Anda di halaman 1dari 8

MIMBAR, Vol. XXVII, No.

1 (Juni 2011): 79-86

Dinamika Penanaman Modal Asing (PMA)


Bidang Pertambangan Umum di Indonesia 1

UKAR W.SOELISTIJO
2
Fakultas Teknik, Universitas Islam Bandung

Abstract

During 1967 – 1988, seven generations of Contract of Work (COW) were in lieu with
foreign capital investment in the area of non-coal general mining, followed by three
generations of Coal Contract (CCOW) in Indonesia. An analysis toward details of COW
showed that the contract requirements were transformed from time to time. At the first
phase, tax holiday was offered. Meanwhile, the later generations reduced such facilities as
complained by mining companies. This research suggests the importance of regulation to
manage Indonesia’s income resulted from windfall profit of oil prices increase.

Sepanjang periode 1967 – 1988, Indonesia telah menghasilkan tujuh generasi Kontrak
Kerja dalam investasi modal asing untuk bidang pertambangan umum non batubara, diikuti
oleh tiga generasi Kontrak Batubara. Analisis terhadap rincian Kontrak Kerja tersebut
memperlihatkan perubahan persyaratan kontrak dari waktu ke waktu. Pada fase pertama,
Kontrak Kerja menawarkan fasilitas bebas pajak (tax holiday). Hal ini tidak berlaku lagi pada
Kontrak Kerja selanjutnya, sebagaimana dikeluhkan perusahaan-perusahaan tambang. Riset
ini merekomendasikan pentingnya regulasi untuk mengelola pendapatan Indonesia yang bisa
diperoleh dari keuntungan tambahan (windfall profit) akibat kenaikan harga minyak.

Kata Kunci: mineral foreign capital investment, benefit, policy reform.

I. PENDAHULUAN tembaga di Tembagapura dengan lokasi bijih di


Gunung Bijih Timur, di Papua.
Pada zaman pasca Orde Lama dan awal Orde Sampai sekarang, di bidang pertambangan
Baru, bangsa Indonesia dihadapkan pada masalah mineral (selain batubara), yang dikenal dengan
bagaimana keluar dari alam kemiskinan. Pemerintah kontrak karya (KK), telah ada tujuh generasi, yaitu
memikirkan berbagai upaya untuk memulai era generasi I-KK (1967-1968), generasi II-KK 1968-
pembangunan bangsa pada tahun 1969, baik pada 1976, generasi III-KK 1976-1985, generasi IV-KK
skala nasional, sektoral, maupun skala kewilayahan 1985-1986 termasuk generasi IV plus, generasi V-
(daerah), dengan acuan trilogi pembangunan. KK 1986-1996, generasi VI-KK 1996-1997, dan
Di s am ping pengusahaan bidang generasi VII-KK 1997. Di bidang pertambangan
pertam bangan umum dengan K P (K uasa batubara, dikenal dengan perjanjian karya
Pertambangan, yang dalam UU No.4 Tahun 2009 pengusahaan.
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pertambangan batubara (PKP2B) telah ada
disebut IUP atau Izin Usaha Pertambangan), juga tiga generasi. yaitu generasi I-PKP2B 1981-1993,
dilakukan melalui KK (Kontrak Karya) untuk mineral generasi II-PKP2B 1993-1996, dan generasi III-
nonbatubara dan PKP2B (Perjanjian Kerjasama PKP2B 1996-1997. Dengan demikian, sekarang ini
Pengusahaan Pertambangan Batubara). Pada tahun memasuki generasi IV-PKP2B, walapun belum ada
1967 telah keluar Undang-Undang No 1 tentang pemohon PKP2B dari PMA yang masuk. Demikian
Penanaman M odal As ing (PM A). Di bidang pula kontrak karya (KK) pada pasca 1998 atau
pertambangan, sejak 1967, PMA memasuki era disebut generasi VIII-KK sampai sekarang dengan
generasi I-KK (1967-1968) dan masuklah PT adanya UU Pertambangan yang baru, yaitu UU No.
Freeport Indonesia dalam pengusahaan tambang 4 Tahun 2009, baru ada satu pemohon PMA yang

1
Artikel ini merupakan modifikasi dari hasil penelitian dengan judul “Kondisi Mutakhir Penanaman Modal Asing
Bidang Pertambangan Umum di Indonesia.
2
Fakultas Teknik Universitas Islam Bandung (Unisba) dan Pascasarjana Fakultas Teknik Pertambangan dan
Perminyakan, Institut Teknologi Bandung (ITB). Email: ukar@tekmira.esdm.go.id atau ukarws@yahoo.com

‘Terakreditasi’ SK Dikti No. 64a/DIKTI/Kep/2010


79
UKAR W. SOELISTIJO. Dinamika Penanaman Modal Asing Bidang Pertambangan Umum di Indonesia

masuk, yaitu PT Yogya Mangasa Iron perusahaan Di dalam pelaksanaan CSR, PMA belum
kerja sama PT Yogya Mangasa Mining dengan Indo terlihat memadai sesuai dengan kemampuannya,
Mines Ltd., yang akan menambang pasir besi di karena kebijakan CSR memang masih tergantung
pesisir Kulon Progo DIY. Calon PMA ini bermasalah pada kebijakan perusahaan itu sendiri, yang pada
dengan adanya perlawanan dari masyarakat umumnya masih cukup rendah dengan NGC masih
setempat (Anonim [c], 2010). di bawah 3% dari revenue perusahaan besar. Di
Pada kurun waktu 1997-2001 dikenal sebagai sisi lain, BUMN telak melaksanakan CSR dengan NGC
kurun waktu instabilitas bidang politik, keamanan, di atas 3%. Sebagai contoh, Unit Produksi
dan ekonomi, di samping dirasakan oleh para Pertambangan Pasir Besi di Cilacap dan Kutoarjo
pengusaha bahwa Undang-Undang yang ada di Jawa Tengah, yang telah ditutup k arena
bidang pertambangan dan investasi sudah tidak cadangannya telah habis, telah melaksanakan CSR
kompetitif lagi dengan rezim investasi internasional dengan NGC sebesar 17-22% dari revenue-nya. PT
pada waktu itu dan sekarang ini. Dengan perkataan Pertambangan Batubara Bukit Asam (PT BA) telah
lain, peraturan perundangan yang ada memerlukan melaksanakan CSR dengan NGC di atas 7%
perubahan mendasar. Di samping itu, juga sudah (Soelistijo, 1987, 2001).
mulai habisnya daerah yang potensial karena sudah
dikapling (occupied), belum didukung kegiatan II. PEMBAHASAN
eksplorasi intensif secara grass root terutama di
A. Data dan Model Analisis
daerah-daerah green fields.
Regulasi bidang pertambangan dirasakan Data dan informasi diperoleh dari perusahaan
kurang ramah terhadap FDI disebabkan, antara lain, pertambangan umum, baik swasta nasional, BUMN
adanya pajak/royalty yang tinggi, adanya masalah dan swasta asing (kontrak karya), Departemen
tumpang tindih dengan kehutanan (UU No. 41 Tahun Energi dan Sumber Daya Mineral, serta berbagai
1999), desentralisasi, dan masalah lingkungan peraturan perundangan yang terkait.
hidup. Model analisis yang digunakan, antara lain
Pada dasarnya prioritas dalam kegiatan model kelangkaan sumber daya alam mineral, for-
eksplorasi secara grass root (daerah greenfield mula-formula tentang perpajakan dan royalty,serta
exploration) di semua daerah potensial sumberdaya manfaat sosial neto (net social gain)( Soelistijo, et
mineral termasuk hutan lindung dapat dilakukan al., 2001; 1987).
untuk mengadak an inv etaris as i kekayaan Royalty (P )dapat dihitung berdasarkan
sumberdaya alam mineral dan batubara secara perumusan: angka tertentu (Z) per satuan keluaran
kuantitatip sebagai bahan bargaining dalam (output) akhir: P =(P-Z)g X-CX/(1+r) t . Angka
mengundang investasi di Indonesia. tertentu (h) per satuan bijih yang diekstraksi (X):
Tujuan tulisan ini adalah sebagai upaya P= Pg X – CX – hX / (1+ r)t. Suatu persentase (B)
pemikiran penelaahan berdasarkan hasil penelitian terhadap harga jual (P): P = (1-B) Pg X – CX / (1+
terhadap permasalahan yang dihadapi dunia r)t. Dalam hal ini: P= harga jual per satuan berat
pertambangan di Indonesia untuk mulai maju ke komoditas mineral inti; g= kadar mineral/metal
depan dengan paradigma baru. Untuk itu diperlukan utama dalam bijih; X= jumlah produksi (ton); C=
perubahan dan pembaharuan di berbagai segi biaya produksi per satuan berat bijih; r= bunga
kebijakan, termasuk peraturan perundangannya. bank; t= kurun waktu. Penerapan model ini
Dengan berlakunya UU No.25 Tahun 2007 tergantung pada tujuan pembebanan royalty dan
tentang Penanaman Modal masih belum mampu jenis mineral yang dibebani.
menarik investor di bidang pertambangan, yang Untuk mengukur CSR, digunakan model
tampaknya justru jiwa dari UU tersebut memang manfaat sosial neto (net social gain) (NSG)j = S aij
bertumpu pada BUMN. Namun, daya saing dan daya - S fsj vs ± Ej. Net Gain Coefficient (NGC) = NSG/
usaha BUMN kurang kompetitif disebabkan adanya R. Dalam hal ini: R= revenue; C= cost; aij = jumlah
kelambanan birok rasi dalam m enangk ap produksi kali harga jual komoditas sektor j; vs=
kesempatan bisnis. Dalam melaksanakan kegiatan shadow price; fsj= commodity price; Ej= net ex-
eksplorasipun, BUMN kurang memiliki kemampuan ternal effects = backward linkages (BL) + forward
memadai, karena biaya untuk eksplorasi memang linkages (FL) + fiscal Linkages + final demand link-
diperlukan cukup besar. ages + technological linkages.
PMA sektor mineral dan batubara telah
memberikan kontribusi di tingkat sektoral dan di B. Ketentuan Perpajakan/Keuangan
tingkat kewilayahan (regional/daerah). Di tingkat dan Lain-lain Nonperpajakan Dalam
sektoral, pada sisi ekonomi (PDB nasional sekitar 0,5% Kontrak Karya dan PKP2B
dan daerah dengan pengembangan wilayah daerah
frontier yang mencakup CSR serta pembangunan 1. Kontrak Karya
parasarana dan sarana), dan di sisi nonekonomi
a. Perpajakan
(modernisasi daerah, alih ilmu pengetahuan dan
Terdapat 2 3 f aktor ketentuan bidang
teknologi), walaupun masih perlu ditingkatkan kualitas
perpajakan dalam kontrak karya, yaitu: dasar
dan volumenya pada masa mendatang.
ISSN 0215-8175
80
MIMBAR, Vol. XXVII, No. 1 (Juni 2011): 79-86

hukum, kredit pajak investasi atau pengeluaran tahap eksplorasi, yang sedang dan mulai, bahkan
investasi, bunga maksimum, masa operasi yang meningkatkan produksinya atau memperpanjang
diperhitungkan, depresiasi per tahun, amortisasi per KK-nya dan meningkatkan produksi, dan juga ada
tahun, bebas pajak, bebas bea masuk, iuran tetap yang telah tutup.
per hektar, pengeluaran minimum, royalty, pajak
2. PKP2B
daerah/PBB, pajak atas bunga, dividen dan royalty,
Faktor-faktor ketentuan dalam PKP2B pada
pajak ekspor, pajak pendapatan perusahaan, pajak
generasi I-PKP2B sampai dengan generasi III-PKP2B
penghasilan is timewa, pajak penghasilan
meliputi dasar hukum, status KP, manajemen
perseorangan asing, pembukuan dalam AS$ dan
operasi, prinsipal, bagi hasil, sarana dan prasarana,
dalam bahasa Inggris, bea-bea, pajak-pajak dan
pajak perusahaan, divestasi, Indonesianisasi
pungutan
(tenaga kerja), pungutan daerah, initial cost, ad-
Pemda, bea m eterai, biay a- biay a
vance payment. Generasi I dan II disebut kontrak
administrasi dan pungutan-pungutan oleh Pemda,
kerjasama (KKS, coal cooperation contract) dan
pajak pengalihan kepemilikan, dan penghasilan
generasi III disebut PKP2B atau coal contract of work
karyawan serta orang asing, PPN dan PPnBM.
(CCOW). Kebijakan divestasi pada PKP2B pada
b. Lain-lain/Nonperpajakan dasarnya sama dengan pada KK. Namun, royalty
Terdapat 6 faktor ketentuan non-per pajakan, sebesar 13,5%, ternyata memang mendatangkan
yaitu pemilikan saham/penawaran saham, pendapatan negara yang cukup besar dan yang
pers etujuan DPR RI , pers etujuan BK PM , terbesar apabila dibandingkan terhadap sistem roy-
penandatanganan KK, daftar perusahaan, dan batas alty di negara-negara lain di dunia. Hal ini
luas wilayah. kemungkinan yang menyebabkan menurunnya minat
Pada dasarnya, perkembangan KK di Indo- para kontraktor ke Indonesia.
nesia sejak generasi I-KK sampai dengan generasi Perbedaan antargeneras i, terutam a
VI I- KK dapat dilihat dengan po ko k- po ko k didasarkan atas dasar Kepres N o. 49/1981
perkembangan tonggak perubahan mendasar (Generasi I-PKP2B), Kepres No. 21/1993 (generasi
sebagai berikut: pada enerasi I-KK yang bersifat II-PKP2B), dan Kepres No. 75/1996 (generasi III-
window shopping sehingga isi KK amat longgar bagi PKP2B). Pada dasarnya kontraktor mempunyai
perusahaan dengan adanya tax holiday. kewajiban keuangan dan wajib membayar secara
Pada generasi II-KK mulai adanya divestasi langsung berdasarkan ketentuan yang berlaku
saham perusahaan terutama perusahaan nasional mengenai 13,5% hasil produksinya kepada prinsipal,
dalam PMA, dan mulai dihilangkannya tax holiday. iuran tetap pertambangan, pajak perseroan atas
Pada generasi III-KK mulai diizinkannya joint ven- laba usaha, berbagai pajak dan pungutan daerah
ture. generasi IV-KK adanya keringanan perpajakan, yang telah disetujui Menteri Keuangan, menyetor
khususnya pajak badan, di samping adanya witholding tax atas bunga, dividen dan royalty atas
percepatan dalam depresiasi/amortisasi. jasa pihak ketiga serta pajak penghasilan karyawan
Generasi V-VII-KK adanya kelonggaran dalam perusahaan, pajak penjualan, bea meterai dan
divestasi atau PMA dapat menanamkan modalnya cukai atas tembakau dan minuman keras. Kontraktor
100%, sesuai dengan PP Nomor 20/1994, dan mendapat berbagai fasilitas, antara lain, kontraktor
berlanjut pada generasi VI-KK dan VII-KK. Sejak dibebaskan dari kewajiban membayar royalty ,
generasi V-KK mulai dikembangkan program fron- karena iuran tersebut telah termasuk dalam 13,5%
tier development/pengembangan wilayah termasuk hasil produksi yang diserahkan kepada prinsipal.
community development dan pengembangan sektor Sebagai catatan, pada generasi II-PKP2B
hilir (smelter) untuk meningkatkan perolehan nilai memang ditutup untuk PMA dan hanya khusus
tambah di dalam negeri. diperuntukkan bagi PMDN karena pertimbangan
Khusus tentang divestasi pada generasi II- sesaat. Dari tiga generasi PKP2B tersebut, terdapat
KK maksimum 45 %, selanjutnya berkembang sejak 17 PMA, delapan dari generasi I-PKP2B dalam tahap
generasi III-KK sampai yang terakhir pada KK antara produksi, dan sembilan dari generasi III-PKP2B yang
pemerintah RI dan PT Newmont Nusa Tenggara dalam tahap eksplorasi, dari 114 kontraktor yang
(generasi IV) pada pasal 24 ayat (2) tentang ada. Dalam beberapa tahun terakhir, dari 8
penawaran saham perusahaan kepada pihak Indo- kontraktor PKP2B tersebut memroduksi sekitar 70-
nesia pada tahap operasi produksi akhir tahun ke- 80% adri produksi nasional (Tirtosoekotjo, 2007).
5 paling sedikit 15%; akhir tahun ke-6 paling sedikit
3. Perbedaan antara KK dan PKP2B
23%; akhir tahun ke-7 paling sedikit 30%; akhir
Sebagai perbandingan, perbedaan antara KK
tahun ke-8 paling sedikit 37%; akhir tahun ke-9
dan PKP2B, sekaligus terhadap KP, pada prinsipnya
paling sedikit 44%; dan pada akhir tahun ke-10
didasarkan dari segi dasar hukum, luas wilayah,
paling sedikit 51%. Sedangkan sejak generasi V-
pemrosesan dan pengesahan, kegiatan perusahaan
KK mengacu pada PP No. 20 Tahun 1994 yang
sebelum izinnya disahkan, tahapan dan jangka
mengizinkan 100% PMA.
waktu kegiatan, serta iuran dan pajak yang
Dari tujuh generasi tersebut, dihasilkan
dipungut.
sekitar 137 buah kontrak karya. Ada yang dalam

‘Terakreditasi’ SK Dikti No. 64a/DIKTI/Kep/2010


81
UKAR W. SOELISTIJO. Dinamika Penanaman Modal Asing Bidang Pertambangan Umum di Indonesia

4. Daya tarik utama investasi pertambangan langsung, pajak tak langsung, dan pendapatan
Hasil survei yang pernah dilakukan terhadap negara bukan pajak. Pajak langsung mencakup PPH
perusahaan pertambangan internasional di Indo- pasal-pasal 21, 22, 23, 25, 26, dan 29, PDBR, PBB
nesia mengungkapkan pada awalnya adanya faktor- (lumpsum). Pajak tidak langsung meliput PPnBM,
faktor yang menjadi daya tarik utama bagi investasi PPN dan bea meterai. Pendapatan negara bukan
pertambangan, yaitu oleh adanya Right to mine pajak termasuk dividen, bea cukai, dead rent atau
adalah kepastian bahwa investor yang telah iuran tetap, royalty, BBN SWP 30 (lumpsum), dan
melakukan eksplorasi diberi hak untuk menambang. kontribusi pada Pemda.
(berdasarkan pasal 8 ayat (10) UU No. 1 Tahun 1967 Dalam hal national gain dari PKP2B sudah
tentang penanaman modal asing).Right to expatri- barang tentu termasuk upah gaji pekerja/pegawai
ate profit adalah hak untuk membawa pulang lokal/nasional dan program pengembangan wilayah
keuntungan (mengacu pasal 19 dan pasal 20 UU yang dikeluarkan oleh perusahaan. Namun, belum
No. 1 Tahun 1967). Management control yakni semua perusahaan PKP2B melaksanakan program
dihormatinya hak untuk pengendalian manajemen pengembangan wilayah dalam arti yang luas
dalam usaha (mengacu pasal 9 dan pasal 26 UU (Tirtosoekotjo, 2007). National gain dari PKP2B
No. 1 Tahun 1967). Equity control, yakni adanya berkisar sekitar 69% pada generasi III-PKP2B dan
kepastian bahwa hak pemegang saham dihormati 53% pada generasi I-PKP2B atau rata-rata sekitar
dalam pengambilan keputusan (didasarkan pada 60% yang lebih tinggi (sebesar 5%) daripada na-
pasal 27 UU No. 1 Tahun 1967 dan pasal 12 PP No. tional gain pada KK.
20 Tahun 1994). Ketentuan perpajakan yang
c. Manfaat sosial neto
ditetapkan sejak semula (didasarkan pasal 1 dan
Manfaat sosial neto dari beberapa usaha
pasal 2 UU No 11 Tahun 1970 tentang perubahan
pertambangan KK tersebut (PT INCO dan PT FIC)
dan tambahan UU No. 1 Tahun 1967).
dibandingkan dengan BUMN (PT BA, PT Antam dan
C. Manfaat Ekonomi Pengusahaan Modal PT Semen Padang) baru berkisar antara 1% sampai
Asing bidang Pertambangan Umum 8% dari perolehan, sehingga tingkat manfaat sosial
tersebut masih dapat ditingkatkan bagi sebesar-
1. Manfaat ekonomi finansial
besar kesejahteraan masyarakat setempat sesuai
a. Kontrak karya dengan aspirasi otonomi daerah.
Manfaat finansial pengusahaan modal asing
d. Kontribusi dalam nilai ekspor dan PDB
di bidang pertambangan umum telah dapat
(Produk Domestik Bruto) Nilai ekspor
dirasakan, walaupun masih harus ditingkatkan
mineral keras
secara terus-menerus atas dasar rambu-rambu
Pertambangan umum pada 90-an meningkat
peraturan perundangan yang berlaku. Sebagai
dengan kontribusi sebesar 2,5% dalam ekspor
contoh, manfaat finansial sebagai national gain dari
nasional pada tahun 1990, dan mencapai puncaknya
PT Newmont Nusa Tenggara secara berjumlah akan
pada tahun 1996 sebesar 6,1%. Namun, kemudian
mencapai sekitar 55% dari seluruh perolehan (gross
nampak mulai melorot menjadi 6,0% pada tahun
revenue) selama umur tambang sebesar US$ 15,5 1997 dan dapat bertahan 5,5% pada tahun 1998
miliar (Total projected mine life revenues, PT walaupun pada kurun waktu krisis ekonomi. Nilai
Newmont Nusa Tenggara, 1997) atau sebesar US$ nominal pada tahun 1996 dan 1997 mencapai
8,6 miliar. National gain tersebut sudah termasuk sekitar US$ 3 miliar setahun, walaupun sebelum
upah gaji pekerja/pegawai lo kal/nasional 1992 berada di bawah US$ 1 miliar. Kontribusi min-
perusahaan, pengem bangan w ilay ah, dan eral keras pada PDB meningkat dari sejak tahun
semacamnya sebagai retained benefit nasional. 70-an hanya sebesar sekitar 1%, menjadi 1 – 2 %
Dari national gain tersebut 11% jatuh ke pada tahun 80-an dan naik di atas 3% sejak tahun
tangan pemerintah. Contoh lain adalah PT Freeport 1995, seterusnya meningkat ke puncaknya menjadi
Indonesia. Data 1992-2010 menunjukkan bahwa 4,75% pada tahun 1998 yang seolah-olah tidak
partisipasi PT FIC dalam pembangunan nasional terpengaruh kondisi krisis.
sebesar US$ 28,7 miliar terbagi sebagai manfaat Namun, pengaruhnya dalam k urun
langsung (dividen, royalty, pajak penghasilan pascakrisis ekonomi, mulai terlihat menurun yaitu
badan, pajak-pajak dan pungutan lain) sebesar US$ menjadi 3,43% pada 1999, 3,34% pada 2000,
11,4 miliar dan manfaat tidak langsung (gaji dan dan sekitar 1,26% pada 2008 (Badan Pusat Statistik,
upah, pembelian barang dan jasa dalam negeri, 2009; PT Freeport Indonesia Company, 1997). Dari
pembangunan daerah dan donasi, serta re-investasi angka kontribusi tersebut sekitar 50%-65% dari
dan pengalihan) sebesar US$ 17,3 miliar (Sirait, kontraktor PMA, dan pada 2008 mempunyai
2001; Anonim [e], 2011). Diperkirakan manfaat kontribusi sekitar 0,5% dalam PDB.
finansial sebagai national gain bagi Indonesia dari Menurunnya kontribusi pada PDB tersebut,
PT Freeport Indonesia adalah sekitar 55% dari disamping disebabkan oleh menurunnya harga
perolehannya. komoditas mineral di pasar dunia, walaupun
b. PKP2B beberapa tahun terakhir harga komoditi mineral
Manfaat finansial PKP2B terdiri atas pajak telah meningkat 3-4, kali namun jumlah produksinya
ISSN 0215-8175
82
MIMBAR, Vol. XXVII, No. 1 (Juni 2011): 79-86

tetap sehingga nilai nominalnya relatif meningkat jelas timbul kerugian yang diderita, oleh negara dan
tidak terlalu besar dalam PDB, juga lesunya investasi perusahaan, bahkan masyarakat setempat sendiri.
yang enggan masuk ke Indonesia. Walaupun situasi keamanan nasional terakhir telah
banyak membaik dan stabil.
2. Manfaat Ekonomi Nonfinansial.
Manfaat nonfinansial dari perusahaan PMA 3. Tumpang Tindih.
bagi kepentingan nasional, antara lain, adalah Sumber permasalahan utam a adalah
pengembangan wilayah baik fisik (prasarana dan terjadinya tumpang tindih, antara lain UU No 41
sarana) maupun nonfisik (sosio-kulktural) termasuk tahun 1999 tentang kehutanan. Sekarang sudah
pengembangan masyarakat; dan budaya wirausaha saatnya untuk dipecahkan secara mendasar. Pada
(bisnis), di mana masyarakat setempat melayani dasarnya, kegiatan inventarisasi kekayaan nasional,
kebutuhan akhir ( final demand linkages) dari baik yang tidak terbarui maupun yang terbarui tetap
perusahaan. perlu dilakukan. Persoalan tahap eksploitasinya
ditentukan oleh kebijakan pembangunan. Pintu ini
D. Manfaat Nonekonomi
perlu dibuka secara nasional.
1. Produk Reklamasi
4. Nilai Tambah Mineral.
Lahan reklamasi pascatambang merupakan
Nilai tambah mineral secara grass root perlu
lahan hutan di darat ataupun di laut yang harus
diperoleh sejak masih sebagai sumberdaya in situ,
dikembalikan kepada pemerintah cq. Departemen
disamping yang dapat dihasilkan melalui
Kehutanan atau Departemen K elautan dan
keterkaitan dengan sektor hilir dengan menyerap
Perikanan, atau lahan yang lain untuk tetap
kandungan lokal (local content) yang sebesar-
difungsikan bagi kesejahteraan rakyat.
besarnya sehingga diperoleh efek ganda secara op-
2. Alih Pengetahuan dan Teknologi timal (Scouller, 2001).
Para tenaga kerja Indonesia yang bekerja
5. Inventarisasi, Pemanfaatan & Konservasi.
pada perusahaan PMA dari tingkatan manajer
Mata rantai dalam inventarisasi, pemanfaatan,
sampai dengan pekerja memeroleh manfaat berupa
dan konservasi, perlu dikemas secara utuh. Dengan
alih pengetahuan dan teknologi melalui berbagai
demikian, pemberdayaan sumber daya mineral dan
pendidikan dan pelatihan serta pengalaman selama
energi dapat memenuhi bagi sebanyak-banyak
mereka bekerja pada perusahaan, dibandingkan
kepentingan manusia dan dalam sepanjang-panjang
apabila andai kata tidak ada kegiatan perusahaan
masa atau antargenerasi.
pertambangan tersebut. Juga telah mulai terciptanya
Inventarisasi melalui eksplorasi diperlukan
prasarana dan modernisasi daerah.
secara grass root atau green field exploration bagi
E. Permasalahan dalam PMA daerah-daerah baru memerlukan bagian dari awal
investasi (hulu) menuju hilir. Investasi dalam eksplorasi
Permasalahan yang perlu diperhatikan ke depan
di Indonesia (1,5% atau sekitar US$ 57 juta) adalah
dalam kontrak karya generasi VIII dan PKP2B
relatif kecil dibandingkan dengan skala eksplorasi glo-
generasi IV serta perubahan UU Pertambangan adalah
bal tahun 2004 sebesar US$ 3,8 miliar (Gambar 1).
1. Kepastian Hukum.
Misalnya, Amerika Latin (21,9%), Canada (19,6%),
Walaupun pada dasarnya kontrak karya harus
Afrika (16,1%), dan Australia (14,7%). Pada 2006,
dihormati, namun dalam suasana reformasi dan
investasi di Indonesia telah meningkat menjadi US$
otonomi daerah sekarang ini aspirasi masyarakat
157 juta dari rata-rata dalam kurun tahun 1996-2000
tentang perlu adanya perubahan isi kontrak karya.
sebesar US$ 109 juta dan tahun 2001-2005 sebesar
Bahkan, UU di bidang energi dan sumber daya min-
US$ 57 juta per tahun.
eral perlu pula mendapat perhatian. Kesemua hal
tersebut dapat diwacanakan melalui koridor yang benar Gambar 1
dan komunikasi intensif dari para stakeholders. Dengan Pengeluaran Eksplorasi Dunia tahun 2004
demikian, permasalahan tersebut dapat dipecahkan
Indonesia kurang dari 1,5%
berdasarkan makna kepastian hukum secara adil, baik,
Afrika 16,1%
dan benar. Termasuk dalam kontek ini adalah Kanada 19,6%
pemecahan masalah pertambangan tanpa izin (PETI),
baik secara hukum maupun sosial-ekonomi.
2. Keamanan.
Berbagai gejolak di wilayah- wilayah
pertambangan dan energi yang dilatarbelakangi
masalah politik dan so sial, mem buat iklim
pertambangan dan energi kurang aman. Hal ini perlu Australia 14,7% Amerika Serikat 8%

dipecahkan bersama sejauh demi kepentingan Bagian dunia lainnya 15,4%


nasional maupun masyarakat di daerah. Apapun Amerika Latin 21,9%
alasannya, gejolak tersebut menimbulkan rasa tidak Pasifik dan Asia Tenggara 4,4%
aman dalam operasi pertambangan dan energi, yang
Sumber: Indonesian Mining Association, 2004.
‘Terakreditasi’ SK Dikti No. 64a/DIKTI/Kep/2010
83
UKAR W. SOELISTIJO. Dinamika Penanaman Modal Asing Bidang Pertambangan Umum di Indonesia

6. Tranformasi Struktural. 9. Bisnis data


Sumber daya mineral adalah tidak terbarukan, Contohnya adalah harga saham PT Freeport
sehingga setiap pengusahaan terhadap sumber daya Indonesia telah didukung oleh jumlah cadangan
mineral perlu dipikirkan secara integral dengan deposit emasnya di Papua, antara lain Grasberg
proses transformasi struktural bagi keberlanjutan sejumlah lebih dari 2 miliar ton, walaupun cadangan
ek ono mi penduduk setem pat dari ek ono mi tersebut secara in-situ berdasarkan UUD 1945 pasal
pertambangan ke arah ekonomi nonpertambangan. 33 adalah masih sepenuhnya milik bangsa Indone-
Transformasi struktural juga merupakan salah satu sia (Anonim (b), 1997; Anonim (a), 1998).
konsep pemecahan bagi masalah PETI.
10. Penilaian Kembali Masalah Peraturan
7. Lingkungan Hidup perundangan (regulating assessment)
Dengan terbitnya PP No.82 tahun 2001 Dalam perjalanan waktu, diharapkan undang-
tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian undang yang baru tentang pertambangan dapat
pencemaran air yang dirasakan sangat berat mendorong investas i yang k om petitif dan
pelaksanaannya bagi sektor pertambangan. Hal ini ak om odatif dengan aturan atau rezim
perlu mendapat perhatian. pertambangan dan investasi internasional, misalnya
dalam hal:
8. Otonomi Daerah.
a. Diperlukan kejelasan dalam kekuasaan atau
Desentralisasi merupakan salah satu tren
kewenangan, hak dan tanggung jawab di setiap
abad 21. Mengacu pada UUD 1945, UU nomor 5
tingkatan pemerintahan (pusat, propinsi, dan
tahun 1974, UU nomor 22 tahun 1999 (atau UU No.
kabupaten/kota).
32 Tahun 2004) tentang Otonomi Daerah, meniatkan
b. Rezim pajak/fiskal di Indonesia adalah paling
untuk melaksanakan desentralisasi untuk sebesar-
tinggi di dunia, dan hal ini merupakan salah
besar kesejahteraan di daerah. Konvergenisasi
satu faktor yang menghambat investasi
ekonomi antar daerah (Soelistijo, 2001) telah
sekarang ini. Peralatan kebijakan merupakan
menunjukkan indikator tren keberhasilan Indone-
peralatan pemerintah dalam mengendalikan-
sia akan hal itu. Hal ini perlu diterjemahkan ke dalam
nya sebagai “transfer of payment” dan sebagai
bidang pertambangan umum sehingga peran sektor
“balance wheel” penyerap ketidakseimbangan
ini dapat lebih riel dinikmati oleh masyarakat di
ekonomi. Di samping itu dapat juga digunakan
daerah, tanpa melupakan beban nasional yang harus
sebagai alat insentip yang diberikan oleh
dipikul pemerintah.

Gambar 2
Skema Permohonan KK (Kontrak Karya) Pertambangan Mineral dan PKP2B (Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara.

Presiden RI DPR

BKPM Menteri ESDM


(Badan Koordinasi Penanaman Modal) (Energi dan Sumber Daya
Mineral)

Dirjen GSM
(Geologi dan Sumbar Daya
Pemohon Mineral)
Bank
(BUMN)

Dit. Pembinaan
Tim Perundin
Pengusahaan Mineral
(Ketua /Dir. Teknik Perambangan
Dan Batubara
Mineral dan Batubara)

UPIPWP
(Unit Pelayanan Informas
Pencadangan Wilayah
Pertambangani

Sumber: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2000


ISSN 0215-8175
84
MIMBAR, Vol. XXVII, No. 1 (Juni 2011): 79-86

pemerintah kepada pengusaha. Peralatan dengan pemohon seperti terlihat pada gambar 2.
kebijakan dapat meliputi antara lain, beban Pada era reformasi dalam era otonomi
kelangkaan (“depletion allowance”), severance daerah, pemohon harus berkomunikasi intensif
tax, royalties (iuran), effluent charge, capital dengan pemerintah daerah dan masyarakat
gains tax, value added tax, profit tax atau rent setempat terkait di mana lok as i rencana
tax, export tax, impor tax (Otto, 1997). penambangan. Dalam UU No. 4 Tahun 2009, sambil
menunggu kelengkapan PP yang baru, sistem KK
Tarif royalty membuat investasi di Indonesia
atau PKP2B secara tersirat akan ditangani dengan
tidak kompetitif lagi. Dari segi nilai nominalnya juga
peraturan yang sedang disusun Kementerian ESDM
tidak terlalu besar hasilnya. Sesuai dengan keluhan
dengan pola pikir adanya desentralisasi. IUP
para pengusaha, tarif royalty membuat investasi di
tergantung pada cakupan wilayahnya (lokal, re-
Indonesia tidak kompetitif lagi. Royalty yang
gional, nasional) menjadi wewenang bupati,
sekarang berlaku berdasarkan persentase terhadap
gubernur, dan atau pemerintah (pusat). Dari segi
harga jual. Angka persentase tarif royalty sekarang
balancing of power, berubahnya hubungan dan
ini dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13/2000,
peran dari aktor di sekitar dunia usaha. Pada Era
tergantung mineralnya berkisar antara 2,00% dan
Orde Baru, investor hanya menghadapi satu
6,50%, yang dirasakan berat oleh perusahaan, dan
lembaga, yaitu Departemen/Kementerian ESDM.
berakibat pula kurang kompetitip dengan negara
Pada Eera Reformasi, tambahan pula oleh adanya
lain. Dengan demikian, melalui kajian, tarif royalty
euforia otonomi daerah (otda), investor harus
tersebut dapat dikurangi, karena royalty merupakan
berkonsultasi dengan tidak kurang dari 13 lembaga
salah satu mata pungutan/iuran, kalau memang
di pusat dan di daerah (Arif, 2007; Siregar, 2007).
akan dapat membuat rezim perpajakan di Indone-
sia menjadi kompetitif. Negara yang tidak F. Peringkat Potensi dan Kebijakan
mengenakan royalty misalnya Afrika Selatan dan versus Penanaman Modal
Meksiko (Pricewaterhouse Coopers, 2008). Berdasarkan parameter potensi mineral, In-
Sk em a perm ohonan K K dan PK P2 B donesia dikategorikan berpotensi tinggi karena
berdasarkan UU No. 11 Tahun 1967 pada tingkat secara geologis merupakan daerah mineralisasi
Kementerian ESDM, dapat dilihat pada Gambar 2 yang prospektif. Namun, dari segi parameter
dengan penjelasan sebagai berikut. Pemohon kebijakan mineral tidak menarik bagi investor,
menyiapkan data untuk permohonan dengan misalnya tentang regulasi, adanya desentralisasi dan
UPIPWP. Kemudian, mengajukan permohonan lain-lain.
kepada Dirjen GSM dan membayar uang jaminan Beberapa jenis insentif pertambangan umum
kesungguhan ke bank pemerintah. Proses terhadap yang dapat digunakan sebagai masukan dalam
permohonan KK/PKP2B berlangsung di dalam Ditjen. perbaikan kebijakan dan regulasi bidang mineral
GSM dalam hal ini dengan Direk tur Teknik adalah:
Pertambangan Mineral dan Batubara (TPMB). 1. Insentif Perpajakan
Interaksi antara pemohon dan Dit. GSM dimediasi Kemudahan kemungkinan pengurangan dan
oleh Tim Perunding yang diketuai Direk tur atau pembebasan terhadap iuran tetap; royalty
TPMB .Direk tur TPMB m enyampaikan hasil (iuran eksploitasi/produksi); PPH Badan (corporate
pemrosesan dan menyiapkan konsep persetujuan/ tax); PPH karyawan (pasal 21, 26 UU No 7 tahun
penolakan DJ GSM. Selanjutnya, persetujuan 1983); PPH bunga, dividen, sewa, jasa (PPH 1984);
prinsip atau penolakan DJGSM kepada pemohon. PPN (UU No. 8 tahun 1983); bea meterai (UU No.
DJ GSM menugask an tim perunding untuk 13 tahun 1985).
mengadakan perundingan naskah KK/PKP2B dengan 2. Insentif Nonpajak
pemohon. Ketua tim perunding menyampaikan hasil Ketersediaan/kemudahan fasilitas faktor
perundingan yang telah diparaf bersama pemohon produksi, misalnya tenaga kerja dalam jumlah dan
kepada DJGSM. Menteri ESDM menyampaikan kualitas yang dibutuhkan, terutama TK setempat
nask ah K K/PK P2 B kepada DPR untuk sekaligus dalam upaya pemenuhan pengembangan
dikonsultasikan, juga kepada BKPM untuk mendapat masyarakat setempat (CD); modal/kapital tanpa ada
rekomendai. BKPM selanjutnya rekomendasi kepada diskriminasi perbankan dalam perolehannya; tanah
Menteri ESDM. dengan kurun sewa tanah minimum 100 tahun
Penandatanganan naskah KK/PKP2B antara (sementara ini hanya 30 tahun); eksplorasi
Pemerintah dan pemohon. DPR menyampaikan cadangan mineral dengan penghapusan sistem ring
tanggapan terhadap naskah KK/PKP2B. BKPM fencing; sarana dan prasarana transportasi darat,
menyampaikan rekomendasi kepada Presiden. laut dan udara untuk barang kapital, komoditas, dan
Menteri ESDM mengajukan permohonan kepada lain-lain; informasi untuk berbagai faktor produksi
presiden untuk mendapat persetujuan. Presiden dan pemasaran; teknologi, adanya insentif bagi
memberikan persetujuan sekaligus memberikan penerapan teknologi nilai tambah di dalam negeri,
wewenang kepada menteri untuk dan atas nama sehingga makin banyak dihasilkan komoditas hilir
pemerintah m enandatangani KK /PKP2B . atau komoditas guna akhir dengan kandungan nilai
Penandatangan KK/PKP2B antara pemerintah tambah setinggi mungkin. Ketersediaan dan

‘Terakreditasi’ SK Dikti No. 64a/DIKTI/Kep/2010


85
UKAR W. SOELISTIJO. Dinamika Penanaman Modal Asing Bidang Pertambangan Umum di Indonesia

komitmen tentang faktor penunjang yang lain masyarakat dalam negara yang aman damai
adanya litbang, diklat, Amdal dan kajian lingkungan sentosa. Dengan demikian, muara resource rev-
strategis (KLS), dan fasilitas konsultansi di dalam enue dan resource rent, kedua focal point itu
negeri untuk kajian yang perlu dilakukan oleh merupakan sasaran yang perlu diupayakan dalam
perusahaan. setiap kebijakan dan instrumennya, termasuk
regulasi yang disusun.
3. Perihal lain yang Berhubungan dengan
Fasilitasi.
Kejelasan kewenangan antara pusat dan DAFTAR PUSTAKA
daerah dalam hubungan dengan pengelolaan
kegiatan pertambangan, LH dan CD yang harus Anonim (a),(1998). Buku Tahunan Pertambangan
dilakukan oleh perusahaan, dan adanya tim dan Energi Indonesia 1998 . Departemen
penilaian pemberian KP/IUP di daerah. Pertambangan dan Energi, Jakarta.
G. Indikator keberhasilan usaha Anonim (b),(1997). Contract of Work between the
pertambangan Government of Indonesia and PT Freeport In-
Beberapa bahan m as uk an indik ator donesia Company.
keberhasilan perusahaan pertambangan (Accred- Anonim (c), (2 01 0). Seminar Is u Sentral
ited mining enterprise) dapat diutarakan untuk Pertambangan Mineral dan Batubara Tahun
kemudahan dalam menilai tingkat akreditasi suatu 2010. Puslitbang tekM IRA, Bandung 29
perusahaan ke depan bagi kepentingan nasional. Nopember.
Beberapa indikator tersebut menyangkut indikator Anonim (d), (2009). Statistical Year Book of Indo-
keberhasilan manajemen keuangan dan indikator nesia, 2009. Badan Pusat Statistik , Jakarta –
keberhasilan manajemen usaha pertambangan. Indonesia.
Anonim(e), (2011). “Peningkatan Kualitas dan
III. PENUTUP Kapasitas SDM Papua.” PT Freeport Indone-
sia, Seminar Nasional Pertambangan dan
Tidak dapat dipungkiri bahwa sumber daya Pendidikan Dini Unisba, 6 Meo 2011.
mineral merupakan salah satu modal dasar nasional Arif,I ., (20 07 ). Sekilas tentang Tam bang.
yang perlu dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia.
kemakm uran rak yat. K alau k ita masih Disajikan di Universitas Islam Bandung.
mengharapkan kontribusi sektor pertambangan Otto, J.M., Byrne, P., September (1997). Global Min-
dalam pendapatan negara pada masa mendatang ing Taxation Comparative Study. Institute for
berbagai permasalahan tersebut di atas perlu Global Resources Policy and Management, Colo-
dipecahkan secara mendasar, dalam rangka rado School of Mines, Golden, Colo. USA 80401.
perebutan foreign direct investment, yang pada saat Scouller, B, (2001). Pertambangan dan Peluang -
ini Indonesia dinilai mempunyai tingkat country risk Suatu Permulaan yang Diperlukan. Perhapi-
yang cukup tinggi. Hal-hal yang muskil yang segera Pertemuan Tahunan Ke Sepuluh, Bank Dunia,
memerluk an pem ecahan adalah tentang Jakarta.
kemungkinan diberlakukannya kembali tax holiday Siregar, A., (2007). “Industri Pertambangan dan
serta pengurangan royalty. Pembangunan di Indonesia.” Indonesian Min-
Walaupun dengan telah adanya UU tentang ing Association, disajikan di Universitas Islam
Pertambangan Mineral dan Batubara yang baru No.4 Bandung.
Tahun 2009, baru ada satu calon PMA. Peran Sirait, S., (2001). “Industri Pertambangan Indone-
penanaman modal di bidang pertambangan min- sia, Papua dan PT Freeport Indonesia.” Kolokium
eral dan batubara, baik PMA maupun PMDN sejauh Pertambangan 2001, 6 November 2001,
po tens i sumber day anya m as ih m em adai, Bandung.
diharapkan masih handal baik dari segi ekonomi Soelistijo, UW, (2001). “Konvergenisasi Ekonomi
maupun segi nonekonomi. Sementara ini, peran Antar Daerah dalam Era Otonomi Daerah di
tersebut telah dirasakan walaupun belum signifikan. Indonesia.” Prosiding Temu Profesi Tahunan X
Namun, capaian tersebut perlu ditingkatkan pada Perhapi 2001.
masa mendatang bagi kepentingan nasional dan Soelistijo,UW, (1987).Ungkapan penerapan beberapa
masyarakat. model ekonomi mineral di Indonesia. Pusat
Perlu dipikirkan untuk penciptaan regulasi Pengembangan Teknologi Mineral, Bandung.
yang mengatur perolehan negara dari adanya wind- Tirtosoekotjo,S., (2007). “Peran Pertambangan
fall profit dari PMS oleh adanya kenaikan harga Batubara terhadap Pertumbuhan Ekonomi:
komoditas mineral/batubara dunia sampai 3-4 kali, Peluang dan Tantangan.” As os ias i
sehingga perusahaan memeroleh keuntungan yang Pertambangan Batubara Indonesia – IMA,
berlipat ganda. Namun, negara kurang ikut Lomba Debat Pertambangan AntarSMU/SMK se
menikm atinya. As pirasi para pem angk u Jawa Barat, disajikan di Unisba Bandung.
kepentingan (stakeholder) bidang pertambangan Pricewaterhouse Coopers, (2008). Mineral Indo-
umum utamanya, antara lain, adalah kesejahteraan nesia 2007.
ISSN 0215-8175
86

Anda mungkin juga menyukai