Anda di halaman 1dari 5

Pengenaan Pajak Atas Pengadaan Konsumsi (Makanan & Minuman) oleh Bendahara

Pemerintah Melalui Pembelian Langsung ke Warung /Rumah Makan Maupun ke


Penyedia Jasa Katering

Pengenaan Pajak Atas Pengadaan Konsumsi (Makanan & Minuman)


oleh Bendahara Pemerintah Melalui Pembelian Langsung ke Warung
/Rumah Makan Maupun ke Penyedia Jasa Katering

Kasus :

Bagaimana Pengenaan Pajak Atas Pengadaan Konsumsi (Makanan &


Minuman) oleh Bendahara Pemerintah Melalui Pembelian Langsung ke
Warung /Rumah Makan Maupun ke Penyedia Jasa Katering ?

Solusi :

 Uraian :

Bendahara Pemerintah terdiri dari :

1. Bendahara Pemerintah Pusat.


2. Bendahara Pemerintah Daerah.
3. Bendahara Desa.

Pengertian Jasa Boga atau Katering (Pasal 1 PMK Nomor 18/PMK.010/2015)


adalah:
jasa penyediaan makanan dan minuman yang dilengkapi dengan peralatan
dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, dan penyajian,
untuk disajikan di lokasi yang diinginkan oleh pemesan.

Tidak termasuk dalam pengertian jasa boga atau katering adalah penjualan
makanan dan/atau minuman yang dilakukan melalui tempat penjualan
berupa toko, kios, dan sejenisnya untuk menjual makanan dan/atau
minuman, baik penjualan secara langsung maupun penjualan secara tidak
langsung/pesanan.

Dari penjelasan tersebut maka Pengadaan Konsumsi (Makanan & Minuman)


oleh Bendahara Pemerintah Melalui Pembelian Langsung ke Warung /Rumah
Makan bukan termasuk dalam kriteria Jasa boga atau katering, sedangkan
yang termasuk jasa boga atau katering adalah apabila pengadaan makan
atau minum melalui Penyedia Jasa boga atau Katering (Badan atau Orang
Pribadi).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang PPN dan
PPnBM pasal 4 A ayat 3 huruf q disebutkan bahwa Jasa Boga atau Katering
adalah termasuk dalam jasa tertentu yang tidak dikenakan PPN.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2015 Pasal 1


ayat 6 huruf jj disebutkan bahwa Jasa Boga atau Katering adalah termasuk
dalam jenis jasa lain yang kenakan PPh Pasal 23.

Bendahara mempunyai kewajiban memungut dan memotong serta


menyetorkan pajak yang terutang dalam kegiatan pengadaan barang dan
atau jasa.

 Kesimpulan

1. Atas kegiatan pengadaan konsumsi (makanan dan minuman)


oleh Bendahara Pemerintah melalui pembelian langsung ke
warung / rumah makan maupun ke penyedia Jasa Katering tidak
terutang PPN sehingga tidak ada kewajiban pemungutan PPN.
2. Atas kegiatan pengadaan konsumsi (makanan dan minuman)
oleh Bendahara Pemerintah melalui pembelian langsung ke
warung / rumah terutang PPh Pasal 22 (nilai pengadaan diatas
Rp.2.000.000,00) sehingga bendahara wajib memungut dan
menyetorkan PPh Pasal 22 dengan tarif pajak 1,5 % x Nilai
Pembelian Makanan atau minuman, apabila rekanan tidak
memiliki NPWP maka tarif PPh Pasal 22 sebesar 3 % x Nilai
Pembelian Makanan atau minuman.
3. Atas kegiatan pengadaan konsumsi (makanan dan minuman)
oleh Bendahara Pemerintah melalui penyedia Jasa Boga atau
Katering terutang PPh Pasal 23 sehingga bendahara wajib
memotong dan menyetorkan PPh Pasal 23 dengan tarif 2 % x
Jumlah Jasa Boga atau Jasa Katering, apabila rekanan tidak
memiliki NPWP maka tarif PPh Pasal 23 sebesar 4 % x Jumlah
Jasa Boga atau Jasa Katering.
Pajak BOS Terkait Pengadaan Barang

Simak uraian singkat untuk pengadaan barang di bawah ini jika untuk
bendahara/pengelola dana BOS dari:

a. Pada sekolah negeri, maka:


o Tidak perlu memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% (karena
dikecualikan oleh aturan walupun statusnya sebagai pemungut
PPh)
o Memungut dan menyetor PPN sebesar 10% untuk nilai
pembelian lebih dari Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) atas
penyerahan BKP/JKP oleh PKP rekanan pemerintah. Tetapi jika
nilai pembelian + PPN-nya jumlahnya tidak melebihi Rp
1.000.000,- (satu juta rupiah) dan bukan merupakan
pembayaran yang dipecah-pecah, PPN yang terutang dipungut
dan disetor oleh rekanan PKP itu sendiri.
 Untuk pengadaan buku-buku pelajaran umum, kitab suci
dan buku-buku pelajaran agama, dibebaskan PPN
 Untuk pengadaan buku selain buku-buku pelajaran
umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama,
memungut PPN
b. Pada sekolah bukan negeri, karena tidak termasuk bendaharawan
pemerintah maka berlawanan dengan poin a, yaitu:
o Tidak perlu memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% (karena
dikecualikan oleh aturan dan memang bukan pemungut PPh)
o Membayar PPN yang dipungut oleh pihak penjual (Pengusaha
Kena Pajak).
 Untuk pengadaan buku-buku pelajaran umum, kitab suci
dan buku-buku pelajaran agama, dibebaskan PPN
 Untuk pengadaan buku selain buku-buku pelajaran
umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran
agama,dipungut PPN oleh rekanan PKP.

Pajak BOS Terkait Pengadaan Jasa

Bagaimana dengan pengadaan jasa? Jika pengelola dananya adalah


bendahara sekolah baik sekolah negeri ataupun non negeri/swasta tentu
wajib memotong PPh 23 2%. Sedangkan pada sisi PPN-nya sama seperti
perlakuan pada PPN pengadaan barang seperti di atas.

Pajak BOS Terkait Honor-Honor

Untu penggunaan dana BOS terkait pemberian honor pada seperti pada
kegiatan penerimaan peserta didik baru, kesiswaan, pengembangan profesi
guru, penyusunan laporan BOS dan kegiatan pembelajaran pada SMP
Terbuka maka baik bendaharawan/penanggung jawab dana BOS sekolah
negeri maupun sekolah bukan negeri perlakuannya sebagai berikut:

1. Bagi guru/pegawai non PNS sebagai peserta kegiatan, harus dipotong


PPh Pasal 21 dengan menerapkan tarif Pasal 17 UU PPh sebesar 5%
dari jumlah bruto honor (Pasal 16 ayat (2) huruf b PER-16/PJ/2016)
2. Bagi guru/pegawai PNS dipotong PPh 21 final dengan memperhatikan
golongan dan diatur sebagai berikut:
o Golongan I dan II dengan tarif 0% (nol persen).
o Golongan III dengan tarif 5% (lima persen) dari penghasilan
bruto.
o Golongan IV dengan tarif 15% (lima belas persen) dari
penghasilan bruto.
3. Kewajiban perpajakan yang terkait dengan penggunaan dana BOS
dalam rangka membayar honorarium guru dan tenaga pendidik
honorer sekolah yang tidak dibiayai dari Pemerintah Pusat dan atau
Daerah yang dibayarkan bulanan diatur sebagai berikut:
o Penghasilan rutin setiap bulan untuk guru tidak tetap (GTT),
Tenaga Kependidikan Honorer, Pegawai Tidak Tetap (PTT), untuk
jumlah sebulan sampai dengan Rp4.500.000,- (empat juta lima
ratus ribu rupiah) tidak terhutang PPh Pasal 21.
o Untuk jumlah lebih dari itu, PPh Pasal 21 dihitung dengan
menyetahunkan penghasilan sebulan.
4. Kewajiban perpajakan yang terkait dengan penggunaan dana BOS,
baik pada Sekolah Negeri, Sekolah Swasta, untuk membayar honor
kepada tenaga kerja lepas orang pribadi yang melaksanakan
kegiatan perawatan atau pemeliharaan sekolah harus memotong PPh
Pasal 21 dengan ketentuan sebagai berikut:
o tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, dalam hal
penghasilan sehari atau rata-rata penghasilan sehari belum
melebihi Rp450.000 (empat ratus lima puluh ribu rupiah).
o dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, dalam hal penghasilan
sehari atau rata-rata penghasilan sehari melebihi Rp450.000
(empat ratus lima puluh ribu rupiah)., dan jumlah sebesar
Rp450.000 (empat ratus lima puluh ribu rupiah) tersebut
merupakan jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto.

Anda mungkin juga menyukai