ILMU GIZI S1 ( A )
2016
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang pancasila
sebagai paradigma pembangunan ekonomi, politik, social, dan budaya ini dengan baik
meskipun banyak kekurangan didalamnya. Kami juga berterima kasih pada Bapak Drs.
Subakdi, MM. selaku Dosen mata kuliah pancasila yang telah memberikan tugas ini kepada
kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita tentang pandangan terhadap pancasila agar kita lebih cinta terhadap
dasar Negara ini. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik,
saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Kami harap makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Semoga makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf bila ada kesalahan kata-
kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari
Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
Penyusun
A. Latar Belakang...........................................................................……............... 1
B. Landasan Teori...........................................................................….................. 2
BAB II PERMASALAHAN………..…………………………………….............. 13
A. Kesimpulan………………………………………………………………...16
B. Saran………………………………………………………………………. 16
PENDAHULUAN
A. latar Belakang
Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan.
Menurut Thomas Kuhn, orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut
menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma. Paradigma
adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan
suatu cabang ilmu pengetahuan.
Dengan demikian, paradigma sebagai alat bantu para illmuwan dalam merumuskan
apa yang harus dipelajari, apa yang harus dijawab, bagaimana seharusnya dalam
menjawab dan aturan-aturan yang bagaimana yang harus dijalankan dalam mengetahui
persoalan tersebut.Suatu paradigma mengandung sudut pandang, kerangka acuan yang
harus dijalankan oleh ilmuwan yang mengikuti paradigma tersebut.
Dengan suatu paradigma atau sudut pandang dan kerangka acuan tertentu, seorang
ilmuwan dapat menjelaskan sekaligus menjawab suatu masalah dalam ilmu pengetahuan.
Istilah paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan,
tetapi pada bidang lain seperti bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi. Paradigma
kemudian berkembang dalam pengertian sebagai kerangka pikir, kerangka bertindak,
acuan, orientasi, sumber, tolok ukur, parameter, arah dan tujuan.
Sesuatu dijadikan paradigma berarti sesuatu itu dijadikan sebagai kerangka, acuan,
tolok ukur, parameter, arah, dan tujuan dari sebuah kegiatan. Dengan demikian, paradigma
menempati posisi tinggi dan penting dalam melaksanakan segala hal dalam kehidupan
manusia.
Secara Umum
1. Pengertian Paradigma
PANCASILA SEBAGAI
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA
PARADIGMA PEMBANGUNAN
PEMBANGUNAN HAL :: 32
HAL
Konsekuensinya dalam realisasi pembangunan nasional dalam berbagai bidang
untuk mewujudkan peningkatan harkat dan martabat manusia secara konsisten berdasarkan
nilai-nilai hakikat kodrat manusia tersebut. Maka pembangunan nasional harus meliputi
berbagai bidang pembangunan antara lain, politik, ekonomi, hukum, pendidikan, sosial,
budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi serta bidang kehidupan agama.
Berdasar hal itu, sistem politik Indonesia harus dikembangkan atas asas kerakyatan
(sila IV Pancasila). Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik didasarkan pada asas-
asas moral daripada sila-sila pada pancasila. Oleh karena itu, secara berturut-turut sistem
politik Indonesia dikembangkan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral
persatuan, moral kerakyatan, dan moral keadilan.
Jarang kita menemui pemikiran tentang moralitas dan Ketuhanan dalam dunia
ekonomi. Karena, lazimnya kita melihat pengembangan ekonomi mengarah pada
persaingan bebas, dan akhirnya yang kuatlah yang akan menang. Hal ini sebagai implikasi
dari perkembangan ilmu ekonomi pada akhir abad ke-18 yang menumbuhkan ekonomi
kapitalis di berbagai negara, khususnya Eropa dan Ameika Serikat.
Oleh karena itu dalam pengembangan sosial budaya pada masa reformasi dewasa
ini kita harus mengangkat nilai-nilai yang dimiliki Bangsa Indonesia sebagai dasar nilai, yaitu
nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Dalam prinsip etika Pancasila pada hakikatnya bersifat
humanistik, artinya nilai-nilai Pancasila mendasarkan pada nilai yang bersumber pada
harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya. Terdapat rumusan dalam
sila kedua Pancasila Yaitu ”kemanusiaan yang adil dan beradab”. Dalam rangka
pengembangan sosial budaya, Pancasila merupakan sumber normatif bagi peningkatan
humanisasi dalam bidang sosial budaya.
Secara Khusus
A. Paradigma
Pengertian Paradigma
Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang
menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Dengan demikian, paradigma
sebagai alat bantu para illmuwan dalam merumuskan apa yang harus dipelajari, apa yang
harus dijawab, bagaimana seharusnya dalam menjawab dan aturan-aturan yang bagaimana
yang harus dijalankan dalam mengetahui persoalan tersebut.
Pembangunan nasional dirinci diberbagai bidang antara lain politik, ekonomi, social-
budaya yang penjabarannya tertuang pada GBHN. Pembangunan yang sifatnya humanitis
dan pragmatis harus mendasarkan pada hakekat manusia sebagai pelaksana sekaligus
tujuan pembangunan, sebagai pengembangan Poleksosbudhankam, maka pembangunan
pada hakekatnya membangun manusia secara utuh, secara lengkap, meliputi seluruh
unsure hakekat manusia yang monopluralis.
Manusia Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau
pelaku politik bukan sekadar objek politik. Sistem politik Indonesia yang bertolak dari
manusia sebagai subjek harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat.
Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik Indonesia yang
sesuai pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan otoriter.
Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya agama
dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.
Mendahulukan kepentingan rakyat / demokrasi dalam pengambilan keputusan.
Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan perioritas kerakyatan berdasarkan
konsep mempertahankan kesatuan bangsa.
Dalam pelaksanaan pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan
kemanusiaan yang adil dan beradab.
Nilai-nilai kejujuran, toleransi harus bersumber pada nilai-nilai ketuhanan YME.
Landasan aksiologi (sumber nilai) bagi sistem politik Indonesia adalah sebagaimana
terkandung dalam Deklarasi Bangsa Indonesia yaitu pembukaan UUD 1945 alinea IV yang
berbunyi “…..maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang
Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Nilai demokrasi politik tersebut secara normatif terjabar dalam pasal-pasal UUD 1945
yaitu :
“ Presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan
suara terbanyak “
Perlu diketahui pula bahwa rakyat adalah asal mula kekuatan negara, oleh sebab itu
paradigma ini merupakan dasar pijak dalam reformasi politik. Reformasi politik atas sistem
politik harus melalui Undang-undang yang mengatur sistem politik tersebut, dengan tetap
mendasarkan pada paradigma nilai-nilai kerakyatan sebagaimana terkandung dalam
Pancasila
Dalam UU Politik no.3 tahun 1975, ditentukan bahwa partai politik dan golongan
karya hanya meliputi 3 macam, yaitu, Partai Persatuan Pembangunan, Golongan Karya, dan
Partai Demokrasi Indonesia, ketentuan ini tidak mencerminkan nilai kerakyatan
sebagaimana terkandung dalam sila keempat Pancasila, dan tidak sesuai pula dengan
semangat UUD 1945 pasal 28. Maka dari itu UU No.3 tahun 1985 yang isinya mengatur
tentang perubahan Partai Politik dan Golongan Karya ditetapkan agar tidak ada monopoli
Partai Politik.Dalam mengatur adanya partai politik tertuang dalam UU no.2 tahun 1999
Pancasila sebagai dasar negara dari NKRI dalam anggaran dasar partai
Asas atau ciri, aspirasi dan program partai politik tidak bertentangan dengan pancasila
Keanggotaan partai politik bersifat terbuka untuk setiap warga negara Republik
Indonesia yang telah mempunyai hak pilih
Partai politik tidak boleh menggunakan nama atau lambang yang sama dengan
lambang negara asing, bendera kesatuan RI sang merah putih, bendera negara asing
gambar perorangan dan nama serta lambang partai lain yang telah ada.
Sistem politik Negara harus berdasarkan pada tuntutan hak dasar kemanusiaan yang
menjamin tegaknya HAM.
Para penyelenggara negara beserta elite politik harus senantiasa memegang budi
pekerti kemanusiaan, serta memegang teguh cita-cita moral rakyat Indonesia
Memposisikan rakyat Indonesia sebagai subjek dalam kehidupan politik dan tidak
hanya sekedar menjadikannya sebagai objek politik penguasa semata
Mencerdaskan rakyat dan memahami politik, tidak hanya menjadikan rakyat sebagai
sarana mencapai tujuan pribadi ataupun golongan.
Amanah dalam menjalankan amanat rakyat.
Pancasila bersifat humanistik karena memang Pancasila bertolak dari hakikat dan
kedudukan kodrat manusia sendiri. Hal tersebut tertuang dalam sila Kemanusiaan Manusia
harus dapat mengembangkan dirinya dari tingkat homo menjadi human. Berdasar sila
persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan
terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh wilayah Nusantara
menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa.
Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial
berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan diterima
sebagai warga negara. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya tidak menciptakan
kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial. Paradigma baru dalam
pembangunan nasional berupa paradigma pembangunan berkelanjutan, yang dalam
perencanaan dan pelaksanaannya perlu diselenggarakan dengan menghormati hak budaya
1. Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan sosial dan
komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa;
2. Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara
Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun
golongannya;
3. Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat
majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang
berdaulat;
4. Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan
masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah.
Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan
kepentingan perorangan;
Sistem Ekonomi Pancasila (SEP) merupakan sistem ekonomi yang digali dan
dibangun dari nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat Indonesia. Beberapa prinsip dasar
yang ada dalam SEP tersebut antara lain berkaitan dengan prinsip kemanusiaan,
nasionalisme ekonomi, demokrasi ekonomi yang diwujudkan dalam ekonomi kerakyatan,
dan keadilan.
SEP juga dibangun atas dasar nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia,
yang bisa berasal dari nlai-nilai agama, kebudayaan, adat-istiadat, atau norma-norma, yang
membentuk perilaku ekonomi masyarakat Indonesia. Suatu perumusan lain mengatakan
bahwa : Dalam Demokrasi Ekonomi yang berdasarkan Pancasila harus dihindarkan hal-hal
sebagai berikut:
Sistem free fight liberalism yang menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia dan
bangsa lain di indonesia.
Sistem etatisme, dalam arti bahwa negara berserta aparatus ekonomi negara bersifat
dominan, mendesak dan mematikan potensi serta daya kreasi unit-unit ekonomi diluar
sektor negara.
Persaingan tidak sehat serta pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam
berbagai bentuk monopoli dan monopsoni yang merugikan masyarakat dan cita-cita
keadilan sosial.” (GBHN 1993).
Seorang pakar senior lain mengatakan bahwa terdapat 5 ciri pokok dari sistem
ekonomi Pancasila yaitu : (Mubyarto, 1981)
1. Yang menguasai hajat hidup orang banyak adalah negara / pemerintah. Contoh hajad
hidup orang banyak yakni seperti air, bahan bakar minyak / BBM, pertambangan / hasil
bumi, dan lain sebagainya.
Sistem ekonomi yang berdasar pancasila berbeda dengan sistem ekonomi liberal
yang hanya menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Sistem
ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem sosialis yang tidak
mengakui kepemilikan individu.
Kapitalisme atau Kapital adalah suatu paham yang meyakini bahwa pemilik modal
bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Demi prinsip
tersebut, maka pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar guna keuntungan
bersama, tapi intervensi pemerintah dilakukan secara besar-besaran untung kepentingan-
kepentingan pribadi.
Ekonomi Sosial adalah sumber daya ekonomi atau faktor produksi diklaim sebagai
milik Negara. Sistem ekonomi yang seluruh kegiatan ekonominya direncanakan,
dilaksanakan, dan diawasi oleh pemerintah secara terpusat. Sistem ini lebih menekankan
pada kebersamaan masyarakat dalam menjalankan dan memajukan perkonomian. Imbalan
yang diterimakan pada orang perorangan didasarkan pada kebutuhannya, bukan
berdasarkan jasa yang dicurahkan.
Ekonomi Liberal ialah sebuah sistem dimana adanya kebebasam baik untuk
produsen maupun konsumen untuk berusaha yang didalamnya tidak ada campur tangan
pemerintah untuk mempengaruhi mekanisme pasar, jadi semua mekanisme pengatusran
harga diserahkan ke pasar (tergantung mekanisme supply dan demand).
PANCASILA SEBAGAI
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA
PARADIGMA PEMBANGUNAN
PEMBANGUNAN HAL :: 11
HAL 12
BAB III
PERMASALAHAN
Contoh masalah akibat dari tidak memahami pancasila sebagai pedoman bertingkah
laku adalah korupsi. Istilah korupsi tentunya sudah bukan hal yang asing lagi ditelinga.
Definisi sederhana korupsi adalah "penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi."
"Korupsi" melibatkan perilaku pihak para pejabat sektor publik, baik politisi maupun pegawai
negeri sipil. Mereka secara tidak wajar dan tidak sah memperkaya diri sendiri atau orang
yang dekat dengan mereka dengan menyalahgunakan wewenang yang dipercayakan.
Korupsi terjadi jika tiga hal terpenuhi, yaitu (1) Seseorang memiliki kekuasaan
termasuk untuk menentukan kebijakan publik dan melakukan administrasi kebijakan
tersebut, (2) Adanya economic rents, yaitu manfaat ekonomi yang ada sebagai sebab akibat
kebijakan publik tesebut, dan (3) Sistem yang ada membuka peluang terjadinya
pelanggaran oleh pejabat publik yang bersangkutan. Apabila satu dari ketiga parameter ini
tidak terpenuhi, tindakan yang terjadi tidak bisa dikategorikan sebagai tindakan korupsi.[5]
Berikut ini terdapat beberapa tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindak pidana
korupsi, antara lain sebagai berikut:
Seseorang dianggap sudah merugikan keuangan negara atau pihak lain jika dia
melakukan perbuatan-perbuatan dengan tujuan memperkaya diri sendiri, golongan,
atau pihak-pihak tertentu dengan cara melawan hukum seperti menyalahgunakan
wewenang atau kedudukannya yang bisa merugikan keuangan negara atau pihak lain.
2. Tindakan suap-menyuap
Dalam hal ini, penggelapan bukan saja berkaitan dengan uang. Sebuah tindakan bisa
dikategorikan sebagai penggelapan apabila secara sengaja menggelapkan atau
membantu orang lain untuk mengambil sesuatu yang bukan menjadi haknya, entah itu
uang, barang atau surat-surat berharga untuk kepentingan pribadi. Selain itu,
pemalsuan data adminstrasi dan penghancuran benda, akta, atau barang bukti juga
bisa dikatakan sebagai penggelapan.
4. Tindakan pemerasan
Pemerasan berarti tindakan seseorang meminta uang atau barang kepada pihak lain
dengan disertai ancaman, dan dapat dikatakan sebagai korupsi apabila dilakukan
untuk keuntungan diri sendiri atau golongannya, dilakukakn dengan melawan
hukum, dan ada sejumlah uang atau barang yang diminta sebelum ia menjalankan
kewajibannya.
5. Tindakan kecurangan
7. Gratifikasi
SOLUSI MASALAH
Meskipun faktanya korupsi hampir tidak mungkin bisa diberantas secara menyeluruh,
namun setidaknya korupsi itu bisa ditekan agar di masa mendatang korupsi tidak semakin
membudaya dan semakin merusak moral para pejabat negara.
Maka dari itu, setelah dapat diketahui apa saja faktor-faktor yang menyebabkan
seorang pemegang kekuasaan publik melakukan korupsi serta dampak apa saja yang timbul
akibat korupsi di Indonesia, dapat dirumuskan beberapa cara untuk mencegah dan
menanggulangi adanya praktik korupsi.
1. Adanya kesadaran rakyat untuk ikut memikul tanggung jawab guna melakukan
partisipasi politik dan kontrol sosial, dengan bersifat acuh tak acuh.
2. Menanamkan aspirasi nasional yang positif, yaitu mengutamakan kepentingan
nasional.
3. Para pemimpin dan pejabat memberikan teladan, memberantas dan menindak
korupsi.
4. Adanya sanksi dan kekuatan untuk menindak, memberantas dan menghukum
tindak korupsi.
5. Reorganisasi dan rasionalisasi dari organisasi pemerintah, melalui
penyederhanaan jumlah departemen, beserta jawatan dibawahnya.
6. Adanya sistem penerimaan pegawai yang berdasarkan “achievement” dan bukan
berdasarkan sistem “ascription”.
7. Adanya kebutuhan pegawai negeri yang non-politik demi kelancaran administrasi
pemerintah.
8. Menciptakan aparatur pemerintah yang jujur
9. Sistem budget dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai tanggung jawab etis
tinggi, dibarengi sistem kontrol yang efisien.
10. Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan perorangan yang mencolok
dengan pengenaan pajak yang tinggi.
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kami ambil dari materi yang telah kami jabarkan diatas
adalah :
B. Saran
Adapun saran yang dapat kami sampaikan kepada pembaca adalah kami berharap
kepada pembaca dapat mengetahui, memahami,dan menghayati pancasila sebagai sumber
tingkah laku kita dalam berperilaku. Sebagai mahasiswa, kita tidak perlu berpartisipasi
dalam bidang militer, cukup dengan belajar dengan benar, berpartisipasi bila ada sesuatu
yang tidak beres di pemerintahan, dan selalu peka bila ada paham yang bertentangan
dengan pancasila. Kami menyarankan kepada para pembaca agar semaksimal mungkin
menerapkan nilai – nilai yang terkandung dalam pancasila, agar kita sebagai warga negara
dapat membangun negeri ini ke tingkat yang lebih baik. Karena, tugas membangun negeri
ini bukan hanya kewajiban para pejabat tinggi, tetapi kita sebagai rakyat juga berkewajiban
berpartisipasi untuk membangun negeri yang kita cintai ini.
PANCASILA SEBAGAI
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA
PARADIGMA PEMBANGUNAN
PEMBANGUNAN HAL :: 16
HAL 16
DAFTAR PUSTAKA
Kantaprawira, Rusadi, Sistem Politik Indonesia, Bandung : Sianr Baru Offset. 1988
Alkostar, Artidjo dan M.sholeh Amin, Pembanguna Hukum dalam Prospektif Politik
Hukum Nasional, Jakarta :CV.Rajawali . 1986.
PANCASILA SEBAGAI
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA
PARADIGMA PEMBANGUNAN
PEMBANGUNAN HAL :: 14
HAL 14
15
17