhidrosis adalah penyakit yang ditandai dengan keringat yang

melebihi jumlah fisiologis yang diperlukan untuk mempertahankan homeostasis

termal. Hyperhidrosis adalah penyebab potensial dari tekanan fisik dan psikologis

yang parah, mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari. (1)

Hiperhidrosis dapat bersifat lokal yang biasanya primer, sering dimulai pada

masa remaja dan sebagian didasarkan pada genetik. Hiperhidrosis sekunder yang

disebabkan oleh penyebab lain yang harus diselidiki seperti endokrin (misalnya,

Hipertirod dan Diabetes), kanker, neurologi dan infeksi. Hiperhidrosis general

umumnya terkait dengan faktor lingkungan atau gaya hidup, dan terkadang faktor

fisiologis. Pada kasus yang baru terjadi dengan penyebab yang tidak jelas, mungkin

dapat dicari penyebab sekundernya. (2) Kelainan endokrin merupakan kelainan

yang sering dikaitkan dengan hiperhidrosis general, kelainan endokrin tersebut

meliputi tirotoksikosis, hiperpituitarisme, diabetes mellitus, pheochromocytoma,

hipoglikemia, asam urat, dan menopause. Banyaknya keringat yang keluar tidak

memengaruhi kesehatan secara serius, namun bisa berpengaruh buruk terhadap

kualitas hidup penderita dan bisa menimbulkan perasaan malu, stres, depresi, dan

gelisah. (3)
Perkiraan prevalensi hiperhidrosis primer adalah 4,8% pada sekitar 15,3 juta

orang di Amerika Serikat dengan 70% di setidaknya satu area tubuh. Hanya 51%

yang pernah konsultasi ke tenaga kesehatan terkait kondisi mereka. (6) Penelitian

pada pasien hipertiroid menunjukkan bahwa 80% sampel mengalami berkeringat

yang berlebihan dan diikuti intoleransi terhadap panas, sedangkan pada pasien

dengan diabetes hanya 2,8% saja yang mengeluhkan keringat yang berlebihan. (7)

Klasifikasi hiperhidrosis berdasarkan penyebabnya :

1. Hiperhidrosis sebagai suatu bagian dari kondisi yang telah ada

(hiperhidrosis sekunder). Beberapa kondisi dapat menyebabkan

keringat berlebihan, sebagai suatu yang melibatkan seluruh tubuh :

 Hipertiroidisme atau penyakit endokrin yang sejenis.

 Terapi endokrin untuk kanker prostat.

 Penyakit-penyakit psikiatrik yang berat.

 Obesitas.

 Menopause.

2. Hiperhidrosis tanpa sebab yang diketahui (hiperhidrosis primer

atau essensial). Keadaan ini jauh lebih sering daripada hiperhidrosis

sekunder dan muncul secara umum, berlokasi pada satu atau

beberapa tempat dari tubuh lebih sering tangan, kaki, ketiak atau

kombinasi dari semua.

Hiperhidrosis tipe lainnya (8) :

a. Hiperhidrosis Lokalisata
Tempat-tempat predileksi pada telapak tangan, telapak kaki, dan

daerah intertriginosa yaitu aksila, lipatan inguinal, dan daerah

perineum. Kadang-kadang bias terdapat pada dahi, pangkal hidung,

dan daerah sternum. Penyebab dari hiperhidrosis lokalisata yaitu

emosional.

b. Hiperhidrosis Generalisata

Hiperhidrosis generalisata dapat terjadi oleh karena udara panas

dengan kelembaban tinggi seperti pada daerah tropis, sakit panas,

atau latihan yang berlebihan. Hal ini mungkin juga terjadi pada

kelainan hormonal seperti hipertiroidism, diabetes mellitus,

kehamilan, Parkinson, kelainan saraf simpatik, tumor metastatik

yang mengenai medulla spinalis, aspirin, dan obat-obat kolinergik

seperti pilokarpin atau pisostigmin, antidepresan golongan SSRI

atau trisiklik, dan opioid.

c. Hiperhidrosis Gustatorik

Hiperhidrosis ini terjadi pada bibir, hidung, dahi, dan sternum

setelah makan makanan panas dan pedas. Hal ini bersifat fisiologi

dan refleks dari kelainan ini belum diketahui. Hiperhidrosis

gustatorik dapat bersifat patologi seperti pada penderita kelainan-

kelainan glandula parotis atau penderita tumor.

2.2.4 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala hiperhidrosis meliputi :


 Terlihat sering berkeringat, bahkan tergolong berlebihan, sehingga

dapat terlihat melalui pakaian yang basah

 Keringat berlebihan mengganggu di kaki, ketiak, kepala atau wajah

 Tetesan keringat pada telapak tangan atau telapak kaki bersifat lebih

lengket

2.2. Patofisiologi

Sistem pengatur suhu menggunakan tiga mekanisme penting untuk

menurunkan panas tubuh ketika suhu tubuh menjadi sangat tinggi (9) :

1. Vasodilatasi pembuluh darah. Pada hampir semua area tubuh, pembuluh

darah mengalami dilatasi. Hal ini disebabkan oleh hambatan pusat

simpatis di hipotalamus posterior yang menyebabkan vasokonstriksi.

Vasodilatasi akan meningkatkan kecepatan pemindahan panas ke kulit

sebanyak delapan kali lipat.

2. Berkeringat. Efek peningkatan suhu tubuh sebanding dengan kecepatan

kehilangan panas melalui evaporasi, yang dihasilkan dari keringat ketika

suhu meningkat di atas nilai kritis 37°C. Peningkatan suhu tubuh tambahan

sebesar 1°C, menyebabkan pengeluaran keringat yang cukup banyak

untuk membuang 10 kali kecepatan pembentukan panas tubuh basal.

3. Penurunan pembentukan panas. Mekanisme yang menyebabkan

pembentukan panas yang berlebihan, seperti menggigil dan termogenesis

kimia, dihambat dengan kuat.

Tubuh manusia memiliki sekitar 4 juta kelenjar keringat, dimana 75% adalah

eccrine. Kelenjar keringat ekskrin adalah pelengkap epidermis yang diinervasi oleh
serat kolinergik dari sistem saraf simpatik, yang fungsinya utamanya adalah

menghasilkan keringat yang tidak berbau, tidak berwarna, dan bertanggung jawab

untuk mengatur suhu tubuh. Mereka ada di seluruh permukaan tubuh, terutama di

wilayah palmar, plantar, akila dan kraniofasial. Masing-masing kelenjar memiliki

bagian sekretori yang terdiri dari sel cuboidal di endodermis, yang saluran

ekskretorisnya diarahkan ke epidermis dan melalui lubang di permukaan kelenjar

Glukula menunjukkan pleksus kapiler di dasarnya. (10)

Sekresi ekrin dicapai melalui perpindahan ion kalsium dari lingkungan

ekstraselular ke bagian dalam yang mensekresikan, mengendalikan rangsangan dan

pengaktifan ion dan air. Keringat terdiri dari natrium klorida, air, 2-methylphenol,

4-methylphenol, urea dan metabolit nitrogen lainnya, menghasilkan sekresi

hipotonik sehubungan dengan plasma (10). Tidak ada temuan histopatologis yang

diidentifikasi pada individu dengan palmar hyperhidrosis, kelenjar keringat pada

pasien hiperhidrosis tidak berbeda secara histopatologis pada pasien normal, juga

tidak ada peningkatan jumlah atau ukuran kelenjar. Data ini menunjukkan bahwa

ada kelainan kompleks pada sistem saraf otonom yang melibatkan jalur simpatik

dan parasimpatis, yang menyebabkan hiperfungsi kelenjar keringat dan bukan

hipertrofi. (11).

Kelainan endokrin yang terkait dengan hiperhidrosis meliputi tirotoksikosis,

hiperpituitarisme, diabetes mellitus, pheochromocytoma, hipoglikemia, asam urat,

dan menopause. Meskipun produksi panas meningkat dengan aktivitas metabolik

yang lebih tinggi dari keadaan hipertiroid dapat menyebabkan keringat meningkat,

tingkat keringat yang meningkat secara signifikan tidak terlihat pada tirotoksikosis
(10). Seperti pada pasien dengan kelainan tiroid, hormon tiroid mempotensiasi

reseptor alfa dan beta adrenergik di beberapa jaringan di seluruh tubuh. Kondisi

yang terkait dengan tingginya aktifitas simpatik dapat menyebabkan keringat

berlebihan. Tidak ada peningkatan kepekaan kelenjar keringat terhadap rangsangan

yang meningkatkan sekresi keringat. Aktivitas metabolik yang meningkat akibat

hipopituitarisme dapat menyebabkan gangguan termoregulasi yang menyebabkan

peningkatan pengeluaran keringat. Berkeringat berlebihan, takikardia, dan sakit

kepala pada pasien hiperhidrosis harus meningkatkan kecurigaan

pheochromocytoma dan pengukuran kadar katekolamin yang cepat (11). Pasien

diabetes biasanya mengalamihiperhidrosis fokal sekunder yang disebabkan karena

kerusakan saraf perifer, yang disebabkan oleh neuropati diabetes. Hal tersebut

mengakibatkan berkeringat banyak sebagai manifestasi saraf perifer pada awal

polineuropati dan mungkin hilang saat kerusakan saraf berlangsung. (12)

Kelainan tiroid juga bisa meningkatkan suhu tubuh. Peningkatan suhu tubuh

ini yang disebabkan oleh karena thermogenesis, aktivitas otot yang berlebihan dan

juga ditambah dengan peningkatan suhu kulit misalnya karena radiasi sinar

matahari. Reseptor panas dan dingin terletak di kulit dan bagian dalam, yang

melewati impuls melalui serabut A dan C ke sistem saraf pusat. Neuron

termosensitif sentral terletak di sumsum tulang belakang, batang otak

(pembentukan retikuler, inti raphe), dan hipotalamus (inti preoptik hipotalamus

anterior). Hipotalamus adalah pusat integrasi semua aosens termosensori.

Fungsinya untuk mengatur suhu tubuh sampai level 37 derajat celcius (lebih tinggi

jika suhu tubuh dinaikkan). Bergantung pada tingkat suhu target dan suhu aktual,
thermogenesis dibuat melalui tremor otot dan vasokonstriksi kutaneous yang salah

satunya dipengaruhi oleh hormon yang melakukan kompensasi dalam bentuk

pelepasan panas melalui keringat dan kutaneous. Tingkat berkeringat juga turun

dalam kasus hipovolemia dan peningkatan osmolaritas plasma (5).

Hipersekresi growth hormone jangka panjang pada pasien dengan akromegali

menginduksi perubahan fungsi kelenjar keringat yang tidak dapat dipulihkan,

dengan SSR yang terus meningkat meskipun pengobatan dan penyembuhan klinis

telah ditempuh. Pada pasien GHD, SSR berkurang pada laki-laki tetapi tidak pada

wanita, yang bersama-sama dengan perbedaan jenis kelamin yang ditetapkan dalam

kontrol normal menekankan peran defisiensi androgen sebagai kofaktor untuk

mengurangi keringat pada pasien hipopituitary. Perkembangan kelenjar keringat

nampaknya lebih rentan terhadap kekurangan hormon pada masa kanak-kanak dan

remaja daripada di masa dewasa, sedangkan hormon pertumbuhan yang berlebihan

dapat memodifikasi fungsi keringat di kemudian hari (4).


Gambar 2.1. Umpan balik negatif yang terlibat dalam termoregulasi fisiologis.

2.3. Diagnosis

Saat anamnesis, penderita hiperhidrosis melaporkan keringat berlebihan,

biasanya dengan jumlah kelenjar kelenjar yang tinggi di kulit termasuk telapak

tangan, telapak kaki, wajah, kepala dan/atau aksila. Hiperhidrosis primer lebih

sering terlihat pada populasi yang lebih muda, pasien yang memiliki gejala lebih

dari enam bulan, mereka yang memiliki riwayat keluarga mengalami gangguan

tersebut, dan pasien dengan keterlibatan bilateral. Gejala yang muncul di usia

dewasa dan berkepanjangan biasanya disebabkan oleh penyakit penyerta, atau

hiperhidrosis sekunder. (3).

Tanda dan gejala hyperhidrosis antara lain: biasanya pasien terlihat sering

berkeringat, bahkan tergolong berlebihan, sehingga dapat terlihat melalui pakaian

yang basah; bahkan ada yang abnormal seperti keringat yang berlebihan sampai

mengganggu di bagian kaki, ketiak, kepala atau wajah; dan tetesan keringat pada

telapak tangan atau telapak kaki bersifat lebih lengket. Didapatkan keluhan

penderita mengeluarkan keringat yang berlebihan, yang bisa menghambat

aktivitasnya sehari-hari (13).

Pada pasien dengan curiga hipoglikemia. gejala awalnya adalah berkeringat,

badan gemetaran, lemah, lapar dan mual. Hipoglikemia juga bisa terjadi setelah

makan, terutama pada orang-orang yang telah menjalani pembedahan lambung atau

usus. Untuk mengetahui penyebab dari hiperhidrosis, perlu dilakukan anamnesis

yang lebih mendalam untuk mencari penyebab yang mendasarinya seperti

hipoglikemia, hipertiroidisme (penurunan berat badan, denyut jantung yang cepat


atau tidak teratur, gelisah dan keringat yang berlebihan). Pemeriksa harus

menanyakan riwayat penyakit seperti diabetes mellitus atau hipertiroid.

Penggunaan obat diabetes yang tidak teratur juga dapat menyebabkan keringat

berlebih akibat dari neuropati maupun hipoglikemi. Diagnosis biasanya dibuat dari

penilaian klinis, jadi inspeksi visual dari situs umum dianjurkan. Ada skala visual

yang ada yang mengukur tingkat keparahan keringat palmar, dan lokasi lain (3).

Jika penyebab sekunder dicurigai, harus dipertimbangkan untuk melakukan

pemeriksaan darah lengkap, kimia klinik, fungsi tiroid, rontgen dada, ANA, dan

HbA1C. Tes ini akan membantu mengesampingkan infeksi, disfungsi ginjal,

keganasan, diabetes mellitus, penyakit tiroid, gangguan inflamasi, atau penyakit

jaringan ikat yang semuanya dapat dikaitkan dengan hiperhidrosis (3). Tes fungsi

tiroid digunakan untuk menyatakan kemungkinan hipertiroidisme atau

tirotoksikosis, dan kadar glukosa darah menyatakan kemungkinan hipoglikemia.

Katekolamin urin juga harus diperiksa untuk melihat kemungkinan

pheochromocytoma.

2.4. Tata laksana

Terapi lini pertama untuk hiperhidrosis adalah aluminium klorida heksahidrat

20% (Drysol) selama 3-4 malam kemudian setiap malam sesuai kebutuhan. Iritasi

kulit ringan bisa terjadi akibat pemakaian. Jika keluhan tidak berkurang akibat

pengobatan topikal atau gejala bertambah parah, maka dapat dipertimbangkan obat

antikolinergik oral yang memblokir reseptor kolinergik (termasuk oxybutynin 5-10

mg/hari atau glikoproteilrolial topikal 0,5-2,0%). Antikolinergik (glikopirolat,


methatheline bromida, oxybutinin) dan agonis alpa adrenergik (clonidine) yang

paling sering digunakan dalam praktek klinis(8).

Gambar 2.2. Penatalaksanaan Hiperhidrosis Umum

Antikolinergik bekerja dengan menghambat kompetitif dari asetilkolin pada

reseptor muskarinik (afinitas untuk reseptor M3 dalam jaringan kelenjar). Dosis

optimal untuk setiap agen ini masih dalam penelitian, namun dosis yang sering kali

digunakan: glycopyrrolate 1-2 mg dua kali sehari, oxybutinin 5-7,5 mg dua kali

sehari, dan methantheline bromide 50 mg dua kali sehari. Clonidine diberikan 0,1

mg dua kali sehari adalalah agen antihipertensi yang meningkatkan fungsi reseptor

alfa adrenergik (α2 agonist) menghambat output simpatik. Agen oral memiliki
penggunaan untuk semua subtipe hiperhidrosis (axilla, palmoplantar, craniofacial/

gustatori) (14). Selain itu, Jika penyebab sekunder dicurigai, pengobatan gangguan

yang mendasari atau penghentian pengobatan yang dicurigai dianjurkan selain

terapi reguler (8).


BAB 3
PENUTUP

Hyperhidrosis adalah penyakit yang ditandai dengan keringat yang melebihi

jumlah fisiologis yang diperlukan untuk mempertahankan homeostasis termal.

Hyperhidrosis adalah penyebab potensial dari tekanan fisik dan psikologis yang

parah, mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari. Hiperhidrosis terbagi atas

primer yang tidak ada penyebab utamanya dan biasanya dari kanak-kanak,

hiperhidrosis sekunder yang disebabkan oleh penyakit lainnya dan harus dicari

penyebab utamanya, seperti: tiroid, hipoglikemi, dan gangguan hormon

pertumbuhan.

Terapi lini pertama untuk hiperhidrosis adalah aluminium klorida heksahidrat

20% (Drysol) selama 3-4 malam kemudian setiap malam sesuai kebutuhan. Iritasi

kulit ringan bisa terjadi akibat pemakaian. Jika keluhan tidak berkurang akibat

pengobatan topikal atau gejala bertambah parah, maka dapat dipertimbangkan obat

antikolinergik oral yang memblokir reseptor kolinergik (termasuk oxybutynin 5-10

mg/hari atau glikoproteilrolial topikal 0,5-2,0%). Hiperhidrosis sekunder harus

dicari penyebab utamanya untuk ditangani.


DAFTAR PUSTAKA

1. Turning the tide: a history and review of hyperhidrosis treatment. Lee, K. Y.


C., Levell, N. J. Norwich : The Royal Society of Medicine Journal, 2013,
Vol. 5(1) 1-4.
2. Treatment of hyperhidrosis (excessive sweating). Salava, A, Jousimma, J.
s.l. : Europe PMC, 2016, Vol. 132(3): 247-252.
3. Brackenrich, J., Fagg, C. Hyperhidrosis. s.l. : Stat Pearls Publishing LLC,
2017.
4. Sweat secretion rates in growth hormone disorders. Sneppen, S. B., et al.
s.l. : Clinical Endocrinology, 2000.
5. Hyperhidrosis-causes and treatment of enchanced sweating. Schlereth, T.,
Dieterich, M., Birklein, F. 3, Mainz : Deutsches Ärzteblatt International,
2009, Vol. 106.
6. Hyperhidrosis: an update on prevalence and severity in the US. Doolittle, J.,
Walker, P., Mills, T., Jane, T. 10, New York City : Archives of
Dermatological Research, 2016, Vol. 308 page 743-749.
7. a clinical study of the cutaneus manifestations of hypertyroidism in Kashmir
Valley-India. Keen, M. A. et al. Srinagar : Our Dermatology Journal, 2016.
8. Wiesman, M. C. Disorder of apocrine sweat glands. New York : Mc Graw-
Hill, 2012.
9. Guyton, A. C., Hall, J. E. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta : EGC,
2013. 12.
10. Palmar hyperhidrosis: clinical, pathopysiological, diagnostic and
therapeutic aspects. Romero, F. R., Miot, H. A., Haddad, G. R., Cataneo,
D. C. Botacatu, Brasil : Anais Brasileiros de Dermatologia, 2016, Vol.
91(6): 716-25.
11. Dermatologic manifestations of endocrine disorders. Lause, M., Kamboj,
A., Faith, E. F. Colombus : Translational Pediatriic, 2017, Vol. 17; 6(4):
200-312.
12. Hyperhidrosis-causes and treatment of enhanced sweating. Schlereth, T.,
Dieterich, M., Birklein, F. s.l. : Deutsches Arzteblatt International, 2009,
Vol. 106(3): 32-37.
13. Sweat secretion rates in growth hormone disorders. Sneppen, S. B. s.l. :
Clinical endocrinology, 2000.
14. Diagnosis and management of hyperhidrosis. Benson, R. A., et al. s.l. :
BMJ, 2016.

Anda mungkin juga menyukai