Anda di halaman 1dari 27

PERASAAN TIDAK AMAN (INSECURITY)

Makalah
diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah kuliah Karakteristik dan Kompetensi
Populasi Khusus yang diampu oleh Dr. H. Mamat Supriyatna, M.Pd.

Oleh
Lisma Dianita
1604888

DEPARTEMEN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Menurut Semiun (2006) perasaan-perasaan tidak aman yang dalam, tidak
adekuat, bersalah, rendah diri, bermusuhan benci, cemburu, dan iri hati adalah
tanda-tanda gangguan emosi dan dapat menyebabkan mental tidak sehat.
Sebainya, perasaan-perasaan diterima, cinta, memiliki, aman, dan harga diri
masing-masing memberi sumbangan pada kestabilan mental dan dilihat sebagai
kesehatan mental. Dari perasaan-perasaan ini, perasaan aman mungkin yang
sangat dominan karena pengaruhnya merembes pada hubungan antara individu
dan tuntutan-tuntutan kenyataan.
Orang yang bermental sehat adalah orang yang dapat menguasai segala
faktor dalam hidupnya sehingga ia dapat mengatasi kekalutan mental sebagai
akibat dari tekanan-tekanan perasaan dan hal-hal menimbulkan frustasi.
Individu yang tidak aman tidak dapat melakukan hal ini. Ketika frustrasi
atau konflik muncul, dia merasa terbebani. Alih-alih bisa menghadapi situasi
dengan tenang dan mengatasi rasa frustrasi, orang ini merasa tidak mampu
menghadapi stres. Dia takut dan tidak memiliki kepercayaan diri yang dibutuhkan
pada dirinya sendiri untuk mengatasi masalah tersebut, Narramore (1966).
BAB II
RANGKUMAN PERASAAN TIDAK AMAN (INSECURITY)DARI
ENCYCLOPEDIA OF PSYCHOLOGICAL PROBLEMS (NARRAMORE,
CLYDE, M. 1966).
A. Deskripsi
Fenomena psikologis dasar yang umum terjadi pada kebanyakan jenis
gangguan mental dan emosional adalah perasaan tidak aman, permusuhan,
desinfeksi, dan banyak gangguan psikotik memiliki ketidakamanan sebagai
elemen komersil.
Individu yang tidak aman adalah orang yang tidak memiliki perasaan
percaya diri. Dia merasa tidak mampu dan tidak dicintai secara tidak
memadai, dan akibatnya rentan terhadap konflik emosional yang konstan.
Orang yang tidak aman sering merasa tidak percaya diri secara terus-menerus
terhadap kekhawatiran dan kekhawatiran yang terus-menerus.
Orang yang disesuaikan dengan baik memiliki keyakinan dan kemandirian
untuk memenuhi tekanan dan ketegangan kehidupan sehari-hari. Ketika terjadi
konflik atau frustrasi, orang normal memiliki "struktur pertahanan” yang
cukup untuk menangani situasi ini. Dia tidak terbebani oleh kesulitan.
Sebaliknya, dia mampu mengatasi situasi ini dengan sebuah solusi dan dengan
demikian mempertahankan perasaan prihatin terhadap kecukupan pribadi.
Individu yang tidak aman tidak dapat melakukan hal ini. Ketika frustrasi
atau konflik muncul, dia merasa terbebani. Alih-alih bisa menghadapi situasi
dengan tenang dan mengatasi rasa frustrasi, orang ini merasa tidak mampu
menghadapi stres. Dia takut dan tidak memiliki kepercayaan diri yang
dibutuhkan pada dirinya sendiri untuk mengatasi masalah tersebut. Orang
yang disesuaikan dengan baik, di sisi lain, memiliki pertahanan yang adeguate
untuk menangani konflik semacam itu. Karena terbuka untuk menyerang
hampir setiap frustrasi dan konflik, betapapun kecilnya, orang yang tidak
aman tersebut kemudian dapat mengembangkan salah satu dari banyak bentuk
penyakit emosional dan mental.
B. Etiologi
Ada banyak sekali pengalaman sepanjang hidup yang dapat menyebabkan
seseorang mengembangkan perasaan tidak aman. Yang paling sering dibahas
di bawah ini.
1. Penolakan orang tua dan kurangnya kasih sayang. Jika seseorang
bertumbuh menjadi dewasa dengan konsep diri yang sehat dan dengan
perasaan berharga dan layak, penting agar lingkungan awal di rumahnya
memberi dia pertukaran cinta dan kasih sayang yang bebas. Beberapa
orang tua, bagaimanapun, karena ketidakmampuan emosional mereka
sendiri, tidak dapat memenuhi kebutuhan anak-anak mereka akan cinta.
Dalam beberapa kasus, penolakan orang tua mungkin sangat jelas, seperti
pada kasus seorang ibu yang tidak menginginkan bayinya yang baru lahir
dan karena itu gagal memberi perhatian yang cukup kepadanya. Dalam
kasus lain, anak laki-laki mungkin menafsirkan penolakan fakta bahwa
kedua orang tuanya bekerja di siang hari dan menghabiskan sedikit waktu
dengannya di malam hari. Sering kali, misalnya, seorang anak akan berlari
ke orang tua untuk menunjukkan proyek sekolah baru atau mengajukan
pertanyaan, hanya untuk diberi tahu "Pergilah sekarang aku lelah dan ingin
beristirahat sebentar." Jika pola orang tua-anak ini terus berlanjut dalam
jangka waktu yang lama, wajar bila orang muda mengembangkan perasaan
tidak aman yang serius.
2. Orang tua yang menguasai. Anak-anak lain mengembangkan perasaan
tidak aman karena sikap orang tua mereka yang sombong. Beberapa orang
tua mengatur setiap aspek perkembangan anak. Mereka membiarkan anak
tersebut tidak menyimpang dari harapan mereka. Dia mungkin diberi tahu
apa yang harus dipakai, ke mana harus pergi dan apa yang harus dilakukan
dengan sedikit atau tidak ada kesempatan untuk mengungkapkan
perasaannya sendiri. Dalam kasus ini, orang tua kurang memahami anak
itu dan tidak mempertimbangkan perasaannya. Kadang-kadang orang tua
mengatur anak mereka dengan ketat karena ketidakamanan dan ketakutan
mereka sehingga anak bisa lepas kendali. Hal ini membuat anak kecil
merasa bahwa dia tidak mampu melakukan apapun sendiri. Karena orang
tuanya tidak membiarkan dia memiliki individualitas dan kebebasan untuk
membuat keputusan, dia cenderung memasuki masa dewasa dengan sikap
yang sama dan tidak dapat menangani situasi dirinya sendiri. Ketika
ditempatkan di lingkungan yang membuat frustrasi, ia tidak merasa
mampu berdiri sendiri sejak saat kecil ia tidak pernah diizinkan melakukan
ini.
3. Orangtua yang sempurna dan terlalu kritis. Manusia sering belajar dan
berkembang dengan membuat kesalahan. Beberapa guru dan orang tua
gagalmenyadari bahwa anak-anak bukan orang dewasa miniatur. Orangtua
yang tidak aman akan merasa terdorong untuk melihat bahwa anak-
anaknya berfungsi pada puncak efisiensi Bahkan pada masa kanak-kanak
sangat dini, orang tua sering menetapkan tujuan pencapaian yang tidak
realistis untuk anak-anak mereka. Sebagai contoh, saat seorang anak mulai
mengembangkan ucapan beberapa orang tua terus-menerus
membetulkannya untuk memastikan dia akan mempelajari "benar" pola
berbicara. Ketika anak kecil diberi tugas kecil di rumah, ibu mungkin
cepat menunjukkan semua kekurangan dalam penampilannya dan untuk
memberi tahu dia bagaimana dia bisa melakukannya dengan lebih baik.
Saat anak tersebut mulai sekolah, dia terus-menerus mengalami eritisasi
karena gagal mencapai nilai tertinggi.jika dia membawa pulang sebuah
"C" pada rapornya. Seharusnya itu adalah "B." Jika dia membawa pulang
sebuah "B", seharusnya itu adalah "A." Dengan cara ini, orang tua terus-
menerus memberi tahu anak yang tumbuh bahwa mereka tidak puas
dengan penampilannya. Dia jarang dipuji dan dipuji; hanya dikoreksi dan
dikritik. Karena orang ini memasuki masa dewasa, dia akan memiliki
perasaan kegagalan dan ketidakamanan yang mantap. Meskipun dia
mungkin memiliki kemampuan superior, mendapatkan nilai bagus, dan
memegang posisi eksekutif puncak, dia tidak bisa melepaskan perasaan
tidak aman. Menunjukkan fakta kemampuan dan prestasi atasannya tidak
mengatasi masalah. Tahun-tahun kritik orang tua tidak dapat dengan
mudah diatasi tanpa proses terapi yang memberi pemahaman bagaimana
perasaan berkembang.
4. Situasi rumah tidak stabil. Kasus ketidakamanan lainnya berkembang dari
lingkungan rumah awal yang ditandai dengan ketidakstabilan. Orangtua
tua yang hanyut dari pekerjaan ke pekerjaan dan kota ke kota dan yang
gagal memberikan stabilitas dan keamanan ke rumah biasanya
membesarkan anak-anak yang sarat dengan perasaan tidak aman. Orang
dewasa merasa jauh lebih aman dan percaya diri saat mereka tahu apa
yang akan terjadi pada hari, minggu dan bulandi depan. Ini bahkan lebih.
penting bagi anak kecil. Jika orang muda merasa tidak yakin tentang masa
depan; Jika dia tidak tahu apa yang diharapkan melalui dukungan ekonomi
atau emosional, dia kemungkinan akan mengembangkan perasaan tidak
aman dan tidak mampu.
5. Kejam dan disiplin yang keras. Dalam beberapa pola keluarga penolakan
orang tua pergi ke batas yang parah. Dalam kasus ini, orang tua dapat
menimbulkan hukuman fisik yang serius terhadap anak-anak mereka,
bervariasi dari disiplin yang terlalu parah hingga kejadian pemukulan yang
tidak beralasan. Jenis perawatan ini kadang-kadang dilakukan oleh orang
tua beralkohol atau orang-orang dengan gangguan emosional yang parah.
Disiplin bisa tegas dan efektif tanpa sifat fisiknya yang keras. Seorang
anak tumbuh jauh lebih sehat dari cinta dan pengertian daripada yang dia
lakukan karena takut akan hukuman orang tua.
6. Koreksi negative. Beberapa orang tua mencoba menyalurkan perilaku anak
mereka dengan cambuk lisan yang mempermalukan dan meremehkannya.
Mereka mungkin menunjukkan kesalahan anak tersebut dengan
menyebutnya bodoh "atau" tidak tahu apa-apa, "atau dengan menggoda
dan memberinya julukan yang merendahkan martabatnya. Perilaku orang
tua semacam itu dengan mudah menanamkan pada anak kecil itu perasaan
bahwa dia tidak baik" dan tidak layak. Jika orang tua terus-menerus
memanggil anak "bodoh" atau "tidak tahu apa-apa," wajar bila ia
menganggap dirinya sebagai hal itu. Meskipun pernyataan ini dapat
membuat anak malu mematuhi keinginan orang tua untuk sementara
waktu, dalam jangka panjang mereka hanya menciptakan masalah
kepribadian yang serius. Orangtua juga dapat mencoba mendisiplinkan
anak-anak mereka dengan mengancam mereka dengan pengalaman yang
menakutkan seperti "melempar Anda ke dalam lubang," membakar jari-
jari Anda "memberi Anda pergi," mengirim Anda ke sebuah sekolah
reformasi yang memotong lidah Anda yang memberi Anda orang-orang
kulit hitam (pr Orang India) "atau perlakuan lainnya.
Alih-alih ini, orang tua harus menghadapkan atau menghukum anak itu
dengan cara yang benar, menunjukkan kesalahan yang telah dia lakukan
dan menunjukkan kepadanya bagaimana melakukan yang lebih baik. Jenis
koreksi ini menjaga hubungan baik antara orang tua dan anak dan
membantu perkembangan emosional yang sehat.
7. orang tua yang terlalu tua. Beberapa orang tua, ibu khususnya, hampir
sepenuhnya memadamkan perkembangan emosional anak muda itu.
Seorang anak laki-laki atau perempuan tumbuh menjadi orang dewasa
yang sehat dan disesuaikan dengan baik secara gradual. ually belajar untuk
memenuhi situasi kehidupan untuk dirinya sendiri. Tapi beberapa ibu,
misalnya, terus berpakaian chil dren mereka sudah beberapa lama. Alih-
alih secara bertahap mengajar anak itu untuk berpakaian sendiri sebanyak
mungkin, dia merasa harus yakin bahwa dia benar-benar membalutnya
untuk mendapatkan setiap. hal "sempurna." Saat anak keluar bermain
arloji ibu hampir setiap gerakan yang dia buat. Dia ragu-ragu untuk
membiarkan dia bermain dengan anak-anak di lingkungannya karena takut
dia dapat dirugikan secara fisik. Ketika anak tersebut ingin mencoba tugas
baru di rumah, seperti menuangkan susu sendiri, ibunya berkata, "Tidak,
sebaiknya Anda membiarkan saya melakukan itu." Setiap kali anak itu
mencoba melangkah sendiri dan berkata kepada dirinya sendiri dan dunia,
dapat melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh ibu saya sendiri,
"Tidak, Anda tidak bisa, saya akan melakukannya untuk Anda." Seiring
bertambahnya usia anak ini, dia merasa tidak mampu membuat keputusan
sendiri. Sejak bertahun-tahun dia telah dipenuhi dan tidak diijinkan
membuat keputusan sendiri, sekarang mungkin dia bisa merasa mampu
berdiri bis sendiri dan memenuhi frustrasi setiap hari.
8. Perbandingan yang tidak menguntungkan dengan saudara kandung.
Perbandingan satu anak dengan anak lainnya adalah penyebab umum
lainnyaperasaan tidak aman. Beberapa orang tua berusaha memotivasi
seorang anak untuk berbuat lebih baik di sekolah atau untuk memperbaiki
tingkah lakunya dengan mengatakan, "Mengapa Anda tidak dapat seperti
pernyataan Mary Such merugikan anak muda. Intinya, orang tua memberi
tahu anak itu," Anda telah gagal; Mary belum. Saya suka Maria, tapi saya
tidak menyukaimu Dengan cara ini anak tumbuh dengan perasaan bahwa
dia tidak memadai dibandingkan dengan saudara kandungnya. Dia merasa
tidak aman dan takut karena dia terus-menerus diberitahu bahwa dia tidak
sesuai dengan anak yang lain.
9. Ketidakkonsistenan orang tua. Seorang anak lebih bahagia saat dia tahu
apa yang diharapkan. Beberapa orang tua, bagaimanapun, tidak konsisten
dalam metode mereka dalam berurusan dengan seorang anak.
Ketidakkonsistenan ini bisa jadi salah satu dari dua jenis. Salah satu orang
tua, misalnya, mungkin terombang-ambing dari sikap yang baik, penuh
kasih, dan permisif pada suatu hari ke reaksi yang jauh lebih ketat dan
berat terhadap orang lain. Dalam situasi seperti ini anak tidak tahu apa
yang diharapkan dari orang tuanya dari hari ke hari. Hal ini menyebabkan
perasaan tidak aman. Hal lain yang menimbulkan ketidakpastian adalah
ketika kedua orang tua sangat berbeda dalam metode disiplin mereka.
Orang tua mungkin bersikap lunak terhadap anak-anak sementara yang
lain jauh lebih ketat dan parah. Bahkan mungkin ada konflik terbuka
antara orang tua dengan tipe disiplin mana yang harus digunakan. Dalam
kasus ini anak-anak terbelah antara kedua orang tua. Mereka tidak tahu
kepada siapa mereka harus mencari panduan atau apa yang mungkin
mereka harapkan sebagai konsekuensi dari perilaku mereka.
Ketidakpastian tersebut merupakan penyebab utama ketidakamanan.
10. Orang tua yang takut dan tidak aman. Bila orang tua anak sendiri takut
dan tidak aman, wajar bila anak mengembangkan pola serupa. Saat
menceritakan masa kecilnya, seorang wanita, untuk mantan, mengatakan
kepada konselor bagaimana ibunya akan menangkapnya dalam ketakutan
saat badai petir dan merangkak di bawah meja atau tempat tidur.
Seandainya sang ibu bereaksiDengan cara normal anak ini tidak akan
menjadi sangat takut. Tapi karena dia terus-menerus menghadapi situasi
yang menakutkan, dia berkembang menjadi orang yang pemalu dan takut
yang mengalami kesulitan penyesuaian serius di kemudian hari. Salah satu
alasan dasarnya adalah perilaku ketakutan orangtua yang terus berlanjut.
11. Tidak adanya orang tua. Beberapa anak dibesarkan tanpa satu atau kedua
orang tua, namun mereka mencapai penyesuaian kepribadian yang
memuaskan. Dalam kasus seperti itu biasanya ada orang dewasa, mungkin
anggota keluarga, kerabat, guru, atau pria dan wanita lain di masyarakat,
yang berperan sebagai tokoh dewasa yang penting. Tetapi dengan banyak
anak, tidak adanya satu atau kedua orang tua mengurangi perkembangan
kepribadian yang baik. Bila anak laki-laki atau perempuan tidak memiliki
orang tua, dia cenderung bertanya-tanya apakah ada tempat yang hangat
dan aman untuknya di dunia ini. Jika anak hanya memiliki satu orang tua,
dia mungkin terbengkalai atau bahkan terlalu banyak. Dia mungkin juga
bertanya-tanya apa yang akan terjadi padanya jika orang tuanya yang satu
harus mati. Seperti yang dikatakan seorang wanita kepada konselornya,
"Ayahku meninggal saat aku masih sangat muda dan ibuku melakukan
yang terbaik untuk mengatasi kekurangan itu. Aku menjadi sangat dekat
dengan ibuku, tapi aku sering bertanya-tanya apa yang akan terjadi padaku
jika dia meninggal. Dulu saya memikirkan relatif mana yang harus saya
jalani atau apakah saya akan dikirim ke panti asuhan.Bahkan, dalam
kebaikan ibu saya berbicara dengan saya tentang apa yang harus saya
minta jika dia harus meninggal dunia. Aku tahu, mungkin yang dia
lakukan paling baik, tapi aku tumbuh merasa sangat tidak aman. "
12. Pengalaman traumatis. Seseorang terkadang mengalami pengalaman yang
sangat menjengkelkan dan traumatis. Ketakutan dan gangguan emosional
yang terkait dengan kejadian semacam itu dapat tertanam dalam struktur
kepribadian seseorang dan menimbulkan perasaan cemas dan tidak aman
yang serius selama bertahun-tahun yang akan datang. Seorang gadis
remaja, Sebagai contoh, terjadi kecelakaan mobil di mana ibu dan saudara
perempuannya terluka parah. Gadis ini memiliki hubungan dekat dengan
mereka dan kejutan tiba-tiba dari kecelakaan tragis itu terbukti sangat
mengganggu. Setelah beberapa bulan, bagaimanapun, gadis itu sepertinya
mengatasi reaksi penekan yang serius yang merupakan akibat dari
kecelakaan itu. Bertahun-tahun kemudian saat menjalani terapi untuk
gangguan emosional, ditemukan bahwa salah satu penyebab basie dari
perasaan tidak amannya adalah kecelakaan mobil traumatis. Meskipun
wanita itu merasa telah mengatasinya, efek bawah sadar dari pengalaman
traumatis ini terus mencemarinya selama bertahun-tahun. Sebagai seorang
anak, tidak ada yang membantunya mengatasi perasaannya yang dalam,
dan akibatnya efek residu mereka tetap ada.
13. Keadaan situasional di masa dewasa. Beberapa orang dengan pengalaman
masa kecil yang memadai mengembangkan perasaan tidak aman di tahun-
tahun dewasa mereka. Meskipun ini sering kurang parah daripada
gangguan kepribadian lama, mereka bisa sangat menyusahkan. Seorang
wanita berusia empat puluhan, misalnya, melihat seorang psikolog karena
kesulitan perkawinan. Pengujian menunjukkan bahwa dia tidak memiliki
kesesuaian kepribadian yang serius, namun saat ini dia mengalami tingkat
kecemasan dan perasaan tidak aman yang tinggi. Selama konseling,
menjadi jelas bahwa sebagian besar kesulitannya timbul dari hubungan
yang tidak memadai dengan suaminya. Dia menderita kesulitan emosional
yang serius dan dia sering mengungkapkan perasaannya pada
pasangannya. Dia mulai banyak minum beberapa tahun setelah menikah
dan sering mengkritik dan menyiksa istrinya secara fisik. Bertahun-tahun
perlakuan ini mengakibatkan perasaan tidak aman dan takut. Kurangnya
pertobatan sejati dan pemahaman spiritual yang tidak memadai, kasus-
kasus ketidakamanan digabungkan oleh kurangnya pertumbuhan
spiritualdan pengertian. Orang di luar Kristus tidak menyadari keamanan,
kepercayaan diri, dan ketenangan pikiran yang diberikan sepenuhnya
hanya melalui penerimaan Yesus Kristus sebagai Juruselamat Ketika kita
percaya kepada Kristus, Tuhan menjadi Bapa kita dan kita menjadi anak-
anak-Nya. Tetapi sebanyak mungkin seperti yang diterima dia, kepada
mereka memberi dia kekuatan untuk menjadi anak-anak Cod, bahkan bagi
mereka yang percaya pada namanya "Yohanes 1:12), Tuhan juga
mengatakan bahwa kita adalah" ahli waris Tuhan "dan" ahli waris bersama
dengan Kristus. "
Pengetahuan Alkitabiah bagaimanapun harus diinternalisasi dan menjadi
bagian dari kehidupan sehari-hari. Bahkan para pemimpin Kristen yang
memiliki pelatihan seminari bertahun-tahun dapat mengetahui Kitab Suci
namun tidak mengasimilasinya ke dalam keberadaan mereka. Mereka
sebenarnya tidak dapat mengatakan, "Bagi saya untuk hidup adalah
Kristus ... di dalam Dia saya hidup dan bergerak dan memiliki keberadaan
saya. "Kesadaran bahwa sebagai orang Kristen kita berada di dalam
Kristus adalah sumber kepercayaan dan keamanan yang luar biasa. Orang
yang tidak aman perlu menyadari bahwa dia ada di tangan Bapa:" Dan
Saya memberi mereka hidup yang kekal dan mereka tidak akan pernah
binasa, dan tidak ada orang yang mencabut mereka dari tanganku. Bapa-
Ku, yang memberi mereka aku, lebih besar dari segalanya; dan tidak ada
seorangpun yang dapat mencabutnya dari tangan Bapa-Ku "(Yohanes 10:
28,29). Tanpa jaminan akan kehidupan enternal dan pengawasan
keselamatan Allah ini, seseorang jauh lebih rentan terhadap perasaan tidak
aman dan tidak mampu.
C. Treatment
Konseling dengan orang yang menderita perasaan tidak aman dan takut
sangat bermanfaat. Ini adalah kepuasan besar untuk melihat seseorang dengan
kurang percaya diri berangsur-angsur berkembang menjadi orang dewasa yang
dewasa dan aman dengan peningkatan rasa kecukupan dan kegembiraan dan
semangat baru. Pada beberapa individu dengan perasaan ketidakamanan yang
kurang serius, banyak kemajuan hanya boleh dilakukan dalam delapan atau
sepuluh sesi. Namun, dalam kebanyakan kasus, terapi perlu berlanjut selama
beberapa minggu jika orang tersebut benar-benar menyelesaikan sikapnya dan
mengganti perasaannya dengan penyesuaian baru dan yang lebih baik.
Langkah pertama dalam konseling dengan individu yang tidak aman
adalah membiarkan dia mengekspresikan secara bebas ketakutan, keragu-
raguan dan ketidakamanan yang mengganggu kebahagiaan pribadinya.
Kesempatan untuk mendiskusikan perasaan ini merupakan aspek penting
terapi. Dalam banyak kasus, konselor adalah individu pertama yang
dengannya orang tersebut merasa bebas untuk mendiskusikan perasaan
terdalamnya.
Saat konseli mulai memikirkan perasaannya saat ini, konselor akan ingin
memulai tahap dasar kedua dalam terapi. Ini adalah evaluasi pengalaman
dalam latar belakang subjek yang telah menyebabkannya menjadi seperti ini.
Dengan terampil menanyai konselor dapat mengarahkan orang tersebut untuk
mendiskusikan hubungan awal dengan orang tuanya, guru dan tokoh penting
lainnya. Karena hal ini dilakukan, orang tersebut harus mulai melihat
hubungan antara pengalaman awalnya dan perasaannya saat ini. Tidak cukup
hanya mendiskusikan pengalaman masa lalu. Hanya karena orang tersebut
memahami hubungan pengalaman masa kecil dengan sikapnya saat ini,
perasaannya akan kehilangan pegang. Pertanyaan yang sering diajukan oleh
konselor yang terlatih adalah, "Bagaimana perasaan Anda bahwa pengalaman
ini telah mempengaruhi penyesuaian emosional Anda selama bertahun-
tahun?" atau "Kapan ini terjadi pada Anda, bagaimana perasaan Anda?"
Proses mendapatkan wawasan ini adalah inti dari terapi dan biasanya
membutuhkan sejumlah sesi konseling. Semua kemungkinan penyebab
keresahan yang tercantum di atas akan dipikirkan dengan hati-hati untuk
melihat mana yang memberi petunjukuntuk memahami masalah spesifik yang
dihadapi konseli.
Saat orang tersebut mulai mendapatkan kelegaan gejala dari
mendiskusikan masalahnya dan menerima wawasan tentang penyebab
perilakunya, konselor akan membawa ke jantung terapi pertumbuhan dan
pemahaman spiritual klien. Pengalaman menunjukkan bahwa klien yang
membuat kemajuan paling signifikan dan abadi adalah mereka yang telah
mendapat pemahaman menyeluruh tentang posisi mereka di dalam Kristus.
Pertobatan rohani yang sejati dan jalan yang dekat dengan Tuhan sangat
penting dalam mengatasi perasaan tidak aman.
Individu yang tidak aman membutuhkan cinta, pengertian dan stabilitas.
Firman Tuhan berbicara dengan otoritas atas masalah-masalah ini. Kitab Suci
mengajarkan kebutuhan kita akan Juruselamat dan bimbingan lanjutan-Nya.
Ketika orang percaya mulai memahami hubungan indah Allah dengan
manusia, dia mendapatkan rasa percaya diri dan sukacita baru yang tidak
mungkin di luar Kristus. Seluruh proses kehidupan manusiawi dan eksistensi
menjadi fokus ketika seseorang memahami ajaran Tuhan yang abadi.
Percaya diri cerah bagi mereka yang berada di dalam Kristus dan yang
tahu bahwa dengan kedatangan-Nya segera mereka akan diubah menjadi
serupa dengan kemurkaan-Nya. Salah satu sumber dorongan dan pertumbuhan
terbesar bagi individu yang tidak aman adalah kebenaran besar yang
diucapkan oleh Rasul Paulus, "Sebab aku diyakinkan, bahwa baik maut,
maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah,
maupun kekuatan, atau hal-hal yang hadir, atau tidak hal-hal yang akan
datang, atau tinggi, atau kedalaman, atau makhluk lainnya, tidak dapat
memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita
"(Roma 8: 38.39). Memang, kehidupan di dalam Kristus membawa keamanan.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Deskripsi
Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari keluhan dan
gangguan mental baik berupa neurosis maupun psikosis (penyesuaian diri
terhadap lingkungan sosial) Orang yang sehat mental akan senantiasa merasa
aman dan bahagia dalam kondisi apapun, ia juga akan melakukan intropeksi
atas segala hal yang dilakukannya sehingga ia akan mampu mengontrol dan
mengendalikan dirinya sendiri. Semiun (2006).
Menurut Semiun (2006) gangguan-gangguan kecemasan masa kanak-
kanak. Gangguan kecemasan pada masa kanak-kank meliputi gangguan rasa
kecemasan akan perpisahan (separation anxiety disorder), gangguan untuk
menghindar (avoidant disorder), dan gangguan kecemasan yang berlebihan
(overanxious disorder).
Namora Lumongga Lubis (2009) menjelaskan bahwa kecemasan adalah
tanggapan dari sebuah ancaman nyata ataupun khayal. Individu mengalami
kecemasan karena adanya ketidakpastian dimasa mendatang. Kecemasan
dialami ketika berfikir tentang sesuatu tidak menyenangkan yang akan terjadi.
Menurut Atkinson (2001) (dalam Yanti, dkk., 2013) kecemasan adalah
perasaan tidak menyenangkkan, yang ditandai dengan istilah-istilah seperti
kekhawatiran, keprihatinan, dan rasa takut yang kadang-kadang dialami dalam
tingkatan yang berbeda-beda.
Menurut Nugraha PY, dkk. (2009) (dalam Dentino, 2014: 36) rasa takut
adalah emosi pertama yang diperoleh bayi setelah lahir. Rasa takut merupakan
suatu mekanisme protektif untuk melindungi seseorang dari bahaya dan
pengrusakan diri. Definisi lain menyebutkan takut (fear) merupakan suatu
luapan emosi individu terhadap adanya perasaan bahaya atau ancaman yang
merupakan gabungan dari beberapa faktor antara lain, perilaku yang tidak
menyenangkan seperti ancaman yang menakutkan yang akan terjadi.
Pengertian rasa takut dengan cemas secara literatur digunakan secara
bergantian dan masih sulit dibedakan.
Swastini, dkk. (2007) (dalam Dentino, 2014) Walaupun sulit
membedakan rasa takut dan cemas, keduanya merupakan suatu hal yang
berbeda. Kecemasan adalah suatu sinyal yang menyadarkan dan
memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan
seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman. Sedangkan rasa
takut adalah respon dari suatu ancaman yang asalnya diketahui, eksternal,
jelas atau bukan bersifat konflik. Rasa takut dianggap oleh beberapa peneliti
sebagai salah satu emosi dasar manusia.
B. Karakteristik dan Etiologi
Belladonna, dkk. (2009) (dalam Dentino, 2014) Gejala rasa takut berupa
jantung yang berdebar-debar, berkeringat dan bergetarnya otot tubuh seperti
bergetarnya bibir. Selain itu rasa takut juga menunjukkan gejala berupa kulit
yang menjadi pucat. Hal ini terjadi jika mengalami ketakutan yang tinggi.
Gejala kecemasan juga tidak terlalu berbeda dengan rasa takut yaitu terlihat
pada penampilan fisik ataupun perubahan yang terjadi pada mental seseorang.
Secara fisiologis gejala kecemasan berupa telapak tangan berkeringat,
gemetar, pusing ataupun jantung yang berdebar-debar pada saat berhadapan
dengan situasi yang menantang. Rasa takut dan cemas terjadi karena individu
tidak mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan pada umumnya.
Menurut Savitri Ramaiah (2003:11) ada beberapa faktor yang
menunujukkan reaksi kecemasan, diantaranya yaitu :
a. Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara berfikir
individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan
karena adanya pengalaman yang tidak menyenangkan pada individu
dengan keluarga, sahabat, ataupun dengan rekan kerja. Sehingga
individu tersebut merasa tidak aman terhadap lingkungannya.
b. Emosi yang ditekan Kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu
menemukan jalan keluar untuk perasaannya sendiri dalam hubungan
personal ini, terutama 15 jika dirinya menekan rasa marah atau frustasi
dalam jangka waktu yang sangat lama.
c. Sebab-sebab fisik Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan
dapat menyebabkan timbulnya kecemasan. Hal ini terlihat dalam
kondisi seperti misalnya kehamilan, semasa remaja dan sewaktu pulih
dari suatu penyakit. Selama ditimpa kondisi-kondisi ini, perubahan-
perubahan perasaan lazim muncul, dan ini dapat menyebabkan
timbulnya kecemasan. http://eprints.uny.ac.id/9709/2/BAB%202%20-
07104244004.pdf
Mustamir Pedak (2009:30) membagi kecemasan menjadi tiga jenis
kecemasan yaitu:
a. Kecemasan Rasional. Merupakan suatu ketakutan akibat adanya
objek yang memang mengancam, misalnya ketika menunggu hasil
ujian.Ketakutan ini dianggap sebagai suatu unsur pokok normal dari
mekanisme pertahanan dasariah kita.
b. Kecemasan Irrasional. Yang berarti bahwa mereka mengalami emosi
ini dibawah keadaankeadaan spesifik yang biasanya tidak dipandang
mengancam. 18
c. Kecemasan Fundamental. Kecemasan fundamental merupakan suatu
pertanyaan tentang siapa dirinya, untuk apa hidupnya, dan akan
kemanakah kelak hidupnya berlanjut. Kecemasan ini disebut sebagai
kecemasan eksistensial yang mempunyai peran fundamental bagi
kehidupan manusia.
Menurut Agung (Susyanti, 2010) (dalam jurnal yang diakses di
http://www.e-jurnal.com/2014/03/ciri-ciri-kepercayaandiri.html)
mengelompokkan beberapa ciri-ciri orang yang percaya diri dengan yang
tidak percaya diri, yaitu:
NO Orang Yang Percaya Diri Orang Yang Tidak Percaya Diri
1 Bertanggung jawab terhadap Kurang berprestasi dalam studi
keputusan yang dibuat sendiri
2 Mudah menyesuaikan diri Malu dan canggung
dengan lingkungan
3 Mau bekerja keras untuk Tidak bisa menunjukkan
mencapai kemajuan kemampuan diri
4 Pegangan hidup cukup kuat Tidak berani mengungkapkan ide-
dan mampu mengembangkan ide
motivasi
5 Yakin atas peran yang Cenderung hanya melihat dan
dihadapinya menunggu kesempatan
6 Berani bertindak dan Membuang-buang waktu dalam
mengambil setiap kesempatan mengambil keputusan
yang dihadapinya
7 Menerima diri secara realistik Rendah diri bahkan takut dan
merasa tidak aman
8 Menghargai diri secara positif Apabila gagal cenderung untuk
menyalahkan orang lain
9 Yakin atas kemampuannya Suka mencari pengakuan dari
sendiri dan tidak terpengaruh orang lain
orang lain
10 Optimisme, tenang, dan
tidak mudah cemas
11 Mengerti akan kekurangan
orang lain
Berikut ini merupakan beberapa alasan anak-anak memiliki gangguan
mental menurut Semiun (2006), saya hanya mengambil sebagaian yang
dianggap menjadi faktor penyebab perasaan tidak aman pada anak:
a. Pelindungan yang berlebihan. Apabila orang tua secara sadar atau
tidak sadar mencegah anak mengembangkan otonomi yang normal
dalam interaksinya dengan lingungan, maka dapat dikatakan orang tua
terlalu melindungi anak. Ini mungkin terungkap dalam bentuk kasih
sayang yang berlebihan dengan cara memanjakan anak, atau dengan
mengontrol anak dengan bersikap dingin (kaku) atau menguasainya.
Sering kali perlindungan yang berlebihan itu juga disebabkan oleh
kecemasan-kecamasan orang tua karena perasaan-perasaan yang tidak
adekuat, kesulitan-kesulitan dalam memahami anak, kematian ana-
anak lain, atau anak menderita penyakit yang berat. Perlindungan yang
berlebihan mengganggu usaha anak untuk menguji kemampuannya
dalam menghadapi tekanan-tekanan dari lingkungan yang
menyebabkan dia kurang siap dalam menghadapi kenyataan-kenyataan
hidup di luar rumah dan keluarga. Anak yang terlalu dilindungi akan
menjadi orang yang penurut atau terlalu banyak yang menuntut, cemas,
dan rasa tidak aman.
b. Pertentangan dalam perkawinan dan keluarga retak. Pertentangan
dalam perkawinan yang menyebabkan terjadinya perpisahan dan
perceraian mungkin sekali merupakan kondisi yang merusak dan
menghambat, serta mengancam pertumbuhan kepribadian yang sehat.
Permusuhan dan kekacauan emosi yang dihadapi anak dalam kondisi
perkawinan orang tua yang demikian menyebabkan anak merasa sulit
dan kadang-kadang anak tidak mungkin mengembangkan hubungan
antar pribadi yang normal. Dia dibuat merasa cemas dan tidak aman,
dan dengan demikian menjadi dasar bagi gangguan kepribadian dan
tingkah laku.
Menurut Mulyadi (2006) menjelaskan bahwa terdapat beberapa sebab
utama ketakutan pada anak, yaitu:
a. Orang tak dikenal. Ketakutan pada orang tak dikena atau orang asing
merupakan tahapan normal yang dilalui anak. Ketakutan pada orang
asing mulai berkembang pada usia 6 bulan dan mencapai puncaknya
pada usia 18-24 bulan. Bayi akan belajar mengenal wajah orang tuanya
dengan cepat. Setiap orang yang tampak asing merupakan hal yang
menakutkan dan akan mempengaruhi rasa amannya.
b. Hewan tertentu. Rasa takut anak terhadap binatang biasanya muncul
pada usia 3 tahun, misalnya saja ia takut pada anjing, kucing, atau
laba-laba. Rasa takut ini bisa timbul karena pengalaman buruk yang
dialami langsung. Rasa takut juga berkembang karena transfer
pengalaman dari orang dekat.
c. Mimpi buruk. Perasaan takut pada anak ada yang bersifat nyata, dan
ada yang bersifat khayalan, misalnya takut pada monster. Perasaan taut
ini seringkali muncul dalam bentuk mimpi buruk. Imajinasi anak dapat
membuatnya percaya bahwa mimpi buruknya benar-benar nyata.
Kejadian yang menyebabkan stress pada anak, masalah di rumah atau
di sekolah, makanan yang dikonsumsi sebelum tidur, pindah rumah,
kematian orang terdekat, sakit yang diderita anak, atau film yang
menautkan dapat membuat anak mengalami mimpi buruk. Menurut
Sylvia Rimm, mimpi buruk umum dialami oleh anak-anak usia 3-6
tahun, bahkan lebih.
d. Kehilangan/berpisah dengan orang tua. Menurut salah seorang ahli
psikologi Erik Erikson, sejak lahir hingga usia satu tahun bayi akan
mengembangkan sikap percaya atau tidak percaya pada orang tua dan
orang dewasa yang mengasuhnya. Bayi yang mengembangkan rasa
percaya dapat menoleransi ibunya meninggalkannya untuk sementara
waktu dan dia yakin ibunya akan kembali lagi. Perasaan taut
ditinggalkan oleh orang tuanya biasanya mulai berembang pada usia 8-
12 bulan dan paling sering terjadi pada usia 1-2 tahun. Pada tahap ini
anak beum memahmi bahwa orang yang tidak dilihatnya sebenarnya
tetap ada dan akan kembali.
e. Sekolah/TK. Bagi sejumlah anak, bersekolah merupakan kegiatan yang
menyenangkan karena mereka dapat melakukan berbagai aktivitas
bersama teman-teman. Namun untuk sebagian anak lainnya, sekolah
dapat menjadi hal yang tidak menyenagkan bahkan menakutkan,
karena anak masih takut berpisah dari orang tua, takut akan
menghadapi suasana baru yang belumpernah mereka alami
sebelumnya, atau takut terhadap perilaku anak lain yang akan
menyakitinya.
f. Tempat atau situasi asing. Dalam hidup manusia akan selalu menemui
situasi dan tempat yang baru. Bagi sebagian anak tempat yang masing
asing menjadi suatu yang sangat menarik dan menggugah rasa ingin
tahunya. Sementarabagi sebagian anak lainnya, tempat baru bisa
menjadi suatu yang menakutkan dan tidak menyenangkan sehingga ia
justru menghindar dan menarik diri. Ketakutan terhadap tempat baru
dan asing merupakan hal yang normal terjadi pada anak, disebabkan
karena anak sama sekali belum mengenal seluk-beluk tempat asing
tersebut dan ketidak tahuan ini menjdi sesuatu yang menakutkan. Rasa
takut bisa dikatakan sebagai salah satu bentuk pertahanan diri anak
terhadap sesuatu yang tidak diketahuinya.
C. Kompetensi
1. Kepribadian pada masa awal kana-kanak. Inilah masa dimana usaha-usaha
sosialisasi benar-benar dilakukan. Masa ini dimulai pada anak yang
berusia 2-5 tahun. Pada masa ini, anak mulai menyadari individualitasnya,
dan dia dihadapkan dengan masalah kekuasaan dan disiplin. Pada masa
awal kanak-kanak dia sudah mulai memperlihatkan bahwa dia tidak begitu
tergantung lagi seperti pada masa sebelumnya, sebaliknya dia
memperlihatkat sikap otonomnya dalam hal gerak, bisa mengurusi dirinya
sendiri dalam kebutuhan-kebutuhan yang sederhana, dan perkembangan
tingkah laku sosial.
Beberapa penyebab dari tingkah lau abnormal kemudian yang dapat
dianggap berasal dari masa awal kanak-kanak adalah hubungan orang tua-
anak, kekuasaan dan disiplin, pembiasaan kebersihan (toilet training),
perkembangan seksual, agresi, dan permusuhan, hubungan dengan
saudara-saudara kandung, frustasi yang ekstrem, dan pengalaman
traumatis lain.
2. Kepribadian pada akhir masa kanak-kanak. Ahir masa kanak-kanak
biasanya mulai pada usian 5 atau 6 tahun dan tepat pada waktu anak mulai
sekolah. Ini adalah masa yang ditandai dengan pertumbuhan fisik yang
kuat dan munculnya kemampuan-kemampuan intelektual yang sangat
penting. Pada akhir masa kanak-kanak, anak memperluas lingkungan
kegiatan sosialnya di luar lingkungan keluarga.
Pada masa ini anak menghadapi pengalaman bersaing. Kegagalan-
kegagalan dan penolakkan-penolakkan sangat berarti baginya. Dengan
bertambahnya perhatian terhadap tingah laku etis dan moral, maka anak
didorong oleh perasaan akan kewajiban dan prestasi. Minatnya beraneka
ragam dan pada masa ini bakat-bakatnya yang laten dapat ditemukan.
Anak sering hidup dalam dunia khayalan, tetapi dia sering menguji
khayalannya ini dengan bekerja dan bermain. Dia meniru hidup orang
dewasa dengan tujuan supaya dia dapat mengungkapkan dan memahami
peran-peran orang dewasa dalam masyarakat. Bidang-bidang penyesuaian
diri yang kritis dibagi menjadi tiga kategori: perkembangan fisik,
penyesuaian diri di sekolah, dan sosialisasi.
3. Kepribadian pada masa remaja. Masa remaja digunakan untuk
menunjukkan masa peralihan dari ketergantungan dan perlindungan orang
dewasa pada ketergantungan terhadap diri sendiri dan penentuan diri
sendiri. Inilah masa yang sangat penting dalam mempelajari teknik-teknik
kehidupan yang sehat. Masa ini mulai pada usia 12 tahun dan berakhir
sekitar usia 17 atau 18 tahun. Masa remaja ditandai dengan munculnya
serangkaian perubahan fisiologis yang kritis, yang membawa individu
pada kematangan fisik dan biologis. Perubahan-perubahan ini lebih cepat
terjadi pada anak perempuan (kadang-kadang terjadi pada usia 9 atau 10
tahun), sedangkan pada anak laki-laki perubahan ini mungkin baru terjadi
pada usia 12 tahun. Sejalan dengan perubahan-perubahan biologis yang
mendasar itu, tampaklah beberapa perubahan psikologis, misalnya anak
makin tidak tergantung pada pada ikatan-ikatan keluarga, perhatian
terhadap hubungan heteroseksual meningkat, perasaan frustasi pada
ambang kematangan, pematangan minat dan ambisi yang berhubungan
dengan pekerjaan.
4. Kepribadian pada masa awal dewasa. Dengan berakhirnya masa remaja
mak proses perkembangan individu dianggap selesai, dan masyarakat
memandangnya sebagai orang dewasa. Tetapi kadang-kadang terjadi
ketergantungan remaja diperpanjang dan melampaui usia belasan tahun
karena pendidikan bertahun-tahun diperlukan bagi karir usaha dan
professional. Pada umumnya, individu dianggap dewasa jika dia mulai
bertanggung jawab untu membentuk keluarga sendiri dan mampu
memeliharanya secara otonom. kriteria lain yang penting adalah mampu
menyesuaikan diri secara memuaskan dengan pekerjaan.
Meskipun orang dewasa menghadapi sejumlah krisis yang mempengaruhi
pekembangan kepribadiannya dan beberapa diantara krisis-krisis tersebut
menjadi penyebab utama tingkah laku abnormal, namun krisis-krisis itu
lebih sering menjadi penyebab sekunder atau penyebab yang mempercepat
gangguan-gangguan kepribadian yang terjadi kemudian. Individu yang
mencapai masa dewasa dengan perasaan aman dan percaya akan
kemampuan-kemampuannya sendiri mungkina akan mengalami
kecemasan dan gangguan di tengah suatu krisis, tetapi dia akan
menghadapinya secara realistic dan mengadakan penyesuaian diri yang
adekuat. Sebaliknya, orang dewasa muda yang memiliki persaan tidak
aman pada masa kanak-kanak atau remaja, atau ketidak mampuan
menyesuaikan diri yang lain apabila menghadapi krisis yang sama
mungkin cepat terkena oeh suatu gangguan kepribadian, misalnya depresi,
kecemasan yang berkepanjang, atau gangguan psikosomatik.
5. Kepribadian pada masa usia setengah tua. Meskipun batas-batas usia pada
masa ini sulit ditentukan dan dapat saja disebut sebagai “akhir masa
dewasa”, namun dapat dianggap bahwa masa ini berlangsung mulai pada
saat diman status perkawinan, pekerjaan, dan sosia individu lebih menjadi
tetap dan sampai ke masa klimakterik atau menopause. Pada tahap
kehidupaan ini akan terjadi banyak sekali penyakit mental dan emosional.
Tetapi, gangguan-gangguan muncul pada masa usis setengah tua tidak
dapat dikatakan bahwa penyebabnya adalah faktor bioogis atau psikologis
yang terjadi pada masa usia setengah tua it. Perubahan-perubahan yang
terjadi mada masa usia setengah tiiua itu hanya memungkinkan timblnya
atau mempercepat gangguan-gangguan yang sudah ada.
Bidang-bidang penyesuaian diri utama yang harus dihadapi padasa usia
setengah tua adalah menurunnya kekuatan fisik, perubahan susunan
keluarga, terbatasnya kemungkinan perubahan pada masa yang akan
datang, dan klimak terik atau menopause.
D. Tantangan
Semakin mereka kehilangan kepercayaan diri maka akan semakin
menghambat mereka dalam mengembangkan potensi diri, pesimis dalam
menghadapi tantangan, takut dan ragu-ragu dalam menyampaikan gagasan,
bimbang dalam menentukan pilihan dan sering membanding-bandingkan
dirinya dengan orang lain.
Yustinus Semiun (2006:321) membagi beberapa dampak dari kecemasan
kedalam beberapa simtom, antara lain:
a. Simtom suasana hati Individu yang mengalami kecemasan memiliki
perasaan akan adanya hukuman dan bencana yang mengancam dari
suatu sumber tertentu yang tidak diketahui. Orang yang mengalami
kecemasan tidak bisa tidur, dan dengan demikian dapat menyebabkan
sifat mudah marah.
b. Simtom kognitif Kecemasan dapat menyebabkan kekhawatiran dan
keprihatinan pada individu mengenai hal-hal yang tidak
menyenangkan yang mungkin terjadi. Individu tersebut tidak
memperhatikan masalah-masalah real yang 22 ada, sehingga individu
sering tidak bekerja atau belajar secara efektif, dan akhirnya dia akan
menjadi lebih merasa cemas.
c. Simtom motor Orang-orang yang mengalami kecemasan sering merasa
tidak tenang, gugup, kegiatan motor menjadi tanpa arti dan tujuan,
misalnya jari-jari kaki mengetuk-ngetuk, dan sangat kaget terhadap
suara yang terjadi secara tiba-tiba. Simtom motor merupakan
gambaran rangsangan kognitif yang tinggi pada individu dan
merupakan usaha untuk melindungi dirinya dari apa saja yang
dirasanya mengancam.
E. Ilustrasi
Tribunnews.Com, Jakarta - Psikologis sembilan pelaku bullying atau
perundungan terhadap siswi sekolah dasar diselimuti rasa takut.
Sembilan pelaku perundungan yang masih di bawah umur itu, telah
diserahkan ke Kementerian Sosial untuk menjalani proses rehabilitasi.
Sembilan siswa Sekolah Menengah Pertama tengah menjalani
pemeriksaan secara psikologi atau proses rehabilitasi di Panti Sosial Marsudi
Putra Handayani Jakarta. Tepatnya, di Rumah Antara, Bambu Apus,
Cipayung.
Kepala Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani, Neneng Hariyani
menerangkan, sembilan pelaku perundungan merasa ketakutan. Sebab,
perundungan yang mereka lakukan terhadap SB, siswi Sekolah Dasar, viral di
media sosial.
Mereka takut tak lagi diterima di lingkungan sekolah baru. Karena anak-
anak yang melakukan perundungan dikembalikan kepada orangtuanya. Sesuai
Instruksi Gubernur DKI Nomor 16 Tahun 2015 tentang pencegahan kekerasan
di sekolah, siswa pelaku perundungan harus tetap sekolah. Namun, berpindah
dari sekolah asal.
F. Treatment
Berikut adalah beberapa strategi yang Tyrrell gunakan dengan Holly dan
mereka mungkin bisa membantu Anda juga, saat merawat klien yang tidak
aman.
1. Ingatkan mereka apa yang sebenarnya terjadi dengan berhati-hati dengan
apa yang Anda katakana Jangan bicara dalam hal 'kecemasan' atau
'kekhawatiran' mereka, melainkan berbicara kepada mereka dalam hal
'imajinasi' mereka, apa yang telah mereka lakukan '.Ini bukan untuk
mengabaikan atau meremehkan rasa sakit dan kegelisahan yang
sebenarnya mereka alami tapi untuk mengingatkan mereka apa realitas
situasinya.
2. Bantu mereka tahu apa yang nyata
kategori ini termasuk dalam kategori 'unknown knowns' - apa yang Anda
ketahui bahwa Anda bahkan tidak tahu bahwa Anda tahu. Ini
memberdayakan untuk memindahkan kemampuan untuk membedakan
realitas dan fantasi ke dalam kategori 'known knowns' - sesuatu yang Anda
tahu bahwa Anda tahu, dan karena itu dengan sengaja dapat memilih untuk
melakukannya. Anda berada di jalan untuk mengatasi keresahan batin saat
Anda tahu bahwa Anda dapat mengetahui imajinasi dari kenyataan.
Anda benar-benar berada di jalan untuk mengatasi keresahan batin saat
Anda tahu bahwa Anda tahu bagaimana menceritakan imajinasi dari
kenyataan.
3. Bantu klien Anda rileks
Menurut Tyrrell Ketidakamanan hubungan dipicu oleh kegelisahan (dan
kebiasaan). Jadi kita perlu membantu klien kita belajar mengasosiasikan
memiliki pikiran tentang hubungan mereka dengan ketenangan fisiologis -
merasa tenang.
Emosi yang kuat membuat imajinasi menjadi overdrive, menyebabkan kita
menjadi yakin bahwa apa yang kita bayangkan pasti nyata karena sangat
kuat (karena emosi).
4. Bantu klien Anda berhenti 'membaca pikiran'
Dengan asumsi, yakin, bahwa kita tahu apa yang dipikirkan orang lain,
karena kita dapat membayangkan apa yang mereka pikirkan, adalah cara
yang pasti untuk memutus hubungan dengan mereka. Ini dijamin membuat
mereka merasa salah paham.
5. Fokus pada perbedaan
Bagian otak yang memproses ancaman cenderung berusaha membuat kita
tetap aman di masa depan dengan 'berbuat salah dari sisi kehati-
hatian'. Hal ini dilakukan dengan membuat kita terlalu
menggeneralisasi ancaman dari peristiwa atau pengalaman tertentu (atau
kumpulan pengalaman).
6. Bantu mereka menghindari 'perangkap kepastian' dan percayailah dengan
baik
Orang sering salah paham ini. Sangat penting untuk mengetahui bahwa
bahkan orang yang paling dapat dipercaya tidak
dapat membuktikan 100% bahwa mereka dapat dipercaya. Keraguan selalu
bisa diciptakan seputar apapun dan siapapun.
Menjalani pengalaman masa lalu (bahwa hal itu selalu terbukti dapat
dipercaya sejauh ini) dan memiliki keyakinan , diinformasikan oleh
pengamatan tentang hal itu, bahwa hal itu dapat dipercaya di masa depan.
7. Bantu mereka menyebarkan risikonya
Inti keresahan hubungan terletak pada pesimisme, kurangnya keyakinan
bahwa masa depan bisa menjadi tempat yang baik.
Membuatnya membayangkan betapa mengerikan 'bagaimana jika' itu
sendiri. Dan untuk membayangkan dirinya benar-benar kesal namun
bertahan, tidak apa-apa, dunia tidak berakhir dan dia masih terus maju
dalam kehidupan.
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Perasaan tidak aman merupakan jenis gangguan mental dan emosional
yang sering terjdi misalnya seperti pada kecemasan, rasa takut dan tidak percaya
diri dalam keadaan-keadaan tersebut terdapat pperasaan tidak aman yang dialami
atau dirasakan oelh seorang individu.
Terdapat banyak faktor yang menyebabkan perasaan tidak aman,
kecemasan, ketakutan dan tidak percaya diri.
DAFTAR PUSTAKA

Dentino. (2014). Peranan Penyuluhan Demonstrasi Terhadap Rasa Takut Dan


Cemas Anak Selama Perawatan Gigi Di Puskesmas Cempaka Putih
Banjarmasin. Jurnal Kedokteran Gigi. Vol II. No 1. [online]. Diakses dari
http://fkg.ulm.ac.id/id/wp-content/uploads/2016/01/PERANAN-
PENYULUHAN-DEMONSTRASI-TERHADAP-RASA-TAKUT-DAN-
CEMAS-ANAK-SELAMA-PERAWATAN-GIGI-DI-PUSKESMAS-
CEMPAKA-PUTIH-BANJARMASIN.pdf
http://www.tribunnews.com/metropolitan/2017/07/21/psikologis-9-pelaku-
bullying-terhadap-siswa-sekolah-dasar-diselimuti-rasa-takut. Diakses pada
jum’at 17 November 2017.
Muyadi, Seto. (2006). Membantu anak balita mengelola ketakutan. Jakarta:
Erlangga for kids
Narramore, Clyde, M. (1966). Encyclopedia of Psychological Problems.
Michigan: Zondervan Publishing House
Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan Mental 1. Yogyakarta: Kanisius
Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan Mental 2. Yogyakarta: Kanisius
Tyrrell, Mark. (TT). 7 Powerful Ways To Help Your Client Overcome Relationship Insecurity.
(Calm Anxiety And Watch Your Clients' Love Grow Easier).[online].
Diakses dari https://www.unk.com/blog/help-your-client-overcome-
relationship-insecurity/
Yanti, S. dkk. (2013). Hubungan Antara Kecemasan Dalam Belajar Dengan
Motivasi Belajar Siswa. Artikel. Volume 2 Nomor 1. [online]. Diakses dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=24903&val=1533

Anda mungkin juga menyukai