Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH IMUNESEROLOGI

SISTEM IMUN NON-SPESIFIK DAN SISTEM IMUN


SPESIFIK

ATLM II A
Disusun oleh:
Kelompok 2
1. Eka Soraya Agustina (P27903116009)
2. Siti Suherna (P27903116037)
3. Vevianita Tamara P (P27903116040)
4. Yeni Nuraeni (P27903116041)

JURUSAN ANALIS KESEHATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha esa yang telah
memberikan rahmat taufik dan hidayah-nya sehingga makalah dengan judul
“SISTEM IMUN NON-SPESIFIK DAN IMUN SPESIFIK ” ini dapat kami
selesaikan tepat pada waktunya.
Kami menyadari banyak kekurangan dalam penlisan makalah ini, itu
dikarenakan kemampuan kami yang terbatas. Namun berkat bantuan dan
dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
Terimakasih kami ucapkan kepada beberapa pihak yang membantu dan
mendukung kami dalam menyelesaikan tugas ini. Kami berharap dengan makalah
ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami sendiri dan bagi para pembaca pada
umumnya serta semoga dapat menjadi bahan pertimbangan dan meningkatkan
prestasi dimasa yang akan datang.

Tangerang , 17 Januari 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................. i
Daftar Isi........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Tujuan ............................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 2


2.1 Sistem Imun Nonspesifik ............................................................... 2
2.2 Sistem Imun Spesifik...................................................................... 9

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 12


A. Kesimpulan ..................................................................................... 12
B. Saran ............................................................................................... 12

Daftar Pustaka .................................................................................................. 13

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Untuk melawan benda asing, tubuh memiliki sistem pertahanan yang
saling mendukung. Epidermis yang berfungsi sebagai pertahanan fisik, dibantu
oleh airmata, sebum, ludah, dan getah lambung yang mengandung unsur
pertahanan kimiawi.
Sistem pertahanan tubuh merupakan gabungan sel, molekul, dan jaringan
yang berperan dalam resistensi terhadap bahan atau zat yang masuk ke dalam
tubuh. Jika bakteri patogen berhasil menembus garis pertahanan pertama, tubuh
melawan serangan dengan reaksi radang (inflamasi) atau reaksi imun yang
spesifik. Reaksi yang dikoordinasikan sel-sel dan molekul-molekul terhadap
benda asing yang masuk ke dalam tubuh disebut respon imun. Sistem imun ini
sangat diperlukan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya
yang dapat ditimbulkan oleh berbagai bahan atau zat dari lingkungan hidup.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu sistem imun nonspesifik?
2. Apa itu sistem imun spesifik?

1.3 Tujuan
1.Untuk mengetahui sistem imun nonspesifik.
2. Untuk mengetahui sistem imun spesifik.

1
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Sistem Imun Nonspesifik


Imunitas nonspesifik fisiologik berupa komponen normal tubuh, selalu
ditemukan pada individu sehat dan siap mencegah mikroba masuk tubuh dan
dengan cepat menyingkirkannya. Jumlahnya dapat ditingkatkan oleh infeksi,
misalnya jumlah sel darah putih meningkat selama fase akut pada banyak
penyakit. Disebut nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu,
telah ada dan siap berfungsi sejak lahir. Mekanismenya tidak menunjukkan
spesifisitas terhadap bahan asing dan mampu melindungi tubuh terhadap banyak
patogen potensial. Sistem tersebut merupakan pertahanan terdepan dalam
menghadapi serangan berbagai mikroba dan dapat memberikan respons langsung.
a. Pertahanan fisik/mekanik
Dalam sistem pertahanan fisik atau mekanik, kulit, selaput lendir, silia
saluran napas, batuk dan bersin, merupakan garis pertahanan terdepan
terhadap infeksi. Keratinosit dan lapisan epidermis kulit sehat dan epitel
mukosa yang utuh tidak dapat ditembus kebanyakan mikroba. Kulit yang
rusak akibat luka bakar dan selaput lendir saluran napas yang rusak oleh
asap rokok akan meningkatkan risiko infeksi. Tekanan oksigen yang tinggi
di paru bagian atas membantu hidup kuman obligat aerob seperti
tuberkulosis .
b. Pertahanan biokimia
Kebanyakan mikroba tidak dapat menembus kulit yang sehat, namun
beberapa dapat masuk tubuh melalui kelenjar sebaseus dan folikel rambut.
Ph asam keringat dan sekresi sebaseus, berbagai asam lemak yang dilepas
kulit mempunyai efek denaturasi terhadap protein membran sel sehingga
dapat mencegah infeksi yang dapat terjadi melalui kulit. Lisozim dalam
keringat, ludah, airmata, dan air susu ibu, melindungi tubuh terhadap
berbagai kuman positif-Gram oleh karena dapat menghancurkan lapisan

2
peptidoglikan dinding bakteri. Air susu ibu juga mengandung
laktooksidase dan asam neuraminik yang mempunyai sifat antibakterial
terhadap E.coli dan stafilokok. Saliva mengandung enzim seperti
laktooksidase yang merusak dinding sel mikroba dan menimbulkan
kebocoran sitoplasma dan juga mengandung antibodi serta komplemen
yang dapat berfungsi sebagai opsonin dalam lisis sel mikroba.
Asam hidroklorida dalam lambung, enzim proteolitik, antibodi dan
empedu dalam usus halus membantu menciptakan lingkungan yang dapat
mencegah infeksi banyak mikroba. pH yang rendah dalam vagina, spermin
dalam semen dan jaringan lain dapat mencegah tumbuhnya bakteri positif-
Gram. Pembilasan oleh urin dapat menyingkirkan kuman patogen.
Laktoferin dan transferin dalam serum mengikat besi yang merupakan
metabolit esensial untuk hidup beberapa jenis mikroba seperti
pseudomonas.
Bahan yang disekresi mukosa saluran napas (enzim dan antibodi)
dan telinga berperan dalam pertahanan tubuh secara biokimiawi. Mukus
yang kental melindungi sel epitel mukosa dapat menangkap bakteri dan
bahan lainnya yang selanjutnya dikeluarkan oleh gerakan silia. Polusi,
asap rokok, alkohol dapat merusak mekanisme tersebut sehingga
memudahkan terjadinya infeksi oportunistik.

Gambar 1 Pertahanan eksternal tubuh

3
Udara yang kita hirup, kulit dan saluran cerna, mengandung banyak
mikroba, biasanya berupa bakteri dan virus, kadang jamur atau parasit.
Sekresi kulit yang bakterisidal, asam lambung, mukus dan silia di saluran
napas membantu menurunkan jumlah mikroba yang masuk tubuh, sedang
epitel yang sehat biasanya dapat mencegah mikroba masuk masuk ke
dalam tubuh. Dalam darah dan sekresi tubuh, enzim lisosom
memusnahkan banyak bakteri dengan merusak dinding selnya, IgA juga
merupakan pertahanan permukaan mukosa, memusnahkan banyak bakteri
dengan merusak dinding selnya. IgA juga merupakan pertahanan
permukaan mukosa. Flora normal (biologis) terbentuk bila bakteri
nonpatogenik menempati permukaan epitel. Flora tersebut dapat
melindungi tubuh melalui kompetisi dengan patogen untuk makanan dan
tempat menempel pada epitel serta produksi bahan antimikrobial.
Penggunaan antibiotika dapat mematikan flora normal sehingga bakteri
patogenik dapat menimbulkan penyakit.

Gambar 2 Mekanisme Imunitas nonspesifik terhadap bakteri pada


tingkat sawar fisik seperti kulit atau permukaan mukosa

1. Bakteri yang bersifat simbiotik atau komensal yang ditemukan di kulit


pada daerah terbatas hanya menggunakan sedikit nutrien, sehingga
kolonisasi mikroorganisme patogen sulit terjadi

4
2. Kulit merupakan sawar fisik efektif dan pertumbuhan bakteri dihambat
sehingga agen patogen yang menempel akan dihambat oleh Ph rendah
dari asam laktat yang terkandung dalam sebum yang dilepas kelenjar
keringat.
3. Sekret dipermukaan mukosa mengandung enzim destruktif seperti
lisozim yang menghancurkan dinding sel bakteri.
4. Saluran napas dilindungi oleh gerakan mukosiliar sehingga lapisan
mukosa secara terus menerus digerakkan menuju arah nasofaring.
5. Bakteri ditangkap oleh mukus sehingga dapat disingkirkan dari saluran
napas.
6. Sekresi mukosa saluran napas dan saluran cerna mengandung peptida
antimikrobial yang dapat memusnahkan mikroba patogen.
7 & 8. Mikroba patogen yang berhasil menembus sawar fisik dan masuk
ke jaringan dibawahnya dapat dimusnahkan dengan bantuan
komplemen dan dicerna oleh fagosit.
c. Pertahanan Humoral
Sistem imun non spesifik menggunakan berbagai molekul larut. Molekul larut
tertentu di produksi ditempat infeksi atau cedera dan berfungsi normal. Molekul
tersebut antara lain adalah peptida anti mikroba seperti defensi, katelisidin, dan
IFN dengan efek antiviral. Faktor larut lainnya diproduksi ditempat yang lebih
jauh dan dikerahkan kejaringan sasaran melalui sirkulasi komplemen dan PFA.
1. Komplemen
Berbagai bahan dalam sirkulasi seperti lektin, interferon, CRP dan
komplemen berperan dalam pertahanan humoral. Serum normal dapat
memunaskan dan menghancurkan berbagai bakteri –Gram atas kerja sama
aatara antibodi dan komplemen yang ditemukan dalam serum normal.
Komplemen rusak pada pemanasan 56c selama 30 menit.
Komplemen terdiri atas sejumlah besar protein yang bila diakifkan
akan memberi kan proteksi terhadap infeksi dan berperan dalam respons
inlfamasi. Komplemen dengan spektum aktivitas yang luas diproduksi
oleh hepatosit dan monosit dan dapat diaktifkan secara langsung oleh
mikroba atau produknya (jalur alternatif, klasifik dan lektin) komplemen
berperan sebagai opsooonin yang menikatkan fagositosis, sebagai faktor
kemotaktik dan juga menimbulakn destruksi /lisis bakter dan parasit.

5
Tabel 1 Protein Fase Akut
Reaktan Fase Akut Peran
Peningkatan kadar sangat tinggi
CRP Mengikat komplemen, opsonin
MBL Mengikat komplemen, opsonin
Asam glikoprotein a1 Transpor protein
Komponen amiloid P serum Prekursor komponen amiloid
Peningkatan kadar sedang
Inhibitor proteinase a1 Mencegah protease bakteri
Antikimotripsin a1 Mencegah protease bakteri
C3, C9, faktor B Meningkatkan fungsi komplemen
Seruloplasmin 02-scavenger
Fibrinogen Koagulasi
Angiotensin Tekanan darah
Haptoglobin Mengikat hemoglobin
Fibronektin Mengikat sel

Antibody diinduksi oleh infeksi subklinis (antara lain flora normal) dan
komponen dalam diit yang imunogenik. Antibodi dengan bantuan komplemen
dapat menghancurkan membran lapisan LPS dinding sel. Bila lapisan LPS
menjadi lemah, lisozim,mukopeptida dalam serum dapat masuk menembus
membran bakteri dan menghancurkan lapisan mukopeptida. MAC dari sistem
komplemen dapat membentuk lubang-lubang kecil dalam sel membran bakteri
sehingga bahan sitoplasma yang mengandung bahan bahan vital keluar sel dan
menimbulakn kematian miroba.
2. Protein fase akut
Selama fase akut infeksi, terjadi perubahan pada kadar beberapa protein
dalam serum yang disebut APP. Yang akhir merupakan bahan
antimikrobial dalam serum yang meningkat dengan cepat setelah sistem
imun nonspesifik diaktifkan. Protein yang meningkat atau menurun selama
fase akut disebut juga APRP yang berperan dalan pertahanan dini.
APRP diinduksi oleh sinyal yang beraal dari tempat cedera atau
infeksi melalui darah. Hati merupakan tempat sintesis APRP.
a. C-creactive Protein
CRP yang merupakan salah satu PFA, termasuk golongan protein yang
kadarnya dalam darah meningkat pada infeksi akut sebagai respons
imunitas nonspesifik. Sebagai opsonin, CRP meningkat berbagai
mikroorganisme, protein C pneumokok yang membentuk kompleks
dan mengaktifkan kompenen jalur klasik. Pengukuran CRP digunakan

6
untuk menilai aktivitas penyakit inflamasi. CRP dapat meningkat 100x
ata lebih dan berperan pada imunitas nonspesifik yang dengan bantuan
CA++ dapat meningkat berbagai molekul antara lain fosforilkolin yang
ditemukan pada permukaan bakteri/jamur. Sintesis CRP yang
mengikat viskositas plasma dalam laju endap darah. Adanya CRP yang
tetap tinggi menunjukan infeksi yang peristen.

b. Lektin
Lektin/kolektin merupakan molekul larut dala m plasma yang dapat
mengikat manan/manosa dalam polisakarida, (karenanya disebut
MBL) yang merupakan permukaan banyak bakteri seperti galur
pneumokok dan banyak mikroba, tetapi tidak pada sel vetrebrata.
Lektin berperan opsonin, mengaktifkan komplemen. SAP mengaikat
lipopolisakarida dinding bakteri dan berfungsi sebagai reseptor umtuk
fagosit.
c. Protein fase akut lain
Protein fase akut yang lain adalah alfa1-anti-tripsin, amiloid serum
A,haptoglobin, C9, faktor B dan fibrinogenyang juga berperan pada
peningkatan laju endap darah akibat infeksi, namun dibentuk jauh
lebih lambat dibanding dengan CRP. Secara keseluruhan, respon
faseakut memberikan efek yang menguntungkat melalui peningkatan
resistensi pejamu, mengurangi cedera jaringan dan meningkatkan
resolusi dan perbaikan cedera inflamasi.

3. Mediator asal fosfolipid


Metabolisme fosfolipid diperlukan untuk produksi PG dan LTR.keduanya
meningkatkan respons inflamasi melalui peningkatan permeabilitas
vaskular dan vasodilatasi.

4. Sitokin IL-1, IL-6, TNF-alfa


Selama terjadi infeksi, produk bakteri seperti LPS mengaktifkan makrofag
dan sel lain untuk memproduksi dan lepas berbagai sitokin seperti IL-1
yang merupakan pirogen endogen, TNF-alfa dan IL-6. Pirogen adalah
bahan yang menginduksi demam yang dipacu baik oleh faktor eksogen
(endotoksin asal bakteri negatif-Gram) atau endogen seperti IL-1 yang
diproduksi makrofagdan monosit. Ketiga sitokin tersebut disebt sitokin
proinflamasi, merangsang hati untuk mensintesis dan melepas sejumlah
protein plasma seperti protein fase akut antara lain CRP yang dapat
meningkat 1000 kali, MBL dan SAP.

7
Tabel 2 Faktor Antimikrobial nonantibodi dalam plasma
Faktor Aktivitas biologi
C3a Anafilaktoksin, melepas histamin dari sel mast,
menimbulkan kontraksi otot polos
C4a Seperti C3a, juga sangat aktif menginduksi
kemotaksis dan degranulasi neutrofil; juga
meningkatkan produksi superoksid neutrofil
C5a Seperti C3a, juga sangat aktif menginduksi
kemotaksis

Lepas sebagai sitokin IL-1 yang merupakan pirogen endogen, TNF-α dan IL-6.
Pirogen adalah bahan yang menginduksi demam yang dipacu baik oleh factor
eksogen (endotoksin asal bakteri negative-Gram) atau endogen seperti IL-1 yang
diproduksi makrofag dan monosit. Ketiga sitokin tersebut disebut sitokin
proinflasmai, merangsang hati untuk mensintesis dan melepas sejumlah protein
plasma seperti protein fase akut antara lain CRP yang dapat meningkat 1000 kali,
MBL dan SAP.
D. pertahanan selular
Fagosit, sel Nk, sel mast dan eosinophil berperan dalam system imun non
spesifik selular. Sel-sel system imun tersebut dapat ditemukan dalam sirkulasi
atau jaringan. Contoh sel yang dapat ditemukan dalam sirkulasi adalah neutrophil,
eosinofil, basophil, monosit, sel T, sel B, sel NK, sel darah merah dan trombosit.
Sel-sel tersebut dapat mengenal produk mikroba esensial yang diperlukan untuk
hidupnya. Contoh sel-sel dalam jaringan adalah eosinofil, sel mast, makrofag,(
Gambar 3.7), sel T, sel plasma dan sel NK. Komponen-komponen system imun
non spesifik terlihat pada table 3. fagosit, makrofag, sel NK dan sel mast.

Gambar 3 Pengerahan makrofag dan bahan antimikrobial dari sirkulasi darah

8
Bakteri yang masuk melalui luka memicu respons inflamasi yang mengerahkan
bahan antimicrobial dan fagosit ( mula-mula neutrophil, kemudian makrofag dan
monosit) ke tempat infeksi.
Tabel 2 Komponen imun non spesifik

Komponen swar Fungsi utama


Lapisan epitel Mencegah mikroba masuk
Defensin/katelisidin Membunuh mikroba
Limfosit intraepitelial Membunuh mikroba
Sel efektor dalam sirkulasi
Neutrofil Fagositosis dini dan membunuh makrofag
Makrofag Sitokin yang merangsang inflamasi
Sel Nk Lisis sel terinfeksi, aktivasi makrofag
Protein efektor dalam sirkulasi
Komplemen Membunuh mikroba, opsonisasi mikroba
Ikatan manosa Opsonisasi mikroba, aktivasi komplemen (jalur lektin)
CRP (pentraksin) Opsonisasi mikroba, aktivasi komplemen
Sitokin
TNF, IL-1, kemokin Inflamasi
IFN-α,-β Resistensi terhadap virus
INF-ƴ Aktivasi makrofag
IL-12 Produksi IFN-ƴ oleh sel NK dan sel T
IL-15 Proliferasi sel NK
IL-10, TGF-β kontrol inflamasi

9
2.2 Sistem Imun Spesifik
berbeda dengan system imun nonspesifik, system imun spesifik mempunyai
kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Benda
asing yang pertama kali terpajan dengan tubuh segera dikenal oleh system imun
spesifik. Pejanan tersebut menimbulkan sensitasi, sehingga antigen yang sama dan
masuk tubuh untuk kedua kali akan dikenal lebih cepat dan kemudian
dihancurkan. Oleh karena itu, system tersebut disebut spesifik . untuk
menghancurkan benda asing yang berbahaya bagi tubuh, system imun spesifik
dapat bekerja tanpa bantuan system imun nonspesifik. Namun pada umumnya
terjadi kerjasama yang baik antara komplemen-fagosit-antibodi dan antara
makrofag-sel T.
system imun spesifik terdiri atas system humoral dan system selular. Pada
imunitas humoral, sel B melepas antibody untuk menyingkirkan mikroba
ekstraselular. Pada imunitas selular, sel T meninggalkan makrofag sebagai efektor
untuk menghancurkann mikroba atau mengaktifkan sel CTC/Tc sebagai efektor
yang menghancurkan sel terinfeksi.
A. Sistem imun spesifik humoral
Peran utama dalam system imun spesifik humoral adalah limfosit
B atau sel B Humoral berarti cairan tubuh, Sel B berasal dari sel asal
multipoten di sumsum tulang. Pada ungags, sel yang disebut Bursal cell
atau sel B akan berdiferensiasi menjadi sel B yang matang dalam alat yang
disebut bursa fabricius yang terletak dekat kloaka. Pada manusia
dideferensiasi tersebut terjadi dalam sumsum tulang.
Sel B yang di rangsang oleh benda asing akan
berproliferasi, berdiferensiasi dan berkembang menjadi sel plasma yang
memproduksi antibody. Antibody yang dilepas dapat ditemukan dalam
serum. Fungsi utama antibody ialah pertahanan terhadap infeksi
ekstraselular, virus dan bakteri serta menetralkan toksinnya.
B. System imun spesifik selular
Limfosit T atau sel T berperan pada system imun spesifik selular.
Setersebut juga berasal dari sel asal yang sama seperti sel B. pada orang

10
dewasa sel T terbentuk di dalam sumsum tulang, tetapi proliferasi dan
diferensiasinya terjadi di dalam kelenjar timus atas pengaruh berbagai
factor asal timus . 90-95% dari semua sel T dalam timus tersebut mati dan
hanya 5-10% menjadi matang dan selanjutnya meninggalkan timus untuk
masuk ke dalam sirkulasi.
Factor timus yang disebut timosin dapat ditemukan dalam
peredaran darah sebagai hormon asli dan dapat mempengaruhi diferensiasi
sel T di perifer. Berbeda dengan sel B, Sel T terdiri atas beberapa subset
sel dengan fungsi yang berlainan yaitu sel CD4+ ( Th1, Th2), CD8+ atau
CTL atau Tc dan Ts atau sel Tr atau Th3. Fungsi utama system imun
spesifik selular ialah pertahanan terhadap bakteri yang hidup
intraselular, virus, jamur, parasite dan keganasan. Sel CD4+
mengaktifkan sel Th1 yang selanjutnya mengaktifkan makrofag
untuk menghancurkan mikroba. Sel CD8 memusnahkan sel terinfeksi.

11
BAB 3
PENUTUP
A. KESIMPILAN
Sistem imun non-spesifik merupakan pertahanan terdepan dalam
menghadapi serangan berbagai mikroba dan dapat memberikan respons
langsung. Mekanismenya tidak menunjukkan spesifisitas terhadap bahan
asing dan mampu melindungi tubuh terhadap banyak patogen potensial.
 Pertahanan fisik/mekanik
 Pertahanan biokimia
 Pertahanan Humoral
 pertahanan selular
berbeda dengan system imun nonspesifik, system imun spesifik
mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi
dirinya. Benda asing yang pertama kali terpajan dengan tubuh segera dikenal
oleh system imun spesifik. Pejanan tersebut menimbulkan sensitasi,
sehingga antigen yang sama dan masuk tubuh untuk kedua kali akan dikenal
lebih cepat dan kemudian dihancurkan.
 Sistem imun spesifik humoral
 System imun spesifik selular

B. SARAN
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang
menjadi pokok bahasan dalam Toksikologi Mekanisme dan Gejala
Keracunan Peptisida dan Hewan serta Tumbuhan, tentunya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan
kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul
Makalah ini. Semoga Makalah ini dapat digunakan sebaik-baiknya dan
sebagai pedoman untuk pembelajaran mata kuliah Imunoserologi.

12
DAFTAR PUSTAKA
 Hasdinah HR; Dewi, Prima; dkk. 2014. Imunologi, Diagnosis dan
Teknologi Molekuler. Yogyakarta: Nuha Medika
 Parmely J. Machael; Julius E Surjawidjaja, 2013. Medical Notes
Imunologi Klinik. Jakarta: KARISMA Publishing Group
 Subowo. Imunologi. Bandung: ANGKASA
 Diakses pada 28 Januari 2016. Sistem Imun.pdf

13

Anda mungkin juga menyukai