Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sel merupakan unit struktural dan fungsional yang kompleks. Kemajuan
dalam bidang biologi sel maupun bidang kimia memberikan manfaat yang sangat
besar untuk mengetahui sel lebih dalam. Penemuan mikroskop elektron memberikan
kemudahan bagi kita untuk mempelajari tentang struktur sel hingga tingkat
milimikron seperti organel dan struktur makromolekul yang berukuran besar.
Kemajuan bidang kimia dapat digunakan untuk membantu memahami struktur
molekul dari sel.
Perkembangan dalam ilmu pengetahuan khususnya biologi sel memberikan
kita kesadaran bahwa interior di dalam sel tidak sekedar penuh dengan cairan
sitoplasma. Penemuan-penemuan dan penelitian mengenai struktur sel
mengungkapkan bahwa interior dari sel eukariotik sangat berstruktur dan kompleks.
Salah satu bagiannya yaitu sitoskeleton. Sitoskeleton merupakan jaringan kompleks
yang menghubungkan filament dan tubulus yang memanjang diseluruh bagian sitosol
dari nukleus hingga kebagian permukaan membran plasma. Sitoskeleton memainkan
peran penting untuk pergerakan sel dan pembelahan sel dan pada sel eukariot,
sitoskeleton secara aktif menggerakkan organel terikat membrane didalam sitosol.
Komponen sitoskeleton bervariasi sesuai dengan struktur penyusun, dinamika
serta peranan biologisnya di dalam sel. Variasi-variasi tersebut memiliki mekanisme
dasar yang sama sehingga sitoskeleton mampu memainkan peran bagi sel melalui
koordinasi dari komponen penyusunnya
Makalah ini akan membahas komponen-komponen penyusun sitoskeleton dan
peranan sitoskeleton dalam pergerakan sel.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu sitoskeleton?
2. Bagaimana struktur komponen utama penyusun sitoskeleton?
1
3. Bagaimana struktur dan fungsi, pembentukan, serta pergerakan dan
peranan masing-masing komponen penyusun sitoskeleton?

C. Tujuan
1. Memahami informasi umum mengenai sitoskeleton
2. Memahami struktur komponen utama penyusun sitoskeleton
3. Memahami struktur dan fungsi, pembentukan, pergerakan serta pergerakan
masing-masing komponen penyusun sitoskeleton

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sitoskeleton


Perkembangan dalam ilmu pengetahuan khususnya biologi sel memberikan
pengetahuan bahwa interior di dalam sel tidak sekedar penuh dengan cairan
sitoplasma.Penemuan-penemuan dan penelitian mengenai struktur sel
mengungkapkan bahwa interior dari sel eukariotik sangat berstruktur dan
kompleks.Salah satu bagiannya yaitu sitoskeleton.Istilah dan konsep dari sitoskeleton
atau cytosquelette (bahasa Perancis) pertama kali diperkenalkan oleh Paulus
Wintrebert pada tahun 1931.Sitoskeleton(kerangka sel) merupakan jaringan kompleks
yang menghubungkan filament dan tubulus yang memanjang diseluruh bagian sitosol
dari nukleus hingga kebagian permukaan membran plasma.Sitoskeleton memainkan
peran penting untuk pergerakan sel dan pembelahan sel dan pada sel eukariot,
sitoskeleton secara aktif menggerakkan organel terikat membrane didalam sitosol.
Komponen sitoskeleton bervariasi sesuai dengan struktur penyusun, dinamika
serta peranan biologisnya di dalam sel. Variasi-variasi tersebut memiliki mekanisme
dasar yang sama sehingga sitoskeleton mampu memainkan peran bagi sel melalui
koordinasi dari komponen penyusunnya.
2.2 Struktur Sitoskeleton
Sitoskeleton tersusun atas tiga tipe filament protein yaitu mikrotubulus,
mikrofilamen aktin dan filament intermediet. Ketiga tipe protein tersebut mempunyai
sifat mekanisme yang berbeda-beda dan disusun atas sub unit protein yang berbeda
pula. Ketiga filament tersebut terhubung satu sama lain dan memiliki mekanisme
dasar yang sama sehingga sitoskeleton mampu memainkan peran bagi sel melalui
koordinasi dari komponen penyusunnya.
2.3 Mikrotubulus
2.3.1 Pengertian dan Fungsi Mikrotubulus
Mikrotubulus merupakan bagian paling besar dari elemen sitoskeleton yang
berfungsi memberi bentuk pada sel dan mempertahankan organisasi internal dari sel,
3
pergerakan sel dan pembelahan sel. Mikrotubulus pada sel eukariot dapat
diklasifikasikan menjadi dua kelompok yang berbeda pada tingkat pengorganisasian
dan stabilitas struktural.`Kelompok mikrotubul yang pertama yaitu mikrotubul
sitoplasmik. Mikrotubul sitoplasmik berfungsi untuk mempertahankan akson,
membentuk orientasi selulosa mikrofibril, membentuk benang spindel pada
pembelahan mitosis dan meiosis serta berkontribusi dalam pergerakan yang ada
didalam sel kaitannya dengan pergerakan vesikel dan organel.
Kelompok kedua dari mikrotubul yaitu mikrotubul aksonemal. Mikrotubul
aksonemal ditemukan pada struktur sub seluler yang berhubungan dengan pergerakan
sel terutama pada silia dan flagella serta pergerakan basal body.
2.3.2 Struktur Mikrotubulus
Struktur mikrotubulus tersusun atas molekul-molekul protein globular yang
disebut tubulin dengan bentuk seperti tabung berlubang dengan ukuran diameter luar
yaitu 23-25 nm dan diameter dalam 15 nm. Mikrotubul mempunyai panjang yang
bervariasi, ada yang berukuran kurang dari 20 nm hingga ratusan mikrometer.
Mikrotubulus lebih kaku dan kokoh dibandingkan dengan filamen aktin dan filamen
intermediet.Mikrotubulus memiliki dua ujung, yaitu ujung negatif (-) yang terhubung
dengan pusat pengatur mikrotubulus dan ujung positif (+) yang berada di dekat
membran plasma.Gambaran struktur mikrotubul dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur Mikrotubul dan Subunitnya (Albert,2008 )

4
Apabila diiris secara melintang, mikrotubulus tersusun atas larik longitudinal
dari polimer linear yang disebut protofilamen.Mikrotubulus tersusun atas 13
protofilamen sejajar yang masing-masingnya tersusun atas serangkaian α-tubulin dan
β-tubulin yang saling bergantian.Protofilamen terbentuk dengan ujung yang terbuka,
β-tubulin menjadi ujung (+) dan α-tubulin menjadi ujung (-).Perbedaan tersebut
didasarkan pada laju pertumbuhan dari kedua ujung mikrotubul tersebut.Ujung
mikrotubulus yang tumbuh dan menyusut dengan cepat disebut ujung positif (+)
sedangkan ujung mikrotubulus yang pertumbuhan dan penyusutannya berlangsung
lambat disebut dengan ujung negatif (-). Penjelasan lebih dalam mengenai laju
pertumbuhan ujung mikrotubulus tersebut akan dibahas pada pokok bahasan
pembentukan mikrotubuls.
Beberapa mikrotubulusaksonemal mempunyai bentuk yang kompleks karena
tersusun atas mikrotubulus ganda maupun triplet.Mikrotubulus ganda dan triplet
mengandung satu tubule yang tersusun atas 13 protofilamen yang utuh sedangkan
tambahan dua tubule lainnya tersusun atas 10 atau 11 protofilamen.Mikrotubulus
dengan protofilamen ganda ditemukan pada silia dan flagel sedangkan triplet
ditemukan di basal body dan sentriol.Struktur protofilamen singlet, doublet dan triplet
dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur Protofilamen pada Mikrotubul (Karp, 2010)

Sub unit tubulin pada mikrotubul merupakan heterodimer yang terbentuk dari
dua protein (dimer) disebut α-tubulin dan β-tubulin yang terikat kuat oleh ikatan non
kovalen (Gambar 3). Kedua jenis protein tubulin tersebut tergabung menjadi αβ
tubulin yang tersusun secara berseling dan hanya dapat ditemukan pada heterodimer
5
tersebut (tidak pernah tersusun dengan susunan lainnya). Setiap monomer α atau β
mempunyai situs pelekatan untuk satu molekul GTP.GTP (pada gambar berwarna
merah) berikatan dengan sisi α-tubulin dan bersifat ireversibel, sedangkan GTP yang
berikatan dengan β-tubulin bersifat reversibel, yaitu mampu berubah menjadi GDP
(pada gambar berwarna biru). Pengikatan GDP pada sub unit β-tubulin menyebabkan
terjadinya penambahan sub unit dimer yang baru. GDP tersebut merupakan hasil dari
hidrolisis GTP dan mempunyai peran penting dalam dinamika mikrotubul.Taxol pada
struktur tubulin membuat struktur dimer lebih stabil.

Gambar 3. Struktur tubulin


2.3.3 Pembentukan Mikrotubulus
Mikrotubulus umumnya berasal dari struktur di dalam sel yang disebut
sebagai pusat pengatur mikrotubulus atau Micro-TubuleOrganizing Center
(MTOC).MTOC berperan sebagai tempat awal mula pembentukan mikrotubulus dan
menjadi tempat melekatnya satu ujung mikrotubulus.Secara umum, sel dalam fase
interfase memiliki MTOC yang disebut sebagai sentrosom yang letaknya berdekatan
dengan nukleus.Dinding sentriol dibentuk dari 9 pasang mikrotubulus triplet.
Sentrosom memiliki kompleks cincin tubulin γ (γ-Tubulin Ring Complexes atau γ-
TuRCs) sebagai tempat terjadinya proses nukleasi mikrotubul. Pada sel hewan,
sentriol berperan untuk menambahkan material pericentriolar pada sentrosom yang
memacu terjadinya proses nukleasi mikrotubulus.

6
Gambar 4. Struktur sentrosom sebagai pusat pengatur mikrotubulus
(Karp, 2010)
Mikrotubulus terbentuk dari polimerasi reversible dari dimers tubulin.
Langkah perakitan mikrotubulus dari dimer hingga membentuk sebuah protofilamen
adalah sebagai berikut (lihat Gambar 5):
1) Pengumpulan dimer tubulin menjadi gugus atau kelompok yang disebut sebagai
oligomer. Oligomer tersebut berperan seperti “inti sel” yang merupakan asal dari
pertumbuhan mikrotubul sehingga proses ini disebut nukleasi (nucleation). Proses
nukleasi ini menghasilkan protofilamen yang tersusun atas dimer αβ tubulin
2) Protofilamen berasosiasi menjadi dinding protein
3) Ketika mikrotubulus telah ternukleasi, maka mikrotubulus tersebut akan tumbuh
dengan cara menambahkan subunit pada kedua ujung sisinya melalui proses
elongasi (elongation). Selain proses pemanjangan, terjadi juga proses
pembongkaran sub unit pada ujung-ujungnya menyebabkan terjadinya proses
pemendekan.

7
Gambar 5.Proses perakitan mikrotubulus

Mikrotubulus memiliki kutub positif (+), yaitu kutub yang pertumbuhannya


cepat, dan kutub negatif (+) yaitu kutub yang pertumbuhannya lambat.Perbedaan laju
pertumbuhan pada ujung positif dan negatif mikrotubulus menggambarkan perbedaan
konsentrasi kritis yang dibutuhkan untuk pembuatan mikrotubulus pada kedua
sisi.Konsentrasi kritis pada ujung positif lebih rendah daripada ujung negatifnya. Jika
konsentrasi tubulin bebas lebih tinggi dari konsentrasi kritis untuk ujung positif tetapi
lebih rendah pada ujung negatif, maka pembentukan mikrotobulus akan terjadi pada
ujung positif sedangkan penguraian akan terjadi pada ujung negatif.Pembentukandan
penguraian microtubulus secara bersamaan menghasilkan fenomena yang disebut
sebagai treadmilling.
Fenomena treadmilling tersebut dapat dijelaskan menggunakan model
ketidakstabilan dinamis dari mikrotubulus atau dynamic instability model.Dynamic
instability modeldigunakan untuk menjelaskan bagaimana polimerasi dan
dipolimerasi microtubulus dapat terjadi secara bersamaan. Model tersebut
diasumsikan terdapat dua populasi mikrotubulus, satu sisi terjadi penambahan
panjang karena adanya polimerasi sedangkan satu sisi lainnya mengalami penyusutan
akibat dipolimerasi.Perbedaan tersebut terjadi karena pada ujung positif yang
mengalami pertumbuhan memiliki ikatan GTP sedangkan pada ujung negatif yang
mengalami penyusutan memiliki ikatan GDP. Molekul GTP-tubulin mencegah
subunit terpisah dari ujung positifnya sehingga memberikan ujung mikrotubul yang
stabil untuk penambahan dimers selanjutnya. Hidrolisis GTP dari β-tubulin mengacu
pada ujung yang tidak stabil; sehingga dipolimerasi dapat terjadi dengan cepat.
Ketika GTP-tubulin tersedia, GTP ditambahkan pada mikrotubulus dengan
cepat sehingga menghasilkan sumbat GTP-tubulin yang besar. Ketika GTP-tubulin
menurun, laju penambahan tubulin menurun. Pada keadaan konsentrasi GTP-tubulin
yang cukup rendah, laju hidrolisis GTP pada subunit β-tubulin didekat ujung
mikrotubulus melebihi laju penambahan subunit tubulin yang baru sehingga
8
menyebabkan sumbat GTP menyusut. Ketika sumbat GTP hilang, microtubulus
menjadi tidak stabil sehingga ikatan subunit GDP sebagai hasil hidrolisis GTP pada
ujung microtubulus hilang.

Gambar 6. Polimerasi dan Dipolimerasi Mikrotubulus


2.3.4 Protein Terikat pada Mikrotubul
Proses pertumbuhan dan penyusutan mikrotubulus terjadi pada microtubulus
yang terdistribusi secara acak dan memiliki kapasitas hidup yang singkat. Hal ini
tentunya berbeda dengan mikrotubulus yang memang terogranisisir secara stabil
didalam sel. Agar mikrotubul tetap stabil didalam sel, diperlukan berbagai macam
protein untuk regulasi struktur, pembentukan dan fungsi mikrotubul.Protein yang
terikat pada mikrotubulus terbagi menjadi dua yaitu protein yang menstabilkan
mikrotubulus dan protein yang membuat mikrotubulus tidak stabil seperti tertera pada
Tabel 1.

9
Tabel 1. Protein-protein yang Terikat pada Mikrotubulus
Protein Letak Fungsi
MAP1 Dendrit, akson, Menstabilkan dan
sel non-neuronal membentuk mikrotubul
MAP2 Dendrit Menstabilkan dan
membuat hubungan
saling silang antar
mikrotubul dan antara
mikrotubul dan filament
intermediet
MAP4 Pada kebanyakan Menstabilkan
Protein yang
tipe sel mikrotubulus
menstabilkan
Tau Dendrit dan Menstabilkan dan
mikrotubulus
akson membuat hubungan
saling silang antar
mikrotubul dan antara
mikrotubul dan filament
intermediet
CLIP170 Pada kebanyakan Membuat hubungan
tipe sel saling silang
mikrotubulus dengan
endosom dan kromosom
Protein yang Katanin Pada kebanyakan Merombak mikrotubulus
tidak tipe sel
menstabilkan OP18 Pada kebanyakan Mengikat dimer tubulin
mikrotubulus (stathmin) tipe sel

2.3.5 Pergerakan Mikrotubulus


A. Pergerakan intraseluler mikrotubul

10
Mikrotubulus menyediakan lintasan kaku untuk transportasi atau pergerakan
vesikel danberbagai macam organel yang dilingkupi membran.Akan
tetapi,mikrotubulus tidak secara langsung menghasilkan energi yang digunakan untuk
pergerakan. Mekanisme dasar pergerakan tergantung pada motor protein yang
berasosiasi dengan mikrotubul yang terikat oleh vesikel atau organel dan kemudian
“berjalan” sepanjang mikrotubul menggunakan ATP sebagai sumber energy. Selain
itu, motor protein mengenali muatan atau polaritas dari mikrotubul sehingga masing-
masing protein motor mempunyai arah pergerakan tertentu. Protein motor pada
mikrotubul pada umumnya ada dua kelompok utama yaitu kinesin dan dynein.
Kinesins adalah protein motor yang bekerja disepanjang mikrotubul. Kinesin
bergerak menuju ujung positif yaitu menjauhi sentrosom.Struktur kinesin menyerupai
miosin II dengan dua rantai berat dan dua rantai ringan tiap satu rantai berat. Kinesin
memiliki motor domain dibagian kepala dan ekor sehingga kinesin dapat bergerak ke
arah ujung positif (menjauhi sentrosom) dan ujung negatif (melekat pada sentrosom)
pada mikrotubul (Alberts, et al., 2008)

Gambar 13. Macam-macam Kinesin

11
Kinesin berperan dalam sisrem endomembrane pada sel. Endomembrane
merupakan kompleks jaringan tubulus yang terikat membrane dan merupakan bagian
penting dalam proses transportasi hasil sintesis protein atau pelepasan Ca oleh badan
golgi. Badan golgi berfungsi menerima protein yang terbuat di R lalu melakukan
distribusi protein tersebut kepada bagian-bagian sel tertentu. Pada proses ini, protein
didistribusikan melalui vesikel sehingg ada aliran vesikel yang terus –menerus dari
dan keluar badan golgi. Vesikel dibawa oleh motor mikrotubulus pada lintasan
mikrotubulus.
Dyneins memiliki orientasi ke arah ujung negatif (dekat sentrosom) pada
mikrotubul.Dynein tersusun dari dua atau tiga rantai berat dengan masing-masing
memiliki motor domain.Ada dua kategori dynein yaitu dynein sitoplasma
(cytoplasmic dyneins) dan axonemal dyneins.Dynein sitoplasma memiliki tipe rantai
berat berupa homodimer dengan dua kepala beserta motor domain-nya.Sedangkan,
axonemal dyneins dengan heterodimer dan heterotrimer spesial untuk kecepatan
gerak seperti pada silia dan flagel (Alberts, et al., 2008).

Gambar 14. Sistem Endomembran

12
Dyneins memiliki orientasi ke arah ujung negatif (dekat sentrosom) pada
mikrotubul.Dynein tersusun dari dua atau tiga rantai berat dengan masing-masing
memiliki motor domain.Ada dua kategori dynein yaitu dynein sitoplasma
(cytoplasmic dyneins) dan axonemal dyneins.Dynein sitoplasma memiliki tipe rantai
berat berupa homodimer dengan dua kepala beserta motor domain-nya.Sedangkan,
axonemal dyneins dengan heterodimer dan heterotrimer spesial untuk kecepatan
gerak seperti pada silia dan flagel (Alberts, et al., 2008).

Gambar 15. Struktur Dynein

13
Gambar 15. Dynein aksonemal dan pergerakan silia

Gambar 16. Gerakan Pembengkokan Flagel


Flagel dan silia merupakan penjuluran yang mengandung mikrotubulus dari
beberapa jenis sel. banyak eukariota uniseluler terdorong melewati air oleh silia atau
flagel yang bertindak sebagai embelan lokomotor atau penggerak, dan sperma hewan,
alga dan beberapa tumbuhan memiliki flagel. Ketika silia atau flagel menjulur dari
sel-sel yang tetap di tempat sebagai bagian dari lapisan jaringan, penjuluran-
penjuluran tersebut dapat menggerakan cairan melalui permukaan jaringan.
Pergerakan dari silia atau flagela yang dihasilkan oleh pelengkungan inti
antara silia atau flagel, yang disebut axoneme. Axoneme ini terdiri dari mikrotubulus
dan protein pengait, yang diatur dengan pola yang teratur dan khusus. Sembilan
doublet mikrotubulus khusus (terdiri dari satu mikrotubulus lengkap dan satu
microtubulus parsial menyatu bersama sehingga mereka dapat berbagi dinding
tubulus yang sama) diatur dalam sebuah lingkaran atau cincin di sekitar sepasang
mikrotubulus tunggal.
Hampir semua bentuk flagella dan silia (dari protozoa sampai manusia)
memiliki susunan karakteristik yang sama. Pada posisi biasa sepanjang mikrotubulus,
protein pelengkap menghubungkan mikrotubulus secara bersama-sama.Molekul-
molekul yang berbentuk silia dynein membentuk jembatan antara doublet
mikrotubulus tetangga disekitar lingkaran axonema.

14
B. Pergerakan Mikrotubul pada Mitosis
1. Profase
Benang-benang kromatin menduplikasi diri dan berkondensasi menjadi
kromatid. Dua kromatid diikat menjadi satu pada daerah sentromer menjadi
kromosom. Sentromer sendiri diikat oleh kinetokor. Dan kinetokor diikat oleh
mikrotubul kinetokor. Pada akhir profase menuju prometafase, selubung inti akan
pecah terurai.

Gambar 17. Profase. Duplikasi benang-benang kromatid

2. Prometafase
Pecahnya selubung inti menyebabkan mikrotubul yang tadinya berada diluar
inti dapat memasuki daerah inti. Akhir dari prometafase ditandai dengan bergeraknya
kromosom ke bidang ekuator pembelahan.

Gambar 18. Prometafase, mikrotubul masuk ke daerah nukleus


3. Metafase
Tahap metafase ini diawali dengan pengaturan letak dan arah kromosom oleh
mikrotubul kinetokor, sehingga setiap kromosom dapat menghadap kutub masing-

15
masing. Mikrotubul kinetokor selanjutnya menggerakkan kromosom ke bidang
ekuator, jadi kromosom tertata di tengah ekuator. Hal ini terjadi karena adanya gaya
tarik-menarik yang sama kuat dari masing-masing kutub pembelahan.

Gambar 19. Metafase, mikrotubul kinetokormenggerakkan kromosom


ke bidang ekuator
4. Anafase
Pada tahap anafase, kromosom terbelah menjadi dua kromatid, masing-masing
telah diatur oleh sebuah kinetokor. Kromatid tersebut bergerak ke arah kutub
pembelahan masing-masing karena memendeknya mikrotubul kinetokor.

Gambar 20. Anafase, mikrotubul kinetokor memendek,


kromatid bergerak ke kutub pembelahan

5. Telofase
Tahap ini diawali dengan terakitnya kembali selubung nukleus di sekeliling
tiap kelompok kromosom baru. Mikrotubul kinetokor menghilang, tetapi mikrotubul
kutub masih tetap ada.

16
Gambar 21. Telofase, Mikrotubul kinetokor menghilang,
mikrotubul kutub masih panjang
6. Sitokinesis
Pelekukan terjadi ditengah bidang pembelahan karena aktivitas cincin
kontraktil. Pelekukan ini menyebabkan mikrotubul kutub menjadi tumpang tindih.
Mikrotubul yang saling tumpang tindih tersebut membentuk mid body. Mid body ini
berfungsi sebagai tambatan dua sel anakan.

Gambar 22. Sitokinesis, mikrotubul kutub membentuk mid body


2.4 Mikrofilament Aktin
2.4.1 Pengertian dan Fungsi

Mikrofilamen adalah subunit protein aktin globuler dengan diameter kira-kira


8 nm yang mana berlimpah protein aktin pada kebanyakan sel (Karp, 2010). Aktin
adalah protein intraseluler yang paling melimpah di sebagian besar sel-sel eukariotik.
Mikrofilament berdiameter sekitar 7 nm dan merupakan bagian terkecil dari filament
sitoskeleton (Albert, 2008). Sitoskeleton aktin diatur dalam berbagai struktur besar
17
yang memperpanjang seluruh sel. Karena begitu besar, sitoskeleton aktin dapat
dengan mudah mengubah morfologi sel hanya dengan merakit atau membongkar
sendiri (Lodish dkk).
Masing-masing subunit aktin, yang kadang-kadang disebut globular atau G-
actin, adalah polipeptida asam amino 375-amino yang membawa molekul ATP atau
ADP yang terkait erat. Aktin sangat dilestarikan dengan baik di antara eukariota.
Urutan asam amino aktin dari spesies eukariotik yang berbeda biasanya sekitar 90%
identik. Variasi kecil urutan asam amino aktin dapat menyebabkan perbedaan
fungsional yang signifikan: Pada vertebrata, misalnya, ada tiga isoform aktin, yang
disebut α, β, dan γ, yang sedikit berbeda dalam urutan asam amino dan memiliki
fungsi yang berbeda. α-Actin hanya diungkapkan pada sel otot, sedangkan β- dan γ-
actin ditemukan bersamaan di hampir semua sel non-otot. Subunit Actin Merakit
Head-to-Tail untuk Membuat Fleksibel, Polar Filamen Actin subunit merakit dari
kepala ke ekor untuk membentuk helix yang pas dan lurus, membentuk struktur
sekitar 8 nm yang disebut flamentous atau F-actin (Albert, 2010)
Mikrofilamen paling dikenal karena perannya dalam fibril kontraktil dari sel
otot, di mana mereka berinteraksi dengan filamen miosin yang lebih tebal sehingga
menyebabkan kontraksi karakteristik otot. Namun, MF tidak terbatas pada sel otot.
Mikrofilamen aktin terjadi di hampir semua sel eukariotik dan terlibat dalam banyak
fenomena lainnya, termasuk berbagai fungsi lokomotif dan structural (Hardin dkk,
2012) Perannya tidak terbatas untuk otot sel saja, namun mikrofilament peran
termasuk fungsi lokomotori (pergerakan) dan fungsi struktural. Contoh sel pergerakan
microfilament yang berperan termasuk migrasi sel melalui lamellipodia dan filopodia,
gerakan amoeboid, dan aliran sitoplasma, biasanya pada aliran sitoplasma dalam
beberapa tanaman dan sel-sel hewan (Albert, 2008)
Pergerakan sel mikrofilament penting dalam mendukung perkembangan dan
memelihara bentuk sel. Kebanyakan sel hewan, memiliki jaringan padat dari
mikrofilament yang disebut sebagai sel korteks yang terletak di bawah membran
plasma. Korteks memberikan kekakuan sel dan mengontrol perubahan bentuk dan

18
pergerakan sel. Berkas pararel mikrofilamen juga merupakan penyusun struktur
mikrovili yang ditemukan pada kebanyakan sel hewan.

Gambar 23. Aktin

2.4.2 Struktur Mikrofilamen Aktin

Aktin adalah protein yang melimpah dalam hampir semua sel-sel eukariotik
termasuk tumbuh-tumbuhan, alga dan jamur. Filamen aktin terbuat dari sub-unit yang
bulat dan padat seperti pada sub-unit penyusun mikrotubul. Sub-unit aktin untuk
filamen aktin dan sub-unit tubulin untuk mikrotubul. Semua sub-unit tersusun
berbentuk heliks (sekrup) yang saling berasosiasi dengan kombinasi kontak protein
ujung dengan ujung dan sisi dengan sisi. Masing-masing sub-unit memiliki ikatan
kovalen (polar) membentuk satu kesatuan bersama-sama denga polimer biologi
seperti DNA, RNA, dan protein. Kendati demikian antara tiga tipe polimer penyusun
sitoskeleton memiliki ikatan non-kovalen. Konsekuensinya adalah pemasangan dan
pemisahan polimer dapat terjadi dengan cepat tanpa merusak ikatan kovalen
subunitnya (Alberts, et al., 2008).

19
Gambar 24 . Struktur Filamen Aktin
Sub-unit aktin adalah bulatan tunggal dari rantai polipeptida, dan lebih banyak
ditemukan dalam bentuk monomer daripada dimer. Masing-masing sub-unit aktin
memiliki sisi yang khusus untuk berikatan dengan nukleotida. Nukleotida yang cocok
berikatan dengan aktin adalah ATP atau ADP. Filamen aktin memiliki dua ujung yaitu
ujung (+) (pertumbuhan cepat) dan ujung (-) (pertumbuhan lambat).

20
Gambar 25. Struktur Filament Aktin

(Becker, 2010)

2.4.3 Pembentukan Mikrofilamen Aktin


Pada sel bergerak, sitoskeleton harus merakit cepat dan tidak selalu memiliki
kesempatan untuk membentuk terorganisir dengan baik, struktur yang sangat
memerintahkan. Aktin disintesis sebagai polipeptida tunggal yang terdiri dari 375
asam amino dengan berat molekul sekitar 42 kDa. Setelah disintesis proteinnya
mengalami pelipatan yang berbentuk U dengan rongga sentral yang mengikat ATP
atau ADP. Molekul aktin tunggal disebut sebagai G-aktin (globular actin), pada
kondisi yang normal G-aktin akan terpolymerasi untuk membentuk mikrofilament
yang disebut sebagai F-aktin (filamentous actin). G atau F aktin ini juga mengikat
berbagai macam protein lainnya, secara kolektif dikenal sebagai aktin yang mengikat
protein.
G-aktin Monomer Merakit menjadi panjang, spiral F-aktin Polimer aktin ada
sebagai monomer globular yang disebut G-aktin dan sebagai polimer filamen yang
disebut F-aktin, yang merupakan rantai linear dari subunit G-aktin. (mikrofilamen
divisualisasikan dalam sel dengan mikroskop elektron adalah filamen F-aktin
ditambah protein terikat.) Setiap molekul aktin berisi Mg2ion kompleks dengan baik
ATP atau ADP. Dengan demikian ada empat negara dari aktin: ATP-G-aktin, ADP-G-
aktin, ATP-F-aktin, dan ADP-F-aktin. Dua dari bentuk-bentuk, ATP-G-aktin dan
ADP-F-aktin, mendominasi dalam sel. Pentingnya interkonversi antara ATP dan
21
bentuk ADP aktin dalam perakitan sitoskeleton dibahas nanti. Meskipun G-aktin
muncul globular di mikroskop elektron, x-ray analisis kristalografi mengungkapkan
bahwa itu dipisahkan menjadi dua lobus oleh sekat dalam. Lobus dan celah menyusun
ATPase kali lipat, tempat di mana ATP dan Mg2 terikat. Dalam aktin, lantai sumbing
bertindak sebagai engsel yang memungkinkan lobus untuk flex relatif satu sama lain.
Ketika ATP atau ADP terikat untuk G-aktin, nukleotida mempengaruhi konformasi
molekul. Bahkan, tanpa nukleotida terikat, G-aktin denatures sangat cepat.

Penambahan ion-Mg2, K, atau Na-untuk solusi dari G-aktin akan menginduksi


polimerisasi G-aktin menjadi filamen F-aktin. Proses ini juga reversibel: F-aktin
depolymerizes ke G-aktin ketika kekuatan ionik larutan diturunkan. F-aktin filamen
yang membentuk in vitro yang bisa dibedakan dari mikrofilamen diisolasi dari sel-sel,
yang menunjukkan bahwa faktor-faktor lain seperti protein aksesori tidak diperlukan
untuk polimerisasi in vivo. Perakitan Gactin ke F-aktin disertai dengan hidrolisis ATP
menjadi ADP dan Pi; Namun, seperti yang dibahas kemudian, hidrolisis ATP
mempengaruhi kinetika polimerisasi tetapi tidak diperlukan untuk polimerisasi
berlangsung (Lodish, 2007)
Perakitan dan pembongkaran mikrofilamen. Sebelum disatukan ke dalam
filamen, monomer aktin mengikat molekul ATP. Aktin adalah ATPase, seperti tubulin
adalah GTPase, dan peran ATP dalam perakitan aktin adalah mirip dengan GTP dalam
perakitan mikrotubulus. ATP terkait dengan monomer aktin dihidrolisis menjadi ADP
pada beberapa waktu setelah itu dimasukkan ke dalam filamen aktin tumbuh.
Akibatnya, sebagian besar filamen aktin terdiri dari subunit ADP-aktin.
Polimerisasi aktin mudah ditunjukkan secara in vitro dalam solusi yang
mengandung monomer ATP-aktin. Seperti dalam kasus mikrotubulus, tahap awal
dalam pembentukan filamen (yaitu, nukleasi) terjadi secara perlahan in vitro,
sedangkan tahap berikutnya elongasi filamen terjadi jauh lebih cepat. Tahap nukleasi
pembentukan filamen dapat dilewati oleh termasuk filamen aktin yang ditunjukkan
dalam campuran reaksi. Ketika preformed filamen aktin diinkubasi dengan
konsentrasi tinggi berlabel monomer ATP-aktin, kedua ujung microfilament menjadi
22
label, tapi salah satu ujung sebagai afinitas yang lebih tinggi untuk monomer dan
menggabungkan mereka pada tingkat sekitar 10 kali dari ujung yang lain. Dekorasi
dengan S1 myosin fragmen menampakan dengan ujung (plus) microfilament tersebut
adalah pertumbuhan cepat a, sementara yang ditunjukkan (minus) pada akhir adalah
tumbuh lambat ujungnya peristiwa yang terjadi selama aktin perakitan /
pembongkaran in vitro tergantung pada konsentrasi monomer aktin.

Misalkan kita mulai dengan menambahkan preformed filamen aktin (biji) ke


larutan aktin di hadapan ATP (langkah 1). Selama konsentrasi monomer ATP-aktin
tetap tinggi, subunit akan terus ditambah di kedua ujung filamen (langkah 2). Sebagai
monomer dalam campuran reaksi yang dikonsumsi dengan penambahan sampai ke
ujung filamen, konsentrasi bebas ATP-aktin terus menurun sampai tercapai suatu titik
di mana penambahan bersih monomer terus ditambah, yang memiliki afinitas yang
lebih tinggi untuk ATP-aktin, tapi berhenti pada akhir dikurangi, yang memiliki
afinitas rendah untuk ATP-aktin (langkah 3).

Sebagai filamen elongasi, penurunan konsentrasi monomer bebas. Pada titik ini,
monomer terus ditambahkan di ujung ditambah dari filamen, namun kekurangannya
dari subunit terjadi pada akhir dikurangi. Sebagai konsentrasi monomer bebas jatuh,
di titik dicapai di mana dua reaksi di ujung-ujung filamen seimbang sehingga baik
panjang filamen dan konsentrasi monomer bebas tetap konstan (langkah 4). Jenis
keseimbangan antara dua kegiatan yang berlawanan adalah contoh steady state dan
terjadi ketika konsentrasi ATP-aktin adalah sekitar 0,3 M. Karena subunit sedang
ditambahkan ke ditambah berakhir dan dihapus dari minus ujung setiap filamen di
steady state, posisi relatif subunit individu dalam setiap proses filamen terus bergerak
yang dikenal sebagai “treadmilling” (langkah 4-5). Studi pada sel-sel hidup yang
mengandung subunit aktin fluorescently berlabel telah mendukung terjadinya
treadmilling in vivo.

23
Gambar 27. Perakitan Aktin In vitro
Struktur filamen aktin terbentuk melalui beberapa proses yaitu fase lag
(nucleation), fase pertumbuhan (elongation), dan fase equilibrium (steady state).
Pertamas, fase lag adalah fase dimana sub-unit aktin saling berikatan membentuk
oligomer. Fase ini adalah fase yang oligomernya mudah lepas karena penghalang
berupa gerak dan sangat butuh waktu yang lama, tergantung seberapa banyak sub-unit
aktin yang bergabung bersama-sama membentuk nukleus. Kedua, fase pertumbuhan
adalah fase dimana oligomer mendapat pasangan dari subunit aktin tambahan
sehingga filamen aktin semakin panjang (tumbuh). Ketiga, fase equilibrium adalah
fase dimana laju sub-unit aktin yang bergabung di salah satu ujung sama dengan laju
sub-unit yang lepas di ujung lainnya. Kondisi ini disebut dengan critical

concentration (Cc). Ada dua tipe pembentukan yaitu; a) dimulai dari fase lag, b)
dimulai dari fase pertumbuhan (Alberts, et al., 2008, p. 973). Berikut adalah gambar
dari skema pembentukan filamen aktin.

24
Gambar 28. Pembentukan Filamen Aktin

2.4.4 Pergerakan Sel Berbasis Filamen Aktin


(a) Filamen Aktin dalam Pergerakan Sel Fibroblast
Filamen aktin yang berperan sebagai protein jalur penghubung (cross-linking
proteins) untuk stabilisasi dan pengatur dibedakan menjadi dua kelas yaitu protein
pengikat dan protein pemberi bentuk gel. Protein pengikat yaitu filamen aktin
tersusun sebagai kesatuan paralel, sedangkan protein pemberi bentuk gel yaitu
filamen aktin saling berikat membentuk sudut yang besar sehingga sel terlihat
melebar. Sebagai contoh sel fibroblast dari sebuah biakan jaringan memperlihatkan
susunan dari filamen aktin. Filamen aktin ditunjukkan dengan garis warna merah
disertai anak panah menuju daerah ujung minus. Serabut kaku (Stress fiber) adalah
bagian pengerut dan pendesak. Filopodia adalah tonjolan kaku dari membran plasma
yang memungkinkan sebuah sel untuk menjelajahi lingkungannya. Berikut adalah
gambar dari susunan filamen aktin pada sel fibroblast.

25
Gambar 29. Susunan filamen aktin sel fibroblast

(b) Filamen Aktin dalam Pergerakkan Sel Neutrofil


Neutrofil, salah satu tipe dari sel darah putih mengejar dan menelan sel bakteri
dan jamur yang masuk secara tidak sengaja masuk ke dalam tubuh ketika kulit terluka.
Seperti kebanyakkan sel yang merayap, neutrofil mempercepat pembentukkan struktur
berupa tonjolan melalui polimerisasi filamen aktin baru untuk memimpin pengejaran
terhadap bakteri atau jamur. Ketika bakteri bergerak ke arah yang berbeda, maka
filamen aktin akan dengan cepat mengalami perubahan struktur ke arah sel bakteri itu
berada. Ilustrasi dari proses pengejaran bakteri oleh neutrofil dengan perubahan
struktur filamen aktin (warna merah) dapat dilihat pada gambar di bawah ini (Alberts,
et al., 2008).

Gambar 30. Pengejaran Sel Bakteri oleh Neutrofil


Pengejaran bakteri yang dilakukan oleh neutrofil melibatkan suatu sistem
yang kompleks dengan melibatkan komunikasi sel. Bakteri memiliki molekul penarik
kimia (chemoattractant) atau ligan dari bakteri yang dapat dengan mudah direspon

26
oleh sepasang reseptor protein-G (G-protein-coupled). Sepasang reseptor protein-G
ditemukan di hampir seluruh permukaan sel, tetapi lebih mudah berikatan di bagian
depan yang dekat dengan ligan/stimulan dari bakteri (chemoattractant).

Gambar 31. Skema Terbentuknya Tonjolan Jaringan Filamen Aktin

Sinyal ekstraseluler mempengaruhi polarisasi sel melalui sepasang reseptor


protein-G dengan dua cara yaitu di bagian depan (dekat stimulan) dan belakang sel
(jauh dari stimulan). Bagian depan sel, sinyal diterima oleh sepasang reseptor protein-

G untuk selanjutnya trimeri G protein G i mengaktivasi phospoinositide 3’ (PIP3).

Phospoinositide 3’ (PIP3) mengaktivasi protein Rac (Rac dominates) membentuk


tonjolan jaringan filamen aktin. Tonjolan jaringan filamen aktin ini hanya terbatas
pada daerah yang dekat dengan stimulan. Bagian belakang sel, sinyal diterima oleh
sepasang reseptor protein-G untuk selanjutnya dibentuk sinyal kedua kepada trimeri
G protein G12 dan G13 (G12/13) yang merupakan pemicu aktivasi protein Rho atau
Rho dominates. Protein Rac dan Rho bekerja secara antagonis. Protein Rac bekerja di
bagian depan mengatur penyusunan dan pemasangan filamen aktin bekerja sama
dengan protein asesoris ARP kompleks. Protein Rho memacu kontraksi sel di bagian
belakang dan asisten pengarah pergerakkan (Alberts, et al., 2008).

(c) Filamen Aktin dalam Pergerakkan Amoeba

27
Amoeba adalah sel predator. Amoeba bergerak dengan cara merayap pada
permukaan lingkungannya untuk mencari makanan atau menyerang makhluk bersilia
dan berflagel lainnya. Sel yang merayap melakukan suatu proses terintegrasi dengan
kompleksitas tinggi. Hal ini tergantung pada jangkauan filamen aktin pada bagian
korteks di bawah membran plasma untuk merentang dan menempel pada permukaan
lingkungannya.
Tiga aktivitas berbeda terjadi ketika sebuah sel bergerak merayap
(lamellipodium). Menonjol keluar (protrusion) yaitu dimana struktur aktin membuat
jangkauan menonjol ke depan dari sel tersebut. Menempel (attachment) yaitu
sitoskeleton aktin terhubung melintasi membran plasma menuju lapisan substratum
dan pada bagian belakang melakukan kontraksi mendorong badan sel. Terakhir, daya
tarik (traction) dimana hal ini adalah yang utama dengan menyeret sitoplasma ke arah
depan (Alberts, et al., 2008)

Gambar 32. Aktin Menghasilkan Gaya Sehingga Sel Merayap ke Depan

(d) Filamen Aktin dalam Kontraksi Otot


Filamen aktin mampu bekerjasama dengan protein motor (myosin) untuk
menimbulkan pergerakan sel. Sebuah protein motor myosin dapat bekerja dengan
menggunakan energi yang didapatkan dengan mengikat ATP dan hidrolisis ATP

28
untuk melakukan gerak perpindahan di bagian protein molekul. Myosin memiliki
struktur lengan untuk berikatan dengan struktur terang dan kepala dengan bentuk
spiral menyerupai piston. Ada beberapa siklus untuk menimbulkan suatu pergerakan
sel, yaitu penempelan, pelepasan, penegakkan, membangkitkan gaya, dan
penempelan kembali.

Gambar 33. Molekuler Motor

Fase penempelan, digambarkan sebuah kepala myiosin kehilangan ikatan


nukleotida dan terkunci dengan ketat pada filamen aktin. Kondisi ini berlangsung
sebentar dalam proses kontraksi otot. Fase pelepasan, digambarkan sebuah molekul
ATP berikatan dengan belahan bagian belakang yaitu titik terjauh dari filamen aktin.
Hal ini dengan cepat langsung menimbulkan sedikit perubahan dalam konformasi dari
daerah penempelan kepala myosin pada filamen aktin. Selain itu, penempelan ATP
pada myosin mengurangi daya tarik kepala myosin kepada aktin sehingga
memungkinkan kepala myosin bergerak di sepanjang filamen aktin. Fase penegakkan
29
yaitu terjadi proses hidrolisis ATP yang memberikan energi sehingga kepala myosin
dapat bergerak di sepanjang filamen aktin dengan jarak 5nm. Sisa hidolisis ATP yaitu
ADP dan Phosphat (Pi) melekat dengan protein. Fase membangkitan gaya yaitu
sebuah ikatan lemah dari kepala myosin dengan sisi filamen aktin yang baru
menyebabkan molekul phosphat (Pi) lepas dengan cepat dan berikatan dengan kepala
aktin. Hal ini disebut dengan power stroke yang menyebabkan kepala myosin
mendapatkan bentuk konformasi awalnya. Kepala myosin kehilangan ADP, dengan
demikian kembali ke siklus yang baru yaitu penempelan dengan catatan bahwa posisi
kepala myosin sudah berbeda dari sebelumnya (Alberts, et al., 2008, p. 1017). Skema
terjadinya pergerakan sel dari kerjasama filamen aktin dengan protein motor myosin
dapat dilihat pada gambar molekuler motor.

2.5 Filamen Intermidiate


2.5.1 Struktur Filamen Intermediate
Filamen intermediet memiliki diameter sekitar 8-12 nm, yang membuat
filament intermediate berukuran ditengah-tengah mikrotubulus dan mikrofilamen
(lihat Tabel 15-1), atau Filamen intermediet berukuran lebih besar dari mikrofilamen,
namun lebih kecil dari diameter mikrotubulus. Salah satu protein filamen
intermediate yang terkenal dan melimpah adalah keratin.Keratin adalah komponen
penting dari struktur yang tumbuh dari kulit pada hewan, termasuk rambut, kuku dan
kuku, tanduk dan paruh, kulit kura-kura, bulu, sisik, dan lapisan terluar kulit.Gambar
15-22 adalah mikrograf elektron IFs dari sel fibroblast manusia.Filamen intermediet
adalah konstituen yang paling stabil dan paling mudah larut dari
sitoskeleton.Pengobatan sel dengan deterjen atau dengan larutan dengan kekuatan ion
tinggi atau rendah menghilangkan sebagian besar mikrotubulus, mikrofilamen, dan
protein sitosol lainnya namun meninggalkan jaringan filament intermediate yang
mempertahankan bentuk aslinya.. Selain itu filament intermediet juga berfungsi
sebagai struktur yang mampu berikatan dengan mikrotubulus dan mikrofilamen (aktin
filamen).Fungsi khusus Filamen Intermediet adalah untuk menahan tegangan.

30
Setiap tipe tersusun dari sub unit molekular berbeda yang tergolong kedalam suatu
famili protein, yang beranggotakan keratin.

Gambar 34. Filamen Intermediate


Filamen Intermediet dapat dikatakan sebagai rangka dasar bagi seluruh
sitoskeleton.Filamen intermediet tersusun dari beberapa monomer.Dua monomer
yang bergabung kemudian disebut dimer.Dua dimer yang bergabung kemudian
disebut tetramer.

Gambar 35. Susunan Dimer Filamen Intermediet

Salah satu fungsi dari filamen intermediet adalah membantu sel dalam
mempertahankan diri dari tekanan mekanis. Kumpulan dari monomer-monomer yang
bergabung dan membentuk dimer tersebut lama kelamaan akan berbentuk seperti tali

31
dan jarring .Berikut merupakan gambar ilustrasi struktur filamen intermediet dalam
mempertahankan diri dari tekanan mekanis:

Gambar 36. Ilustrasi Fungsi Filamen Intermediet

2.5.2 Protein Filamen Intermediate memliki jaringan spesifik


Berbeda dengan mikrotubulus dan mikrofilamen, filamen antara sangat
berbeda dalam komposisi asam amino dari jaringan ke jaringan. Berdasarkan jenis sel
di mana mereka ditemukan, filament intermidiate dan protein mereka dapat
dikelompokkan menjadi enam kelas (Tabel 15-4).Kelas I dan II terdiri dari keratin,
protein yang membentuk tonofilamen yang ditemukan di sel epitel yang menutupi
permukaan tubuh dan melapisi rongganya. (filament intermidiate terlihat di bawah
jaringan terminal di sel mukosa usus pada Gambar 15-18 terdiri dari keratin.) Keratin
Kelas I adalah keratin asam, sedangkan kelas II adalah keratin dasar atau netral;
Masing-masing kelas ini mengandung setidaknya 15 keratin yang berbeda.Kelas III
termasuk protein vimentin, desmin, dan glial fibrillary acidic. Vimentin hadir dalam
jaringan ikat dan sel lainnya yang berasal dari sel nonepitel. Filamen yang
mengandung vimentin seringkali merupakan ciri yang menonjoldalam sel fibroblas,
di mana mereka membentuk jaringan yang memancar dari pusat ke pinggiran sel.
Desmin ditemukan di sel otot, dan protein asam glial fibrillary acid (GFA) adalah ciri
khas sel glial yang mengelilingi dan melindungi sel-sel saraf. Kelas IV adalah protein
neurofilamen (NF) yang ditemukan di neurofilamen sel saraf. Class V filament

32
intermediate adalah nuclear lamina A, B, dan C, yang membentuk jaring filamen
sepanjang permukaan bagian dalamdari membrane nuclear pada hampir semua sel
eukariotik, termasuk yang ada di tanaman. Neurofilamen yang ditemukan di sel
dalam sistem saraf embrio terbuat dari nestin, yang merupakan kelas VI.Karena
protein dan gen IF telah diurutkan, telah menjadi jelas bahwa protein ini dikodekan
oleh genterkait tunggal dan oleh karena itu dapat diklasifikasikan menurut urutan
urutan asam amino juga. Enam kelas protein filament intermidiate telah dibedakan
atas dasar ini (lihat Tabel 15-4).

Karena spesifisitas jaringan filamen intermediat, sel hewan dari jaringan yang
berbeda dapat dibedakan berdasarkan protein IF yang ada, seperti yang ditentukan
oleh mikroskop imunofluoresensi. Jenis filamen antara ini berfungsi sebagai alat
diagnostik dalam kedokteran. Diamana sangat berguna dalam diagnosis kanker karena
sel tumor diketahui mempertahankan karakteristik protein IF dari jaringan asal,
terlepas dari mana tumor terjadi di tubuh. Karena pengobatan yang tepat seringkali
bergantung pada jaringan asalnya, Diamana sangat berharga dalam kasus dimana
diagnosis menggunakan teknik mikroskopik konvensional itu sulit.
2.5.3 Pembentukan Filamen Intermediate
Sebagai produk dari gen terkait, semua protein filament intermidiate memiliki
beberapa keistimewaan, walaupun berbeda secara signifikan dalam ukuran dan sifat
kimia. Berbeda dengan aktin dan tubulin, semua protein filament intermidiate adalah
protein berserat, bukan globular.Semua protein Filamen Intermediate memiliki pusat
homologrodlike domain dari 310-318 asam amino yang telah dikonservasi secara luar
33
biasa dalam ukuran, dalam struktur sekunder, dan, sampai batas tertentu, secara
berurutan.Domain pusat ini terdiri dari empat segmen helip bergulung diselingi
dengan tiga segmen penghubung pendek.Mengapit domain heliks pusat adalah
domain N-dan C-terminal yang sangat berbeda ukuran, urutan, dan fungsi di antara
protein Filamen Intermediate, mungkin memperhitungkan keanekaragaman
fungsional protein ini.
Model yang mungkin untuk perakitan Filamen Intermediate ditunjukkan pada
Gambar 15-23.Unit struktural dasar dari filamen intermediate terdiri dari dua
polipeptida Filamen Intermediateyang terjalin menjadi gulungan koil.Domain heliks
pusat dari dua polipeptida sejajar secara paralel, dengan daerah N dan C menjadi
terminal menonjol sebagai domain bulat di setiap ujungnya. Dua dimer tersebut
kemudian menyelaraskan lateral untuk membentuk protofilamen tetramerik.
Protofilamen berinteraksi satu sama lain, bergabung dengan cara yang tumpang tindih
untuk membangun struktur berserabut secara lateral dan longitudinal. Ketika dirakit
sepenuhnya, filamen perantara terdiri dari delapan protofilamen tebal pada titik
tertentu, dengan protofilamen mungkin bergabung sampai ujung ke ujung dengancara
tumpang tindih.

34
Gambar 37. Perakitan Filamen Intermedia

2.5.4 Peranan Filamen Intermediate


a. Mengikat Kekuatan Mekanik pada Jaringan
Filamen intermediet dianggap sebagai faktor penentu struktural yang penting
pada banyak sel dan jaringan.Karena sering terjadi di daerah sel yang mengalami
tekanan mekanis, mereka dianggap memiliki peran menahan ketegangan.Misalnya,
ketika filamen keratin dimodifikasi secara genetis dalam keratinosit tikus transgenik,
sel epidermis rapuh dan mudah patah.Pada manusia, mutasi alami keratin
menimbulkan penyakit kulit yang melepuh yang disebut epidermolisis bullosa
simplex (EBS).JIKA cacat juga dicurigai dalam kondisi patologis lainnya, termasuk
amyotrophic lateral sclerosis (ALS) dan beberapa jenis kardiomiopati warisan, yang
diakibatkan oleh defek pada pengorganisasian otot jantung.
b. Sitoskeleton Merupakan Struktur Mekanis Terintegrasi
Pada bagian sebelumnya, kita telah melihat komponen individual dari
sitoskeleton sebagai entitas yang terpisah. Sebenarnya, arsitektur seluler bergantung
pada sifat unik dari berbagai komponen sitoskeletal yang bekerja sama. Mikrotubulus
umumnya dianggap menahan lentur saat sel dikompres, sementara mikrofilamen
berfungsi sebagai elemen kontraktil yang menimbulkan ketegangan. Filamen
intermediet bersifat elastis dan dapat menahan gaya tarik.
Integrasi mekanis dari filamen intermediat, mikrofilamen, dan mikrotubulus
dimungkinkan oleh protein linker spesifik yang menghubungkannya, yang dikenal
sebagai plakins.Satu plakin, disebut plektin, adalah protein penghubung serbaguna
yang ditemukan di tempat di mana filamen perantara terhubung ke mikrofilamen atau
mikrotubulus (Gambar 15-24).Plektin, serta beberapa plakins lainnya, mengandung
tempat pengikatan untuk filamen intermediat, mikrofilamen, dan
mikrotubulus.Dengan menghubungkan jenis polimer utama ini, plakins membantu
mengintegrasikannya ke dalam jaringan sitoskeletal yang terintegrasi secara mekanis.
Akibatnya, struktur sitoskeletal yang saling berhubungan dapat beradaptasi dengan
gaya peregangan sedemikian rupa sehingga elemen tensionbearing menjadi selaras

35
dengan arah stres. Sifat penahan stres dari sitoskeleton penting dalam sel epitel
seperti yang melapisi usus.Sel-sel ini mengalami tekanan sebagai otot polos di dalam
dinding usus dan memberi tekanan pada isi usus.

Gambar 38. Integrasi sitoskeleton

36
BAB III
PENUTUP

2.4 Kesimpulan
1. Sitoskeleton merupakan jaringan kompleks yang menghubungkan filament dan
tubulus yang memanjang diseluruh bagian sitosol dari nukleus hingga kebagian
permukaan membran plasma.
2. Sitoskeleton tersusun atas mikrotubulus, mikrofilamen aktin dan filament
intermediet.
3. Setiap komponen utama sitoskeleton memiliki struktur dan fungsi, pembentukan
dan pergerakan sel yang berbeda tergantung pada protein motor yang
menggerakannya.

3.2 Saran
Perlu adanya tambahan informasi tentang struktur kimia masing-masing
komponen sehingga akan lebih baik untuk pemahaman secara molekulernya.

37
DAFTAR RUJUKAN

Alberts, B., dkk. 2010. Molecular Biology of The Cell Sixth Edition. New York:
Garland Science, Taylor & Francis Group.
Alberts, B., dkk. 2008. Molecular Biology of The Cell Fifth Edition. New York:
Garland Science, Taylor & Francis Group.
Beckers, dkk. 2012. World of the Cell Eight Edition. New York : Pearson
Campbell, N.A. 1993. Biologi. California : The Benjamin Commings Publishing
Company.

Karp G, dkk. 2010. Cell and Molecular Biology Sixth Edition. New York : John
Wiley & Sons Inc.
Lodish, H., dkk. 2007. Molecular Cell Biology Sixth Edition. New York: W. H.
Freeman and Company.

38

Anda mungkin juga menyukai