Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

“HALLMARK OF CANCER 9 DAN 10”

Oleh:

Noviyanti

H1A014059

Pembimbing:
dr. Ramses Indriawan, Sp.B (K) Onk

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN/SMF BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI
NUSA TENGGARA BARAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2019
BAB I

PENDAHULUAN

Karakteristik kanker terdiri dari enam kemampuan biologis yang didapatkan selama
perkembangan tumor manusia yang terbagi menjadi beberapa langkah. Karakteristik ini
menyusun prinsip organisasi untuk merasionalisasikan kompleksitas dari penyakit neoplastik.
Karakteristik tersebut diantaranya mempertahankan pensinyalan proliferatif, menghindari
penekan pertumbuhan, melawan kematian sel, memungkinkan imortalitas replikatif, memicu
angiogenesis dan mengaktifkan invasi dan metastasis. Hal-hal mendasari petanda-petanda ini
adalah instabilitas genom yang menghasilkan diversitas genetik yang menggambarkan
akuisisi dan inflamasinya dan menampung berbagai fungsi yang khas. Kemajuan konseptual
dalam beberapa dekade terakhir telah menambahkan dua karakteristik yang baru dari
generalisitas ke dalam pemrograman ulang metabolisme energi dan menghindari destruksi
imun. Selain sel-sel kanker, tumor-tumor yang menunjukkan dimensi lainnya dari
kompleksitas sel-sel tersebut mengandung repertoire dari sel-sel yang terlihat normal yang
berkontribusi terhadap akuisisi sifat yang khas dengan menghiasilkan “lingkungan mikro
tumor”. Pengenalan mengenai aplikabilitas yang luas untuk konsep-konsep ini akan semakin
memengaruhi cara-cara baru untuk menatalaksana kanker pada manusia.

Gambar 1. Ciri-ciri Kanker Ilustrasi ini mencakup enam ciri kemampuan awalnya diusulkan
dalam perspektif tahun 2000 . Dekade terakhir telah menyaksikan kemajuan luar biasa
menuju pemahaman dasar-dasar mekanistik dari masing-masing ciri.
Enam karakteristik khas kanker (Gambar 1) menyusun sebuah prinsip organisasi yang
menyediakan kerangka logis untuk memahami diversitas penyakit neoplastik yang luar biasa.
Secara implisit pernyataan bahwa sel-sel normal akan berevolusi secara progresif ke kondisi
neoplastik, sel-sel ini membutuhkan kelanjutan dari kemampuan yang khas dan bahwa proses
multi-langkah oleh patogenesis tumor manusia dapat dirasionalisasikan oleh kebutuhan sel-
sel kanker insipien untuk mendapatkan sifat yang memungkinkan sel-sel ini menjadi
tumorigenik dan akhirnya ganas.

Tumor adalah jaringan rumit yang terdiri dari berbagai tipe sel berbeda yang berpartisipasi
dalam interaksi heterotipik satu sama lain. Sel normal yang direkrut membentuk stroma
terkait tumor sebagai partisipan aktif pada tumorigenesis dan bukan bystander yang pasif
sehingga sel-sel stromal ini berkontribusi terhadap perkembangan dan ekspresi kemampuan
khas yang khusus.

Gambar 2. Muncul Tanda dan Mengaktifkan Karakteristik

Semakin banyak penelitian menunjukkan bahwa dua tanda tambahan kanker terlibat
dalam patogenesis beberapa dan mungkin semua kanker (Gambar 2). Seseorang melibatkan
kemampuan untuk memodifikasi atau memprogram ulang, metabolisme seluler untuk yang
paling efektif mendukung proliferasi neoplastik. Kedua memungkinkan sel-sel kanker untuk
menghindari perusakan imunologis, khususnya oleh limfosit T dan B, makrofag dan sel-sel
pembunuh alami. Ketidakstabilan genom dan dengan demikian mutabilitas memberikan sel-
sel kanker dengan perubahan genetik yang mendorong perkembangan tumor. Peradangan
oleh sel-sel imun bawaan yang dirancang untuk melawan infeksi dan menyembuhkan luka
dapat mengakibatkan dukungan yang tidak disengaja dari berbagai kemampuan dengan
demikian memanifestasikan konsekuensi yang disebabkan oleh tumor sebagai respon
inflamasi.

Yang pertama melibatkan pemrograman ulang utama metabolisme energi seluler


untuk mendukung pertumbuhan dan proliferasi sel yang berkelanjutan, menggantikan
program metabolisme yang beroperasi di sebagian besar jaringan normal dan memicu operasi
fisiologis sel terkait. Kedua melibatkan penghindaran aktif oleh sel-sel kanker dari serangan
dan eliminasi oleh sel-sel imun, kemampuan ini menggaris bawahi peran dikotomis dari
sistem kekebalan tubuh yang saling bertentangan meningkatkan perkembangan dan
perkembangan tumor. Kedua kemampuan tersebut mungkin terbukti memfasilitasi
pengembangan dan perkembangan berbagai bentuk kanker manusia dan karenanya dapat
dianggap sebagai ciri khas kanker yang muncul. Hal tersebut mengaktifkan karakteristik dan
keunggulan yang muncul, digambarkan dalam Gambar 2.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Hallmark of cancer 9 new generation

Sebuah Ciri Khas Baru: Pemrograman Ulang Metabolisme Energi

Proliferasi sel yang kronik dan tidak terkontrol yang menggambarkan penyakit neoplasia
melibatkan tidak hanya rusaknya kontrol terhadap proliferasi sel namun juga penyesuaian
dari metabolisme energy untuk membentuk proses pertumbuhan dan perbanyakan sel. Dalam
kondisi aerobik, sel normal akan menggunakan glukosa menjadi piruvat melalui glikolisis di
dalam sitosol dan setelah itu menjadi karbondioksida di mitokondria dalam kondisi
anaerobic, glikolisis lebih dipilih dan hanya sebagian kecil piruvat yang akan dilepas ke
mitokondria. Otto Warburg-lah yang pertama kali mengobservasi anomali metabolisme
energy pada sel kanker, biarpun mereka terpajan dengan oksigen, sel kanker memrogram
ulang metabolisme glukosa mereka yang berarti produksi energinya dengan hanya
memanfaatkan glikolisis sebagai sumber penghasil energy menjadikannya sebuah kondisi
yang dinamakan “glikolisis aerob”.

Keberadaan dari perubahan metabolism pada sel kanker sudah mulai dibuktikan pada satu
dekade belakangan ini. Pemrograman ulang dari metabolism energi ini terkesan aneh karena
sel kanker harus mengkompensasi produksi ATP yang 18 kali kurang efisien (glikolisis) jika
dibandingkan fosforilasi oksidatif. Mereka mampu melakukan ini dengan cara memproduksi
lebih banyak transporter glukosa, terutama GLLUT1, yang secara umum meningkatkan
transport glukosa ke dalam. Peningkatan pengambilan glukosa dan utilisasi glukosa sudah
berhasil didokumetnasikan dalam berbagai tipe tumor pada manusia yang terbaru dengan cara
menggunakan visualisasi pengambilan glukosa menggunakan PET dan glukosa yang sudah
diradiolabel (18F-fluorodeoxyglucose, FDG) sebagai bahannya. Penghasilan energi melalui
glikolisis memiliki asosiasi dengan onkogen yang teraktivasi (e.g. RAS, MYC) dan supresor
tumor mutan (eg. TP53)) yang perubahannya pada sel tumor terjadi karena kemampuannya
untuk memperoleh ciri khas proliferasi sel, penghindaran dari kontrol sitostatik, dan
perlemahan dari apoptosis. Ketergantungan pada glikolisis bisa lebih dipertkuat lagi dalam
kondisi hipoksia yang sering muncul pada beberapa tumor. Sistem respons hipoksia bekerja
secara luas untuk menningkatkan produksi transporter glukosa dan enzim yang terlibat pada
jalur glikolisis. Maka dari itu, onkoprotein Ras dan hipoksia mampu bekerja secara
independen untuk meningkatkan kadar faktor transkripsi HIF1a dan HIF2a yang nantinya
akan meningkatkan glikolisis.

Rasionalisasi fungsional dari perubahan glikolisis pada sel kanker masih belum ditemukan,
karena rendahnya energi dalam bentuk ATP yang dihasilkan glikolisis dibandingkan dengan
fosforilasi oksidatif. Menurut satu teori lama yang sudah dilupakan dan hipotesa yang baru-
baru ini muncul meningkatnya glikolisis memuingkinkan diversi dari metabolit intermediat
dari glikolisis untuk menjadi bahan jalur biosintetik lainnya, termasuk memproduksi
nukleosida, makromolekul dan organel yang dibutuhkan untuk membuat sel baru. Lebih lagi,
metabolism-Warburg muncul pada banyak jaringan embrionik yang berkembang dengan
pesat, sekali lagi memberikan kesan sebuah peran pada program biosintetik yang besar yang
dibutuhkan dalam proliferasi sel.

Menariknya, beberapa tumor memiliki dua subpopulasi sel kanker yang bebeda dalam hal
jalur produksi energi. Salah satu subpopulasiterdiri atas sel yang bergantung pada glukosa
(“Warburg-effect”) yang mengsekresikan laktat, dan subpopulasi lainnya mengambil dan
mengutilisasi laktat yang diproduksi tetangganya sebagai sumber energi utama, menggunakan
beberapa bagian dari siklus asam sitrat. Kedua populasi ini berfungsi secara simbiosis, sel
kanker yang hipoksik berrgantung pada glukosa sebagai bahan bakarnya dan mengeluarkan
laktat sebagai pembuangan yang kemudian diambil oleh sel kanker yang lebih mendapatkan
oksigen. Biarpun simbiosis intratumor ini masih memerlukan bukti untuk digeneralisasi,
kooperasi dari sel produksi laktat dan pengguna laktat untuk pertumbuhan tumor merupakan
mekanisme fisiologis, bukan hal baru yang diciptakan oleh tumor. Lebih lanjut, sudah lebih
jelas bahwa oksigenasi dari tumor tidaklah static, namun berfluktuasi dalam tumor secara
temporal dan regional.

Perubahan metabolisme energi dibuktikan sangat beragam pada sel kanker dan pada banyak
ciri khas kanker. Glikolisis aerob merupakan sebuah fenotip yang diprogram oleh onkogen
penginduksi proliferasi. Menariknya, mutasi aktivasi (pendapatan fungsi) pada enzim isositrat
dehydrogenase ½ (IDH) dilaporkan muncul pada glioma dan tumor manusia lainnya. Biarpun
mutasi ini bisa saja dipilih secara klonal karena kemampuannya untuk mengubah metabolism
energi, banyak confounding data yang mengasosiasikan aktivitas mereka dengan tingkat
oksidasi yang meningkat dan stabilitas dari faktor transkripsi dari HIF-1, yang nantinya akan
mempengaruhi stabilitas genom dan angiogenesis/invasi, yang nantinya akan semakin
mengaburkan demarkasi fenotip. Saat ini, penentuan pemrograman ulang metabolism energi
sebagai sebuah ciri khas baru dinilai sangat tepat, untuk menjelaskan pentingnya proses ini
dan beberapa isu yang belum terselesaikan mengenai fungsi independen dari keenam ciri
khas utama.
II. Hallmark of cancer 10 the next generation

Sebuah Ciri Khas Baru: Menghindari Penghancuran Sel Imun

Isu kedua yang masih belum terselesaikan mengenai pembentukan tumor adalah
mengenai peran sistem imun dalam penghancuran atau penjagaan pembentukan sel neoplasia
insipient, tumor stadium akhir dan metastasis mikro. Teori lama mengatakan bahwa sel imun
melakukan pengawasan terhadap sel dan jaringan dan sistem ini selalu sedia setiap saat dan
merupakan sebuah sistem yang penting untuk mengenali dan menghancurkan sel kanker
insipient dan sel tumor kecil. Menurut logika ini tumor padat yang bisa muncul memiliki
kemampuan untuk menghindari deteksi menggunakan berbagai metode atau mampu
membatasi penghancuran melalui sistem imunologis dan maka dari itu terhindar dari
eradikasi.

Berkurangnya peran dari monitor imunologik bisa divalidase dengan meningkatnya


beberpa jenis kanker pada individu yang immunocompromised. Namun kebanyakan dari
kanker ini adalah kanker yang diinduksi oleh virus, menunjukkan bahwa kontrol dari kanker
ini adalah mengurangi beban virus dari individu yang terinfeksi, salah satunya dengan cara
menghancurkan sel yang terinfeksi oleh virus. Observasi ini menunjukkan sedikit petunjuk
mengenai peran sistem imun dalam menghambat pembentukan lebih dari 80% tumor yang
tidak berasal dari virus. Beberapa tahun belakangan, banyaknya bukti dari mencit dengan
rekonstruksi genetic dan epidemiologi menunjukkan bawha sistem imun berperan sebagai
penghalang signifikan untuk pembentukan dan progresi kanker, setidaknya pada beberapa
bentuk kanker yang tidak diinduksi oleh virus.

Ketika mencit yang didesain secara genetik untuk tidak memiliki berbagai komponen
dalam sistem imun diperiksa untuk tumor yang diinduksi oleh karsinogen, tumor dilihat lebih
sering muncul dan tumbuh lebih cepat dibandingkan kontrol dengan sistem imun yang
adekuat. Defisiensi dalam perkembangan atau fungsi salah satu dari CD8+ limfosit T
sitotoksik (CTL), CD4+ Th1 helper sel dan Natural Killer (NK) sel berujungpada
peningkatan insidens tumor dan mencit yang defisien sistem sel T dan NK menjadi lebih
rentan terhadap pertumbuhan kanker. Hasil ini mengindikasikan bahwa, setidaknya dalam
model eksperimental, sistem imun inat dan adaptif berperan sangat penting dalam sistem
pengawasan imun dan eradikasi tumor.

Lebih dari itu, eksperimen transplantasi menunjukkan bahwa sel kanker yang berasal
dari mencit yang imunodefisien biasanya tidak mampu membuat tumor sekunder pada
resipiensyngeneic yang imunokompeten, sedangkan sel kanker yang berasal dari mencit
imunokompeten mampu menginisiasi tumor sekunder pada kedua jenis resipien. Perilaku ini
diinterpretasikan sebagai berikut: klon dari sel kanker yang sangat imunogenik rutin
dieliminasi oleh resipien yang imunokompeten – disebut sebagai imunoediting –dan
meninggalkan sel yang lemah imunogenitasnya untuk tumbuh dan menghasilkan tumor
padat; sel imunogenik yang lemah tersebut mampu menginvasi resipien yang imunokompeten
dan imunodefisien. Sebaliknya, ketika sel kanker diberikan ke mencit imunodefisien, sel
kanker yang imunogenik tidak akan berkurang jumlahnya dan mampu tumbuh bersama sel
kanker yang tidak begitu imunogenik. Ketika sel dari tumor tersebut ditransplantasikan ke
resipien syngeneic, sel kanker imunogentik akan ditolak, untuk pertama kali, oleh sistem
imun pada resipien sekunder(Smyth et al., 2006). (Pertanyaan yang belum terjawab pada
eksperimen ini adalah apakah karsinogen kimia yang digunakan untuk menginduksi
pertumbuhan tumor akan menghasilkan sel kanker yang imunogenitasnya tinggi)

Data epidemiologi klinis juga mendukung adanya respons imun antitumor pada
beberapa kanker di manusia. Sebagai contoh, pasien dengan kanker kolon dan ovarium yang
diinfiltrasi oleh banyak CTL dan sel NK memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan
dengan yang tidak memiliki banyak limfosit. Lebih dari itu, beberapa resipien transplantasi
organ yang imunosupresi menunjukkan adanya kanker yang berasal dari donor dan
menunjukkan bahwa donor yang tidak memiliki tumor ditekan sel kankernya oleh sistem
imunnya yang bekerja sempurna. dan dijaga dalam keadaan dorman/tertidur. Namun,
epidemiologi dari pasien dengan imunosupresi kronik tidak mengindikasikan adanya
peningkatan insidens beberapa jenis kanker manusia yang berasal dari virus.

Ini bisa digunakan sebagai argumen terhadap pentingnya sistem pengawasan imun
sebagai penghalang efekti terhadap tumorigenesis dan progresi tumor. Kami mencatat bahwa
pasien dengan HIV atau obat imunosupresif memiliki defisiensi pada sistem T dan B
sehingga tidak memiliki proful defisiensi imunologis multikomponen yang dihasilkan oleh
mencit dengan rekayasa gen yang memiliki defisiensi pada sel NK dan CTL. Ini membuka
kemungkinan bahwa pasien tersebut masih memiliki sedikit kemampuan proteksi imunologis
terhadap kanker yang menggunakan sel NK dan sel dari sistem imun.

Pada kenyataannya, pembahasan diatas mengenai imunologi kanker mengsimpligikasi


interaksi antara inang dan kanker, karena sel kanker yang sangat imunogenik bisa saja
menghindar dari penghancuran imun dengan cara mengnonaktifkan komponsen dari sistem
imun yang dilepaskan untuk menghancurkan sel-sel kanker tersebut. Sebagai contoh, sel
kanker mampu melumpuhkan sel NK dan CTL yang akan menginfiltrasinya, dengan
mengsekresi TGF-b dan faktor imunosupresif lainnya. Mekanisme lainnya yang bisa
digunakan adalah perekrutan sel inflamasi yang memiliki kemampuan imunosupresif, salah
satunya T-regulatory cell dan myeloid derived suppressor cell (MDSCs). Keduanya mampu
mengsupresi efek dari CTL.

Dengan mempertimbangkan seluruh fakta diatas dan pengetahuan yang belum


sempurna mengenai imunitas anti tumor terhadap pembentukan dan progresi , kami
menunjukkan bahwa imunoevasi sebagai ciri khas baru yang generalisasinya masih
memerlukan penelitian lebih lanjut.

Lingkungan Mikro Tumor

Selama beberapa dekade terakhir, tumor semakin diklasifikasikan sebagai organ yang
kompleksitasnya menyamai hingga melebihi jaringan normal. Ketika dilihat dari perspektif
ini, biologi tumor hanya bisa dimengerti dengan mempelajari tipe sel yang terspesialisasi dan
individual didalamnya dan “lingkungan mikro tumor”-nya yang mereka buat selama
tumorigenesis beberapa langkah. Depiksi ini sangat kontras dengan pandangan sebelumnya
yang sangat reduksionis yang menganggap bahwa tumor hanyalah sebuah gumpalan sel
kanker homogeny yang seluruh biologinya bisa dimengerti dengan mempelajari sifat dari
selnya. Kami akan menjelaskan beberapa tipe sel yang berkontribusi penting dalam perannya
terhadap biologi di berbagai tumor dan berdiskusi mengeani sinyal regulasi yang mengontrol
fungsi individual dan kolektif mereka. Observasi ini dilakukan pada karsinoma, dimana sel
epiel neoplasitk membentuk sebuah kompartmen (parenkim) yang berbeda dari sel
mesenkimnya yang membentuk stroma yang berhubungan dengan tumor

Sel Kanker dan Sel Stem Kanker

Sel kanker merupakan fondasi dari penyakit; merekalah yang menginisiasi dan
mengiring progresi tumor kedepannya, membawa seluruh mutasi onkogen dan tumor
supresornya yang menjadikannya sebuah penyakit genetic. Dulu, sel kanker dalam sebuah
tumor dianggap sebagai populasi sel homogen hingga pada akhir dari progresi tumor, dimana
hiperproliferasi dan peningkatan instabilitas genetik akan menghasilkan sel anak yang
berbeda dengan populasi lainnya. Melihat dari heterogenitas klonalnya, kebanyakan tumor
pada manusia biasanya memiliki karakeristik histopatologis yang beragam, yang terpisah
secara regional yang terpisah dengan berbagai derajat diferensiasi, prolferasi, vaskularisasi,
inflamasi dan tingkat invasifnya. Pada beberapa tahun belakangan, bukti sudah terkumpul
dan menunjukkan adanya sebuah dimensi heterogenitas intratumor dan sebuah kelas baru
yang kurang diapresiasi di dalam tumor, yaitu sel punca kanker (cancer stem cell atau CSC)

Biarpun bukti masih terpisah-pisah, CSC bisa menjadi sebuah konstituen umum pada
kebanyakan, bila tidak semua tumor, biarpun ada namun dengan jumlah yang berbeda. CSC
biasanya didefinisikan melalui kemampuannya untuk membuat tumor baru setelah inokulasi
ke mencit resipien. Definisi fungsional ini biasanya dikomplemen dengan menginduksi
ekspresi penanda SCS yang juga diekspresikan pada sel punca normal yang berasal dari
jaringan.

CSC awalnya diimplikasikan pada keganasan dan beberapa tahun kemudian diidentifikasi
pada tumor padat, terutama pada karsinoma mammae dan tumor neuroektoderm. Fraksinasi
sel kanker dengan dasar penanda pada permukaan sel sudah menghasilkan subpopulasi sel
neoplasia dengan kemampuan yang meningkat jika dibandingkan dengan kebanyakan dari
populasi, untuk membuat tumor baru saat diimplantasi ke mencit imunodefisien. Sel yang
diduga jarang ini telah dibuktikan memilik profil transkripsi yang sama dengan populasi sel
punca dari jaringan normal, dan memotivasi pemilihan mereka seperti sel punca

Asal muasal dari CSC dari tumor padat belum bisa diklarifikasi dan masih bisa bervariasi
antara satu tipe tumor dan lainnya. Pada beberapa tumor, sel punca dari jaringan normal bisa
berfungsi sebagi asal muasalnya dan mengalami perubahan onkogenik untuk menghasilkan
CSC, pada tumor lainnya, sel yang belum terdiferensiasi secara sempurna, atau sel
progenitor, bisa mengalami transformasi onkogenik awal yang nantinya akan menghasilkan
karakter yang mirip sel punca. Begitu tumor primer sudah terbentuk, CSC seperti sel lainnya
mampu meregenerasi dan berreplikasi untuk menghasilkan sel yang lebih terdiferensiasi; jika
CSC merupakan CSC neoplasia, mereka membentuk massa terbesar dari sebuah tumor.
Masih diperdebatkan apakah berbagai kelas sel punca neoplasia yang berbeda terbentuk saat
insepsi dan progresi bertahap tumor setelahnya, yang nantinya akan menghasilkan CSC yang
dideskripsikan sebelumnya pada tumor yang sudah matang.

Semakin banyak tumor manusia yang dikabarkan memiliki subpopulasi yang memiliki sifat
seperti CSC, seperti definisi operasionalnya dimana mereka sangat efisien untuk memulai
tumor begitu ditransplantasikan ke mencit. Namun demikian, pentingnya CSC sebagai sebuah
tipe dari sel neoplastik masih menjadi perdebatan, dan juga kelangkaan mereka di dalam
sebuah tumor. Masih memungkinkan juga apabila plastisitas fenotip yang beroperasi di dalam
tumor bisa menghasilkan interkonversi dua arah diantara CSC dan non-CSC, yang
menghasilkan variasi dinamis dari banyaknya CSC. Plastisitas ini bisa menyulitkan
pengukuran definitive terhadap prevalensinya.

Kompleksitas ini bukanlah tidak berarti, sudah terbukti bahwa dimensi baru dari
heterogenitas tumor ini memiliki beberapa implikasi penting terhadap terapi kanker yang
sukses. Banyaknya bukti menunjukkan bahwa beberapa jenis tumor yang memiliki kualitas
CSC lebih kebal terhadap pengobatan kemoterapi. Persistensi mereka bisa menjelaskan
mengapa adanya rekurensi setelah pengangkatan tumor padat yang juga diterapi dengan
kemoterapi dan radiasi. CSC bisa menjadi bukti adanya periode dorman pada tumor, dimana
sel kanker laten akan bertahan selama bertahun-tahun hingga dekade setelah direseksi dan
diobati dengan kemoterapi dan radioterapi, dan tiba-tiba muncul kembali dan menjadi
penyakit yang mematikan. Maka dari itu, CSC bisa merepresentasikan sebuah ancaman
ganda, di mana mereka lebih kebal terhadap kemoterapi dan mampu meregenerasi tumor
ketika terapi dihentikan.

Plastisitas fentotip yang muncul pada keadaan CSC juga bisa mengaktifkan pembentukan
sebuah subpopulasoi fungsional di dalam sebuah tumor yang akan menyokong pertumbuhan
tumor dengan berbagai cara. Contohnya, EMT bisa merubah sel epitel karsinoma menjadi sel
kanker yang mirip mesenkim/fibroblast yang memiliki fungsi yang sama dengan cancer-
associated fibroblast. Beberapa laporan sudah mengdokumentasikan kemampuan sel
glioblastoma (atau subpopulasi CSC-nya) untuk transdiferensiasi menjadi sel yang mirip
endotel yang bisa menggantikan sel endotel dari host untuk vaskularisasi pada tumor.

Dari sebuah pengamatan mengindikasikan bahwa beberapa tumor dapat mendapatkan


sokongan/penunjang stroma dengan menginduksi beberapa sel kanker dalam tumor tersebut
untuk berubah dan bermetamorfosa untuk menghasilkan sel tipe stroma, dibandingkan
dengan mengambil sel inangnya untuk menyediakan fungsinya. Penemuan CSC dan
plastisitas biologis pada tumor menunjukkan bahwa sebuah populasi sel yang homogeny
secara genetik di dalam tumor dapat menjadi heterogen secara fenotip karena adanya sel yang
berada pada fase diferensiasi yang berbeda. Namun, sebuah sumber penting dalam
variabilitas fenotip bisa saja didapatkan melalui heterogenitas genetik yang terdapat dalam
sebuah tumor yang terakumulasi saat kanker menjadi semakin progresif. Maka dari itu,
instabilitas genetik yang terjadi pada fase akhir dari progresi tumor dapat mengacaukan
diversifikasi genetik yang melebihi kecepatan dari seleksi Darwin, yang nantinya akan
menghasilkan subpopulasi yang memiliki karakteristik genetik yang unik dengan laju yang
lebih cepat dari yang mereka (tumor ) mampu hancurkan.

Teori tersebut menjadi semakin kuat dan terdukung dengan adanya analisa in-depth sequence
dari genom sel tumor yang menjadi semakin terjangakau dengan adanya kemajuan teknologi
sequencing DNA dan RNA. Hasil dari sequencing genom sel kanker yang di mikrodiseksi
dari berbagai lokasi pada sebuah tumor menunjukkan bahwa adanya heterogenitas genetik
intratumor yang tidak terduga. Beberapa dari diversitas genetik ini sebenarnya terlihat pada
heterogenitas histologik yang sudah diketahui sejak lama pada tumor di manusia.
Diversifikasi genetic ini juga bisa dilihat sebagai sebuah spesialisasi fungsional, yang
menghasilkan subpopulasi sel kanker yang menyumbang kemampuan-kemampuan yang unik
dan komplementari yang bila digabung akan memberikan keuntungan untuk sel tumor untuk
tumbuh, seperti yang dijelaskan di atas.

Sel Endotel

Kebanyakan dari heterogenitas seluler yang ditemukan pada tumor ditemukan pada bagian
stroma. Unsur sel yang paling banyak pada stroma adalah sel yang membuat vaskularisasi
pada tumor. Mekanisme dari perkembangan, diferensiasi dan homeostasis dari sel endotel
yang terdiri atas arteri, vena dan kapiler sudah dimengerti pada tahun 2000. Begitu juga
dengan konsep “angiogenic switch” yang mengaktivasi sel endotel yang belum aktif,
membuat membuat mereka masuk ke dalam sebuha program sel biologis yang membuat
mereka mampu membuat pembuluh darah yang baru. Selama satu decade terakhir, sebuah
jaringan signaling pathways yang saling terkoneksi yang melibatkan ligan dari reseptor
transduksi-sinyal yang diekspresikan oleh sel endotel (eg. Notch, Neuropilin, Robo dan Eph-
A/B) yang menambah daftar signaling pathways yang sudah prominen seperti VEGF,
angiopoietin dan FGF. Pathway yang baru ini sudah diimplikasikan secara fungsional dalam
perkembangan dan angiogenesis yang berhubungan dengan tumor dan mengilustrasukan
regulasi yang kompleks dari fenotip sel endotel.

Beberapa penelitian lainnya menunjukkan adanya profil ekspresi gen yang berbeda pada sel
endotel yang berhubungan dengan tumor dan mengidentifikasi penanda permukaan sel
terlihat pada permukaan luminal sel endotel dan sel endotel yang berhubungan dengan tumor.
Perbedaan dalam signaling, profil transkriptom, dan “kode pos” vaskuler akan menjadi
sebuah keharusan untuk lebih mengerti mengenai perubahan dari sel endotel normal menjadi
sel endotel yang berhubungan dengan tumor. Pengetahuan itu nantinya akan menjadi sebuah
kesempatan untuk mengembangkan terapi baru dengan memanfaatkan perbedaan tersebut
untuk menargetkan sel endotel yang berhubungan dengan tumor secara selektif.

Sebuah sel lain yang penting dan terkait dengan sel endotel adalah sel yang membuat
pembuluh limfa. Peran mereka dalam stroma yang berhubungan dengan tumor, terutama
untuk mendukung pertumbuhan tumor, masih belum dimengerti karena tingginya tekanan
intersisial pada tumor padat, pembuluh limfa intratumor biasanya kolaps dan tidak berfungsi
sebaliknya, terdapat banyak pembuluh limfa yang aktif tumbuh dan fungsional pada bagian
perifer dari tumor dan pada jaringan sel normal yang diinvasi oleh sel kanker. Pembuluh
limfa ini berfungsi sebagai sebuah saluran untuk melakukan metastasis pada kelenjar getah
bening yang terlihat pada beberapa tipe kanker.

Perisit

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, perisit merupakan sebuah tipe sel mesenkim yang
terspesialisasi (seperti pada otot halus) dengna proyeksi berbentuk seperti jari yang
membungkus bagian dalam dari endotel pada pembuluh darah. Pada jaringan normal, perisit
diketahui memberikan sinyal parakrin pada endotel normal yang biasanya “tertidur”.
Contohnya, Ang-1 yang disekresi oleh reseptor Tie2 yang diekspresikan pada permukaan sel
endotel yang berfungsi sebagai sinyal stabilitas antiproliferas; beberapa perisit juga
memproduksi VEGF dalam kadar rendah yang berfungsi sebagai tropis dalam homeostasis
endotel. Perisit juga berkolaborasi dengan sel endotel untuk mengsintesis membran dasar
vaskular (vascular basement membrane) yang berfungsi sebagai jangkar untuk sel perisit dan
sel endotel dan membantu dinding pembuluh untuk bertahan dari tekanan hidrostatik dari
aliran darah.

Gangguan genetic dan farmakologik dari perekrutan dan asosiasi sel perisit menunjukkan
kepentingan fungsional pada sel ini dalam menyokong endotel tumor. Sebagai contoh,
inhibisi farmakologik dari sinyal yang melalui reseptor PDGF yang diekspresikan oleh sel
perisit tumor dan progenitor perisit dari sumsum tulang menghasilkan turunnya jangkauan
perisit dalam pembuluh tumor yang nantinya akan mengurangi fungsi dan stabilitas integritas
pembuluh, perisit yang berasal dari pembuluh normal tidak terpengaruh oleh intervensi obat
tersebut, yang memberikan contoh lain dari perbedaan regulasi dari vaskularisasi tumor dan
yang normal.

Sel Imunitas dan Inflamasi

Seperti yang dibahas diatas, sel imun yang bisa menginfiltrasi sudah mulai disepakati sebagai
bagian generik dari tumor. Sel inflamasi ini beroperasi dengan metode yang berlawanan,
leukosit yang mendukung dan menghambat pertumbuhan tumor bisa ditemukan dengan
berbagai macam proporsi, pada hampir seluruh lesi neoplastik. Biarpun adanya sel anti tumor
seperti CTL dan NK tidak dipungkiri, adanya sel imun yang ikut membantu tumbuhnya sel
tumor merupakan sebuah temuan baru dan tidak diantisipasi sebelumnya.

Bukti-bukti mulai terkumpul di akhir 1990 bahwa infiltrasi jaringan neoplasma oleh sel imun
berfungsi sebagai faktor yang mendukung tumbuhnya tumor. Penelitian tersebut berasal dari
sebuah konsep yang menghubungkan inflamasi kronik dengan pembentukan tumor, dan
observasi bahwa tumor adalah sebuah bentuk luka yang tidak pernah sembuh. Dalam
perjalanan normal pada penyembuhan luka dan infeksi, sel imun inflamatorik muncuk secara
tiba-tiba dan menghilang, yang tidak sama speerti pada lokasi yang mengalami inflamasi
kronik, dimana kemunculan mereka diasosiasikan dengan berbagai macam jaringan
patologik, seperti fibrosis, angiogenesis yang tidak terkontrol dan neoplasia.

Selama dekade terakhir, manuipulasi dari gen yang terlibat dalam fungsi determinasi atau
efektor dari berbagai tipe sel imun, bersama dengan inhibitor farmakologik sel atau fungsi
dari sel tersebut, menunjukkan bahwa mereka banyak berperan dalam tumorigenesis dan
peran mereka banyak dan penting. Berbagai macam sel inflamasi yang mendukung
tumbuhnya tumor adalah antara lain makrofag dan berbagai subtipenya, sel mast dan
neutrophil, dan juga limfosit B dan T.

Penelitian tersebut menghasilkan banyak molekul sinyal yang dilepaskan oleh sel inflamasi
yang berfungsi sebagai efektor dari fungsinya sebagai pembantu pertumbuhan tumor.
Beberapa dari molekul ini antara lain EGF yang merupakan zat pertumbuhan tumor, faktor
pertumbuhan angiogenesis VEGF, molekul pro-angiogenesis seperti FGF2, chemokines, dan
sitokin yang akan memperkuat kondisi inflamasi; sebagai tambahan, sel ini bisa saja
menghasilkan enzim pro-angiogenesis dan pro-invasif dan mampu menghancurkan matriks
seperti MMP-9 dan MMP alinnya seperti sistein katepsi protease dan heparanase. Konsisten
dengan ekspresi dari banyaknya efektor ini, sel inflamasi yang mampu menembus tumor juga
menunjukkan mampu menginduksi dan membantu mempertahankan angiogenesis tumor,
untuk mengstimulasi proliferasi kanker, untuk memfasilitasi invasi jaringan dengan adanya
mereka pada tepi tumor dan membantu penyebaran metastasis dan penanaman sel kanker.

Sebagai tambahan dari sel imun yang sudah terdiferensiasi sempurna yang muncul pada
stroma tumor, sebuah progenitor myeloid yang belum terdiferensiasi dengan sempurna
berhasil diidentifikasi. Sel tersebut mewakili sel yang bersirkulasi yang berasal dari sumsum
tulang sel imun yang sudah terdiferensiasi yang berasal dari jaringan normal dan jaringan
yang mengalami inflamasi. Lebih penting, progenitor ini, seperti dengan derivatifnya yang
lebih terdiferensiasi, memiliki aktivitas penumbuh tumor. Terutama sebuah sel myeloid (yang
didefinisikan karena mengekspresikan marker makrofag CD11b dan neutrophil Gr1) yang
mampu menekan aktivitas sel CTl dan NK, dan diidentifikasikan sebagai MDSCs.

Keberadaan sel imun yang mendukung dan menghambat tumor didalam tumor bisa
dirasionalisasikan dengan berbagai macam fungsi dari sistem imun: di satu sisi, sistem imun
mendeteksi dan menarget agen infeksius dengan respons imun adaptif, yang didukung denan
sel dari sistem imunitas inat. Dan di satu sisi, sistem imunitas inat juga terlibat dalam
penyembuhan luka dan pembersihan sel yang sudah mati dan debris sel. Kemampuan yang
sangat terspesialisasi ini diwujudkan dengan adanya berbagai macam dan jenis sel inflamasi,
seperti makrofag konvensional dan neutrophil (membantu imunitas adaptif), dan beberapa
kelas dari makrofag “yang teraktivasi dengan cara alternative), neutrophil dan progenitor
myeloid yang berfungsi dalam penyembuhan luka dan pembersihan jaringan. Progenitor
myeloid merupakan salah satu sumber utama dari faktor pertumbuhan (growth factor) untuk
angiogenesis, sel epitel dan pertumbuhan stroma dan enzim matrix-remodelling yang
dibutuhkan dalam penyembuhan luka, dan sel-sel inilah yang direkrut dan dirubah untuk
membantu progresi neoplasma. Beberapa tipe dari limfosit B dan T juga dapat memfasilitasi
perekrutan, aktivasi dan persistensi dari penyembuhan luka tersebut dan makrofag dan
neutrophil pendukung pertumbuhan tumor. Beberapa tipe limfosit T dan B lainnya juga
mampu membunuh sel tumor. Keseimbangan antara respons imun yang saling berkonflik
nantinya akan berguna untuk menentukan prognosis dan nantinya mungkin bisa
dikembangkan untuk mengdesain sebuah terapi untuk mengarahkan sel-sel ini untuk
menghancurkan tumor.
Fibroblas Yang Berhubungan Dengan Kanker

Fibroblas ditemukan dengan proporsi yang berbeda pada sebuah karsinoma, yang biasanya
merupakan populasi sel terbesar dalam sebuah tumor stroma. Kata “fibroblast yang
berhubungan dengan kanker” mengasumsikan setidaknya ada dua tipe sel yang berbeda: (1)
sel yang mirip dengan fibroblast yang membuat fondasi struktur yang memperkuat jaringan
epitel normal dan (2) miofibroblas, yang memiliki peran biologi dan property yang berbeda
dengan fibroblas yang berasal dari jaringan normal. Miofibroblas bisa diidentifikasikan
dengan ekspresi a-smooth muscle actin (SMA). Mereka jarang ditemukan pada kebanyakan
jaringan sehat, biarpun beberapa jaringan, seperti liver dan pankreas, memiliki sel yang
mengekspresikan SMA dalam jumlah yang cukup banyak. Miofibroblas secara transien
meningkat jumlahnya pada luka dan juga bisa ditemukan pada lokasi dengan inflamasi
kronik. Biarpun hal ini merupakan hal yang menguntungkan dalam perbaikan jaringan,
miofibroblas merupakan sebuah masalah dalam inflamasi kronik dan berkontribusi pada
fibrosis patologis yang terlihat pada jaringan seperti paru-paru, ginjal dan liver.

Miofibroblas yang terekrut dan varian normal sel fibroblast jaringan yang terprogram ulang
sudah menunjukkan kemampuannya untuk mempertkuat fenotip tumor, terutama proliferasi
sel kanker, angiogenesis dan invasi dan metastasis; aktivitasnya yang mendukung
pertumbuhan tumor sudah terdefinisikan dengan melakukan transplantasi fibroblast yang
berhubungan dengan kanker yang digabungkan dengan sel kanker ke mencit, dan baru baru
ini dengan perturbasi genetic dan farmakologik dari fungsinya ke mencit yang rentan
terhadap tumor karena mereka mengekskresikan berbagai macam komponen matriks
ekstraseluler, fibroblast yang berhubungan dengan kanker diimplikasikan dalam formasi pada
stroma desmoplastil yang mengkarakterisasi karsinoma yang lebih lanjut. Keseluruhan fungsi
yang diberikan dari kedua subtype dari fibroblast yang berasosiasi dengan kaner dengan
pathogenesis dari kanker masih menjadi pertanyaan.

Sel Punca dan Sel Progenitor Pada Stroma Tumor

Berbagai macam tipe sel stroma yang membentuk lingkungan mikro tumor bisa saja direkrut
dari jaringan normal yang berdekatan --- sumber paling banyak dan jelas untuk jenis sel
tersebut. Namun, beberapa tahun terakhir, sumsum tulang sudah diimplikasikan menjadi
sebuah sumber utama dari sel stroma yang berhubungan dengan tumor.Sel progenitor dan sel
induk mesenkim juga sudah ditemukan berpindah ke tumor dari sumsum tulang, dimana
mereka berdiferensiasi menjadi berbagai macam sel stroma yang sudah terdiferensiasi.
Beberapa kedatangan yang baru ini juga bertahan dalam fase tidak terdiferensiasi atau
terdiferensiasi sebagian, dan memiliki fungsi yang tidak dimiliki jalur sel yang lebih
terdiferensiasi.

Sel stroma yang berasal dari sumsum tulang sudah didemonstrasikan menggunakan mencit
yang memiliki tumor dimana mencit tersebut sel sumsum tulang dan keturunannya yang
sudah tersebar ke sirkulasi sudah dilabel dengan green fluorescent protein (GFP). Walaupun
sel imun inflamatorik sudah diketahui sejak lama berasal dari sumsum tulang, baru-baru ini,
keturunan dari perisit dan beberapa subtype dari fibroblast yang berhubungan dengan kanker
yang berasal dari sumsum tulang sudah dideskripsikan dalam berbagai model kanker pada
mencit . Prevalensi dan kepentingan fungsional dari progenitor endotel pada angiogenesis di
tumor masih belum terpecahkan. Menggabungkan ini semua, banyaknya bukti
mengindikasikan bahwa sel stroma yang berhubungan dengan tumor bisa dipasok/disediakan
ke tumor yang sedang tumbuh dengan cara proliferasi dari sel stroma yang sudah ada, dengan
diferensiasi in situ dari sel punca atau sel induk local yang berasal dari jaringan normal yang
berdekatan, atau dari perekrutan melalui sel punca atau sel induk yang berasal dari sumsum
tulang

Sinyal Heterotipik Mengorkestrasi Sel dari Lingkungan Mikro Tumor

Depiksi dari sirkuit intraseluler yang mengatur biologi sel kanker (e.g Gambar 2) harus
dikomplemen dengan diagram yang serupa yang menunjukkan interaksi kompleks antara sel
neoplasma dan sel stroma didalam tumor dan matriks ekstraseluler dinamis yang dibangun di
bentuk ulang.

Sebuah kompleksitas lainnya yang tidak direpresentasikan pada skematika sederhana ini sel
stroma dan sel neoplasma di sekitarnya secara progresif berubah pada transformasi bertahap
dari jaringan normal menjadi keganasan tingkat tinggi. Progresi histopatologis ini haru
menggambarkan perubahan yang terhadu proses sinyal heterotipik diantara parenkim tumor
dan stroma. Progresi bertahap ini diduga sangat bergantung pada interaksi resiprokal antara
sel neoplasma dan sel stroma pendukung. Maka dari itu, neoplasia insipien akan memulai
proses ini dengan cara merekrut dan mengaktivasi sel tipe stroma yang berkumpul dan
menjadi stroma pre-neoplastik yang nantinya akan berespons secara resiprokal dengan
memperkuat fenotip neoplastic dari sel kanker di sekitarnya. Sel kanker, yang bisa berevolusi
genetic lebih lanjut, yang nantinya akan memberikan sinyal balik ke stroma, melanjutkan
proses programming dari sel stroma normal untuk membantu tumbuh neoplasma yang sedang
tumbuh dan nantinya sinyal yang berasal dari stroma tumor akan membuat sel kanker untuk
menginvasi jaringan sekitarnya dan terdiseminasi.

Model sinyal heterotipik resiprokal harus diperpanjang untuk mencakup tahap akhir dari
progresi bertahap dari tumor metastasis. Sel kanker yang teradapat dalam sirkulasi akan
meninggalkan lingkungan mikro yang sudah dibuat oleh stroma penyokong untuk jenis tumor
ini. Namun saat mendarat di organ yang lebih jauh, sel kanker ini akan berhadapan dengan
lingkungan mikro jaringan yang naïf dan normal. Kebanyakan sinyal heterotipik yang
membentuk fenotipnya masih terdapat dalam tumor primernya, mungkin saja tidak ada pada
sel yang diseminasi yang merupakan sebuha halangan untuk tumbuhnya sel kanker. Maka
dari itu, suksesi dari setiap sel kanker yang resiprokal terhadap interaksinya dengan sel
stroma yang didefinisikan dalam progresi multi tahap harus diulang lagi pada jaringan yang
lebih jauh sebagai sebuah sel kanker yang mengkolonisasi pada organ baru.

Secara implisit, sel kanker yang jatuh ke tempat sepert itu tidak perlu mulai tumbuh dengan
cara menginduksi stroma sekitarnya karena memang sudah ada dan tersedia. Kemampuan ini
biasanya tergantung pada kemampuan intrinsik pada jaringan targetnya atau diinduksi
terlebih dahulu dengan menggunakan faktor yang tersirkulasi dan dikeluarkan oleh tumor
primernya. Zat/sel yang dapat menginduksi lokasi tersebut adalah sel inflamasi pendukung
pertumbuhan tumor, biarpun zat lainnya seperti sel lainnya atau ECM juga sudah dibuktikan
untuk memegang peran penting dalam konteks metastasis.

Ada kemungkinan bahwa interaksi sinya antara sel kanker dan stroma pendukungnya
berevolusi selama progresi pertumbuhan tumor semakin membuat sulit untuk mengerti
mengenai pathogenesis kanker. Sebagai contoh, kenyataan ini menantang para ahli biologi
sistem yang berusaha mendeskripsikan jaringan regulasi yang penting daripada menjelaskan
mengenai progresi keganasan. Lebih dari itu, pengertian mengenai variasi dinamis akan
menjadi penting untuk pengembangan obat baru yang didesain khusus untuk tumor primer
dan metastasis.

Terapi Target

Adanya sebuah sistem terapi yang memanfaatkan sebuah mekanisme untuk mengobati kanker
menjadi sebuah pencapaian terbesar dalam penelitian mengenai mekanisme pathogenesis
kanker selama 30 tahun terakhir. Kami tidak akan menjelaskan satu persatu seluruh terapi
yang sudah tersedia di pasar dan yang sedang dalam tahap penelitian. Tetapi, kami akan
meninjau bagaimana deskripsi dari beberapa prinsip penting suah mulai menginformasikan
pengembangan terapeutik sekarang ini dan bagaimana ini akan meningkat di masa depan.

Terapi target sekarang sudah tumbuh dengan laju yang sangat cepat dan bisa dikategorikan
menurut kemampuannya. Efektifitas obat yang bisa kita lihat menunjukkan seberapa penting
kemampuan tersebut, jika sebuah kemampuan tersebut sangat penting dalam biologi tumor,
maka inhibis dari kemampuan tersebut akan merusak pertumbuhan dan progresi tumor.
Beberapa obat yang dinilai efektif yang sudah dibuat hingga hari ini menargetkan pada satu
molekul spesifik yang berpengaruh pada aktifnya kemampuan tersebut. Obat tersebut dapat
menyerang kanker dan secara prinsip tidak akan menyerang sel lainnya dan akan
menghasilkan toksisitas yang lebih rendah. Respons klinik biasanya akan bertahan sementara
saja, yang setelah itu diikuti dengan relaps. Terapi target yang hanya menargetkan satu jalur
mungkin saja tidak akan mengnon-aktifkan kemampuannya, yang memungkinkan beberapa
populasi dari sel kanker untuk hidup dengan fungsi residu dan menunggu hingga keturunan
selanjutnya mampu beradaptasi terhadap tekanan yang diberikan oleh terapi yang diberikan.
Adaptasi tersebut, yang bisa dicapai denganmutasi, epigenetic reprogramming, atau
remodeling lingkungan mikro stroma, nantinya bisa mengembalikan kemampuan tersebut,
dan membuat kanker kembali tumbuh dan menghasilkan relaps secara klinis. Melihat bahwa
jalur sinyal parallel yang memberikan kemampuan tersebut biasanya terbatas, akan sangat
memungkinkan untuk menyerang seluruh jalur tersebut untuk mencegah resistensi adaptif.

Sebagai respons dari terapi, sel kanker bisa saja mengurangi ketergantungannya pada suatu
kemampuan dan menjadi tergantung pada kemampuan yang lain; ini merupakan bentuk
resistensi obat yang berbeda. Konsep ini dicontohkan pada penemuan terbaru mengenai terapi
anti-angiogenesis. Beberapa orang mengantisipasi bahwa inhibisi dari angiogenesis biasanya
akan membuat tumor menjadi dorman dan akan membuat sel tumor tersebut mati secara
keseluruhan. Namun, respons klinis terhadap pengobatan anti-angiogenik hanya bersifat
sementara.

Pada beberapa model preklinik, dimana sebuah inhibitor angiogenesis dengan sukses
mengsupresi kemampuan ini, tumor akan beradaptasi dan mengganti ketergantungan terhadap
angiogenesis dan meningkatkan kemampuan yang lain: metastasis dan keganasan. Dengan
menginvasi jaringan disekitar, sel kanker yang mengalami hipoksia akan mendapatkan akses
ke vaskularisasi jaringan normal. Validasi dari data klinis terhadap teori ini terhadap
resistensi adaptif dan evasif ini muncul pada glioblastoma yang semakin ganas dan
bermetastasis secara lokal setelah diberikan terapi antiangiogenesis.

Pergeseran adaptif analog yang bergantung pada sifat khas lainnya juga dpat menghambat
efikasi terapi-terapi yang menarget karakteristik analog. Sebagai contoh, pemberian obat
pencetus apoptosis bisa menginduksi sel kanker untuk mengaktivasi signal mitosis dengan
jumlah lebih banyak, yang membuat mereka mampu menanggungulangi sinyal pelemahan
awal saat pemberian obat. Dengan pertimbangan diatas menunjukkan bahwa pengembangan
obat dan pembuatan protokol pengobatan akan sangat terbantu bila memasukkan beberapa
konsep kemampuan penting diskret fungsional dan sinyal biokimia yang banyak yang terlibat
dalam menyokong satu sama lain. Terapi target pada beberapa sinyal dan beberapa
kemampuan penting yang baru dan memperjelas karakteristik dari kombinasi berdasarkan
mekanisme akan menghasilkan pengobatan kanker yang lebih efektif dan bertahan lama.
DAFTAR PUSTAKA

1. Adams, J.M., and Cory, S. (2007). The Bcl-2 apoptotic switch in cancer development
and therapy. Oncogene 26, 1324–1337.

2. Aguirre-Ghiso, J.A. (2007). Models, mechanisms and clinical evidence for cancer
dormancy. Nat. Rev. Cancer 7, 834–846.

3. Ahmed, Z., and Bicknell, R. (2009). Angiogenic signalling pathways. Methods Mol.
Biol. 467, 3–24.

4. Baeriswyl, V., and Christofori, G. (2009). The angiogenic switch in carcinogenesis.


Semin. Cancer Biol. 19, 329–337.

5. Baluk, P., Hashizume, H., and McDonald, D.M. (2005). Cellular abnormalities of
blood vessels as targets in cancer. Curr. Opin. Genet. Dev. 15, 102–111.

6. Ellis, L.M., and Reardon, D.A. (2009). Cancer: The nuances of therapy. Nature 458,
290–292.

7. Esteller, M. (2007). Cancer epigenomics: DNA methylomes and histone-modification


maps. Nat. Rev. Genet. 8, 286–298.

8. Evan, G.I., and d’Adda di Fagagna, F. (2009). Cellular senescence: hot or what? Curr.
Opin. Genet. Dev. 19, 25–31.

9. Giaccia, A.J., and Schipani, E. (2010). Role of carcinoma-associated fibroblasts and


hypoxia in tumor progression. Curr. Top. Microbiol. Immunol. 345, 31–45.

10. Gilbertson, R.J., and Rich, J.N. (2007). Making a tumour’s bed: glioblastoma stem
cells and the vascular niche. Nat. Rev. Cancer 7, 733–736.

11. Harper, J.W., and Elledge, S.J. (2007). The DNA damage response: Ten years after.
Mol. Cell 28, 739–745.

Anda mungkin juga menyukai