Anda di halaman 1dari 5

ETIOLOGI

Secara umum ada tiga penyebab anemia defisiensi zat besi, yaitu : (1) kehilangan darah
secara kronis, sebagai dampak pendarahan kronis seperti pada penyakit ulkus peptikum,
hemoroid, infestasi parasit dan proses keganasan, (2) asupan zat besi tidak cukup dan penyerapan
tidak adekuat, dan (3) peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk pembentukan sel darah merah
yang lazim berlangsung pada masa pertumbuhan bayi, masa pubertas, masa kehamilan dan
menyusui.

Kehilangan darah secara kronis

Pada lelaki dewasa, sebagian besar kehilangan darah disebabkan oleh proses pendarahan
akibat penyakit/ trauma, atau akibat pengobatan suatu penyakit. Sementara pada wanita, terjadi
kehilangan darah secara alamiah setiap bulan. Jika darah yang keluar selama menstruasi sangat
banyak (banyak wanita yang tidak sadar kalau darah haidnya terlalu banyak) akan terjadi anemia
defisiensi zat besi.

Usia / jenis kelamin Kadar Hb (g/L)2 Hematokrit (g/L)


Anak 6 bulan-2 tahun <110 <0,33
Anak 5-11 tahun <115 <0,34
Anak 12-14 tahun <120 <0,36
Lelaki dewasa <130 <0,39
Wanita tak hamil <120 <0,36
Wanita hamil <110 <0,33
Tabel 1. Kadar Hemoglobin (Hb) dan volume hematokrit (Ht) sebagai indikator anemia

Dikutip dari “The management of nutrition in major emergencies”, WHO 2000

Sepanjang usia reproduktif, wanita akan mengalami kehilangan darah akibat eristiwa haid.
Beberapa penelitian telah membuktikan, bahwa jumlah darah yang hilang selama satu periode
haid berkisar antara 20-25 cc. Jumlah ini menyiratkan kehilangan zat besi sebesar 12,5-15
mg/bulan, atau kira-kira sama dengan 0,4-0,5 mg sehari. Jika jumlah tersebut ditambah dengan
kehilangan basal, jumlah total zat besi dapat pula hilang sebesar 1,25 mg per hari.
Kehilangan zat besi dapat pula diakibatkan oleh infestasi parasit seperti cacing tambang
(ankilostoma dan nekator), Schistosoma, dan mungkin pula Trichuris trichiura. Kasus-kasus
tersut bisa terjadi dinegara tropis, lembap dan keadaan sanitasi buruk.

Darah yang hilang akibat infetasi cacing tambang bervariasi antara 2 sampai 100 cc/ hari,
bergantung pada beratnya infestasi. Jika jumlah zat besi dihitung berdasarkan banyaknya telur
cacing yang terdapat pada tinja, jumlah zat besi yang hilang per seribu telur adalah sekitar 0,8
mg (untuk necator americanus) sampai 1,2 mg (untuk Ancylostoma duodenale) sehari.

Asupan dan serapan tidak adekuat

Makanan yang banyak mengandung zat besi adalah bahan makanan yang berasal dari
daging hewan. Disamping banyak mengandung zat besi, serapan zat besi dari sumber makanan
tersebut mempunyai angka keterserapan sebesar 20-30%. Sayangnya sebagian besar penduduk
dinegara yang (belum) sedang berkembang tidak (belum) mampu menghadirkan bahan makanan
tersbut di meja makan. Ditambah dengan kebiasaan mengonsumsi makanan yang dapat
mengganggu penyerapan zat besi (seperti kopi dan teh) secara bersamaan pada waktu makan
menyebabkan serapan zat besi semakin rendah.

Peningkatan kebutuhan

Asupan zat besi harian diperlukan untuk mengganti zat besi yang hilang melalui tinja, air
kencing, dan kulit. Kehilangan basis ini diduga sebanyak 14 g/kgBB/hari. Jika dihitung
berdasarkan jenis kelamin, kehilangan basis zat besi untuk orang dewasa lelaki mendekati 0,9
mg dan 0,8 mg untuk wanita.

Kebutuhan akan zat besi selama kehamilan meningkat. Peningkatan ini dimaksudkan untuk
memaso kebutuhan janin untuk bertumbuh (pertumbuhan janin memerlukan banyak sekali zat
besi), pertumbuhan plasenta, dan peningkatan volume darah ibu: jumlah sekitar 1.000 mg selama
kehamilan. Kebutuhan akan zat besi selama trimester I relatif sedikit, yaitu 0,8 mg sehari, yang
kemudian meningkat tajam selama trimester II dan III, yaitu 6,3 mg sehari.

Sebagian peningkatan ini dapat terpenuhi dari cadangan zat besi yang serta peningkatan
adatif dalam jumlah persentase zat besi yang terserap melalui saluran cerna. Namun, jika
cadangan zat besi sangat sedikit (atau ekstremnya tidak ada sama sekali) sedangkan kandungan
dan serapan zat besi dalam dan dari makanan sedikit, pemberian suplementasi pada masa-masa
ini menjadi sangat penting.

Selama menyusui, zat besi yang harusnya hilang bersama darah haid dialihkan sebagian
(kira-kira 0,3 mg) ke dalam air susu ibu (ASI) sebagai tambahan kehilangan basal. Kehilangan
zat besi yang bersifat fisiologis terutama terjadi akibat deskuamasi sel-sel mukosa saluran cerna
yang mengandung zat besi. Besarnya kehilangan itu sekitar 1 mg/hari.

Belum diketahui dengan pasti berapa jumlah zat besi yang dikonsumsi oleh orang
indonesia. Di ameria, makanan yang dikonsumsi mengandung 10-20 mh zat besi sehari (diserap
sebanyak 10%).

Anemia dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :

1) Gangguan pembentukan eritrosit

Gangguan pembentukan eritrosit terjadi apabila terdapat defisiensi substansi tertentu seperti
mineral (besi, tembaga), vitamin (B12, asam folat), asam amino, serta gangguan pada sumsum
tulang.

2) Perdarahan

Perdarahan baik akut maupun kronis mengakibatkan penurunan total sel darah merah dalam
sirkulasi.

3) Hemolisis

Hemolisis adalah proses penghancuran eritrosit.

Etiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan yaitu : (Manuaba, 1999 )

a. Hipervolemia, menyebabkan terjadinya pengenceran darah

b. Perubahan darah tidak sebanding dengan pertambahan plasma

c. Kurangnya zat besi dalam makanan.

d. Kebutuhan zat besi meningkat.


Menurut Soebroto (2009), Anemia hanyalah suatu kumpulan gejala yang disebabkan oelh
bermacam-macam penyebab. Selain disebabkan oleh defisiensi besi, kemungkinan dasar
penyebab anemia, diantaranya :

1. Penghancuran sel darah merah yang berlebihan dalam tubuh sebelum waktunya (hemolilis)

2. Kehilangan darah/ perdarahan kronik

3. Produksi sel darah merah yang tidak optimal

4. Gizi yang buruk / gangguan penyerapan protein dan zat besi oleh usus

5. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang belakang.

Penyebab tersering dari anemia adalah kurangnya zat gizi yang diperlukan untuk sintesis
eritrosit, antara lain besi , Vit B12, dan asam folat. Selebihnya akibat dari beragram kondisi
seperti perdarahan, kelainan genetik, penyakit kronik , keracunan obat , keracunan Pb dan
sebagainya. Anemia sebagai akibat kekurangan gizi disebut anemia gizi, yang sebagian besar
dianggap sebagai akibat kekurangan besi atau asam folat. Jangankan di lingkungan masyarakat
awam, di lingkungan pakar kesehatan dan gizi di tingkat dunia pun sering terjadi keracunan
dalam mengintepretasikan data anemia (Prawirohardjo, 2002 ).

Penyebab anemia bergantung pada banyaknya sel darah merah (eritrosit) yang diproduksi
dalam tubuh dan tingkat kesehatan seseorang. Penurunan kadar hemoglobin selama kehamilan
disebabkan oleh ekspansi yang lebih besar dari volume plasma dibandingkan dengan
peningkatan volume sel darah merah (eritrosit). Disproporsi antara tingkat kenaikan untuk
plasma dan eritrosit memiliki perbedaan yang paling signifikan selama trimesrer kedua
(American Pregnancy Association, 2015). Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia
(Dhaar & Robbani, 2008). Berdasarkan Pribadi, et al (2015) meskipun anemia defisiensi besi
merupakan penyebab terbanyak, tetapi anemia dapat disebabkan oleh beberapa hal lainnya,
antara lain:

1) Hemolisis akibat malaria atau penyakit bawaan seperti talasemia

2) Defisiensi G6PD

3) Defisiensi nutrient seperti vitamin B12, asam folat, dan vitamin C


4) Kehilangan darah kronis akibat cacing dan malabsorbsi besi

Menurut Sudoyo, et al (2010) anemia hanyalah suatu kumpulan gejala yang disebabkan
oleh berbagai macam penyebab. Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena:

1) Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang

2) Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan)

3) Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis).

Referensi :

Dr. Arisman,MB. 2003. Gizi Dalam Daur Kehidupan : Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Permaesih, Dewi dan Susilowati Herman. 2005. Faktor-faktor yang mempengaruhi anemia pada
remaja. Bul. Penel. Kesehatan, Vol. 33, No. 4, Hlm 162-171.

Anda mungkin juga menyukai