Anda di halaman 1dari 7

BUKAN SEGALA SESUATU BERGUNA &

BERMANFAAT
Posted on March 2, 2016 by BPK-UKM

Segala sesuatu diperbolehkan, “Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. “Segala
sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun.(1 Korintus
10:23)

“Gimana gue” sebuah kata yang sering kita dengar dan menjadi sikap
seorang yang tidak peduli dengan orang lain dan lingkungannya. Sebuah
sikap egois dan hanya untuk menyenangkan diri sendiri. Biasanya orang
seperti ini bersikap masa bodoh dan cenderung bebas melakukan apapun tanpa
memedulikan tanggung jawab dan dampak yang akan ditimbulkan. Dalam realitanya sikap
seperti ini bisa dilakukan oleh siapapun termasuk orang yang mengaku beragama.

Paulus mengajak orang Kristen di Korintus untuk tidak mementingkan diri


sendiri tetapi melihat kepentingan orang lain. Dalam kasus makanan yang sudah
dipersembahkan berhala, sebenarnya tidak berdosa karena makanan bersifat netral. Ayat 8
“makanan tidak membawa ktia lebih dekat kepada Allah. Kita tidak rugi apa-apa, kalau tidak
kita makan dan kita tidak untung apa-apa, kalau kita makan.” Kebebasan itu harus
diperhatikan apakah akan menjadi batu sandungan bagi orang lain? Kita lebih
mengutamakan kebaikan bagi orang lain karena keberatan-keberatan hati nurani orang
lain. Rasul Paulus mengajarkan jemaat Korintus agar melakukan segala sesuatu bagi
kemuliaan Tuhan supaya setiap orang dapat melihat Tuhan dalam kehidupan orang
Kristen.
Jika firman Tuhan hari ini menjadi prinsip setiap pribadi yang ada di Universitas
Kristen Maranatha, tentunya akan membangun budaya kerja yang lebih baik. Sikap untuk
tidak mementingkan diri sendiri tetapi sikap saling membangun satu sama lain. Sikap yang
tidak berusaha mempertahankan kepentingan pribadi, kelompok maupun golongan.
Dengan adanya sikap seperti ini akan memberikan dampak yang baik bagi lingkungan kerja
di Universitas Kristen Maranatha. Mari kita bersama-sama bersikap saling membangun dan
tidak menjadi batu sandungan di dalam setiap aspek kehidupan. Sebuah perjuangan bagi
setiap pribadi yang mau taat kepada perintah dan kehendak Allah.(RZA)
Refleksi :
Milikilah budaya kerja dengan saling membangun satu sama lain

1 Korintus 10:23-24 (23) “Segala sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu
berguna. “Segala sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun.

Kita tinggal di zaman dimana segala sesuatu sudah demikian terbuka. Berbagai informasi dari
seluruh penjuru dunia dapat diakses dan masuk ke dalam kehidupan kita tanpa batas, hanya
dengan menggunakan satu sentuhan tombol komputer, bahkan melalui satu sentuhan pada
telepon genggam yang seringkali dibawa ke mana pun kita pergi. Apa tadinya terlihat begitu jauh
dan sulit untuk dijangkau, melalui kecanggihan teknologi sekarang, tiba-tiba semua bisa tersedia
di depan mata kita. Mulai dari hal-hal yang positif hingga hal-hal yang negatif, semua mengalir
masuk dengan mudahnya. Semua generasi, baik anak-anak, hingga lanjut usia dapat mengakses
seluruh informasi tanpa filter yang berarti. Bayangkan, betapa banyaknya contoh tindakan buruk
yang mungkin dijadikan acuan untuk diterapkan ke dalam kehidupan kita sehari-hari.

Negara kita sendiri pun setelah era reformasi dimulai sekian tahun yang lampau, seakan-akan
membuat banyak orang merasa bebas melakukan apa saja sekehendak hatinya sendiri, tanpa
memikirkan diri orang lain ataupun norma-norma aturan yang berlaku. Bahkan sebagian orang
hari-hari ini menerjemahkan reformasi dengan pengertian boleh melakukan apa saja semaunya
tanpa batas, termasuk memaksakan kehendak sendiri, dan kalau perlu dengan kekerasan. Kata
saling berpengertian dan toleransi semakin lama semakin luntur dari kehidupan masyarakat
negeri kita tercinta ini. Menyampaikan isi hati pribadi tentu saja tidak salah, itu hak setiap warga
negara, namun sebuah kemerdekaan tanpa rambu-rambu yang jelas bisa membahayakan bahkan
menghancurkan, bukan saja diri sendiri tetapi juga orang banyak. Bahkan, bagi kita orang
percaya, nama Tuhan Yesus bisa-bisa dipermalukan.

Jemaat Tuhan di Korintus di masa lampau pernah mengalami masa-masa seperti itu. Mereka
tinggal di sebuah kota modern berperadaban tinggi pada zamannya, sarat dengan berbagai ragam
budaya, termasuk di dalamnya berbagai bentuk penyembahan berhala dan pemujaan disertai
persembahan makanan bagi dewa-dewa. Kemerdekaan di dalam Kristus sayangnya oleh mereka
diartikan sebagai suatu kebebasan untuk melakukan apa saja sekehendak hati mereka tanpa
mengindahkan aspek kebenaran firman Tuhan.

Bagaimana dengan kita di masa sekarang, sebagai orang percaya yang sudah dimerdekakan oleh
Kristus di atas kayu salib? Apakah artinya kitapun boleh melakukan apa saja sekehendak hati
kita sendiri? Apakah segala sesuatu yang dipandang benar menurut kacamata kita boleh
seenaknya saja kita lakukan tanpa pertimbangan-pertimbangan dari berbagai aspek lain? Rasul
Paulus menegaskan bahwa betul kita memiliki kebebasan untuk melakukan segala sesuatu, tetapi
bukan segala sesuatu itu berguna. Segala sesuatu memang diperbolehkan, itu benar, tetapi
apakah hal itu membangun sesuatu? Pertimbangkanlah!
Lewat pesan Tuhan minggu ini, ada beberapa hal yang perlu kita pertimbangkan sebelum
melakukan segala sesuatu, di antaranya yaitu:

(1) . Apakah yang kita lakukan itu berguna bagi kita dan sesama atau tidak?

1 Kor. 10:23a “Segala sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna.

Makna kata “berguna” (Yun. : Sumphero) yang dimaksud oleh rasul Paulus memiliki makna
sesuatu yang manfaatnya dapat dirasakan secara bersama-sama oleh semua pihak. Masih banyak
dari antara kita orang percaya yang melakukan segala sesuatu dengan prinsip “yang penting aku
senang melakukannya” atau “yang penting aku puas sudah melakukannya” tanpa memerdulikan
atau memikirkan dampak yang akan terjadi dan apa yang akan orang lain rasakan akibat
perbuatan kita. Entahkah orang lain menjadi terluka atau menjadi sakit hati, hal itu dianggap
sudah bukan urusan kita lagi. Jangan sampai kita melakukan sesuatu yang dianggap baik bagi
diri kita, tetapi sebenarnya mengganggu kepentingan atau bahkan merugikan orang lain. Ingatlah
bahwa Tuhan mau setiap kita menjadi alat pembebas yang efektif, dan bukannya menjadi “alat
peluka” yang efektif.

(2). Apakah yang kita lakukan itu membangun kehidupan rohani kita dan orang lain atau
tidak?

1 Kor. 10:23b … “Segala sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu
membangun.

Makna kata “membangun” (Yun. : Oikodomeo) yang dimaksud oleh rasul Paulus memiliki
makna menguatkan, memulihkan, memperbaiki, memberikan pertumbuhan agar menjadi bijak,
penyayang, kudus dan berlimpah anugerah. Betapa luar biasanya makna dari sebuah kata
“membangun” itu. Seringkali kita tidak memikirkan sejauh mana dampak dari perbuatan atau
perkataan kita. Kita hanya sekedar mengeluarkannya begitu saja tanpa pertimbangan yang
matang. Tuhan mau memastikan bahwa setiap perkataan atau tindakan yang kita lakukan selain
membangun diri kita sendiri, juga harus membangun orang lain.

Seorang pengkhotbah di mimbar sekalipun, apabila tidak sungguh-sungguh mendasari


perkataannya dengan tuntunan Roh Kudus, bukan mustahil justru menghancurkan kehidupan
rohani banyak orang termasuk dirinya sendiri. Oleh sebab itu, pastikanlah dengan baik, apakah
“pendapat Tuhan” ataukah “pendapat diri sendiri” yang disampaikan.

(3). Apakah yang kita lakukan itu memuliakan nama Tuhan atau tidak?

1 Kor. 10:31 Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau
melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.

Jemaat Tuhan di Korintus merasa memiliki kebebasan untuk makan dan minum apa saja, dan itu
dibenarkan oleh rasul Paulus karena bumi serta segala isinya adalah milik Tuhan. Namun rasul
Paulus juga mengingatkan bahwa apabila ada orang yang menjadi tersandung oleh karena apa
yang kita makan atau minum, maka baiklah kita tidak memakan atau meminumnya. Pada masa
itu banyak makanan dan minuman hasil penyembahan berhala yang dijual kembali di pasar-pasar
atau dihidangkan lagi di dalam jamuan-jamuan keluarga.

Jadi intinya, segala sesuatu, entahkah perkara makan dan minum, ataupun segala perbuatan yang
kita lakukan, kalau itu memaksakan kehendak dengan cara-cara yang tidak baik, memusuhi
orang lain, menghakimi, memupuk dendam, membalas kejahatan dengan kejahatan dan lain-lain,
akan membuat kita justru menjadi batu sandungan yang pada akhirnya malah mempermalukan
nama Tuhan, dan bukan memuliakan-Nya.

Mari umat Tuhan, kehidupan merdeka yang kita miliki seharusnya dipakai sebagai sarana
memuliakan nama Tuhan Yesus lebih lagi, dan bukan untuk disalahgunakan begitu saja tanpa
pertimbangan-pertimbangan yang didasari oleh kebenaran yang akhirnya akan menghancurkan
diri kita sendiri, keluarga maupun orang lain. Dalam Kristus kita sudah menjadi ciptaan baru,
dengan pola pikir yang seharusnya baru pula yang akan memampukan kita untuk menyikapi
kebebasan dengan rasa penuh tanggung jawab. Kebebasan diberikan kepada kita bukan untuk
membuat segalanya semakin buruk, tetapi justru agar kehidupan manusia bisa semakin baik.

Tuhan Yesus memberkati!

KEBEBASAN

(1 Korintus 10: 23)


"Segala sesuatu diperbolehkan." Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. "Segala sesuatu diperbolehkan."
Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun.
Memang benar kita memperoleh kebebasan setelah kita hidup baru dalam kasih karunia Allah. Hanya saja
jangan sembarangan menggunakan kebebasan hidup kita tersebut. Contohnya dalam hal makanan. Alkitab
mencatat, "Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi
aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apapun" (1 Korintus 6: 12). Kita harus berhati-hati dan
bijaksana untuk memelihara kebebasan hidup kita sehari-hari, supaya bisa memuliakan Allah dengan tubuh
kita yang adalah bait Roh Kudus. Apakah yang menajdi tolak ukur sebagai batasan agar kita tidak kebablasan
dalam menggunakan kebebasan hidup kita?

Pertama, jauhilah penyembahan berhala (1 Korintus 10: 14). Hidup dalam kasih karunia Allah adalah hidup
yang bebas untuk memilih, maka pilihlah untuk menjuhi penyembahan berhala. Segala sesuatu yang kita
layani dan prioritaskan melebihi Allah adalah penyembahan berhala. Harta, pekerjaan, bahkan suami, isteri
atau anak kita pun bisa jadi berhala, jika kita layani dan prioritaskan mereka melebihi Allah.

Kedua, utamakan hal-hal yang berguna. Dengan memperhatikan hidup kerohanian kita lebih utama dari hal-hal
yang hanya berguna bagi jasmani kita. Jika mencari nafkah buat hidup jasmani seperti makanan, minuman,
pakaian dll, lakukanlah semua itu untuk kemuliaan Allah (1 Korintus 10: 31).

Ketiga, utamakan hal-hal yang membangun. Bangunlah keselamatan kita pribadi, dan juga keselamatan orang
lain (1 Korintus 10: 33). Utamakanlah untuk melayani dengan cara yang menyenangkan semua orang dalam
segala hal, melayani sesama dengan kasih, kerajinan, kerendahan hati, kelemah-lembutan dan sebagainya,
dengan fokus hanya ke satu tujuan utama, yaitu supaya semua orang beroleh selamat.

Sahabat, mari gunakan kebebasan kita dengan bijaksana, jangan sampai nama Tuhan tidak dimuliakan saat kita
menikmati kebebasan tersebut. Amin. (gs)

Doa: "Terima kasih, Tuhan, telah mengaruniakanku kebebasan hidup. Berikan aku hati yang bijaksana agar
dalam menggunakan kebebasanku ini, nama-Mu tetap selalu dimuliakan. Amin."

Kebebasan yang Bertanggungjawab


webmaster | 8:00:00 AM |
Ayat bacaan: 1 Korintus 10:23
======================
"Segala sesuatu diperbolehkan." Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. "Segala sesuatu
diperbolehkan." Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun."

Lebih baik atau tidakkah negara kita setelah reformasi yang


telah berlangsung lebih dari satu dekade? Anda bisa punya
jawaban sendiri-sendiri dengan argumen masing-masing. Keran
kebebasan memang telah dibuka sejak kita memasuki era
reformasi. Saya sendiri melihat ternyata tidak semua orang siap
menghadapi arti reformasi. Bagi banyak orang, reformasi artinya
bisa melakukan apapun semaunya tanpa batas, termasuk di
dalamnya memaksakan kehendak, kalau perlu dengan
kekerasan. Kata saling pengertian dan toleransi semakin lama
semakin menghilang dari muka bumi Pertiwi ini. Menyuarakan
aspirasi tentu saja tidak salah. Itu hak setiap warga negara. Tapi
sebuah kemerdekaan tanpa rambu-rambu jelas akan
membahayakan bahkan menghancurkan, bukan saja diri kita
tetapi juga orang banyak atau bahkan negara. Kemerdekaan
yang dijalankan atas kepentingan pribadi atau golongan akan
menimbulkan banyak masalah. Bayangkan jika setiap orang merasa dirinya paling benar dan berhak
menghancurkan yang tidak sepaham dengan mereka, apa jadinya dunia ini? Dunia ini merupakan sebuah
titipan Tuhan kepada manusia. Kita diijinkan untuk menikmatinya, tetapi jangan lupa bahwa ada tugas
penting bagi kita untuk mengelola bumi dengan segala isinya dengan sebaik-baiknya, dan itu sudah
digariskan Tuhan sejak pada awal penciptaan. (Kejadian 1:26,28). Bagaimana bentuk
pertanggungjawaban kita kelak seandainya kita malah ambil bagian dari proses kehancuran bumi yang
semakin tua ini?

Kebebasan bukanlah berarti bisa melakukan apapun seenaknya. Sebuah kebebasan seharusnya bisa
dipertanggungjawabkan dan dipakai untuk tujuan-tujuan yang positif. Sebuah kebebasan seharusnya
membuat kehidupan di muka bumi ini semakin damai dan sejahtera, bukannya semakin hancur tidak
karu-karuan. Seperti apa bentuknya? Tampaknya masalah salah kaprah dalam menyikapi kebebasan dan
kemerdekaan bukan saja menjadi isu bagi manusia di jaman sekarang, tetapi sudah berlangsung sejak
dahulu kala. Kita bisa belajar dari apa yang dikatakan Paulus dalam surat 1 Korintus pasal 10. Paulus
berkata: "Segala sesuatu diperbolehkan." Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna.
"Segala sesuatu diperbolehkan." Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun." (1
Korintus 10:23). Dari ayat ini kita bisa belajar apa yang bisa kita jadikan sebuah dasar pertimbangan
dalam menyikapi kebebasan, yaitu: apakah kebebasan itu bermanfaat bagi kita dan sesama atau
tidak? Lalu berikutnya, apakah kebebasan yang kita peroleh itu membangun kehidupan kita
atau tidak? Apakah itu memberkati kota dimana kita tinggal atau malah membuatnya semakin kacau?
Ini merupakan hal yang penting untuk kita sikapi dalam alam kebebasan. Sebab apalah gunanya kita
melakukan sesuatu apabila itu malah membuat kita semakin menjauh dari Tuhan, semakin
menghancurkan hidup kita atau menyengsarakan orang lain? Apakah kita harus tega menghancurkan
hidup orang lain hanya demi memuaskan hasrat yang ada dalam diri kita? Itu bukanlah gambaran sikap
yang diinginkan Tuhan dalam memberikan kemerdekaan atau kebebasan bagi umatNya.

Hal kedua yang tidak kalah penting bisa kita peroleh dari ayat berikutnya. "Jangan seorangpun yang
mencari keuntungannya sendiri, tetapi hendaklah tiap-tiap orang mencari keuntungan orang lain." (ay
24). Dari sini kita bisa melihat bahwa sebuah kebebasan yang kita miliki seharusnya tidak dipakai untuk
kepentingan diri sendiri, tetapi melihat apa yang bisa bermanfaat bagi orang lain. Marilah kita
pikirkan bersama segala sesuatu yang kita lakukan sehari-hari. Apakah itu memberkati orang lain atau
malah mengganggu? Jangan sampai kita melakukan sesuatu yang kita anggap baik bagi diri kita tetapi
itu mengganggu kepentingan orang lain atau bahkan merugikan mereka. Satu hal lagi yang bisa kita
peroleh dari surat 1 Korintus pasal 10 ini adalah: apakah segala sesuatu yang kita lakukan itu
memuliakan Allah atau tidak? "Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika
engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah." (ay 31).
Perhatikanlah bahwa sudah menjadi kewajiban kita untuk memuliakan Allah, Sang Pencipta kita dalam
segala sesuatu yang kita lakukan. Memaksakan kehendak dengan cara-cara yang tidak baik, memusuhi
orang lain, menghakimi, memupuk dendam, berusaha membalas kejahatan dengan kejahatan dan lain-
lain akan membuat kita justru menjadi batu sandungan yang malah akan mempermalukan Allah.

Sebuah kesimpulan yang manis dalam menyikapi kebebasan bisa kita baca dalam surat Galatia.
"Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu
mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa,
melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih." (Galatia 5:13). Jangan pergunakan
kemerdekaan atau kebebasan seenaknya sehingga kita merasa wajar untuk hidup dalam dosa, tetapi
hendaklah itu kita pergunakan untuk melayani atas dasar kasih. Alangkah pentingnya memiliki kasih
sejati dalam hidup kita, yang akan mampu membuat pola pikir kita berbeda dari pola pikir dunia terhadap
arti sebuah kebebasan. Petrus berkata: "Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti
mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan
mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah." (1 Petrus 2:16). Sebuah kehidupan yang merdeka
seharusnya dipakai untuk menjadi hamba Allah, yang akan memuliakanNya lebih lagi, dan bukan untuk
berbuat berbagai kejahatan yang akan menghancurkan diri kita sendiri, keluarga kita dan orang lain.
Dalam Kristus kita sudah menjadi ciptaan baru, dengan pola pikir yang seharusnya baru pula yang akan
memampukan kita untuk menyikapi kebebasan dengan rasa penuh tanggung jawab. Kebebasan diberikan
kepada kita bukan untuk membuat segalanya semakin buruk, tetapi justru agar kehidupan manusia bisa
semakin baik. Meski mungkin dunia masih berpikir berbeda, janganlah kita malah ikut-ikutan. Mari
nyatakan bagaimana bentuk kebebasan yang semestinya seperti apa yang dikatakan firman Tuhan. Inilah
saatnya untuk menunjukkan bagaimana cara menyikapi kemerdekaan yang sebenarnya dengan penuh
tanggungjawab seperti yang dikehendaki Tuhan.

Anda mungkin juga menyukai