Anda di halaman 1dari 18

PPOK

DEFINISI
Penyakit Paru Kronik Obstruktif (PPOK) adalah penyakit yang ditandai dengan oleh
hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat progresif non reversibel atau reversibel
parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.1
Penyakit Paru Obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan
hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel.2 Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang umum, dapat dicegah dan dapat diobati yang
ditandai dengan gejala pernapasan yang persisten dan pembatasan aliran udara yang disebabkan
oleh kelainan jalan napas dan/atau alveolar yang biasanya disebabkan oleh paparan partikel atau
gas berbahaya. Keterbatasan aliran udara kronis yang khas pada PPOK disebabkan oleh campuran
penyakit saluran udara kecil (mis, Bronchiolitis obstruktif) dan penghancuran parenkim
(emfisema), yang kontribusi relatifnya bervariasi dari orang ke orang.2

FAKTOR RESIKO
Di seluruh dunia, faktor risiko COPD yang paling banyak ditemui adalah merokok
tembakau. Jenis tembakau lainnya, (misalnya pipa, cerutu, pipa air) dan ganja juga merupakan
faktor risiko COPD. Polusi udara di luar ruangan, pekerjaan, dan dalam ruangan - yang terakhir
dihasilkan dari pembakaran bahan bakar biomassa - merupakan faktor risiko PPOK utama
lainnya.2
Orang yang tidak merokok juga dapat mengembangkan PPOK. PPOK adalah hasil dari
interaksi kompleks dari keterpaparan kumulatif jangka panjang terhadap gas dan partikel
berbahaya, dikombinasikan dengan berbagai faktor inang termasuk genetika, responsivitas saluran
napas dan pertumbuhan paru yang buruk selama masa kanak-kanak.2
Seringkali, prevalensi PPOK terkait langsung dengan prevalensi merokok tembakau,
meskipun di banyak negara di luar ruangan, polusi udara kerja dan ruangan (akibat pembakaran
kayu dan bahan bakar biomassa lainnya) adalah faktor risiko PPOK utama.2

Beberapa faktor resiko antara lain :


1. Pajanan dari partikel antara lain :
a. Merokok. Merokok merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus) di
negara berkembang. Perokok aktif dapat mengalami hipereksresi mukus dan
obstruksi jalan nafas kronik.1
b. Polusi indoor. Memasak dengan bahan biomass dengan ventilasi dapur yang jelek
misalnya terpajan asap bahan bakar kayu dan asap bahan bakar minyak
diperkirakan memberikan kontribusi sampai 35%.3
c. Polusi outdoor. Polusi udara memberikan pengaruh buruk pada YEP. Inhalan
yang paling kuat menyebabkan PPOK adalah Cadmium, Zinc dan debu bahan
asap pembakaran.2
d. Polusi di tempat kerja. Polusi dari tempat kerja misalnya debu - debu organik,
industri tekstil dan lingkungan industri besi baja, bahan kimia pabrik seperti cat,
tinta sebagainya diperkirakan mencapai 19%.4
2. Genetik. Defisiensi Alpha 1-antitrypsin merupakan faktor resiko dari genetik yang
memberikan kontribusi 1-3% pada pasien PPOK.5
3. Riwayat infeksi saluran nafas berulang. Infeksi saluran nafas akut yang banyak
terjadi pada anak-anak memberikan kecatatan sampai dewasa dimana hal ini
memberikan hubungan dengan terjadinya PPOK.6
4. Gender, usia, konsumsi alkohol dan kurangnya melakukan aktivitas fisik memberikan
kontribusi terjadinya PPOK.2
5. Asthma dan airway hyper-reactivity: asthma dapat menjadi faktor resiko
berkembangnya dari keterbatasan airflow dan PPOK.
6. Chronic bronchitis: dapat meningkatkan jumlah eksaserbasi dan meningkatkan
keparahan PPOK.

PATOFISIOLOGI
Salah satu karakteristik dari PPOK adalah terjadinya inflamasi kronis yang dimulai
dari saluran nafas, parenkim paru sampai struktur vaskuler pulmonal. Pada awalnya proses
inflamasi terjadi dikarenakan adanya proses kontak terhadap inhalan bahan yang berbahaya,
namun lama kelamaan inflamasi ini terjadi terus menerus sehingga menjadi kronik. Pada
perubahan patologis disini dapat ditemukan infiltrasi sel- sel radang pada permukaan epitel.
Kelenjar-kelenjar mensekresi mukus membesar dan jumlah sel goblet meningkat. Kelainan ini
menyebabkan hipersekresi bronkus.1
Proses berulangnya siklus injury dan repair pada inflamasi kronis akan mengakibatkan
terciptanya structural remodeling dari dinding saluran pernafasan dengan peningkatan kandungan
kolagen dan pembentukkan jaringan ikat yang menyebabkan penyempitan lumen dan obstruksi
kronis saluran pernafasan. Pada parenkim paru akan terjadi dekstruksi terus menerus.Perubahan
struktur yang pertama kali terjadi yaitu penebalan tunika intima yang diikuti dengan peningkatan
otot polos dan infiltrasi dinding pembulu darah oleh sel-sel radang. Jika penyakit bertambah lanjut,
produksi proteoglikan dan kolagen akan bertambah banyak sehingga dinding pembuluh darah akan
semakin tebal.1
Pada bronkitis sakut maupun emfisema terjadi penyempitan saluran nafas. Penyempitan ini
dapat mengakibatkan obstruksi dan menimbulkan sesak. Pada bronkitis kronis saluran nafas akan
menjadi lebih sempit dan berkelok-kelok. Penyempitan ini terjadi dikarenakan metaplasia sel-sel
goblet dan hiperplasia kelenjar mukus. Sedangkan pada emfisema terjadi penyempitan saluran
pernafasan yang disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru.1

Gambar 2.1 Patofisiologi PPOK1


DIAGNOSIS
PPOK harus dipertimbangkan pada pasien yang menderita dispnea, batuk kronis atau
produksi sputum, dan / atau riwayat terpapar faktor risiko penyakit ini. Riwayat medis rinci tentang
pasien baru yang diketahui atau dicurigai memiliki PPOK sangat penting. Spirometri diperlukan
untuk membuat diagnosis dalam konteks klinis ini ; kehadiran post-bronchodilator FEV1 / FVC
<0.70 mengkonfirmasi adanya pembatasan aliran udara persisten dan dengan demikian PPOK
pada pasien dengan gejala yang tepat dan eksposur yang signifikan terhadap rangsangan
berbahaya. Spirometri adalah ukuran pembatasan aliran udara yang paling mudah direproduksi
dan obyektif. Ini adalah tes noninvasif dan mudah didapat. Meskipun sensitivitasnya bagus,
pengukuran arus ekspirasi puncak saja tidak dapat diandalkan sebagai satu-satunya tes diagnostik
karena spesifisitasnya yang lemah.2

Tabel 2.1 Indikator Kunci Diagnosis PPOK1


a. Anamnesis1
1. Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
2. Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
3. Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
4. Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR),
infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
5. Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
6. Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

b. Pemeriksaan Fisik1
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
 Inspeksi :
- Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup / mencucu)
- Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan
edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
 Palpasi
Pada PPOK fremitus melemah, sela iga melebar
 Perkusi
Pada PPOK hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar
terdorong ke bawah
 Auskultasi :
- Suara napas vesikuler normal, atau melemah
- Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
- Ekspirasi memanjang
- Bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer: Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan
pernapasanpursed-lips breathing
Blue bloater: Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat
edema tungkai dan rongki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
Pursed-lips breathing: sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi
yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2
yang terjadi pada gagal napas kronik.

c. Pemeriksaan Penunjang7

 Pemeriksaan Radiologis
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain
Pada emfisema terlihat gambaran :
o Hiperinflasi dengan gambaran diafragma yang rendah dan datar
o Hiperlusen
o Ruang retrosternal melebar
o Diafragma mendatar
o Jantung menggantung (jantung pendulum/tear drop/eye drop appearance)

Pada bronkitis kronik :


o Normal
o Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21% kasus

 Pemeriksaan fungsi paru (Spirometri)


- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP (%).
- Obstruksi : % VEP1 (VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75%
- VEP1 % merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya
PPOK dan memantau perjalanan penyakit
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter
walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau
variabiliti harian pagi dansore, tidak lebih dari 20%
 Uji Bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15-20 menit
kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE
<20% nilai awal dan <200 ml
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

 Pemeriksaan analisa gas darah


Terutama untuk menilai :
o Gagal napas kronik stabil
o Gagal napas akut pada gagal napas kronik

 Pemeriksaan elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh P pulmonal dan
hipertrofi ventrikel kanan

 Pemeriksaan laboratorium
Hb, Ht, Tr, Lekosit
ASSESMENT
Tujuan penilaian COPD adalah untuk menentukan tingkat keparahan pembatasan aliran
udara, dampaknya terhadap status kesehatan pasien dan risiko kejadian di masa depan (seperti
eksaserbasi, penerimaan di rumah sakit atau kematian), untuk akhirnya memberi panduan terapi.
Untuk mencapai tujuan ini, penilaian COPD harus mempertimbangkan aspek penyakit berikut
secara terpisah :2
 Kehadiran dan tingkat keparahan kelainan spirometrik
 Sifat dan besarnya gejala pasien saat ini
 Riwayat eksaserbasi dan risiko masa depan
 Adanya komorbiditas

Tabel 2.2 Assaessment of Symptoms PPOK5


Tabel 2.3 CAT Assessment5

Gambar 2.2 ABCD Assessment tool untuk Terapi


PENATALAKSANAAN

Tabel 2.4 Manajemen Non-Pharmacologic dari PPOK2

a. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil.
Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik
yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan
mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel,
menghindari pencetus dan memperbaiki derajat penyakit adalah inti dari edukasi atau tujuan
pengobatan dari asma.1
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :1
 Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
 Melaksanakan pengobatan yang maksimal
 Mencapai aktiviti optimal
 Meningkatkan kualiti hidup
Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang pada
setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya. Edukasi dapat diberikan
di poloklonik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat ataupun di ICCU dan di rumah. Secara
intensif edukasi diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan waktu
yang khusus dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi
kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan keterbatasan aktiviti.
Penyesuaian aktiviti dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualiti hidup
pasien PPOK. Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit,
tingkat pendidikan, lingkungan soaial, kultural dan kondisi ekonomi penderita.1
Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah :1
 Pengetahuan dasar tentang PPOK
 Obat-obatan, manfaat dan efek sampingnya
 Cara pencegahan perburukan penyakit
 Menghindari pencetus (berhenti merokok)
 Penyesuaian aktiviti
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala
prioriti bahan edukasi sebagai berikut :1
 Berhenti merokok Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis
PPOK ditegakkan
 Penggunaan obat-obatan
- Macam obat dan jenisnya
- Cara penggunaannya yang benar (oral, MDI atau nebuliser)
- Waktu penggunaan yang tepat (rutin dengan selang waktu tertentu atau kalau perlu
saja)
- Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya
 Penggunaan oksigen
- Kapan oksigen harus digunakan
- Berapa dosisnya
- Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen
 Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen
 Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya Tanda eksaserbasi :
- Batuk atau dan sesak bertambah
- Sputum bertambah
- Sputum berubah warna
 Mendeteksi dan menghinddari pencetus eksaserbasi
 Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktiviti
Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima, langsung ke pokok
permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian edukasi sebaiknya diberikan berulang
dengan bahan edukasi yang tidak terlalu banyak pada setiap kali pertemuan. Edukasi merupakan
hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil, karena PPOK merupakan
penyakit kronik progresif yang ireversibel.1
b. Berhenti Merokok
Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif dalam
mengurangi risiko berkembangnya PPOK dan memperlambat progresivitas penyakit.1
Strategi untuk membantu pasien berhenti merokok 5A:1
a. Ask (Tanyakan) Mengidentifikasi semua perokok pada setiap kunjungan.
b. Advise(Nasihati) Dorongan kuatpadasemua perokok untuk berhenti merokok.
c. Assess(Nilai) Keinginan untuk usaha berhenti merokok (misal: dalam 30 hari ke
depan).
d. Assist(Bimbing) Bantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan
konseling praktis, merekomendasikan penggunaan farmakoterapi.
e. Arrange(Atur) Buat jadwal kontak lebih lanjut.

c. Farmakologi
1. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat
diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.
Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat
berefek panjang (long acting).1
Macam-macam bronkodilator :1
- Golongan antikolinergik Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping
sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kali perhari).
- Golongan agonis ẞ-2 Bentuk inhaler digunakan unttuk mengatasi sesak,
peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi.
Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek
panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut,
tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau
drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis ẞ-2 Kombinasi kedua golongan obat ini
akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja
yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan
mempermudah penderita.
- Golongan xantin Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan
jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau
puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk
mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan
kadar aminofilin darah.
2. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang
diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1
pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg. Digunakan pada PPOK
stabil mulai derajat III dalam bentuk glukokortikoid,kombinasi LABACs danPDE-4.1
3. Inhaled Cortico Steroid (ICS)
ICS dikombinasikan dengan terapi bronkodilator jangka panjang. Pada pasien
dengan PPOK moderat dan sangat parah dan eksaserbasi, ICS dikombinasikan dengan
LABA lebih efektif daripada komponen baik saja dalam memperbaiki fungsi paru-
paru, status kesehatan dan pengurangan eksaserbasi.5
4. Antibiotik
Hanya diberikan bila terdapat eksaserbasi.1
5. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous
(misalnya ambroksol, erdostein). Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis
kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.1
6. Phosphodiesterase-4 inhibitor
Diberikan kepada pasien dengan derajat III atau derajat IV dan memiliki
riwayat eksaserbasi dan bronkitis kronik. Phosphodiesterase-4 inhibitor, roflumilast
dapat mengurangi eksaserbasi, diberikan secara oral dengan glukokortikosteroid.
Roflumilast juga dapat mengurangi eksaserbasi jika dikombinasikan dengan LABA.
Sejauh ini belum ada penelitian yang membandingakan Roflumilast dengan
glukokortikosteroid inhalasi.1

Gambar 2.3 Algotitma tatalaksana dengan GOLD Grade2


Tabel 2.5 Obat-obatan yang digunakan pada PPOK2
d. Oksigen

Gambar 2.4 Tatalksana Oksigen pada PPOK2

e. Rehabilitasi Medik
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi letihan dan memperbaiki kualiti
hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka
yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai :2
 Simptom pernapasan berat
 Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
 Kualiti hidup yang menurun
Program dilaksanakan di dalam maupun di luar rumah sakit oleh suatu tim multidisiplin
yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog. Program rehabilitasi terdiri dari
3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan pernapasan.1
f. Ventilator Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal
napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan gagal napas
kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah. Ventilasi
mekanik dapat dilakukan dengan cara :1
 Ventilasi mekanik tanpa intubasi
 Ventilasi mekanik dengan intubasi

DAFTAR PUSTAKA
1. Antariksa, Budhi et al. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan PPOK di Indonesia.
PDPI. 2011
2. Agusti, Albar et al. Global Initiative For Chronic Obstructive Lung Disease : Pocket
Guide To COPD Diagnosis, Management, And Prevention. GOLD, Inc. 2017.
3. Katleen H, Dong Peng Gu. Risk Factors for COPD mortality in Chinese Adult.
AM Journal of Epidemiology Yol 167 issue 8.hal 1998- 1004
4. Di Pede C. Chronic Obstructive Lung Disease and Occupational Exposure. Curt Op in
Allergy Clin Immuno. 2012. Hal 115-121
5. Romieu, Trenga C. Diet and Obstruetive Lung Disease. Epidemiol Dev : hal 268-287
6. Rojas S, Romieu, Perez P. Lung Punetion Growth im Children with Longterm Exposure
to Air Pollutans in Mexieo City. Epidemiology 2006: 17. hal 266-67
7. Alsaggaf. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya : Airlangga University;2004

Anda mungkin juga menyukai