Anda di halaman 1dari 27

AKADEMI TEKNIK SOROAKO

MAKALAH KEWARGANEGARAAN
HUMANIORA

OLEH
NAMA : RIDWAN
NIM : 210018
KELAS :IA
SPESIALISASI : PERAWATAN MEKANIK

Tahun Akademik 2010/2011


Jl. Soemantri Brojonegoro No. 1 Soroako
Sulawesi Selatan - Indonesia
Tlp. (021) 5249100 Ext. 3803
HUMANIORA

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas karunia-Nya
makalah ini dapat penulis selesaikan. Adapun judul makalah ini adalah, “Humaniora”.

Penulis menyadari bahwa untuk menyelesaikan makalah ini diperlukan proses perjuangan
dan ketekunan. Dalam proses penyusunan makalah ini penulis tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak lain. Untuk itulah perkenankan penulis pada kesempatan ini untuk mengucapkan
terima kasih kepada yang terhormat Bapak Haryo Wijayanto selaku dosen yang telah
membimbing penulis, kepada teman-teman, dan kepada berbaga pihak yang terkait.

Doa penulis semoga segala bantuan dari semua pihak yang telah membantu penulis
mendapatkan berkat dari Tuhan Yang Maha Esa.Penulis menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan penulis. Untuk itu penulis menerima kritik dan
saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan makalah ini. Akhir kata semoga makalah
ini memberi manfaat bagi yang membacanya.

Sorowako, 13 Juli 2011


Penulis

Ridwan

ii
HUMANIORA

DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
I.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 1
I.2 Tujuan Penulisan ........................................................................................................ 2
I.3 Kegunaan Penulisan ................................................................................................... 2
I.4 Cakupan Masalah ...................................................................................................... 2
I.5 Metode Pengumpulan Data ......................................................................................... 2
I.6 Sistematika Penulisan .................................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 4
II.1 Defenisi Umum .......................................................................................................... 4
II.2 Sejarah Humniora ....................................................................................................... 6
II.3 Bidang – bidang Humaniora ...................................................................................... 7
BAB III PEMBAHASAN ............................................................................................... 11
III.1 Etika .......................................................................................................................... 11
III.2 Retorika ..................................................................................................................... 16
III.3 Estetika .................................................................................................................... 19
III.4 Logika ....................................................................................................................... 20
BAB IV PENUTUP ......................................................................................................... 22
IV.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 22
IV.2 Saran ......................................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 24

iii
HUMANIORA

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Humaniora berasal dari program pendidikan Cicero yaitu “Humanitas” yang
bertujuan menjadikan orator yang andal (Woodhouse 2002:1) humanitas berarti
kualitas, perasaan, dan peningkatan martabat kemanusiaan dan lebih berfungsi
normatif dari pada deskriptif. Gellius mengidentikkan humanitas dengan Paideia
(bahasa yunani yaitu pendidikan yang bertujuan mempersiapkan orang menjadi
manusia dan warga negara bebas). Pada zaman modern pengertian humanitas
berkembang menjadi dua makna khusus, pertama mengacu kepada perasaan
kemanusiaan & tingkah laku, kedua tujuan pendidikan liberal (pengembangan
intelektual & keterampilan). Humaniora menjadikan manusia (humanus) lebih manusia
(humanior) terdiri dari 3 bidang (trivium) : gramatika, logika, & retorika. (J.Drost 2002
: 2). Dari trivium berkembang menjadi quadrivium : geometri, aritmatika, musik &
astronomi. Ilmu Humaniora akan menghasilkan interpretasi-interpretasi yang
memungkinkan adanya suatu orientasi bagi tindakan manusia dalam kehidupan
bersama Mahasiswa harus memiliki kematangan baik intelektual maupun emosional
(J.Drost). Awal abad ke-21 ini dunia dikuasai 4 bidang teknologi yaitu : Informasi, bio-
teknologi, Nano, dan Terraformasi. (M.T. Zen pakar teknologi Indonesia).Informasi,
terkait dengan kemajuan dibidang pertelevisian, internet, handphone, yang
memudahkan penyampaian dan penerimaan informasi dlm akselerasi yang luar biasa.
Bioteknologi, terkait dengan pemanfaatan di bidang peternakan, pertanaian,
kedokteran, teknologi kloning yang memanipulasi Gen.Ilmuwan mampu mengatur
kedudukan atom-atom yang membentuk molekul-molekul dan penjajagan manusia
untuk membuat struktur kehidupan baru diruang angkasa (planet Mars). Hasil
perkembangan ilmu humaniora tidak optimal disebabkan karena beberapa faktor,
antara lain masih kuatnya pengaruh positivistik dalam dunia akademik, sehingga
ukuran ilmiah selalu diperlakukan seragam yakni eksak, terukur, dan bermanfaat.
Penomorduaan terhadap ilmu humaniora dalam berbagai aktivitas ilmiah bahkan dalam
bentuk pengakuan atau opini masyarakat (IPA Vs IPS). Gagap teknologi (Gatek)

1
HUMANIORA

dipandang lebih memalukan dari pada gagap budaya (Gaya) & Gagap Kemanusiaan.
Rendah diri yang menghinggapi kalangan ilmuwan di bidang humaniora. SDM yang
menggeluti Ilmu Humaniora kurang serius dan hanya dijadikan aktivitas sambilan.
Rendahnya dukungan pemerintah terhadap riset ilmu humaniora dibandingkan ilmu
eksak. Lemahnya aspek metodologi yang dikuasai para empu ilmu humaniora sehingga
kurang kena sasaran. Ilmu humaniora kurang dilibatkan sebagai mitra dialog/mitra riset
iptek.

I.2 Tujuan Penulisan


Dalam pembuatan makalah ini tentunya penulis mempunyai beberapa tujuan,
beberapa tujuan penulis adalah :

 Mengetahui cara beretika


 Mengetahui cara berestetika
 Mengetahui cara berlogika
 Mengetahui cara berretorika
dengan baik dan benar.

I.3 Kegunaan Penulisan


Kegunaan dari makalah ini adalah untuk menjadi pedoman pembelajaran tentang
kewarganegaraan khususnya humaniora sehingga dapat menambah pengetahuan
pembaca dan penulis tentang humaniora.

I.4 Cakupan Masalah


Karena dalam pembuatan makalah ini penulis hanya mendapatkan sedikit informasi
dan tentunya karena keterbatasan penulis dalam makalah ini penulis membatasi
masalah yaitu hanya membahas tentang cara – cara beretika, berlogika, berestetika,
berretorika dalam humaniora.

I.5 Metode Pengumpulan Data


Dalam penyusunan makalah ini penulis menggunakan metode pengumpulan data,
agar data-data yang didapat lebih komplit dan sesuai dengan informasi yang di inginkan

2
HUMANIORA

pembaca, metode yang digunakan adalah metode pustaka, yaitu metode pengumpulan
data dengan melakukan pengambilan data dari situs internet.

I.6 Sistematika Penulisan


Dalam penulisan karya tulis ini penulis menggunakan sistematika sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN, dalam bab ini berisi tentang latar belakang , tujuan dan
kegunaan, pembatasan masalah, metode pengumpulan data serta sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, berisi tentang defenisi umum, sejarah humaniora, dan
bidang – bidang humaniora
BAB III PEMBAHASAN, berisi tentang etika, retorika, estetika, dan logika
BAB IV PENUTUP, dalam bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran.

3
HUMANIORA

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Defenisi Umum


Secara bahasa, kita mengenal istilah humaniora (Latin), humanities (Inggris),
humanisme, humanitarian, humanitarianisme, humanis, yang semuanya berasal dari
kata human, yang berarti mankind, manusia, makhluk dengan derajat tertinggi.
Humaniora maupun humanitas, kedua-duanya dipergunakan dalam bahasa
Latin/Yunani, misalnya dalam Literae Humanitates, atau Literae Humaniores. Oleh
karena literatur Yunani/Latin adalah sumber utama dari pengetahuan, kebijaksanaan
dan ekspresi, maka humanitas (Latin) berarti bahasa dan literatur (termasuk filsafat,
sejarah, ilmu pidato, dan sastra), Yunani dan Romawi kuno.
Sebagai gerakan, humaniora bangkit berbarengan dengan renaisans, sesudah
ditemukannya kembali pustaka dan peradaban Yunani/Romawi kuno, yang
membangkitkan minat kepada manusia, budaya, dan karyanya.
Bahasa Indonesia, yang menerjemahkan kata-kata Inggris dengan suku kata akhir
ty, misalnya university, faculty, dan lain-lain, dengan …tas, yang menjadi universitas
dan fakultas, cenderung lebih menggunakan kata humaniora daripada humanitas. Hal
ini menunjukkan bahwa humaniora bukan terjemahan dari humanity (Inggris), tetapi
dari bahasa Latin humaniores. Selanjutnya dalam tulisan ini dipakai kata humaniora
dan bukan humanitas. Sedang kata humanitas (kb) diartikan sebagai kodrat manusia
atau perikemanusiaan (Fajri dan Senja). Perlu dicatat juga terdapat penggunaan kata
humaniora sebagai padanan dari humanisme, misalnya oleh Riyadi DS, (2005).

Humaniora dapat berarti :


1. Studi tentang bahasa-bahasa dan sastra klasik Yunani dan Romawi
2. Cabang pengetahuan yang mempelajari manusia dan budayanya, seperti filsafat,
sastra, dan seni; tidak termasuk di dalamnya ilmu (science) seperti biologi dan ilmu
politik. Agama/kepercayaan kepada Tuhan, juga kemudian, sejak William Caxton
(1422-1491) tidak dimasukkan dalam kajian humaniora (Morris, 1981; Encycl Brit
1973)

4
HUMANIORA

3. Dalam arti yang paling umum, humaniora adalah kualitas, perasaan dan
kecenderungan, bukan saja deskriptif tetapi juga normatif. Dalam kaitan ini
humaniora mempunyai konotasi perasaan dan perilaku manusia sebagai gentleman,
orang yang berbudi luhur dan sifat-sifat luhur yang melekat dengannya. Humaniora
juga mempunyai konotasi budaya intelektual. Humaniora dimaksudkan juga studi,
pelatihan, proses yang menghasilkan kualifikasi tersebut. Istilah inhumanitas
diartikan sebagai not civilized, tidak berbudaya, atau bar-bar.

Kata-kata yang berdekatan dengan humaniora, bahkan sering disama artikan, adalah
sebagai berikut:
 Humanitarian (kata sifat)
o Memfokuskan pada kebutuhan manusia dan menghilangkan/mengangkat
penderitaan manusia
o Berkaitan dengan pengabdian pada usaha-usaha kesejahteraan manusia dan
dorongan untuk perubahan masyarakat (social reform) = phylantopist, filantropis
 Humanitarianisme
o Pandangan, dasar-dasar, metoda dari humanitarian = filantropi
o Keyakinan, bahwa satu-satunya kewajiban moral manusia adalah bekerja untuk
kesejahteraan kemanusiaan yang lebih baik (berdekatan dengan pengertian etik)
o Keyakinan bahwa kondisi manusia dapat mencapai kesempurnaan dengan
upayanya sendiri, tanpa Tuhan
 Humanisme
o Keadaan atau kondisi atau kualitas sebagai manusia, makhluk berderajat tinggi
o Filsafat atau sikap yang menaruh perhatian terhadap manusia, perhatian dan
pencapaiannya
o Studi humaniora; ajaran tentang kesopanan dan budaya
o Gerakan/budaya dan intelektual yang terjadi pada masa renaisans
 Humanis
o Orang yang mengkaji humaniora, terutama mahasiswa tentang masalah-masalah
klasik
o Orang yang menaruh perhatian kepada kajian tentang upaya dan
kemampuan/pencapaian manusia
5
HUMANIORA

o Pengkaji/mahasiswa tentang renaisans, atau pengikut dari paham humanisme


 Humanistik (ks)
Berhubungan dengan humanisme atau humaniora

Dari uraian diatas, istilah Indonesia yang merupakan serapan dari bahasa Arab, yang
dapat mewadahi humaniora ialah adab. Dalam ilmu al adab terkandung ilmu sastra,
sejarah sastra, ilmu kritik sastra, filologi. Adab juga berarti budaya yang baik. Tidak
beradab berarti tidak berbudaya, tidak berperilaku baik, sebagaimana Cicero (filsuf
Yunani) mengartikan inhumanitas dengan barbar.
Adab dapat berarti antara lain discipline of mind and manners, and of conduct or
behaviour (Huges, 2004). Karya al Makdisi (2005), dapat lebih memastikan bahwa
ilmu adab adalah Humaniora.

II.2 Sejarah Humaniora


Di dunia Barat, studi humaniora dapat dilacak hingga ke Yunani Kuno, sebagai
basis pendidikan yang besar bagi masyarakat. Selama masa Romawi, konsep tujuh seni
liberal bertingkat, termasuk grammar, retorika dan logika (trivium), bersama dengan
aritmatika, geometri, astronomi dan musik (quadrivium). Subjek-subjek ini membentuk
curahan pendidikan pertengahan, dengan penekanan pada humaniora sebagai
keterampilan atau “cara melakukan sesuatu”.
Sebuah pergeseran utama selama masa Renaissance, ketika humaniora mulai
dihargai sebagai subyek untuk lebih dipelajari daripada dipraktekkan, dengan
penyesuaian bergeser dari bidang tradisional kepada area seperti literatur dan sejarah.
Pada abad ke 20, pandangan ini ditantang oleh pergerakan paska-modernisasi, yang
dicari untuk menggambarkan kembali humaniora dalam istilah yang lebih menganut
persamaan untuk masyarakat demokratis.

6
HUMANIORA

II.3 Bidang – Bidang Humaniora


Sebagai sebuah bidang studi, humaniora menekankan pada analisa dan pertukaran
ide-ide dibandingkan ekspresi kreatif seni atau penjelasan kuantitatif ilmu
pengetahuan.
1. Sejarah, Antropologi, dan Arkeologi mempelajari perkembangan sosial, politik
dan budaya manusia.
2. Literatur, Bahasa dan Linguistik mempelajari bagaimana kita berkomunikasi satu
sama lain, dan bagaimana ide dan pengalaman kita akan pengalaman kemanusiaan
diekspresikan dan diinterpretasikan.
3. Filosofi, Etika, dan Perbandingan Agama mempertimbangkan ide tentang makna
hidup dan alasan bagi pemikiran dan tindakan kita.
4. Yurisprudensi menguji nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang menginformasikan
hukum kita.
5. Pendekatan Historis, Kritis, dan Teoritis terhadap Seni merefleksikan dan
menganalisa proses kreatif.

Pembagian bidang humaniora :

 Sastra Klasik  Seni Drama  Agama


 Sejarah  Musik  Seni visual
 Bahasa  Teater  Melukis
 Hukum  Dansa
 Literatur  Filosofi

7
HUMANIORA

Humaniora dan etika


Bila humaniora memusatkan perhatian kepada manusia, etika sebagai ilmu
merupakan bagian dari filsafat yang mempelajari nilai baik-buruk, benar-salah, pantas-
tidak pantas dalam kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan manusia dan
lingkungannya (Hariadi, 2005). Tampak ada bidang tumpang tindih antara humaniora
dan etika. Humanisme atau humanitarianisme dapat berarti juga etika, yakni faham,
ajaran, bahwa satu-satunya kewajiban moral manusia adalah bekerja untuk kebaikan,
perbaikan dan kesejahteraan manusia (Moris (ed), 1981).

Humaniora dan Agama


Semula humaniora mencakup didalamnya juga agama/kepercayaan, tetapi
kemudian, sejak William Caxton (1422-1491) (Encycl Britt, 1973) agama dipisahkan
dari humaniora mempercayai adanya kekuatan supranatural merupakan naluri manusia.
Nilai-nilai agama diturunkan kepada manusia melalui wahyu, yang dibawakan oleh
utusanNya. Nilai-nilai religius seharusnya merupakan nilai-nilai yang paling dasar dari
segala tata nilai dan karena itu ada titik temu dengan nilia-nilai budaya yang
dikembangkan manusia (Muljohardjono,2004).
Penguasaan ilmu dan pengembangan teknologi adalah upaya pemenuhan kebutuhan
manusia. Untuk menjaga tercapainya tujuan tersebut, perlu hal tersebut dijaga,
dikoridori oleh nilai-nilai budaya, dan nilai-nilai agama. Para agamawan/ruhaniawan
tidak seharusnya terpaku pada kaidah-kaidah klasik dan baku, dalam mengantar,
mengawal, perkembangan ilmu dan teknologi agar benar-benar bermanfaat bagi
manusia. Agama (Islam) membuka pintu kajian-kajian terhadap rancangan, hasil, dan
pemanfaatan dari pengembangan iptek. Pintu tersebut adalah ijtihad. Dengan
persyaratan-persyaratan tertentu agamawan/ruhaniawan dapat mengkaji masalah-
masalah kemajuan iptek, dan menghasilkan fatwa-fatwa kontemporer yang menjadi
dasar yang dapat dipertanggungjawabkan bagi pemanfaatan hasil pengembangan serta
rancangan pengembangan selanjutnya.

8
HUMANIORA

Humaniora dan Perkembangan Ilmu dan Teknologi


Penguasaan dan pengembangan ilmu dan teknologi adalah amanat kemanusiaan,
oleh karena itu harus memberi manfaat bagi kesejahteraan manusia. Humaniora
membawa nilai-nilai budaya manusia. Nilai-nilai tersebut adalah universal. Tanpa
humaniora pengembangan ilmu dan teknologi tidak lagi bermanfaat bagi manusia.
Pengembangan/ perkembangan yang banyak disusupi nilai-nilai bisnis menimbulkan
hedonisme yang bermula di masyarakat bisnis, yang berlanjut pada umunya.

Humaniora dan Ilmu Kedokteran


Lebih khusus dalam kaitan dengan pengembangan ilmu dan teknologi, ialah Iptek
Kedokteran. Kedokteran adalah ilmu yang paling manusiawi, seni yang paling indah,
dan humaniora yang paling ilmiah (Pellegrino, 1970).
Clauser (1990) berpendapat bahwa mempelajari humaniora – sastra, filsafat,
sejarah – dapat meningkatkan kualitas pikir (qualities of mind) yang diperlukan dalam
ilmu kedokteran. Kualitas pikir tidak lagi terfokus pada hal-hal hafalan, materi baku,
konsep mati, tetapi ditingkatkan dalam hal kemampuan kritik, perspektif yang lentur,
tidak terpaku pada dogma, dan penggalian nilai-nilai yang berlaku didalam ilmu
kedokteran. Menurunnya studi kedokteran cenderung memfokuskan mindset pada
ujian, diskusi yang monoton tentang pasien, hasil laboratorium, insiden, banyak pasien,
dan lain-lain. Humaniora membebaskan kita dari terkunci dalam satu mindset. Kita
perlu kelenturan dalam mengubah perspektif, dan mengubah interpretasi bila
diperlukan. Dengan sastra, seseorang (mahasiswa kedokteran) dapat mengembangkan
empati dan toleransi, mencoba menempatkan diri dalam gaya hidup, imaginasi,
keyakinan yang berbeda.
Ilmu kedokteran, selain ilmu-ilmu dasar, adalah juga profesi. Pengembangan profesi
cenderung mengkotak-kotakkan pada bidang spesialisasi. Seorang spesialis cenderung
memahami hanya bidang spesialisasinya saja. Tuntutan efektif-efisien, perhitungan
cost-benefit cenderung menghapus nilai empati, kurang dapat menempatkan diri
sebagai penderita. Hubungan dokter-pasien menjadi kurang manusiawi. Humaniora
memperbaiki kondisi tersebut.

9
HUMANIORA

Humaniora medis
Humaniora medis merupakan bidang interdisipliner medis dimana termasuk
humaniora (literatur, filosofi, etika, sejarah dan bahasa), ilmu sosial (antropologi, studi
budaya, psikologi, sosiologi), dan seni (literatur, teater, film dan seni visual) dan
aplikasinya terhadap edukasi dan praktek medis.
Humaniora dan seni memberikan pengertian yang dalam tentang kondisi
manusia, penderitaan, kemanusiaan dan tanggung jawab kita satu sama lain, dan
menawarkan perspektif sejarah dalam praktek medis. Perhatian terhadap literatur dan
seni membantu dalam membangun dan memelihara kemampuan observasi, analisis,
empati dan refleksi-diri – kemampuan yang penting bagi pengobatan medis manusia.
Ilmu sosial membantu kita memahami bagaimana biologi dan medis menempatkan diri
dalam konteks sosial dan budaya dan juga bagaimana budaya berinteraksi dengan
pengalaman individual akan kesakitan dan cara ilmu medis dipraktekkan.

10
HUMANIORA

BAB III
PEMBAHASAN

III.1 Etika
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat
internasional di perlukan suatu system yang mengatur bagaimana seharusnya manusia
bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan
dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain.
Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing
yang terlibat agar mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan
kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan
adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya.
Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat kita.
Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia
dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang
buruk. Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS
yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah
laku manusia yang baik, seperti yang dirumuskan oleh beberapa ahli berikut ini :
o Drs. O.P. SIMORANGKIR : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam
berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
o Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah
laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat
ditentukan oleh akal.
o Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai
nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.

11
HUMANIORA

Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika


memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian
tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan
bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu
kitauntuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan dan
yangpelru kita pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek
atau sisi kehidupan kita, dengan demikian etika ini dapat dibagi menjadi beberapa
bagian sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan manusianya.

III.1.1 Pengertian Etika


Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”,
yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya
berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin,
yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat
kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik
(kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk.Etika dan moral
lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat
perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang
dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang
berlaku.
Istilah lain yang identik dengan etika, yaitu:
 Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan
hidup (sila) yang lebih baik (su).
 Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak.
Filsuf Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelaskan tentang
pembahasan Etika, sebagai berikut:
 Terminius Techicus, Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari
untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan
manusia.

12
HUMANIORA

 Manner dan Custom, Membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan
kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (In herent in human
nature) yang terikat dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku
atau perbuatan manusia.
Pengertian dan definisi Etika dari para filsuf atau ahli berbeda dalam pokok
perhatiannya; antara lain:
1. Merupakan prinsip-prinsip moral yang termasuk ilmu tentang kebaikan dan
sifat dari hak (The principles of morality, including the science of good and the
nature of the right)
2. Pedoman perilaku, yang diakui berkaitan dengan memperhatikan bagian
utama dari kegiatan manusia. (The rules of conduct, recognize in respect to a
particular class of human actions)
3. Ilmu watak manusia yang ideal, dan prinsip-prinsip moral sebagai individual.
(The science of human character in its ideal state, and moral principles as of an
individual)
4. Merupakan ilmu mengenai suatu kewajiban (The science of duty)

III.1.2 Macam – macam etika


Dalam membahas Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan
kesusilaan atau etis, yaitu sama halnya dengan berbicara moral (mores). Manusia
disebut etis, ialah manusia secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat
hidupnya dalam rangka asas keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan
pihak yang lainnya, antara rohani dengan jasmaninya, dan antara sebagai makhluk
berdiri sendiri dengan penciptanya. Termasuk di dalamnya membahas nilai-nilai
atau norma-norma yang dikaitkan dengan etika, terdapat dua macam etika (Keraf:
1991: 23), sebagai berikut:

Etika Deskriptif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku
manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu
yang bernilai. Artinya Etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara
apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang

13
HUMANIORA

terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya. Da-pat disimpulkan bahwa
tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu
masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia
dapat bertindak secara etis.

Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya
dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan
tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan
norma-norma yang dapat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan
menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang
disepakati dan berlaku di masyarakat.

Dari berbagai pembahasan definisi tentang etika tersebut di atas dapat


diklasifikasikan menjadi tiga (3) jenis definisi, yaitu sebagai berikut:

 Jenis pertama, etika dipandang sebagai cabang filsafat yang khusus


membicarakan tentang nilai baik dan buruk dari perilaku manusia.
 Jenis kedua, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang membicarakan
baik buruknya perilaku manusia dalam kehidupan bersama. Definisi tersebut
tidak melihat kenyataan bahwa ada keragaman norma, karena adanya
ketidaksamaan waktu dan tempat, akhirnya etika menjadi ilmu yang
deskriptif dan lebih bersifat sosiologik.
 Jenis ketiga, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat
normatif, dan evaluatif yang hanya memberikan nilai baik buruknya terhadap
perilaku manusia. Dalam hal ini tidak perlu menunjukkan adanya fakta,
cukup informasi, menganjurkan dan merefleksikan. Definisi etika ini lebih
bersifat informatif, direktif dan reflektif.

14
HUMANIORA

III.1.3 Norma dan kaidah


Di dalam kehidupan sehari-hari sering dikenal dengan istilah norma-norma atau
kaidah, yaitu biasanya suatu nilai yang mengatur dan memberikan pedoman atau
patokan tertentu bagi setiap orang atau masyarakat untuk bersikap tindak, dan
berperilaku sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah disepakati bersama.
Patokan atau pedoman tersebut sebagai norma (norm) atau kaidah yang merupa-
kan standar yang harus ditaati atau dipatuhi (Soekanto: 1989:7).
Kehidupan masyarakat terdapat berbagai golongan dan aliran yang beraneka
ragam, masing-masing mempunyai kepentingan sendiri, akan tetapi kepentingan
bersama itu mengharuskan adanya ketertiban dan keamanan dalam kehidupan
sehari-hari dalam bentuk peraturan yang disepakati bersama, yang mengatur
tingkah laku dalam masyarakat, yang disebut peraturan hidup.Untuk memenuhi
kebutuhan dan kepentingan kehidupan dengan aman, tertib dan damai tanpa
gangguan tersebut, maka diperlukan suatu tata (orde=ordnung), dan tata itu
diwujudkan dalam “aturan main” yang menjadi pedoman bagi segala pergaulan
kehidupan sehari-hari, sehingga kepentingan masing-masing anggota masyarakat
terpelihara dan terjamin. Setiap anggota masyarakat mengetahui “hak dan
kewajibannya masing-masing sesuai dengan tata peraturan”, dan tata itu lazim
disebut “kaedah” (bahasa Arab), dan “norma” (bahasa Latin) atau ukuran-ukuran
yang menjadi pedoman, norma-norma tersebut mempunyai dua macam menurut
isinya, yaitu:
1. Perintah, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk berbuat sesuatu
oleh karena akibatnya dipandang baik.
2. Larangan, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk tidak berbuat
sesuatu oleh karena akibatnya dipandang tidak baik.Artinya norma adalah
untuk memberikan petunjuk kepada manusia bagaimana seseorang hams
bertindak dalam masyarakat serta perbuatan-perbuatan mana yang harus
dijalankannya, dan perbuatan-perbuatan mana yang harus dihindari (Kansil,
1989:81).

15
HUMANIORA

III.2 Retorika
Retorika (rethoric) secara harfiyah artinya berpidato atau kepandaian berbicara. Kini
lebih dikenal dengan nama Public Speaking. Dewasa ini retorika cenderung dipahami
sebagai “omong kosong” atau “permainan kata-kata” (“words games”), juga bermakna
propaganda (memengaruhi atau mengendalikan pemikiran-perilaku orang lain).
Teknik propaganda “Words Games” terdiri dari Name Calling (pemberian julukan
buruk, labelling theory), Glittering Generalities (kebalikan dari name calling, yakni
penjulukan dengan label asosiatif bercitra baik), dan Eufemism (penghalusan kata
untuk menghindari kesan buruk atau menyembunyikan fakta sesungguhnya).

III.2.1 Gaya bahasa retorika


1. Metafora (menerangkan sesuatu yang sebelumnya tidak dikenal dengan
mengidentifikasikannya dengan sesuatu yang dapat disadari secara
langsung, jelas dan dikenal, tamsil);
2. Monopoli Semantik (penafsir tunggal yang memaksakan kehendak atas
teks yang multi-interpretatif);
3. Fantasy Themes (tema-tema yang dimunculkan oleh penggunaan
kata/istilah bisa memukau khalayak)
4. Labelling (penjulukan, audiens diarahkan untuk menyalahkan orang lain)
5. Kreasi Citra (mencitrakan positif pada satu pihak, biasanya si subjek yang
berbicara);
6. Kata Topeng (kosakata untuk mengaburkan makna harfiahnya/realitas
sesungguhnya);
7. Kategorisasi (menyudutkan pihak lain atau skenario menghadapi musuh
yang terlalu kuat, dengan memecah-belah kelompok lawan);
8. Gobbledygook (menggunakan kata berbelit-belit, abstrak dan tidak secara
langsung menunjuk kepada tema, jawaban normatif-diplomatis);
9. Apostrof (pengalihan amanat dengan menggunakan proses/kondisi/pihak
lain yang tidak hadir sebagai kambing hitam yang bertanggung jawab
kepada suatu masalah).

16
HUMANIORA

III.2.2 Retorika dakwah


Retorika Dakwah dapat dimaknai sebagai pidato atau ceramah yang
berisikan pesan dakwah, yakni ajakan ke jalan Tuhan (sabili rabbi) mengacu
pada pengertian dakwah dalam QS. An-Nahl:125:
“Serulah oleh kalian (umat manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah, nasihat
yang baik, dan berdebatlah dengan mereka secara baik-baik…”
Ayat tersebut juga merupakan acuan bagi pelaksanaan retorika dakwah.
Menurut Syaikh Muhammad Abduh, ayat tersebut menunjukkan, dalam garis
besarnya, umat yang dihadapi seorang da’i (objek dakwah) dapat dibagi atas
tiga golongan, yang masing-masingnya dihadapi dengan cara yang berbeda-
beda sesuai hadits: “Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kadar (takaran
kemampuan) akal mereka”.
 Ada golongan cerdik-cendekiawan yang cinta kebenaran, berpikir kritis, dan
cepat tanggap. Mereka ini harus dihadapi dengan hikmah, yakni dengan
alasan-alasan, dalil dan hujjah yang dapat diterima oleh kekuatan akan
mereka.
 Ada golongan awam, orang kebanyakan yang belum dapat berpikir kritis dan
mendalam, belum dapat menangkap pengertian tinggi-tinggi. Mereka ini
dipanggil dengan mau’idzatul hasanah, dengan ajaran dan didikan, yang
baik-baik, dengan ajaran-ajaran yang mudah dipahami.
 Ada golongan yang tingkat kecerdasannya diantara kedua golongan tersebut.
Mereka ini dipanggil dengan mujadalah billati hiya ahsan, yakni dengan
bertukar pikiran, guna mendorong supaya berpikir secara sehat.

17
HUMANIORA

III.2.3 Retorika Islam


Retorika dakwah sendiri berarti berbicara soal ajaran Islam. Dalam hal ini,
Dr. Yusuf Al-Qaradhawi dalam bukunya, Retorika Islam (Khalifa, 2004),
menyebutkan prinsip-prinsip retorika Islam sebagai berikut:
1. Dakwah Islam adalah kewajiban setiap Muslim.
2. Dakwah Rabbaniyah ke Jalan Allah.
3. Mengajak manusia dengan cara hikmah dan pelajaran yang baik.
4. Cara hikmah a.l. berbicara kepada seseorang sesuai dengan bahasanya,
ramah, memperhatikan tingkatan pekerjaan dan kedudukan, serta gerakan
bertahap.
Secara ideal, masih menurut Dr. Yusuf Al-Qaradhawi, karakteristik retorika
Islam antara lain :
1. Menyeru kepada spiritual dan tidak meremehkan material.
2. Memikat dengan Idealisme dan Mempedulikan Realita.
3. Mengajak pada keseriusan dan konsistensi, dan tidak melupakan istirahat
dan berhibur.
4. Berorientasi futuristik dan tidak memungkiri masa lalu.
5. Memudahkan dalam berfatwa dan menggembirakan dalam berdakwah.
6. Menolak aksi teror yang terlarang dan mendukung jihad yang disyariatkan.
(www.romeltea.com).*

III.2.4 Dasar – dasar percakapan yang berhasil


 Kejujuran
 Sikap yang benar
 Minat terhadap orang lain
 Keterbukaan terhadap diri sendiri

18
HUMANIORA

III.3 Estetika
Estetika (sthetics juga dieja atau estetika) adalah cabang filsafat yang berhubungan
dengan sifat keindahan, seni, dan rasa, dan dengan penciptaan dan apresiasi terhadap
keindahan . Hal ini lebih ilmiah didefinisikan sebagai studi tentang sensor atau sensori
nilai emosional, kadang-kadang disebut penilaian terhadap sentimen dan rasa. Lebih
luas, sarjana di lapangan mendefinisikan estetika sebagai "refleksi kritis pada seni,
budaya dan alam."Estetika berkaitan dengan aksiologi, cabang filsafat, dan erat terkait
dengan filosofi seni studi Estetika cara-cara baru. untuk melihat dan mengamati dunia.

Etimologi
Berasal dari bahasa Yunani (aisthetikos, yang berarti "estetis, sensitif, makhluk"),
yang pada gilirannya berasal dari (aisthanomai, yang berarti " Saya melihat, merasa,
rasa "). Istilah" estetika "adalah disesuaikan dan diciptakan dengan makna baru dalam
bentuk Jerman sthetik (ejaan modern sthetik) oleh Alexander Baumgarten pada tahun
1735
Estetika penghakiman
Hukum nilai estetika bergantung pada kemampuan kita melakukan diskriminasi
pada tingkat sensorik. Estetika memeriksa domain afektif kita respon terhadap suatu
obyek atau fenomena. Immanuel Kant, menulis pada tahun 1790, mengamati seorang
pria "Jika ia mengatakan bahwa anggur kenari adalah menyenangkan dia cukup puas
jika orang lain mengoreksi syarat dan mengingatkan dia untuk berkata sebaliknya:
Sangat menyenangkan bagi saya," karena "Setiap orang memiliki sendiri rasa ". Kasus
"keindahan" berbeda dari sekedar "keramahan" karena, "Jika ia menyatakan sesuatu
yang harus indah, maka ia memerlukan keinginan yang sama dari orang lain, ia
kemudian hakim tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi untuk semua orang, dan
berbicara tentang keindahan seolah-olah itu adalah milik sesuatu. "
Estetika penilaian biasanya melampaui diskriminasi sensoris. Bagi David Hume,
kelezatan rasa bukan hanya "kemampuan untuk mendeteksi semua bahan dalam
komposisi", tetapi juga kepekaan kami "untuk sakit serta kesenangan, yang melarikan
diri dari seluruh umat manusia." (Esai Moral Politik dan Sastra. Indianapolis, Sastra
Klasik 5, 1987.) Demikian, diskriminasi sensorik ini terkait dengan kapasitas untuk
kesenangan. Bagi Kant "kenikmatan" adalah hasil ketika kenikmatan muncul dari
19
HUMANIORA

sensasi, tapi menilai sesuatu yang harus "indah" memiliki persyaratan ketiga: sensasi
harus menimbulkan kesenangan dengan melibatkan kapasitas kita kontemplasi
reflektif. Hukum keindahan yang sensori, emosional dan intelektual sekaligus.

Viewer interpretasi keindahan memiliki dua konsep nilai: estetika dan rasa. Estetika
adalah gagasan filosofis keindahan. Taste adalah hasil dari pendidikan dan kesadaran
nilai-nilai budaya elit [klarifikasi diperlukan] [rujukan?], Sehingga rasa bisa dipelajari
[rujukan?]. Rasa bervariasi menurut kelas, latar belakang budaya, dan pendidikan
[rujukan?]. Menurut Kant, kecantikan adalah objektif dan universal, sehingga hal-hal
tertentu yang indah untuk semua orang [rujukan?] Pandangan kontemporer keindahan
tidak didasarkan pada kualitas bawaan, melainkan di spesifik budaya dan interpretasi
individu.

III.4 Logika
Dalam sejarah perkembangan logika, banyak definisi dikemukakan oleh para ahli,
yang secara umum memiliki banyak persamaan. Beberapa pendapat tersebut antara
lain:
The Liang Gie dalam bukunya Dictionary of Logic (Kamus Logika) menyebutkan:
Logika adalah bidang pengetahuan dalam lingkungan filsafat yang mempelajari secara
teratur asas-asas dan aturan-aturan penalaran yang betul (correct reasoning).
Menurut Mundiri dalam bukunya tersebut Logika didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari metode dan hukum-hukum yang digunakan untuk membedakan penalaran
yang betul dari penalaran yang salah.
Secara etimologis, logika adalah istilah yang dibentuk dari kata logikos yang berasal
dari kata benda logos. Kata logos berarti: sesuatu yang diutarakan, suatu pertimbangan
akal (fikiran), kata, atau ungkapan lewat bahasa. Kata logikos berarti mengenai sesuatu
yang diutarakan, mengenai suatu pertimbangan akal, mengenai kata, mengenai
percakapan atau yang berkenaan dengan ungkapan lewat bahasa. Dengan demikian,
dapatlah dikatakan bahwa logika adalah suatu pertimbangan akal atau pikiran yang
diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Sebagai ilmu, logika disebut
logike episteme atau dalam bahasa latin disebut logica scientia yang berarti ilmu
logika, namun sekarang lazim disebut dengan logika saja.
20
HUMANIORA

Definisi umumnya logika adalah cabang filsafat yang bersifat praktis berpangkal pada
penalaran, dan sekaligus juga sebagai dasar filsafat dan sebagai sarana ilmu. Dengan
fungsi sebagai dasar filsafat dan sarana ilmu karena logika merupakan “jembatan
penghubung” antara filsafat dan ilmu, yang secara terminologis logika didefinisikan:
Teori tentang penyimpulan yang sah. Penyimpulan pada dasarnya bertitik tolak dari
suatu pangkal-pikir tertentu, yang kemudian ditarik suatu kesimpulan. Penyimpulan
yang sah, artinya sesuai dengan pertimbangan akal dan runtut sehingga dapat dilacak
kembali yang sekaligus juga benar, yang berarti dituntut kebenaran bentuk sesuai
dengan isi.
Logika sebagai teori penyimpulan, berlandaskan pada suatu konsep yang dinyatakan
dalam bentuk kata atau istilah, dan dapat diungkapkan dalam bentuk himpunan
sehingga setiap konsep mempunyai himpunan, mempunyai keluasan. Dengan dasar
himpunan karena semua unsur penalaran dalam logika pembuktiannya menggunakan
diagram himpunan, dan ini merupakan pembuktian secara formal jika diungkapkan
dengan diagram himpunan sah dan tepat karena sah dan tepat pula penalaran tersebut.
Berdasarkan proses penalarannya dan juga sifat kesimpulan yang dihasilkannya, logika
dibedakan antara logika deduktif dan logika induktif. Logika deduktif adalah sistem
penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah berdasarkan bentuknya
serta kesimpulan yang dihasilkan sebagai kemestian diturunkan dari pangkal pikirnya.
Dalam logika ini yang terutama ditelaah adalah bentuk dari kerjanya akal jika telah
runtut dan sesuai dengan pertimbangan akal yang dapat dibuktikan tidak ada
kesimpulan lain karena proses penyimpulannya adalah tepat dan sah. Logika deduktif
karena berbicara tentang hubungan bentuk-bentuk pernyataan saja yang utama terlepas
isi apa yang diuraikan karena logika deduktif disebut pula logika formal.

21
HUMANIORA

BAB IV
PENUTUP

IV.1 Kesimpulan
Dari penulisan makalah di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa :
1. Secara umum, definisi humaniora adalah disiplin akademik yang mempelajari
kondisi manusia, menggunakan metode yang terutama analitik, kritikal, atau
spekulatif, sebagaimana dicirikan dari sebagian besar pendekatan empiris alami
dan ilmu sosial.
2. Humaniora terdiri atas unsur-unsur seni, etika, kearifan, nilai-nilai kejujuran,
kebenaran, kelembutan, memanusiakan manusia, menyingkirkan beban dari dan
berbuat baik bagi manusia. Tanpa nilai-nilai tersebut, manusia atau perilakunya
dapat dikategorikan tidak human, tidak manusiawi, tidak berbudaya atau barbar.
3. Pengembangan ilmu dan teknologi adalah amanat kemanusiaan, untuk
kesejahteraan manusia. Oleh karena itu perlu dipandu oleh nilai-nilai humaniora,
agar terjamin kemanfaatannya untuk manusia.
4. Agama seharusnya merupakan nilai yang paling azasi dari seluruh nilai-nilai
humaniora. Nilai-nilai agama diharapkan dapat dikembangkan oleh
agamawan/ruhaniawan untuk memandu pengembangan ilmu/teknologi dan
penerapannya.
5. Ilmu kedokteran adalah ilmu yang sarat dengan nilai-nilai, namun hal ini sering
dilupakan. Oleh karena itu humaniora perlu diberikan untuk membuat profesi
medik lebih sensitif terhadap adanya nilai-nilai tersebut dan pengetrapannya
dalam praktek.
6. Humaniora diharapkan dapat meningkatkan kualitas berfikir, yang ditengarai
sebagai sifat kritis, lentur dalam perspektif, tidak terpaku pada dogma, tanggap
terhadap nilai-nilai, dan sifat empati.

22
HUMANIORA

IV.2 Saran
Dengan adanya penulisan makalah ini diharapkan dapat menjadi pedoman penulis
dan pembaca khususnya dalam humaniora dan yang paling penting adalah etika,
retorika, estetika, dan logika.

23
HUMANIORA

DAFTAR PUSTAKA

Gilbert,Bill,2008,Seni Berbicara kepada siapa saja,kapan saja,di mana saja,Jakarta.PT


Gramedia Pustaka Utama

WEB :
http://www.scribd.com
http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/2095571-pengertian-
estetika/#ixzz1RcMY3v00

http://www.radarsulteng.com/berita/index.asp?Berita=Opini&id=47548

http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/2095571-pengertian-estetika/

http://www.olx.co.id/q/estetika/c-199

http://ningrumwahyuni.wordpress.com/2010/01/07/humaniora/

http://id.shvoong.com/humanities/religion-studies/2181396-ikhlas-dalam-beramal/

http://www.scribd.com/collections/3057823/humaniora

24

Anda mungkin juga menyukai