Referat Perawatan Luka Modern
Referat Perawatan Luka Modern
PENDAHULUAN
Luka adalah suatu keadaan putusnya kontinuitas jaringan yang disebabkan oleh
berbagai hal. Seseorang yang menderita luka akan merasakan adanya
ketidaksempurnaan yang pada akhirnya cenderung untuk mengalami gangguan
fisik dan emosional sehingga berdampak pada kualitas hidupnya.
Di Indonesia, perhatian terhadap perawatan luka masih sangat kurang. Padahal
luka adalah permasalahan ‘sederhana’ yang bisa menjadi kompleks, karena bisa
berujung pada parut dan keloid. Di Amerika, untuk perawatan luka saja, dinas
kesehatan nasional Amerika menganggarkan dana tidak kurang dari 2,5 miliyar
dollar. Sebuah jumlah yang cukup besar. Hal itu dilakukan karena setiap tindakan
operasi, luka pasti menjadi side product dari tindakan tersebut. Parut dan keloid
yang dihasilkan tidak hanya menimbulkan rasa ketidakpercayaan diri saja, namun
juga rawan memicu frustasi. Ini yang belum diperhatikan pemerintah negeri ini.
Kendala dalam perawatan luka di Indonesia adalah adanya anggapan bahwa
material perawatan luka modern, mahal, dan tidak cocok untuk masyarakat
Indonesia. Luka akut yang dirawat dengan metode konvensional umumnya lebih
lama sembuh. Semakin lama luka, maka bekas parut yang dihasilkan akan
semakin parah.
BAB II
3
4
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Luka (wound) merupakan adanya diskontinuitas dan/atau kerusakan
jaringan tubuh yang menyebabkan gangguan fungsi. Luka pada kulit, otot,
tulang, pembuluh darah, maupun organ seperti jantung, usus dan sebagainya,
semuanya melalui suatu proses reparatif yang serupa (similar) dan dapat di
prediksi (predictable).
Luka dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu :
1. Luka akut
Luka akut adalah luka dalam hitungan jam (s/d 8 jam). Luka yang
dibiarkan lebih dari 8 jam dinamakan neglected wound (luka yang
terabaikan). Luka akut umumnya merupakan luka traumatik, contohnya
luka tertusuk, terpotong, abrasi, laserasi, luka bakar, dan luka traumatik
lainnya.
2. Luka kronik
Luka kronis adalah luka yang berlangsung lebih dari 2 minggu tanpa
melewati fase-fase penyembuhan secara sempurna; atau merupakan luka
yang berulang. Contohnya adalah luka akibat tekanan.
jangka waktu tertentu (hingga luka cukup vital dan bersih), untuk
kemudian melewati fase-fase penyembuhan luka.
1. Measure
Pengukuran luka dapat berubang pada sepanjang proses penyembuhan
luka. Pada proses awal penyembuhan dimana jaringan nekrotik telah
dibuang, luka tampak semakin meluas, hal ini karena daerah luka yang
sebenarnya telah tertutupi oleh jaringan nekrotik tersebut. Monitoring dari
ukuran luka penting dalam menentukan pilihan dressing luka yang tepat.
Luka yang luas dan dalam memerlukan dressing yang berbeda dengan luka
yang dangkal, maupun luka yang memiliki sinus.
2. Exudate
Normalnya eksudat dapat muncul pada proses penyembuhan pada fase
inflamasi dan lebih sedikit pada fase epitelisasi. Adanya eksudat yang
berlebihan menunjukkan adanya pemanjangan fase inflamasi ataupun
adanya infeksi pada luka. Keast menyatakan bahwa eksudat dapat dinilai
dari kualitas dan kuantitas eksudat serta bau pada luka.
Tabel 4. Indikator penilaian eksudat Sistem TELER
Poin Kebocoran Eksudat
8
3. Appearance
Penilaian penampilan luka dapat mengevaluasi tahapan penyembuhan
luka maupun adanya komplikasi pada luka. Umumnya dari penampilan
dapat diketahui apakah suatu luka tersebut nekrotik, terinfeksi, bernanah,
granulasi atau epitelisasi.
4. Suffering
Rasa nyeri yang meningkat seiring dengan proses perjalanan luka
menunjukkan adanya infeksi pada luka. Krasner membagi nyeri pada luka
menjadi tiga tipe: nyeri luka akut non-siklik, contohnya nyeri pada saat
debriment; nyeri luka akut siklik, contohnya nyeri pada saat penggantian
wound dressing; nyeri luka kronik, yaitu bersifat konstan dan persisten.
9
pada jaringan sehat disekitar luka. Prinsip moist wound bed pun harus
dilakukan dengan pemilihan wound dressing yang tepat. Nutrisi dan
pengobatan penyakit yang mendasari juga harus selalu dievaluasi supaya
pasien memperoleh asupan gizi yang baik untuk mempercepat
penyembuhan luka
Luka maligna (malignant wound), suatu luka yang timbul akibat adanya
sel-sel neoplasma maligna di sekitar luka tersebut, juga dapat
dikategorikan sebagai luka kronis. Meskipun demikian, penanganan luka
yang mengikuti prinspi-prinsip diatas dapat menghasilkan penyembuhan
luka yang baik.
3. Wound dressing
Wound dressing (balutan) pada luka hingga saat ini masih merupaka
subyek yang terus diteliti dan dikembangkan untuk mencari bentuk yang
paling ideal pada semua luka. Dressing yang idela harusnya mempunyai
kriteria sebagai berikut :
a. Memertahankan kelembapan dasar luka
b. Dapat mengontrol perumbuhan kolonisasi bakteri
c. Bersifat absorben
d. Mudah digunakan
e. Berfungsi sebagai barrier dari bakteri
f. Penggantian dressing yang efektif
g. Menyebakan pembentukan jaringan granulasi yang sehat
h. Memulai epitelialisasi
i. Aman
j. Mengurangi dan menghilangkan nyeri pada tempat luka
k. Saat pelepasan tidak menyebabkan nyeri
l. Murah
Berbagai macam tipe dari balutan (wound dressing), mulai dari yang
kontroversial hingga yang advanced. Dressing kontroversial yang masih
digunakan sampai sekarang adalah kassa (cotton gauze). Advance dressing
14
(a) (b)
Gambar . (a) Aplikasi madu secara konvensional sebagai wound dressing
(b) Produk perawatan luka dan wound dressing berbahan dasar
madu
Mekanisme pasti yang mendasari proses penyembuhan luka dengan
menggunakan madu masih belum diketahui, namun beberapa penelitian
mengatakan bahwa madu bekerja melalui penurunan kadar ROS, selain itu
madu juga memiliki efek antibakteri dan pH yang rendah dengan kandungan
asam bebas yang tinggi. Hal ini penting dalam membantu proses
penyembuhan luka. Disamping itu jenis luka dan derajat keparahan luka juga
mempengaruhi dalam keberhasilan perawatan luka dengan madu. Madu yang
digunakan harus dalam jumlah yang cukup sehingga bila terkena eksudat luka
maka madunya tidak langsung hilang. Pemberiannya harus menutupi dan
mencakup seluruh bagian luka hingga kebagian tepinya. Hasil yang lebih baik
didapatkan bila madu diberikan pada dressing dibandingkan dengan dioleskan
langsung pada lukanya. Semua rongga harus terisi oleh madu dan dressing
membentuk suatu oklusi untuk mencegah madu keluar dari luka.
Pengaruh madu dalam menyembuhkan luka merupakan hasil dari
gabungan efek debrimen secara kimiawi pada jaringan nekrotik dan
devitalisasi jaringan dari ulkus oleh katalase, penyerapan edema melalui sifat
16
terhadap antibiotik.
Larva dari lalat hijau Lucilia Sericata adalah larva yang paling umum
digunakan untuk MDT. Larva yang berukuran 1-2 mm akan menetas dari
telurnya dalam waktu 12-24 jam. Mereka akan memakan jaringan yang
nekrotik dalam kondisi lingkungan luka yang lembab. Dalam 4-5 hari mereka
akan menjadi dewasa dengan ukuran 10 mm, kemudian menjadi kepompong
dan lalat dewasa.
Tidak semua jenis luka dapat menggunakan MDT, MDT tidak boleh
digunakan pada luka yang kering karena maggot tidak bisa hidup di
lingkungan tersebut. Selain itu penggunaan MDT juga harus di hindari pada
luka terbuka organ berongga dan luka di dekat pembuluh darah besar.
(a)
(b)
Gambar . (a) Aplikasi MDT pada luka Buerger Disease
(b) Aplikasi MDT pada Diabetic Ulcer
20
DAFTAR PUSTAKA