Anda di halaman 1dari 66

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit merupakan organisasi yang unik yang berbeda dengan

organisasi lain pada umumnya. Rumah sakit merupakan organisasi kompleks yang

padat sumber daya manusia, padat modal, padat teknologi dan pengetahuan, dan

padat regulasi atau peraturan-peraturan. Oleh karena itu dengan kompleksitas yang

ada dalam organisasi rumah sakit maka perlu adanya perhatian yang lebih baik dalam

hal pengelolaan sumber daya manusia yang ada di dalamnya, karena sumber daya

manusia dalam rumah sakit inilah penentu kelangsungan hidup organisasi (Darajat,

2011).

Lok (1997) menyatakan dalam lingkungan rumah sakit, ada banyak unit,

departemen dan kelompok kerja, perawat yang bekerja di kelompok kerja yang

berbeda atau bangsal mungkin memiliki nilai yang berbeda dan keyakinan jika

dibandingkan dengan keseluruhan budaya organisasi (rumah sakit). Berdasarkan data

dari Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan

(BPPSDMK) Kementerian Kesehatan Rrepublik Indonesia pada tahun 2012

didapatkan bahwa jumlah tenaga kesehatan di Indonesia adalah 668.552 orang

dengan 32,91% diantaranya adalah perawat (Depkes, 2013).

1
2

Gillies (1994) menyatakan bahwa 40% - 60% pelayanan kesehatan di rumah

sakit merupakan pelayanan keperawatan. Perawat merupakan tenaga kesehatan

yang paling dominan di rumah sakit dan memberikan pelayanan kepada pasien

selama 24 jam sehari secara terus menerus. Kemampuan perawat yang tidak memadai

sebagai hambatan utama untuk memberikan kesehatan yang berkualitas tinggi,

(Hunaira 2014).

Profil Kesehatan Aceh tahun 2012, menunjukkan rasio jumlah perawat

yang ada diKota Langsa adalah 153,08 per 100,000 penduduk, ini melebihi

standar normal menurut indikator Indonesia Sehat 2010 yaitu 117,5 per 100,000

penduduk, melihat sebaran maksimal tersebut seharusnya beban kerja perawat

menjadi lebih ringan ataupun seimbang sehingga kinerja perawat pelaksana

menjadi lebih baik. Namun menurut 5 orang perawat pelaksana yang di wawancarai

kurangnya motivasi mereka untuk meningkatkan prestasi kerja mereka yang

belum memuaskan disebabkan oleh beban kerja mereka yang tinggi dan

kurangnya perhatian dari atasan terhadap prestasi kerja mereka, serta tidak adanya

perbedaan insentif yang diterima antara yang rajin dengan yang malas bekerja.

Kurangnya perhatian dan beban kerja yang tinggi serta tidak adanya perbedaan

insentif yang diterima akan menimbulkan kelelahan dan stress kerja (Profil

Kesehatan Aceh, 2012). Departemen Kesehatan mendefinisikan beban kerja

adalah banyaknya jenis pekerjaan yang harus diselesaikan oleh tenaga kesehatan

profesional dalam satu tahun, pada sarana kesehatan (Depkes RI, 2006).
3

Menurut Green dan Thorogood (1998) dalam Sutrisno (2007), organisasi rumah sakit

dicirikan oleh campuran heterogen profesional dan staf non-profesional. Rumah

sakit juga ditandai dengan tingkat profesional yang tinggi, suasana keluarga serta

keterlibatan karyawan yang tinggi. Berbagai kelompok profesi ini akan

menghasilkan perilaku individu dan perilaku kelompok yang pada akhirnya

menghasilkan perilaku organisasional dalam melaksanakan tugas dan fungsinya

(Lumbanraja, 2006). Budaya organisasi merupakan karakter suatu organisasi, yang

mengarahkan hubungan kerja sehari-hari karyawan dan menuntun mereka tentang

berperilaku dan berkomunikasi dalam organisasi, serta membimbing hirarki

perusahaan dibangun dan merangsang tingkah laku staf menjadi produktif

(Marquis & Huston, 2006).

Urrabazo (2006) menyatakan pemahaman tentang budaya dalam suatu

organisasi sangat penting, memainkan peranan yang besar dan merupakan tempat

yang menyenangkan dan sehat untuk bekerja. Selain itu budaya organisasi

memiliki pengaruh yang kuat di seluruh rumah sakit tentang hal-hal yang dapat

dipromosikan, keputusan yang dibuat dan bahkan bagaimana bertindak (Arnold dkk,

1987). Sejalan dengan itu hasil penelitian Harvard Business School (Kotter dan

Heskett, 1992), menyatakan bahwa budaya organisasi mempunyai dampak kuat

terhadap prestasi kerja suatu organisasi. Teori dan konsep budaya organisasi

diterapkan secara khusus untuk rumah sakit, karena kemampuan untuk mencapai
4

tujuan bersama tergantung sebagian besar pada keterkaitan yang efektif antara jiwa

anggota organisasi (Denison, 1990).

Penelitian Urrabazo (2006) menyatakan bahwa lingkungan kerja yang

memuaskan dapat dibuat oleh karyawan ketika organisasi memiliki budaya yang

sehat dan dengan demikian memiliki sikap positif terhadap pekerjaan karyawan. Hal

ini dapat menciptakan dan mengidentifikasi dengan memberikan kesempatan bagi

tindakan organisasi, semua anggota akan tetap dalam organisasi apa pun yang akan

terjadi. Penelitian juga menunjukkan bahwa kualitas yang lebih tinggi pada eksekutif

keperawatan memiliki pengaruh positif terhadap budaya organisasi di rumah sakit.

Penelitian ini didukung Hsu (2009), menyatakan budaya organisasi dapat

meningkatkan komitmen organisasi dan bahkan kinerja pelayanan rumah sakit.

Budaya organisasi rumah sakit merupakan pedoman atau acuan untuk mengendalikan

perilaku organisasi dan perilaku perawat, tenaga kesehatan lain dalam berinteraksi

antar mereka dan dengan rumah sakit lainnya. Nilai yang melekat pada rumah sakit

memberikan rasa identitas, harapan, dan aturan yang membantu organisasi mencapai

tujuannya (Matteson, 2005 dalam Marlina 2014).

Robbins (1996) menyatakan bahwa organisasi dengan budaya yang lemah,

individu di dalamnya tidak memiliki kesiapan akan terjadinya sebuah perubahan.

Mereka lebih menyukai nilai-nilai, baik individu maupun kelompok yang selama ini

telah dimiliki. Mereka juga lebih menyukai cara kerja yang selama ini telah mereka

lakukan dan menolak adanya perubahan, terutama perubahan yang menuntut


5

kemampuan dan ketrampilan baru untuk memenuhi tuntutan dan kewajiban yang

diharapkan. Oleh karena itu, profesionalisme keperawatan dan lingkungan rumah

sakit yang menampilkan budaya organisasi yang kuat adalah dua sumber daya

kesehatan yang dapat mempromosikan hasil yang baik pada pasien. Penelitian ini

tidak sesuai dengan Afiah.

Menurut Denison dan Mishra (1995) organisasi yang efektif memberdayakan

dan melibatkan orang-orang disekitar mereka, membangun tim, dan mengembangkan

kemampuan semua tingkatan. Penelitian tersebut membantu untuk meningkatkan

pemahaman eksekutif keperawatan untuk dapat mengembangkan budaya organisasi

rumah sakit dalam mempromosikan komitmen organisasi. Pemahaman tentang

budaya organisasi menyebabkan komitmen perawat yang tinggi, dengan kata lain

budaya organisasi sangat efektif dalam mengembangkan kerja yang positif bagi

perawat (Hsiao dan Chang, 2012).

Denison (1995) menyatakan bahwa budaya organisasi terdiri dari empat

dimensi yaitu keterlibatan, konsistensi, adaptasi, dan misi. Hasil penelitian yang

dilakukan Ehtesham dkk, (2011), menyatakan bahwa dua dimensi budaya organisasi

kemampuan beradaptasi (adaptability) dan misi (mission) memiliki korelasi yang

lebih signifikan dengan praktik performance management. Afiah, (2013) tentang

budaya dan efektivitas rumah sakit di RSUD Haji Makasar dan RSU Labuang

Baji Makasar, untuk budaya organisasi di RSUD Haji Makasar tingkat keterlibatan

budaya organisasi dinilai sedang 60%, tingkat konsistensi tinggi 90%, misi 55.6%
6

dan dimensi adaptasi dalam kemampuan organisasi membuat perubahan intensitas

tinggi 83.3% (Marlina,2014). Budaya organisasi di RSU Labuang Makasar

didapatkan tingkat keterlibatan sedang 56.7%, tingkat konsistensi tinggi sebesar

53.3%, dimensi adaptasi dinilai cukup 76.7%, dimensi misi tinggi sebesar 83.3%.

Secara keseluruhan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa budaya organisasi

yang kuat memengaruhi efektivitas organisasi pada RSUD Haji Makasar sedangkan

di RSUD Labuang Baji, budaya organisasi yang kuat tidak menunjukkan pengaruh

dalam meningkatkan efektivitas organisasi. Ketut (2010) melakukan penelitian di

Rumah Sakit Buleleng, dan mendapatkan bahwa budaya organisasi mempunyai

dampak positif terhadap kepuasan kerja.

Hasil penelitian Yanidrawat (2012) di RSUD kabupaten Bekasi perawat

yang merasa puas dalam bekerja hanya sebesar 7.04%, dan yang tidak puas sebesar

92.96%. Robbins (2001) mengemukakan bahwa terdapat keterkaitan antara budaya

organisasi dengan kepuasan kerja, budaya yang kuat akan mengantarkan kepada

kepuasan kerja yang tinggi sedangkan budaya organisasi yang lemah akan

mengantarkan kepada kepuasan kerja yang rendah.

Namun penelitian Tarjo, (2011) tentang pengaruh budaya organisasi dan

motivasi kerja terhadap kepuasan dan kinerja perawat di RSUD H. Hanafie Muara

Bungo-Jambi, budaya organisasi berpengaruh tidak signifikan terhadap kepuasan

kerja.
7

Gillies (1994) menyatakan sumber daya manusia perawat merupakan jumlah

terbesar di rumah sakit sekitar 60-70%. Oleh karena itu produktivitas perawat

menjadi sangat penting untuk diperhatikan, khususnya dalam memberikan pelayanan

keperawatan di rumah sakit.

Penelitian Rosa dkk (2012) menemukan kinerja perawat pelaksana di ruang

rawat inap RSUPN. Dr. Ciptomangunkusumo kategori buruk. Sejalan dengan

penelitian Minarsih (2011), produktivitas kerja perawat di instalasi rawat inap non

bedah (penyakit dalam) RSUP. Dr Jamil Padang tergolong rendah (54.7 %).

Berbagai konsep teori menjelaskan bahwa nilai-nilai budaya organisasi yang dianut

secara intensif akan memberikan dampak dalam pencapaian tujuan organisasi dan

kinerja (Ndraha,1997).

Budaya organisasi yang kuat akan menumbuh kembangkan rasa tanggung

jawab yang besar dalam diri karyawan sehingga mampu memotivasi untuk

menampilkan kinerja yang paling memuaskan, mencapai tujuan yang lebih baik,

dan pada gilirannya akan memotivasi seluruh anggotanya untuk meningkatkan kinerja

kerjanya (Robbins & Caulter, 2010). Perusahaan yang mengkobinasikan nilai dan

keyakinan,kebijakan dan praktik manajemen serta hubungan antara keduanya akan

menunjukan keberhasilan yang terlihat dalam budaya organisasi yang memiliki sifat

keterlibatan, konsistensi, adaptabilitas dan penghayatan misi (Sutrisno, 2007).

Survei kepuasan pasien terhadap kinerja perawat yang dilakukan oleh bidang

keperawatan Rumah Sakit Umum Daerah Langsa pada tahun 2012 dengan jumlah
8

sampel 76 orang pasien yang dirawat di bagian rawat inap didapati 65% menyatakan

perawat kurang perhatian, 48% menyatakan perawat kurang ramah dan suka marah-

marah, 53% menyatakan perawat tidak ada motivasi dalam bekerja dan hanya

menunggu perintah dokter, 35% menyatakan perawat tidak disiplin dalam bekerja dan

sering meninggalkan ruangan dan 70% menyatakan tidak puas dengan pelayanan di

rumah sakit dan juga.

Berdasarkan observasi yang dilakukan di RSUD Kota Langsa banyak

perawat yang mengeluhkan beban kerja yang tinggi, perawat harus melakukan tugas

yang bukan tindakan keperawatan (mengantar pasien untuk pemeriksaan diagnostik.

Dari 43 dokumentasi asuhan keperawatan di ruang rawat inap RSUD Kota Langsa :

pada pengkajian 35% tidak lengkap, diagnosa keperawatan 20.8 % dengan

menggunakan diagnosa yang sama. hal ini sangat beralasan karena implementasi

merupakan monitoring kegiatan yang telah dilakukan pada pasien.

Keluhan pasien terhadap perawat adalah administrasi yang berbelit-belit,

kurang tanggap dan tidak melanjuti keluhan dari pasien, kurangnya interaksi antara

perawat dan pasien, dan perawat memperlihatkan wajah yang kurang ramah.

Tindakan keperawatan banyak dilakukan oleh siswa perawat dan dokter muda.

Berdasarkan data keluhan dapat diketahui bahwa masalah utama adalah mengenai

rendahnya kinerja perawat di RSUD Kota Langsa. Rendahnya kinerja perawat sangat

berpengaruh terhadap budaya organisasi pada RSUD Kota Langsa, dimana budaya

organisasi pada RSUD Kota Langsa itu sendiri yaitu serambi


9

(senyum,efisien,ramah,aman,mudah,bermutu,dan islami) dengan terciptanya moto

budaya organisasi di RSUD Kota Langsa di harapkan kinerja perawat dapat

melakukanpekerjaan dengan optimal tp kenyataan di lapangan berbeda dengan yang

di harapkan Oleh karena itu dapat diasumsikan kinerja yang belum optimal dapat

disebabkan karena pekerja tidak menerapkan budaya organisasi

(keterlibatan,konsistensi,adabtabilitas,misi).

Berdasarkan fenomena diatas peneliti perlu melakukan penelitian tentang

hubungan budaya organisasi dengan kinerja perawat di rumah sakit. Budaya

organisasi yang baik memberikan implikasi pada peningkatan kinerja perawat

sehingga dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan organisasi.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini mengacu pada latar belakang dari

hasil-hasil penelitian terdahulu. Maka rumusan masalah penelitian ini adalah apakah

ada hubungan budaya organisasi (Keterlibatan, konsistensi, adaptabilitas,

penghayatan misi) dengan kinerja perawat di rumah sakit.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui hubungan budaya

organisasi (Keterlibatan, konsistensi, adaptabilitas,misi) dengan kinerja perawat di

rumah sakit.
10

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui hubungan hubungan budaya organasasi keterlibatan dengan kinerja

perawat di RSUD Kota Langsa.

2. Mengetahui hubungan budaya organisasi konsistensi dengan kinerja perawat di

RSUD Kota Langsa.

3. Mengetahui hubungan budaya organisasi adaptabilitas (penyesuaian) dengan

kinerja perawat di RSUD Kota Langsa.

4. Mengetahui hubungan budaya organisasi misi dengan kinerja perawat di RSUD

Kota Langsa.

1.4 Hipotesa Penelitian

1. Ada hubungan budaya organisasi keterlibatan dengan kinerja perawat di RSUD

Kota Langsa

2. Ada hubungan budaya organisasi konsistensi dengan kinerja perawat di RSUD

Kota Langsa

3. Ada hubungan budaya organisasi adaptabilitas (penyesuaian) dengan kinerja

perawat di RSUD Kota Langsa

4. Ada hubungan budaya organisasi penghayatan misi dengan kinerja perawat di

RSUD Kota Langsa


11

1.5. Manfaat Peneltian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif untuk

pengembangan keilmuan baik secara teoritis dan praktik bagi dunia keperawatan

diantaranya:

1. Pendidikan Kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengembangan

pengetahuan serta menjadi evidence khususnya dalam pengajaran diperkuliahan pada

manajemen keperawatan yang berhubungan dengan budaya organisasi.

2. Manfaat Praktis bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi

pihak manajemen rumah sakit untuk menanamkan budaya organisasi dan dapat

dijadikan sebagai dasar dalam mengambil kebijakan dengan melibatkan perawat

sebagai sumber daya manusia terbesar.


12

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Budaya Organisasi

2.1.1. Pengertian Budaya Organisasi

Pengguna istilah budaya organisasi dengan mengacu pada budaya yang

berlaku dalam perusahaan, karena pada umumnya perusahaan itu dalam bentuk

organisasi, yaitu kerja sama antara beberapa orang yang membentuk kelompok

satuan kerja sama tersendiri.

Cartwright (1999) dalam Wibowo (2010) menyatakan bahwa budaya adalah

penentu yang kuat dari keyakinan, sikap dan prilaku orang, dan pengaruhnya dapat di

ukur melalui bagaimana orang termotivasi untuk merespon pada lingkungan budaya

mereka. Atas dasar itu, Cartwright mendefinisikan budaya sebagai sebuah kumpulan

orang yang terorganisasi yang berbagi tujuan, keyakinan dan nilai-nilai yang sama

dan dapat di ukur dalam bentuk pengaruhnya pada motivasi.

Robert (1995) dalam Wibowo (2010) memberikan definisi budaya organisasi

sebagai nilai-nilai dan norma-norma bersama yang terdapat dalam suatu organisasi

dan mengajarkan pada pekerja yang datang. Definisi ini mengajurkan bahwa budaya

organisasi menyangkut keyakinan dan perasaan bersama, keteraturan dalam perilaku

dan proses historis untuk meneruskan nilai-nilai dan norma-norma.

12
13

Kinicki (2001) dalam Sutrisno (2007) budaya organisasi adalah nilai-nilai dan

keyakinan bersama yang mendasari indentitas perusahaan. Definisi Kreitner dan

Kinicki ini menunjukan tiga karakteristik penting budaya organisasi yaitu: (1) Budaya

organisasi di teruskan kepada pekerja baru melalui proses sosialisasi, (2) budaya

organisasi memengaruhi prilaku kita di pekerjaan, dan (3) budaya organisasi bekerja

pada dua tingkatan yang berbeda.

Berdasarkan uraian diatas, meskipun konsep budaya organisasi memunculkan

perspektif yang beragam, terdapat kesepakatan di antara para ahli dalam hal

mendefinisikan budaya organisasi. Bahwa budaya organisasi berkaitan dengan sistem

makna bersama yang diyakini oleh anggota organisasi. Budaya organisasi itu sendiri

membedakan dengan organisasi lain dan menjadi identitas dari suatu organisasi.

2.1.2. Tipe Budaya Organisasi

Sesuai dengan pemahaman sebelumnya, budaya organisasi merupakan fisolofi

dasar organisasi yang memuat keyakinan, norma-norma dan nilai-nilai bersama yang

menjadi karakteristik inti tentang bagaimana cara melakukan sesuatu dalam

organisasi.

Cartwright(1999) dalam Sutrisno (2007) menyatakan ada empat tipologi budaya

yang dapat pula di pandang sebagai siklus hidup budaya yaitu sebagai berikut:

1. The monoculture

Monoculture merupakan program mental tunggal, orang berfikir sama dan sesuai

dengan norma budaya yang sama.


14

2. The superordinate culture

Terdiri dari subkultur terkoordinasi, masing-masing dengan keyakinan dan nilai-

nilai,gagasan dan sudut pandang sendiri, tetapi semua bekerja dalam satu

organisasi dan semua termotivasi mencapai sasaran organisasi.

3. The divisive culture

The divisive culture bersifat memecah belah. Dalam budaya ini sub-kultur dalam

organisasi secara individual mempunyai agenda dan tujuan sendiri. Dalam model

ini organisasi di tarik ke arah yang berbeda.tidak ada pemisahan konflik antara

“kita dan mereka” tidak terdapat arah yang jelas dan kekurangan kepemimpinan.

4. The disjunctive culture

Budaya ini ditandai oleh seringnya pemecahan organisasi secara eksplosif atau

bahkan menjadi unit budaya individual.

2.1.3. Karakteristik Budaya Organisasi

Budaya organisasi dalam suatu organisasi yang satu dapat berbeda dengan

yang ada dalam organisasi yang lain, namun budaya organisasi menunjukan ciri-ciri,

sifat, atau karakteristik tertentu yang menunjukan kesamaannya. Terminologi yang di

pergunakan para ahli untuk menunjukan karakteristik budaya organisasi sangat

berpariasi. hal tersebut menunjukan beragamnya ciri, sifat, dan elemen yang terdapat

dalam budaya organisasi (Wibowo, 2010).

Robbins (2003) juga mengemukakan adanya enam karakteristik budaya

organisasi yaitu :
15

1. Innovation and risk taking (inovasi dan pengambilan resiko), suatu tingkatan di

mana pekerja didorong untuk menjadi inovatif dan risiko.

2. Attention to detail (perhatian pada hal detail), di mana pekerja diharapkan

menunjukan ketepatan, analisis, dan perhatian pada hal detail.

3. Outcome orientation (orientasi pada hal detail), di mana manajemen memfokus

pada hasil atau manfaat dari pada sekedar pada teknik dan proses yang

dipergunakan untuk mendapatkan manfaat tersebut.

4. People orientation (orientasi pada orang ), di mana keputusan manajemen

mempertimbangkan pengaruh manfaatnya pada orang dalam organisasi.

5. Team orientasi (orientasi pada tim) di mana aktivitas kerja di organisasi

berdasarkan tim dari pada individual.

6. Agresivitas, di mana orang cendrung lebih agresif dan kompetitif dari pada

easygoing.

Menurut Denison dan Mishra (1995) menyatakan ada empat trait budaya

organisasi:1) keterlibatan (involvement): membangun kapabilitas karyawan dan rasa

memiliki, 2) penyesuaian (adaptability): menterjemahkan kebutuhan lingkungan

bisnis dalam tindakan, 3) konsistensi (consistency): mendefinisikan nilai-nilai dan

sistim organisasi yang menjadi dasar organisasi yang kuat, dan 4) misi (mission):

mendefinisikan perlunya arahan jangka panjang bagi organisasi.


16

Gambar: 2.1. Denison Organizational Culture Model

1. Keterlibatan (involvement)

Organisasi yang efektif memberdayakan dan melibatkan orang-orang

disekitar mereka, membangun tim, dan mengembangkan kemampuan semua

tingkatan. Anggota organisasi berkomitmen untuk pekerjaan mereka, dan merasa

kuat rasa kepemilikan. Keterlibatan adalah faktor kunci dalam budaya organisasi,

yang merupakan karakteristik nilai dari organisasi yang menempatkan pandangan

tentang pentingnya keterlibatan seluruh pergawai yang bekerjasama dalam

mencapai tujuan organisasi. Orang-orang di semua tingkatan merasa bahwa

mereka memiliki setidaknya beberapa masukan dalam keputusan yang akan

mempengaruhi mereka bekerja, dan merasa bahwa pekerjaan mereka terhubung

langsung ke tujuan organisasi. Hal ini memungkinkan keterlibatan yang tinggi dari

organisasi yang mengandalkan sistim pengawasan informal, sukarela dan implisit.

Dalam model ini, sifat ini diukur dengan tiga indeks:


17

a. Pemberdayaan (empowerment) Individu memiliki wewenang, inisiatif dan

kemampuan untuk mengelola pekerjaan mereka sendiri. Hal ini menciptakan

rasa kepemilikan dan tanggung jawab terhadap organisasi.

b. Orientasi tim (team orientation) Nilai ditempatkan pada bekerja secara

kooperatif menuju tujuan bersama bagi seluruh karyawan dan saling akuntabel.

Organisasi bergantung pada usaha tim untuk mendapatkan pekerjaan yang

dilakukan.

c. Pengembangan kemampuan (capability development) Organisasi terus-menerus

berinvestasi dalam pengembangan keterampilan karyawan agar tetap kompetitif

terus-menerus sesuai kebutuhan bisnis.

2. Penyesuaian (Adtability)

Penyesuaian merupakan kebutuhan organisasi dalam melaksanakan

kegiatan dalam lingkungan organisasi tersebut, dimana organisasi memegang nilai

dan kepercayaan yang mendukung kapabilitas dalam menerima,

menginterpretasikan dan menterjemahkan tanda-tanda dari lingkungan kedalam

perubahan prilaku internal dari organisasi.

Dalam model ini, diukur dengan tiga indeks :


1. Membuat perubahan (creating change) Organisasi mampu menciptakan cara-

cara adaptif untuk memenuhi perubahan kebutuhan. hal ini dapat membaca

bisnis lingkungan, bereaksi dengan cepat terhadap tren saat ini, dan

mengantisipasi perubahan di masa depan.


18

2. Fokus pada pelanggan (costumer focus) Organisasi memahami dan bereaksi

terhadap pelanggan dan mengantisipasi kebutuhan masa depan mereka. hal ini

mencerminkan sejauh mana organisasi tersebut didorong oleh kekhawatiran

untuk memuaskan pelanggan mereka.

3. Belajar organisasi (organizational learning) Organisasi menerima,

menerjemahkan, dan menafsirkan sinyal dari lingkungan menjadi peluang

untuk mendorong inovasi, memperoleh pengetahuan, dan mengembangkan

kemampuan.

3. Misi (mission)

Misi adalah arahan pada pada pencapaian tujuan jangka panjang yang

bermakna pada organisasi (meaningfull long term). Misi menjelaskan tujuan dan

arti yang diterjemahkan dalam tujuan ekternal organisasi. Organisasi yang sukses

juga memiliki tujuan yang jelas dan arah yang mendefinisikan tujuan organisasi

dan tujuan strategis dan mengungkapkan visi tentang apa organisasi akan terlihat

seperti di masa depan. Sebuah misi memberikan tujuan dan arti dengan

mendefinisikan peran sosial dan tujuan eksternal bagi organisasi. Rasa misi

memungkinkan organisasi untuk membentuk perilaku saat ini dengan

membayangkan masa depan yang diinginkan organisasi. Dalam model ini, sifat ini

diukur dengan tiga indeks:


19

a. Arah strategis dan maksud (strategic direction and intent) Niat strategis yang

jelas menyampaikan tujuan organisasi dan membuat jelas berapa orang dapat

berkontribusi dan membuat tanda mereka pada industri.

b. Tujuan dan sasaran (goals and objectives) Satu kesatuan yang jelas dari tujuan

dan sasaran dapat dihubungkan dengan misi, visi dan strategi, dan memberikan

arah yang jelas dalam pekerjaan mereka kepada semua orang.

c. Visi (vision) Organisasi memiliki pandangan bersama tentang masa depan yang

diinginkan. hal ini mewujudkan nilai-nilai inti dan menangkap hati dan pikiran

anggota organisasi, sambil memberikan bimbingan dan arahan pada mereka.

4. Konsistensi (consistency)

Konsistensi adalah nilai dan sistem yang mendasari kekuatan suatu budaya.

Nilai ini memfokuskan pada integrasi sumber-sumber organisasi koordinasi dan

sistim kontrol dan konsistensi organisasi dalam mengembangkan sistim yang

efektif dalam melaksanakan kegiatan organisasi. Karakteristik konsistensi meliputi

koordinasi, integrasi, kesepakatan dan nilai-nilai inti. Organisasi-organisasi yang

efektif ketika mereka konsisten dan terintegrasi dengan baik. Organisasi yang

konsisten mengembangkan pola pikir dan menciptakan sistem organisasi yang

membangun sistem internal pemerintahan berdasarkan dukungan konsensual.

Organisasi-organisasi ini telah memiliki komitmen karyawan yang tinggi, metode

yang berbeda dalam melakukan bisnis, kecenderungan untuk mempromosikan dari


20

dalam dan luar. Jenis konsistensi merupakan sumber yang kuat dari stabilitas dan

integrasi internal. Dalam model ini konsistensi diukur dengan tiga indeks:

1. Nilai inti (core values) Anggota organisasi berbagi satu set nilai-nilai yang

menciptakan rasa identitas dan satu set harapan yang jelas.

2. Perjanjian (aggrement) Anggota organisasi mampu mencapai kesepakatan

tentang isu-isu penting. Ini mencakup baik tingkat yang mendasari kesepakatan

dan kemampuan untuk mendamaikan perbedaan ketika mereka terjadi.

3. Koordinasi dan integrasi (coordination and intergration) Fungsi dan unit

organisasi yang berbeda dapat bekerja sama dengan baik untuk mencapai tujuan

bersama. Batas-batas organisasi tidak mengganggu mendapatkan pekerjaan

yang dilakukan.

2.1.4. Fungsi Budaya Organisasi

Menurut Robbins (2001) dari sisi fungsi, budaya organisasi mempunyai

beberapa fungsi :

1. Budaya mempunyai suatu peran yang berbeda. Hal itu berarti bahwa budaya kerja

menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan yang lain.

2. Budaya organisasi membawa suatu rasa indentitas bagi anggota-anggota

organisasi.

3. Budaya organisasi mempermudah timbul pertumbuhan komitmen pada suatu yang

lebih luas dari pada kepentingan diri individual.

4. Budaya organisasi itu meningkatkan kemantapan sistem sosial.


21

Menurut Jerald Greenberg (2003) dalam Wibowo (2010) peranan budaya

organisasi adalah

1. budaya memberikan rasa indentitas

2. budaya membangkitkan komitmen pada misi organisasi

3. budaya memperjelas dan memperkuat standar prilaku.

2.2. Kinerja Perawat

2.2.1. Pengertian Kinerja Perawat

Menurut Wibowo (2010) kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan

hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Dan kinerja adalah tentang apa yang

dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Kinerja dalam sebuah organisasi

merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam menjalankan tugas

organisasi, baik itu dalam lembaga pemerintahan maupun swasta. Kinerja dalam

Bahasa Indonesia disebut juga prestasi kerja. Kinerja atau prestasi kerja

(performance) diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang didasari oleh

pengetahuan, sikap, keterampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu. Prestasi

kerja (performance) diartikan sebagai suatu pencapaian persyaratan pekerjaan tertentu

yang akhirnya secara langsung dapat tercermin dari output yang dihasilkan baik

kuantitas maupun mutunya.

Miner (1988) mengatakan bahwa “Kinerja adalah tingkat keberhasilan

seorang karyawan di dalam melaksanakan pekerjaan” Kinerja perawat adalah


22

aktivitas perawat dalam mengimplementasikan sebaik–baiknya suatu wewenang,

tugas, dan tanggung jawabnya dalam 10 rangka pencapaian tujuan tugas pokok

profesi dan terwujudnya tujuan dan sasaran unit organisasi. Perawat ingin diukur

kinerjanya berdasarkan standar obyektif yang terbuka dan dapat dikomunikasikan.

Jika perawat diperhatikan dan dihargai sampai penghargaan superior, mereka akan

lebih terpacu untuk mencapai prestasi pada tingkat lebih tinggi (Winarsih, 2008

dalam Wafafa, 2014).

2.2.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja


Menurut Miner (1988) mengemukakan secara umum dapat dinyatakan 4

aspek dari kinerja yaitu sebagai berikut:

1. Kualitas yang dihasilkan, menerangkan tentang jumlah kesalahan,waktu,dan

ketepatan dalam melakukan tugas

2. Kuantitas yang dihasilkan,berkenaan dengan beberapa jumlah jasa yang di

hasilkan

3. Waktu kerja, menerangkan akan berapa jumlah absen,keterlambatan,serta masa

kerja yang telah dijalani individu pegawai.

4. Kerja sama, menerangkan akan bagaimana individu membantu atau menghambat

usaha dari teman sekerjanya.

Dengan keempat aspek kinerja diatas dapat dikatakan bahwa individu

mempunyai kinerja yang baik bila dia berhasil memenuhi ke empat aspek tersebut

sesuaidengan target atau rencana yang telah di tetapkan organisasi.


23

Menurut Gibson (1987) dalam Adam (2012) ada tiga faktor yang berpengaruhi

terhadap kinerja yaitu:

a. Faktor individu: kemampuan keterampilan (mental dan fisik), latar belakang

keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang (asal usul

dan jenis kelamin).

b. Faktor psikologis: persepsi, peran, sikap, kepribadia, motivasi dan kepuasan

kerja.

c. Faktor organisasi: struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem

penghargaan (reward system).

2.2.3. Penilaian Kinerja Perawat

Menurut Kurniadi (2012) penilaian prestasi kerja merupakan suatu pemikiran

sistematis atas individu karyawan mengenai prestasinya dalam pekerjaannya dan

potensinya untuk pengembangan proses penilaian kerja meliputi:

1. Merumuskan tanggung jawab dan tugas yang harus dicapai oleh staf keperawatan.

Rumusan tersebut telah disepakati oleh atasannya sehingga langkah perumusan

tersebut dapat memberikan kontribusi berupa hasil.

2. Menyepakati sasaran kerja dalam bentuk hasil yang harus dicapai oleh karyawan

untuk kurun waktu tertentu dengan penempatan standar prestasi dan tolak ukur

yang telah ditetapkan. Melakukan monitoring, koreksi, dan memberikan

kesempatan serta bantuan yang diperlukan oleh stafnya.


24

3. Menilai prestasi kerja staf dengan cara membandingkan prestasi yang dicapai

dengan standar atau tolok ukur yang telah ditetapkan.

4. Memberikan umpan balik kepada staf/karyawan yang dinilai. dalam proses

pemberian umpan balik ini atasan dan bawahan perlu membicarakan cara-cara

untuk memperbaiki kelemahan yang telah diketahui untuk meningkatkan prestasi

pada periode berikutnya.

Menurut Novilini (2012) penilaian kinerja perawat merupakan mengevaluasi

kinerja perawat sesuai dengan standar praktik professional dan peraturan yang

berlaku. Penilaian kinerja perawat merupakan suatu cara untuk menjamin tercapainya

standar praktek keperawatan. Proses penilaian kinerja dengan langkah-langkah

sebagai berikut:

1. Mereview standar kerja

2. Melakukan analisis jabatan

3. Mengembangkan instrument penilaian

4. Memilih penilai, melatih penilai

5. Mengukur kinerja

6. Membandingkan kinerja aktual dengan standar,

7. Mengkaji hasil penilaian,

8. Memberikan hasil penilaian,

9. Mengaitkan imbalan dengan kinerja


25

10. membuat rencana–rencana pengembangan dengan menyepakati sasaran – sasaran

dan standar–standar kinerja masa depan.

Menurut Nanda (2009) dalam Rida (2013) mengemukkan bahwa setiap

tahapan dalam menentukan kinerja perawat terdapat beberapa kegiatan atau langkah

yang harus di tempuh:

1. Tahap pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan

mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai

permasalahan yang ada. Untuk melakukan langkah pertama ini diperlukan

pengetahuan dan kemampuan yang harus dimiliki oleh perawat diantaranya

pengetahuan tentang kebutuhan atau system biopsikososial dan spiritual bagi

manusia yang memandang manusia dari aspek biologis, psikologis, sosial dan

tinjauan dari aspek spiritual, juga pengetahuan akan kebutuhan perkembangan

manusia (tumbuh kembang darikebutuhan dasarnya), pengetahuan tentang

konsep sehat dan sakit, pengetahuan tentang patofisiologi dari penyakit yang

dialami, pengetahuan tentang system keluarga dan kultur budaya serta nilai-nilai

keyakinan yang dimiliki klien.Sedangkan kemampuan yang harus dimiliki oleh

perawat dapat meliputi kemampuan melakukan observasi secara sistematis pada

klian, kemampuan berkomunikasi sacara verbal atau nonverbal, kemampuan

menjadi pendengar yang baik, kemampuan dalam menciptakan hubungan saling

membantu, kemampuan dalam membangun suatu kepercayaan, kemampuan


26

mengadakan wawancara serta adanya kemampuan dalam melakukan pengkajian

atau pemeriksaan fisik keperawatan.

2. Tahap diagnosis keperawatan merupakan keputusan klinis mengenai seseorang,

keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses

kehidupan yang actual atau potensial . Diagnosis keperawatan ini dapat

memberikan dasar pemilihan intervensi untuk menjadi tanggung jawab perawat.

Formulasi diagnosis keperawatan adalah bagaimana diagnosis keperawatan

digunakan dalam proses pemecahan masalah karena melalui identifikasi masalah

dapat digambarkan berbagai masalah keperawatan yang membutuhkan asuhan

keperawatan, di samping itu dengan menentukan atau menginvestigasi dari

etiologi masalah, maka akan dapat dijumpai faktor yang menjadi kendala atau

penyebabnya. Dengan menggambarkan tanda dan gejala akan dapat digunakan

untuk memperkuat masalah yang ada. Untuk menyusun diagnosis keperawatan

yang tepat, dibutuhkan beberapa pengetahuan dan keterampilan yang harus

dimiliki di antaranya: kemampuan dalam memahami beberapa masalah

keperawatan, faktor yang menyebabkan masalah, batasan karakteristiknya,

beberapa ukuran normal dari masalah tersebut serta kemampuan dalam

memahami mekanisme penanganan masalah, berpikir kritis, dan membuat

kesimpulan dari masalah.

3. Tahap perencanaan merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi

keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi


27

masalah-masalah klien. Perencanaan ini merupakan langkah ketiga dalam

membuat suatu proses keperawatan. Dalam menentukan tahap perencanaan bagi

perawat diperlukan berbagai pengetahuan dan keterampilan diantaranya

pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan klien, nilai dan kepercayaan klien,

batasan praktek keperawatan, peran dari tenaga kesehatan lainnya, kemampuan

dalam memecahkan masalah, mengambil keputusan, menulis tujuan serta memilih

dan membuat strategi keperawatan yang aman dalam memenuhi tujuan, menulis

instruksi keperawatan serta kemampuan dalam melaksanakan kerja sama dengan

tingkat kesehatan lain.

4. Tahap Pelaksanaan: Merupakan langkah keempat dalam tahap proses

keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan

keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan.

Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-

bahaya fisik dan perlindungan pada klien, teknik komunikasi, kemampuan dalam

prosedur tindakan, pemahan tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami

tingkat perkembangan pasien. Dalam pelaksanaan rencana tindakan terdapat dua

jenis tuindakan, yaitu tindakan jenis mandiri dan tindakan kolaborasi.

5. Tahap Evaluasi: Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan

dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan

tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki

pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi


28

keparawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang

dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada

kriteria hasil. Pada tahap evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang

dilakukan dengan mengevaluasi selama proses keperawatan berlangsung atau

menilai dari respon klien di sebut evaluasi proses, dan kegiatan melakukan

evaluasi dengan target tujuan yang diharapkan disebut sebagai evaluasi hasil.

2.3. Peningkatan Kinerja Melalui Pengembangan Organisasi

Menurut Sutrisno (2007) mengemukakan nilai-nilai dan keyakinan dasar para

pendiri melahirkan sejumlah kebijakan dan praktik menajemen yang disebarkan

kepada karyawannya secara lisan dan tertulis,ataupun melalui prilaku mereka.

Perusahaan yang mengkombonasikan nilai dan keyakinan,kebijakan dan praktik

manajemen serta hubungan antara keduanya akan menunjukan keberhasilan yang

terlihat dari budaya organisasi yang memiliki sifat keterlibatan,konsistensi

adaptabilitas dan penghayatan misi.

Indikator keterlibatan adalah 1. Pemberdayaan para karyawan mempunyai

otoritas,inisiatif dan kemampuan untuk mengatur pekerjaan nya sendiri sehingga

terbentuk rasa memiliki serta rasa tanggung jawab pada organisasi. 2. Orientasi tim

(organisasi bergantung pada usaha tim untuk menyelesaikan pekerjaan ke arah tujuan

bersama) 3. Pengembangan kemampuan (organisasi menginvestasikan dananya pada


29

pengembangan kemampuan keterampilan para karyawan agar lebih kompetitif dalam

memenuhi tantangan bisnis).

perusahaan dengan sifat adaptabilitas memiliki kemampuan untuk tanggap

akan lingkungan eksternal, pelanggan eksternal dan pelanggan internal dengan cara

menerjemahkan permintaan lingkungan bisnis menjadi tindakan agar perusahaan

bertahan,bertumbuh dan berkembang. Perusahaan dengan sifat penghayatan misi

mempunyai kemampuan untuk memahai arah jangka panjang yang bermanfaat bagi

organisasi.

2.4. Peran dan Fungsi Perawat

2.4.1. Pengertian Perawat

Perawat adalah seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara,

membantu dan melindungi seseorang karena sakit, injury, dan proses penuaan

(Harlley, 1997 dalam Hariati (2014)).

Menurut Kusnanto (2003) dalam Efendi (2008), perawat adalah seseorang

(seorang profesional) yang mempunyai kemampuan, tanggung jawab dan

kewenangan melaksanakan pelayanan/asuhan keperawatan pada berbagai jenjang

pelayanan keperawatan. Perawat profesional adalah perawat yang bertanggung jawab

dan berwewenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau

berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kewenangannya (Depkes,

2013).
30

International Council of Nurses (1965) dalam Hanafiah (2013), perawat adalah

seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan, berwenang di

negara bersangkutan untuk memberikan pelayanan dan bertanggung jawab dalam

peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit serta pelayanan terhadap pasien.

2.4.2. Peran Perawat

Peran merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap

seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem, di mana dapat dipengaruhi oleh

keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang

bersifat konstan. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seseorang

pada situasi sosial tertentu (Kozier, 1995 dalam Sutrisno, 2007).

Doheny,Cook dan Stopper (1982) mengidentifikasikan beberapa elemen

peran perawat profesional sebagai berikut:

1. Sebagai pemberi asuhan keperawatan (care giver). Perawat dapat memberikan

pelayanan keperawatan secara langsung dan tidak langsung kepada klien,

menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi: melakukan

pengkajian dalam upaya mengumpulkan data dan informasi yang benar,

menegakkan diagnosa keperawatan berdasarkan hasil analisis data, merencanakan

intervensi keperawatan sebagai upaya mengatasi masalah yang muncul dan

membuat langkah/cara pemecahan masalah, melaksanakan tindakan keperawatan

sesuai dengan rencana yang ada dan melakukan evaluasi berdasarkan respon klien

terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan.


31

2. Sebagai pembela untuk melindungi klien (client advocate). Perawat berfungsi

sebagai penghubung antara klien dengan tim kesehatan lain dalam upaya

pemenuhan kebutuhan klien, membela kepentingan klien dan klien memahami

semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan

pendekatan tradisional maupun profesional. Peran advokasi sekaligus

mengharuskan perawat bertindak sebagai narasumber dan fasilitator dalam tahap

pengambilan keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani oleh klien.

Dalam menjalankan peran sebagai advokat (pembela klien) perawat harus dapat

melindungi dan memfasilitasi keluarga dan masyarakat dalam pelayanan

keperawatan.

3. Sebagai pemberi bimbingan/konseling klien (counselor). Tugas utama perawat

adalah mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien terhadap keadaan sehat-

sakitnya. Adanya pola interaksi ini merupakan dasar dalam merencanakan metode

untuk meningkatkan kemampuan adaptasinya. Memberikan bimbingan kepada

klien, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan sesuai prioritas.

Konseling diberikan kepada individu dan keluarga dalam mengintegrasikan

pengalaman kesehatan dengan pengalaman yang lalu, pemecahan masalah

difokuskan pada masalah keperawatan, mengubah perilaku hidup kearah perilaku

hidup sehat.

4. Sebagai pendidik klien (educator). Perawat membantu klien meningkatkan

kesehatannya melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan keperawatan


32

dan tindakan medik yang diterima sehingga klien dan keluarga dapat menerima

tanggung jawab terhadap hal-hal yang diketahuinya. Sebagai pendidik, perawat

juga dapat memberikan pendidikan kesehatan kepada kelompok keluarga yang

beresiko tinggi, dan kader kesehatan.

5. Sebagai kolaborator (collaborator) perawat bekerjasama dengan tim kesehatan lain

dan keluarga dalam menentukan rencana maupun pelaksanaan asuhan keperawatan

guna memenuhi kebutuhan kesehatan klien.

6. Sebagai koordinator (coordinator) perawat memanfaatkan semua sumber-sumber

dan potensi yang ada, baik materi maupun kemampuan klien secara terkoordinasi

sehingga tidak ada intervensi yang terlewatkan maupun tumpang tindih. Dalam

menjalankan peran sebagai koordinator, perawat dapat melakukan hal-hal sebagai

berikut: 1) mengkoordinasi seluruh pelayanan keperawatan, 2) mengatur tenaga

keperawatan yang akan bertugas, 3) mengembangkan sistem pelayanan

keperawatan, dan 4) memberikan informasi tentang hal-hal yang terkait dengan

pelayanan keperawatan pada sarana kesehatan.

7. Sebagai pembaharu (change agent) perawat menggadakan invasi dalam cara

berfikir, bersikap, bertingkah laku dan meningkatkan keterampilan klien/keluarga

agar menjadi sehat. Elemen ini mencakup perencanaan, kerjasama, perubahan

yang sistematis dalam berhubungan dengan klien dan cara memberikan perawatan

kepada klien.
33

8. Sebagai sumber informasi (consultan), elemen ini secara tidak langsung berkaitan

dengan permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan keperawatan yang

diberikan. Dengan peran ini dapat dikatakan perawat adalah sumber informasi

yang berkaitan dengan kondisi spesifik klien.

2.4.3. Fungsi Perawat

Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai

fungsinya. Menurut Kozier (1991) dalam Sutrisno (2007), ada tiga fungsi perawat

yaitu:

1. Fungsi independent, merupan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain,

dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan

keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan

dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis (pemenuhan kebutuhan

oksigenasi, pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan

nutrisi, pemenuhan kebutuhan aktifitas dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan

keamanan dan kenyamanan, pemenuhan cinta mencintai, pemenuhan kebutuhan

harga diri dan aktualisasi diri.

2. Fungsi dependen, merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatan atas

pesan atau instruksi dari perawat lain. Sehingga sebagian tindakan pelimpahan

tugas yang di berikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada

perawat umum atau dari perawat primer ke perawat pelaksana.


34

3. Fungsi interdependen, dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling

ketergantungan di antara tim satu dengan yang lainnya. Fungsi ini dapat terjadi

apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerja sama tim dalam pemberian

pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita yang

mempunya penyakit kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat

saja melainkan juga dari dokter ataupun yang lainnya.

2.4.4. Tugas Perawat

Tugas perawat dalam menjalankan perannya sebagai pemberi asuhan

keperawatan ini dapat dilaksanakan sesuai dengan tahapan dalam proses keperawatan.

Tugas perawat ini disepakati dalam lokakarya PPNI tahun 1983 yang berdasarkan

fungsi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan adalah:

1. Mengumpulkan data.

2. Menganalisis dan mengintrepetasi data.

3. Mengembangkan rencana tindakan keperawatan.

4. Menggunakan dan menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmu prilaku

sosial budaya, ilmu biomedik dalam melaksanakan asuhan keperawatan dalam

rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia.

5. Menentukan kriteria yang dapat diukur dalam menilai rencana keperawatan.

6. Menilai tingkat pencapaian tujuan.

7. Mengidentifikasi perubahan-perubahan yang diperlukan.

8. Mengevaluasi data permasalahan keperawatan.


35

9. Mencatat data dalam proses keperawatan.

10. Menggunakan catatan klien untuk memonitor kualitas asuhan keperawatan.

11. Mengidentifikasi masalah-masalah penelitian dalam bidang keperawatan.

12. Membuat usulan rencana penelitian keperawatan.

13. Menerapkan hasil penelitian dalam praktek keperawatan.

14. Mengidentifikasi kebutuhan pendidikan kesehatan.

15. Membuat rencana penyuluhan kesehatan.

16. Melaksanakan penyuluhan kesehatan.

17. Mengevaluasi penyuluhan kesehatan.

18. Berperan serta dalam pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga

kelompok dan masyarakat.

19. Menciptakan komunikasi yang efektis baik dengan tim keperawatan maupun

tim kesehatan lain.

2.5. Rumah Sakit

2.5.1. Pengertian Rumah Sakit

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan

rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat ( Depkes, 2013).

Departemen kesehatan Republik Indonesia telah menggariskan bahwa rumah

sakit umum mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan secara berdayaguna


36

dan berhasil guna dengan menggutamakan upaya kuratif dan rehabilitatif yang

dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya promotif dan preventif serta

melaksanakan upaya rujukan (Depkes, 2013). Oleh karena itu, rumah sakit dituntut

untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, aman dan profesional

sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi (IPTEK) kesehatan serta

kebutuhana dan tuntutan masyarakat.

Rumah sakit adalah suatu organisasi yang unik dan kompleks karena di

dalam rumah sakit terdapat banyak institusi yang padat karya dengan berbagai sifat,

ciri, serta fungsi yang khusus dalam proses menghasilkan jasa medis dan mempunyai

berbagai kelompok profesi dalam pelayanan rumah sakit (Boekitwetan, 1997 dalam

Hanafiah, 2013). Berbagai kelompok profesi ini akan menghasilkan perilaku individu

dan perilaku kelompok yang pada akhirnya menghasilkan perilaku organisasional

dalam melaksanakan tugas dan fungsinya (Lumbanraja, 2006).

2.5.2. Peran Budaya Organisasi terhadap Rumah Sakit

Rumah sakit dihadapkan pada upaya mampu melakukan pengelolaan terhadap

sumber daya manusia yang ada karena sumber daya ini semakin besar peranannya

bagi kesuksesan organisasi dan merupakan pelaku dari semua kegiatan dan aktivitas

yang nyata. Upaya pengelolaan yang dilakukan rumah sakit dapat dilakukan dengan

memberikan pemahaman terhadap sumber daya manusia yang ada di rumah sakit

yang membentuk nilai, kepercayaan, dan sikap-sikap individual untuk menyesuaikan


37

diri dengan perubahan dan perkembangan eksternal dan integrasi terhadap kekuatan

internal rumah sakit (Muluk, 1999 dalam Marlina 2014).

Berdasarkan konteks tersebut, pemahaman atas budaya organisasi merupakan

sarana terbaik bagi rumah sakit untuk memahami sumber daya manusia dalam rumah

sakit karena budaya organisasi merupakan nilai, kepercayaan, norma institusional

serta sikap-sikap individual yang menjadi pola dasar yang diciptakan, ditemukan, atau

dikembangkan dalam proses memecahkan masalah dan mengambil keputusan ketika

beradaptasi dengan lingkungan eksternal dan mengelola integrasi internal organisasi

oleh anggota organisasi itu sendiri. Budaya organisasi merupakan ketentuan aturan

dan norma yang tidak tertulis yang menjadi standar perilaku yang dapat diterima

dengan baik oleh anggota organisasi (Schein, 1992 dalam Sunarto, 2004).

2.6. Landasan Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka diatas, maka peneliti dapat merumuskan beberapa

landasan teori yang relevan dengan tujuan penelitian. Menurut Sutrisno (2007) Suatu

perusahaan yang mengombinasikan nilai dan keyakinan, kebijakan dan praktik

manajemen serta hubungan antara keduanya akan menunjukan keberhasilan yang

terlihat dari budaya organisasi yang memiliki sifat keterlibatan, konsistensi, dan misi.

Menurut Kotter dan Heskett (1992) ada hubungan yang erat antara budaya

organisasi dan kinerja. Budaya yang kuat akan menghasilkan kinerja organisasi dalam

jangka panjang. Budaya yang kuat akan membantu kinerja karena menciptakan
38

motivasi dalam diri pekerja, menimbulkan rasa nyaman bekerja, kemudian timbul

komitmen yang membuat pekerja itu bekerja lebih keras lagi.

2.7. Kerangka Konsep

Berdasarkan beberapa kajian teori dan hasil penelitian, maka kerangka konsep

penelitian yang disusun adalah sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Budaya Organisasi
- Keterlibatan Kinerja perawat
- Konsistensi
- Adaptabilitas (penyesuaian)
- Misi

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Konsep utama penelitian adalah untuk mengetahui hubungan budaya organisasi

dengan kinerja perawat di rumah sakit.


39

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat Analitik dengan

rancangan cross sectional yaitu pengamatan atau pengambilan data yang hanya

dilakukan sekali saja dalam waktu yang bersamaan (Singarimbun, 2008).

Penelitian survey merupakan suatu penelitian kuantitatif dengan

menggunakan pertanyaan terstruktur/ sistematis yang sama kepada banyak orang,

untuk kemudian seluruh jawaban yang diperoleh peneliti dicatat, diolah, dan

dianalisis. Pertanyaan terstruktur/ sistematis tersebut dikenal dengan istilah kuesioner

(Prasetyo, 2005)

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan selama 4 bulan, terhitung mulai bulan Maret sampai

dengan Juni 2015.

39
40

JADWAL WAKTU PENYUSUNAN TESIS

MARET APRIL MEI JUNI


No JENIS KEGIATAN
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Persetujuan judul
1 proposal tesis
Pengurusan izin
2 pengambilan data awal
Peninjauan dan
3 Pengambilan data awal
ditempat penelitian
Pembuatan proposal tesis
4 BAB I dan BAB II
Konsul proposal tesis
5 BAB I dan BAB II
Pembuatan proposal tesis
6 BAB III
Konsul proposal tesis
7 BAB III
8 Sidang Proposal tesis
9 Perbaikan proposal tesis
10 Pembuatan BAB IV,V,VI
11 Seminar hasil

Tabel 3.1. Jadwal Waktu Penyusunan Tesis

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi adalah seluruh objek penelitian. Oleh karena itu populasi pada

penelitian ini adalah seluruh perawat PNS pada ruang rawat inap di RSUD Kota

Langsa yang berjumlah 153 orang.


41

3.3.2. Sampel

Sampel penelitian ini adalah seluruh perawat RSUD Kota Langsa berjumlah

153 orang, maka metode yang digunakan adalah Total Sampling karena mengambil

seluruh populasi menjadi sampel penelitian.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini mencakup data primer dan data

sekunder.

3.4.1. Data Primer

Data primer didapat melalui wawancara langsung kepada seluruh responden

dengan menggunakan kuesioner. Wawancara tersebut dilakukan dengan

menggunakan kuesioner penelitian yang telah dipersiapkan sesuai dengan variabel

yang diteliti agar diperoleh informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen yang ada di RSUD Kota

Langsa seperti peraturan, struktur organisasi, dan data-data lain yang mendukung

penelitian.

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas

3.4.3.1. Uji Validitas

Uji validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur itu benar

mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2010),


42

suatu kuesioner dikatakan valid (sah) jika pertanyaan pada suatu kuesioner

mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut

(Nursalam, 2012).

Untuk mengetahui validitas suatu instrument (dalam kuesioner) dilakukan

dengan menghitung korelasi antara skor r-hitung masing-masing pertanyaan dalam

suatu variabel. Teknik korelasi yang digunakan adalah Pearson Product Moment

Correlation,

3.4.3.2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan untuk menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur

dapat dipercaya atau diandalkan, hal ini menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran

itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang

sama dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2010). Uji coba ini

dianalisis dengan menggunakan program statistik (Statistik Produck and Service

Solution). Menurut data yang diperoleh dari hasil uji kuesioner budaya organisasi

dengan produktifitas kerja perawat sehingga diperoleh nilai alpha untuk masing-

masing sub variabel.

Uji coba validitas dan reliabilitas dilakukan pada bulan juni 2015, terhadap 30

orang perawat pelaksana di Rumah Sakit Cut Nyak Dhien Kota Langsa, alasan

pemilihan tempat ini karena di RS tersebut memiliki karakteristik yang sama dengan

RSUD Kota Langsa, antara lain: karekteristik Responden yang hampir relatif sama.
43

Data yang diperoleh dari uji coba kuesioner tersebut diolah menggunakan program

statistik (Statistik Produck and Service Solution). dengan penentuan validitas

menggunakan Korelasi Pearson (r) dan reliabilitas menggunakan Alpha Cronbach.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-

anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain.

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki

atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep pengertian tertentu,

misalnya umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, dan sebagainya.

Variabel juga dapat diartikan sebagai konsep yang mempunyai bermacam-macam

nilai (Notoatmodjo, 2010).

1. Variabel Terikat (Dependen)

Disebut dependent variabel karena variabel ini dipengaruhi oleh variabel bebas

atau independent variabel. Dengan perkataan lain dependent variabel merupakan

akibat atau efek (Notoatmodjo, 2010). Di dalam penelitian ini yang menjadi

variabel terikatnya adalah kinerja perawat RSUD Kota Langsa.

2. Variabel Bebas (Independen)

Variabel bebas atau independent variabel merupakan variabel yang mempengaruhi

berubahnya variabel terikat atau dependent variabel. Dengan perkataan lain


44

independent variabel merupakan resiko atau sebab (Notoatmodjo, 2010). Di dalam

penelitian ini yang menjadi variabel bebasnya adalah budaya organisasi yang

terdiri dari Keterlibatan, konsistensi, adaptabilitas,misi.

3.5.2. Definisi Operasional

Menurut Denison dan Mishra (1995) menyatakan ada empat trait budaya

organisasi:1) keterlibatan (involvement): membangun kapabilitas karyawan dan rasa

memiliki, 2) penyesuaian (adaptability): menterjemahkan kebutuhan lingkungan

bisnis dalam tindakan, 3) konsistensi (consistency): mendefinisikan nilai-nilai dan

sistim organisasi yang menjadi dasar organisasi yang kuat, dan 4) misi (mission):

mendefinisikan perlunya arahan jangka panjang bagi organisasi.

1. Keterlibatan

Indikator keterlibatan adalah

1. Pemberdayaan (perawat) mempunyai otoritas,inisiatif, dan kemampuan untuk

mengatur pekerjaan sendiri sehingga terbentuk rasa memiliki dan tanggung

jawab pada organisasi.

2. Orientasi tim (organisasi bergantung pada usaha tim untuk menyelesaikan

pekerjaan kearah tujuan bersama namun masing-masing perawat bertanggung

jawab.

3. Pengembangan kemampuan (organisasi menginvestasikan dananya pada

pengembangan kemampuan keterampilan pada perawatnya agar lebih

kompotitif dalam memenuhi tantangan bisnis.


45

2. Konsistensi

Konsistensi (consistency) adalah nilai dan sistem yang mendasari kekuatan

suatu budaya. Nilai ini memfokuskan pada integrasi sumber-sumber organisasi,

koordinasi dan kontrol dan konsistensi organisasi dalam mengembangkan sistem

yang efektif dalam pelaksanan kegiatan organisasi. Karakteristik konsistensi

meliputi: 1) koordinasi dan integrasi (coordination dan intergration) yaitu: unit-

unit kerja yang berbeda bekerjasama mencapai tujuan, 2) kesepakatan (agreement)

yaitu: organisasi mampu mencapai kesepakatan utama dan kemampuan untuk

merekonsiliasi perbedaan-perbedaan yang terjadi dalam organisasi, dan 3) nilai

nilai inti (core value) yaitu para anggota organisasi membentuk sense of indentity

yang kuat serta harapan yang jelas.

3. Adaptabilitas

(adaptibility) adalah kebutuhan organisasi dalam melaksanakan kegiatan di

lingkungan organisasi tersebut, yaitu organisasi memegang nilai dan kepercayaan

yang mendukung kapabilitas dalam menerima, serta menginterpretasikan dan

menterjemahkan tanda-tanda dari lingkungan kedalam perubahan prilaku internal

dari organisasi. Kemampuan adaptasi meliputi: 1) fokus pada pelanggan,

menciptakan perubahan (creating change) yaitu organisasi mampu menciptakan

linkungan serta membaca perubahan adaptif dengan cara membaca lingkungan

bisnis dan bereaksi cepat terhadap kecenderungan saat ini dan mengantisifasi

perubahan masa datang, 2) berfokus pada pelanggan (customer focus) yaitu


46

organisasi memahami dan bereaksi pada para pelanggannya dan mengantisifasi

kebutuhan dimasa datang, dan 3) kemampuan organisasi untuk belajar

(organizational learning) organisasi menerima dan menterjemahkan dan

menginterpretasikan sinyal-sinyal yang berasal dari lingkungan supaya dapat

menjadi peluang terjadinya inovasi memperoleh pengetahuan dan pengembangan.

4. Misi

Misi (mision) adalah suatu arahan pada perawat untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan organisasi. Misi menjelaskan tujuan dan arti yang

diterjemahkan dalam tujuan eksternal organisasi. Karakteristik misi meliputi:

tujuan dan sasaran (goals and objectives) yaitu :1) tujuan dan strategi yang jelas

dapat dihubungkan dengn visi, tujuan dan strategi untuk menentukan setiap arah

yang jelas dalam melakukan pekerjaan, 2) arah dan intensi stratrgik (strategic

direction and intens) yaitu intensi strategik membawa organisasi membawa

manfaat bagi organisasi bagaimana sikap perawat dapat memberi kontribusi dan

membuat organisasinya terkenal, dan 3) visi (vision) yaitu organisasi mempunyai

pandangan bersama mengenai kondisi dimasa depan, pandangan ini akan

menimbulkan nilai-nilai inti dan menangkap pokok pikiran para anggota

organisasi.

5. Kinerja Perawat

Kinerja perawat adalah pengetahuan, kemampuan dan keterampilan

perawat dalam memberikan asuhan keperawatan terbaik pada pasien.


47

Menurut Miner (1990) mengemukakan secara umum dapat dinyatakan 4 aspek

dari kinerja yaitu sebagai berikut:

1. Kualitas yang dihasilkan, menerangkan tentang jumlah kesalahan,waktu,dan

ketepatan dalam melakukan tugas

2. Kuantitas yang dihasilkan,berkenaan dengan beberapa jumlah jasa yang di

hasilkan

3. Waktu kerja, menerangkan akan berapa jumlah absen,keterlambatan,serta masa

kerja yang telah dijalani individu pegawai.

4. Kerja sama, menerangkan akan bagaimana individu membantu atau

menghambat usaha dari teman sekerjanya.

Dengan keempat aspek kinerja diatas dapat dikatakan bahwa individu

mempunyai kinerja yang baik bila dia berhasil memenuhi ke empat aspek tersebut

sesuaidengan target atau rencana yang telah di tetapkan organisasi.

Berdasarkan penjelasan diatas maka variabel dan definisi operasional ditunjukkan

pada tabel 3.2:


48

Tabel 3.2. Variabel dan Definisi Operasional

No Variabel Definisi Indikator Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur
1 Variabel
Dependen
Kinerja hasil kerja atau Baik Baik = 60-80 Ordinal
perawat prestasi kerja Cukup Cukup = 40-59
yang dicapai Kurang Kurang = 20-39
oleh
perawat dengan
tanggung jawab
masing-masing
dalam rangka
upaya
mencapai tujuan
organisasi.
2 Varibel
Indepen
den
Budaya Persepsi perawat A.Keterlibata Baik = 30-40 Ordinal
Organisasi terhadap n Cukup = 19-29
nilai-nilai Kurang = 8-18
organisasi B.Konsistensi Baik = 30-40 Ordinal
rumah sakit Cukup = 19-29
yang meliputi C.Penyesuaia Kurang = 8-18
budaya n Baik = 30-40 Ordinal
organisasi Cukup = 19-29
keterlibatan, D. Misi Kurang = 8-18
konsistensi, Baik = 30-40 Ordinal
penyesuai dan Cukup = 19-29
misi Kurang = 8-18
49

3.6. Metode Pengukuran

Metode pengukuran dalam penelitian ini menggunakan kuesioner untuk

wawancara langsung kepada responden sekaligus panduan untuk memperoleh data-

data variabel hubungan budaya organisasi terhadap kinerja perawat.

3.6.1. Metode Pengukuran Kinerja Perawat

Pertanyaan mengenai Kinerja Perawat dibuat sebanyak 20 pertanyaan,

diukur dengan menggunakan 20 item pernyataan positif dan 0 item pernyataan

negatif. Bobot skor tertinggi 4, dan skor terendah 1 untuk pertanyaan positif, dan

Bobot skor tertinggi 1, dan skor terendah 4 untuk pertanyaan negatif, dari skor

pertanyaan mengenai kinerja Perawat, sehingga skor maksimal 80 dan skor minimal

20.

a. Baik, jika responden menjawab dengan skor 60-80.

b. Cukup, jika responden menjawab dengan skor 40-59.

c. Kurang, jika responden menjawab dengan skor 20-39.

3.6.2. Metode Budaya Organisasi ditinjau dari Keterlibatan

Pertanyaan mengenai keterlibatan dibuat sebanyak 8 pertanyaan, diukur

dengan menggunakan 7 item pertanyaan positif dan 1 item pertanyaan negative.

Bobot skor tertinggi 5, dan skor terendah 1 untuk pertanyaan positif dan Bobot skor

tertinggi 1, dan skor terendah 4 untuk pertanyaan negatif. dari skor pertanyaan

mengenai budaya organisasi ditinjau dari indikator keterlibatan, sehingga skor

maksimal 40 dan skor minimal 8.


50

a. Baik, jika responden menjawab dengan skor 30-40.

b. Cukup, jika responden menjawab dengan skor 19-29.

c. Kurang, jika responden menjawab dengan skor 8-18.

3.6.3. Metode Budaya Organisasi ditinjau dari Konsistensi

Pertanyaan mengenai konsistensi dibuat sebanyak 8 pertanyaan, diukur

dengan menggunakan 8 item pernyataan positif dan 0 item pernyataan negative.

Bobot skor tertinggi 5, dan skor terendah 1, dari skor pertanyaan mengenai budaya

organisasi ditinjau dari indikator konsistensi, sehingga skor maksimal 40 dan skor

minimal 8.

a. Baik, jika responden menjawab dengan skor 30-40.

b. Cukup, jika responden menjawab dengan skor 19-29.

c. Kurang, jika responden menjawab dengan skor 8-18.

3.6.4. Metode Budaya Organisasi ditinjau dari Penyesuaian

Pertanyaan mengenai penyesuaian dibuat sebanyak 8 pertanyaan, diukur

dengan menggunakan 8 item pernyataan positif dan 0 item pernyataan negative.

Bobot skor tertinggi 5, dan skor terendah 1, dari skor pertanyaan mengenai budaya

organisasi ditinjau dari indikator penyesuaian, sehingga skor maksimal 40 dan skor

minimal 8.

a. Baik, jika responden menjawab dengan skor 30-40.

b. Cukup, jika responden menjawab dengan skor 19-29.

c. Kurang, jika responden menjawab dengan skor 8-18.


51

3.6.5. Metode Budaya Organisasi ditinjau dari Misi

Pertanyaan mengenai misi dibuat sebanyak 8 pertanyaan, diukur dengan

menggunakan 8 item pernyataan positif dan 0 item pernyataan negative. Bobot skor

tertinggi 5, dan skor terendah 1, dari skor pertanyaan mengenai budaya organisasi

ditinjau dari indikator misi, sehingga skor maksimal 40 dan skor minimal 8.

a. Baik, jika responden menjawab dengan skor 30-40.

b. Cukup, jika responden menjawab dengan skor 19-29.

c. Kurang, jika responden menjawab dengan skor 8-18.

3.7. Metode Analisis data

3.7.1. Pengolahan Data

Menurut Notoatmojo (2010) dalam suatu penelitian, pengolahan data

merupakan salah satu langkah yang penting. Hal ini disebabkan karena data yang

diperoleh langsung dari penelitian masih mentah, belum memberikan informasi

apa-apa dan belum siap untuk disajikan. Untuk memperoleh penyajian data sebagai

hasil yang berarti dan kesimpulan yang baik, diperlukan pengolahan data. Pengolahan

data dari kuesioner, dapat dilakukan secara manual, maupun menggunakan bantuan

komputer (komputerisasi), dengan langkah-langkah sebagai berikut :


52

1. Penyuntingan data (editing)

Hasil wawancara, angket, atau pengamatan dari lapangan harus dilakukan

penyuntingan (editing) terlebih dahulu. Secara umum editing adalah merupakan

kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner.

2. Pemberian kode (coding)

Setelah semua kuesioner diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan

peng”kodean” atau “coding”, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf

menjadi data angka atau bilangan.

3. Memasukkan data (data entry) atau processing

Data, yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk

“kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program atau “software”

komputer. Salah satu paket program yang paling sering digunakan untuk “entri

data” penelitian adalah paket program SPSS for Window.

4. Pembersihan data (cleaning)

Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukkan,

perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya

kesalahan-kesalahan kode, ketidak lengkapan, dan sebagainya, kemudian

dilakukan pembetulan atau koreksi. Proses ini disebut pembersihan data (data

cleaning).
53

3.7.2 Analisis Data

Data yang telah diolah baik dengan pengolahan secara manual maupun

menggunakan bantuan komputer, tidak akan ada maknanya tanpa dianalisis. Tujuan

dilakukan analisis data adalah:

1. Memperoleh gambaran dari hasil penelitian yang telah dirumuskan dalam tujuan

penelitian.

2. Membuktikan hipotesis-hipotesis penelitian yang telah dirumuskan.

3. Memperoleh kesimpulan secara umum dari penelitian, yang merupakan

kontribusi dalam pengembangan ilmu yang bersangkutan. (Notoatmodjo, 2010).

Analisis data dalam penelitian ini meliputi :

1. Analisis Univariat (Analisis Deskriptif)

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. (Notoatmodjo, 2010)

2. Analisis Bivariat

Apabila telah dilakukan analisis univariat tersebut, hasilnya akan diketahui

karakteristik atau distribusi setiap variabel, dan dapat dilanjutkan analisis

bivariat. Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2010).

Uji bivariat menggunakan uji chi Square dengan α 0,05 dengan hipotesa sebagai

berikut:
54

- Ada pengaruh jika P < dari 0,05 sedangkan jika P > 0,05 berarti tidak ada

pengaruh.

3. Analisis Multivariat

Untuk mengetahui hubungan lebih dari satu variabel independen dengan satu

variabel dependen, harus dilanjutkan lagi dengan melakukan analisis multivariat,

dengan menggunakan uji regresi linier berganda pada pengujian dengan tingkat

kepercayaan 95% (α = 0,05), dengan persamaan sebagai berikut (Ghozali, 2005):

Y = bo + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4+ µ

dimana :

Y = Produktifitas kerja perawat

bo = Intercept

b1, b2 , b3, b4 = Koefisien regresi Budaya Organisasi

X1 = Keterlibatan

X2 = Konsistensi

X3 = Penyesuaian

X4 = Penghayatan misi

µ = error of term
55

DAFTAR PUSTAKA

Adam, 2012. www.anditanra.blogspot.com/2012/01/analisis kinerja perawat.html.

Afiah, 2013. Budaya dan Efektifitas Rumah Sakit Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Arnold, D., Capella, L., & Sumrall, D. (1987). Organization culture and the
marketing concept diagnostic keys for hospitals. Journal of Health Care
Marketing.

Budiharto, B. 2012. Hubungan antara kohesivitas kelompok dan sikap perawat


pelaksana dengan produktivitas kerja perawat perawat pelaksana di Ruang
Rawat Inap RSUPN. Dr. Ciptomangun kusumo. Jurnal Medicoeticolegal
dan Manajemen Rumah Sakit. 1 (1).

Doheny, M. O., & Cook, C. B,. & Stopper, M. C. (1982). The discipline of nursing:
an introduction. University of Michigan: R. J. Brady Co.

Darajat N, 2011. Organisasi Rumah sakit, Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Depkes RI., 2006. Pedoman Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan ,
Jakarta.

Denison D.R. (1990) Corporate culture and organizational effectiveness new york:
john Willey and Sons.

Denison, D. R., & Mishra, A. K. (1995). Towards a theory of organizational culture


and effectiveness", organization science.

Depkes RI., 2013. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
Kesehatan (BPPSDMK) , Jakarta.

Efendi, 2008. Pendidikan Dalam Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika.

Ehtesham, M,. Muhammad, T. M,. & Muhammad, S. A. (2011). Relationship


between organizational culture and performance management practices: a
case of University in Pakistan. Journal of Competitiveness.

Ghozali, I., 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

57
56

Gillies, D. A. (1994). Manajemen keperawatan: suatu pendekatan sistem. edisi ke


dua. Philadelphia: W.B Saunders Company.

Hanafiah,, 2013. Peran dan Fungsi Perawat. Diakses tanggal 5 Januari 2015 ;
beequinn.wordpress.com/nursing/kdk-konsep-dasar-keperawatan/peran-
dan-fungsi-perawat/

Hsu, H. Y. (2009). Organizational learning culture's influence on job satisfaction,


organizational commitment, and turnover intention among R & D
professionals in Taiwan during an economic downturn. A dissertation
submitted to the Faculty of the Graduate School of the University of
Minnesota.

Hsiao, H. C., Chang, C., & Tu, Y. T. (2012).The influence of hospital organizational
culture on organizational commitment among nursing executives. African
Journal of Business Management, 6 (44), 10888-10895.

Hariati, 2014. Perencanaan Pengembangan dan Utilisasi Tenaga Keperawatan, Kota


Depok: PT. Raja Grafindo Persada.

Hunaira., 2014. hubungan motivasi dan beban kerja dengan kinerja perawat
pelaksana, Tesis, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Kotter, J. P., & Heskett, J. L. (1992), Corporate culture and performance. New York:
Free Press.

Ketut, G. 2010. Pembuktian budaya organisasi terhadap kepuasan kerja. Article


:UNPAS.

Kurniadi, 2012. //asuhankeperawatanonline.blogspot.com/2012/02/penilaian_kinerja_


perawat_27.html.

Lumbanraja, 2006. Prilaku organisasi, Jakarta. PT Rineka Cipta.

Lok, P. (1997). The influence of organisational culture,sub culture, leadership style


and job satisfaction on organisational commitment. Desertation. School of
Business University of Technology: Sydney.

Marlina., 2014. Hubungan Budaya Organisasi dengan Produktifitas Kerja Perawat


Pelaksana, Tesis, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
57

Marquis & Huston, (2006). Leadership roles and management functions in nursing:
Theory and application. Philadelphia: Lippincott.

Miner John B., 1988. Organizational Behavior:Performance and Productivity, New


York: Random House, Business Divisio.

Minarsih, M. (2011). Hubungan beban kerja dengan produktivitas kerja perawat di


IRNA non Bedah (penyakit dalam) RSUP. DR Jamil Padang. Thesis,
Manajemen Keperawatan, Fakultas Keperawatan, UNAND.
Novilini,2012. http//personalitycitramarchelina.wordpress.com/2012/12/09/physical_
performance_nurses_kinerja_perawat/.

Nursalam., 2012. Manajemen Keperawatan, Jakarta: PT. Salemba Medika.

Notoatmodjo S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Nurfitriani, M. 2011. Pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja perawat rawat inap
dirumah sakit PHC Surabaya. Tesis. UNAIR.

Ndraha,1997. Nilai-Nilai Budaya Organisasi Jakarta: PT. Salemba Medika.

Prasetyo, 2005. Penelitian Survey. Jakarta: PT. Salemba Medika.

Profil Kesehatan Aceh., 2012. Rasio Jumlah Perawat, Provinsi Aceh

PPNI, 1983 Tugas Perawat dan Asuhan Keperawatan

Rida, 2013. pengaruh budaya organisasi terhadapkinerjaperawat pelaksana ruang


rawat inap kelas iii di blud rumah sakit umum daerah dr. pirngadi medan
tahun 2013. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat,Universitas Sumatera
Utara

Robbins, S. P. (1996). Perilaku organisasi, konsep, kontroversi dan aplikasi. edisi


keenam. Jakarta: PT. Bhuana ilmu populer.

Robbins, S.P. (2001) Organizations Behavior, Upper Saddle River, Prentice-hall,


Inc.

Robbins, S. P. (2003) . Perilaku organisasi. jilid dua. Jakarta: Gramedia.


58

Robbins, S. P., & Caulter, M. (2010). Manajemen. edisi kesepuluh, jilid 1. Jakarta:
Erlangga.

Rosa, E. M., Nurachmah, E., & Budiharto, B. (2012). Hubungan antara kohesivitas
kelompok dan sikap perawat pelaksana dengan produktivitas kerja perawat
perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap RSUPN. Dr. Ciptomangunkusumo.
Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah Sakit. 1 (1).

Singarimbun, 2008. Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES.

Sutrisno, 2007. Budaya Organisasi, Jakarta: Kencana Prenadamedia group.

Sunarto, 2004. Prilaku Organisasi, Jakarta: PT Rineka Cipta

Tarjo. (2011). Pengaruh budaya organisasi dan motivasi kerja terhadap kepuasan dan
kinerja perawat, budaya organisasi berpengaruh tidak signifikan terhadap
kepuasan kerja, Tesis, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya,
Malang.

Urrabazo, C. K. (2006). Management’s role in shaping organizational culture.


Journal of Nursing Management.

Wibowo, 2010. Budaya Organisasi, Jakarta : PT. Raja GrafindoPersada

Wafafa (2014), http://personalitiwaf.wordpress.com/2014/12/04/kinerja perawat.

Yanidrawat, K. (2012). Hubungan kepuasan kerja dengan kinerja perawat di ruang


inap rumah sakit umum daerah kabupaten Bekasi, Tesis, Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Brawijaya, Malang.
59

Lampiran 1.

SURAT PENGANTAR KUESIONER PENELITIAN

Dengan hormat,

Saya mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara (USU) Medan, akan melakukan penelitian pada RSUD (Rumah Sakit

Umum Daerah) Kota Langsa, dalam rangka penyelesaian penelitian “Hubungan

Budaya Organisasi dengan Produktifitas Kerja Perawat di Rumah Sakit Umum

Daerah Kota Langsa Tahun 2015”.

Untuk keberhasilan proses penelitian ini saya mohon kerjasama Bapak/Ibu

untuk meluangkan waktu mengisi kuesioner ini. Saya menjamin kerahasiaan, baik itu

dalam hal identitas mau pun semua pernyataan yang terlampir.

Atas kesediaan dan waktu Bapak/Ibu, saya ucapkan terimakasih. Hasil

penelitian ini diharapkan tidak hanya menanbah khasanah Ilmu Kesehatan

Masyarakat saja, melainkan juga sebagai bahan masukan bagi RSUD Kota Langsa

dalam upaya melengkapi sumber daya organisasi untuk meningkatkan produktifitas

kerja perawat pada RSUD Kota Langsa.

Peneliti

DEFRI ARONI
60

INSTRUMEN BUDAYA ORGANISASI

Identitas Responden
1. Umur : ……………. tahun

2. Jenis kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan

4. Status Perkawinan : 1. Belum Kawin 2. Kawin

5. Lama Kerja : ……………tahun

6. Pendidikan : SPK D3 S1

Petunjuk pengisisan:
Beri tanda check list (√) pada salah satu kolom yang disediakan yang paling
menggambarkan tentang keadaan yang anda rasakan sebagai perawat pelaksana

• STS (sangat tidak setuju) : jika pernyataan sangat tidak sesuai dengan
kondisi yang
saudara rasakan
• TS (tidak setuju) : jika pernyataan tidak sesuai dengan kondisi
yang saudara rasakan
•N (Netral ) : jika pernyataan kurang sesuai dengan yang
dirasakan.
•S (setuju) : jika pernyataan sesuai dengan kondisi yang
Saudara rasakan
• SS (sangat setuju) : jika pernyataan sangat sesuai dengan kondisi
yang saudara rasakan
61

No Item Budaya Organisasi STS TS N S SS

A Keterlibatan 1 2 3 4 5

1. Saya dilibatkan oleh kepala ruangan dalam


merencanakan suatu pekerjaan
2 Saya terlibat dalam pemberian tindakan keperawatan

3 Kerja sama antar ruang bidang yang berbeda di


dalam rumah sakit didorong secara aktif.

4. Saya memiliki pemahaman yang mendalam mengenai


kebutuhan pasien
5 Kerja sama tim digunakan untuk menyelesaikan
pekerjaan, dari pada menyelesaikan pekerjaan dengan
cara sendiri-sendiri

6 Saya mengabaikan pendapat pasien

7 Saya menjadikan diskusi untuk menetapkan tindakan


keperawatan yang akan dilakukan

8 Perencanaan pelayanan dilakukan dengan melibatkan


setiap orang dalam prosesnya

B Konsistensi

1 Perawat melaksanakan asuhan keperawatan tepat


waktu sesuai kebutuhan dan batas kemampuan
2 Nilai-nilai yang dibuat rumah sakit harus jelas dan
dijalankan oleh perawat dengan konsisten.

3 Pelayanan keperawatan langsung berdasarkan proses


perawatan dengan penuh tanggung jawab
4 Terdapat kode etik yang membimbing perilaku
perawat dan memberitahu yang benar dan yang salah

5 Kepala ruangan menghargai ide-ide yang diungkapkan


perawat
6 Memilih kesepakatan yang jelas tentang cara yang
benar dan cara yang salah dalam melakukan
pekerjaan.
62

7 Setiap perawat percaya bahwa dirinya memberi


dampak yang positif pada pelayanan yang diberikan

8 Penerapan nilai-nilai dalam bekerja seperti kedisplinan


kekompakan dll, sebagai budaya di lingkungan rumah
sakit

C Penyesuaian

1 Memilih secara kontinu cara yang baru dan lebih baik


dalam hal menyelesaikan pekerjaan.

2 Selalu menciptakan suasana perubahan terhadap


perkembangan yang ada

3 Adanya tanggapan yang positif jika melakukan kerja


sama dengan bidang lain.

4 Komentar dan rekomendasi pasien sering membawa


perubahan.

5 Semua perawat memahami apa yang menjadi


keinginan dan kebutuhan pasien.

6 Staf memastikan masing-masing bidang mengetahui


pekerjaan yang dilakukan bidang lain.

7 Pembelajaran merupakan suatu tujuan penting dalam


kerja perawat sehari-hari

8 Perawat merespon dengan baik setiap pesaing dan


perubahan lain dalam lingkungan rumah sakit

D Misi

1 Kepala ruangan menetapkan visi ruang rawat

2 Perawat selalu menelusuri perkembangan dengan


tujuan yang telah ditetapkan.

3 Terdapat misi yang jelas yang memberikan makna dan


arah bagi perawat .

4 Strategi yang jelas untuk masa depan.


63

5 Arah strategis rumah sakit sangat jelas bagi perawat.

6 Perawat memahami apa yang perlu dilakukan agar


berhasil dalam jangka panjang

7 Visi rumah sakit menciptakan kegairahan dan


motivasi bagi perawat.

8 Kepala ruangan menetapkan strategi yang tepat


dalam menyusunan tindakan keperawatan
64

KUESIONER II : KINERJA PERAWAT

1. Pilihlah salah satu jawaban dari kolom yang telah tersedia sesuai dengan
penilaian saudari
2. Alternatif jawaban dalam kuesioner ini adalah:
SS = Sangat Sering
S = Sering
KK = Kadang-kadang
TP = Tidak Pernah

Berilah tanda checklist (√) pada kolom SS, S, KK, TP yang Anda pilih sesuai
keadaan yang sebenarnya.

NO INDIKATOR SS S KK TP
A. Pengkajian
1. Saya mengumpulkan dan mengelompokkan
data bio-psiko-sosial-spiritual-tentang data
pasien

2. Saya mencatat data yang dikaji sesuai dengan


pedoman tentang pengkajian data pasien

3. Saya melakukan anamnesa, biodata pasien,


keluhan utama dan mengkonfirmasi kepada
ketua tim keperawatan sebagai penanggung
jawaban tentang pasien

4. Saya melakukan anamnesa, biodata pasien,


keluhan utama dengan pengamatan,
wawancara, dan pemeriksaan fisik tentang
data pasien

B. Diagnosis keperawatan
5. Saya menggambarkan tanggapan/respon
pasien terhadap masalah, penyebab dan
gejala/tanda penyakit

6. Saya memvalidasi (mengabsahkan


/membenarkan) diagnosis keperawatan yang
telah saya buat
65

7. Saya melakukan pengkajian ulang dan


merevisi diagnosis berdasarkan data terbaru
C. Perencanaan keperawatan
8. Saya melakukan perencanaan perawatan
berdasarkan penetapan prioritas masalah,
tujuan dan rencana tindakan keperawatan

9. Saya bekerjasama dengan pasien dan anggota


tim/perawat yang lainnya dalam
merencanakan tindakan keperawatan

10. Saya membuat penjadwalan dalam


melaksanakan rencana keperawatan
D. Implementasi keperawatan `
11. Saya memberikan asuhan keperawatan
secara menyeluruh/holistik pada pasien yang
menjadi tanggung jawabanya

12. Saya menghormati martabat dan rahasia


pasien

13. Saya cepat tanggap saat menerima pasien


gawat darurat.

14. Saya memberikan pendidikan/informasi pada


pasien dan keluarga mengenai cara asuhan
diri untuk membantu pasien mengatasi
kesehatannya.

15. Saya berani mengambil keputusan yang


tepat, saat melakukan tindakan keperawatan

16. Saya tanggung jawab setiap melaksanakan


tindakan keperawatan pada pasien

17. Saya bekerjasama dengan perawat lainnya


dalam memberikan asuhan keperawatan
E. Evaluasi Keperawatan `
18. Saya menyusun perencanaan evaluasi hasil
berdasarkan dari intervensi perkembangan
66

pasien yang dilakukan tepat waktu dan


secara terus-menerus

19. Saya menyusun perencanaan evaluasi hasil


dari implementasi secara komprehensif,
tepat waktu, dan terus menerus

20. Saya mendokumentasikan hasil evaluasi

Anda mungkin juga menyukai