EPRG (Bagian 1)
oleh Prof. Dr. H. Faisal Afiff, Spec.Lic.
Regiosentrisme
Orientasi regiosentris hampir mirip dengan polisentris, namun organisasi polisentris tidak
hanya mengakui adanya perbedaan sifat spesifik pada pasar luar negeri, akan tetapi juga juga
merasakan adanya sejumlah kesamaan dari masing-masing pasar luar negeri. Oleh karena itu
mereka merasa perlu membuat pengelompokkan pasar yang sama berdasarkan suatu wilayah,
dengan mengidentifikasi ciri-ciri yang sama (Radomska, 2010). Dengan kata lain, adanya
kesamaan antar negara pada pasar yang terletak dalam salah satu wilayah atau kawasan telah
memicu pengembangan dan penggunaan suatu strategi regional terpadu (Bartosik-Purgat,
2010). Munculnya kelompok antara negara yang terbentuk secara alami tersebut, sebagian
dipicu oleh proses liberalisasi perdagangan, sehingga muncul pengelompokan wilayah seperti
NAFTA dan Uni Eropa (EU). Menurut Shong (2008), suatu organisasi multinasional (MNC)
yang memiliki kecenderungan regiosentris akan diuntungkan oleh penerimaan publik ?yang
mengkombinasikan pendekatan etnosentris dan polisentris? dengan menggunakan strategi
yang memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan lokal dan regional sekaligus. Pendekatan
regiosentris tidak begitu terfokus pada suatu negara tertentu saja pada suatu wilayah
geografis. Dalam hal ini, segmentasi pasar didasarkan pada pengelompokan wilayah atau
kelompok antar negara yang mirip antara satu dengan lainnya. Wilayah tersebut terbentuk
karena adanya kesamaan seperti latar belakang budaya, ekonomi, dan politik. Sebagai contoh,
pelanggan di Amerika Utara mungkin memiliki rasa atau preferensi yang berbeda dengan
pelanggan dari negara-negara pasca-Uni-Soviet. Untuk itu, Coca-Cola dan Pepsi telah
menggunakan strategi regiosentris yang mengasumsikan bahwa sekelompok negara yang
berada di kedua wilayah tersebut masing-masing dapat dianggap sebagai pasar tunggal.
Dengan menggunakan orientasi tersebut terbuka kemungkinan perluasan perekonomian
dalam skala yang lebih besar dari strategi polisentris (Wiktor et al., 2008). Suatu contoh
menarik dari suatu organisasi bisnis yang berorientasi regiosentris adalah General Motors.
Organisasi bisnis ini memiliki strategi yang berbeda secara signifikan yang digunakan di Uni
Eropa, Amerika Serikat dan Asia. Para manajer papan atas di berbagai wilayah tersebut
memiliki kebebasan yang cukup besar dalam pengambilan keputusan, sehingga orientasi
regiosentris sering dikaitkan dengan adanya peningkatan desentralisasi organisasi (Kejda,
2009).
Geosentrisme
Suatu organisasi yang berorientasi geosentris akan memperlakukan semua pasar luar negeri
sebagai suatu kesatuan, yakni sebagai pasar global. Pasar global dipahami sebagai pasar
tunggal, yang secara sosiologis dan ekonomis dianggap seragam. Tentu saja, penyeragaman
ini mengandung banyak penyederhanaan. Namun mereka meyakini dan berasumsi bahwa
sejumlah perbedaan dapat dengan sengaja diabaikan, dengan suatu keyakinan bawa
pelanggan akan menerima pendekatan yang universal (Radomska, 2010). Sebelumnya
Keegan dan Schlegelmilch (1999) berpendapat bahwa “orientasi geosentris merupakan
sintesis dari etnosentrisme dan polisentrisme, yang melihat adanya persamaan dan perbedaan
pada dunia dalam konteks pasar dan
negara, sehingga diperlukan strategi global yang sepenuhnya responsif terhadap kebutuhan
dan keinginan lokal”. Orientasi geosentris lebih berfokus pada mengambil manfaat dari skala
ekonomi. Hal tersebut telah memicu peningkatan kualitas produk dan pelayanan yang
ditawarkan dengan menggunakan sumber daya global secara efisien. Namun pada sisi yang
lain, terdapat peningkatan terkait dengan biaya sumber daya manusia, manajemen HRD, dan
lain sebagainya, yang timbul karena adanya kebutuhan akan kegiatan pelatihan, saluran
komunikasi yang efisien, biaya transportasi, dan lain sebagainya. Terlebih lagi dengan
pesatnya kemajuan teknologi akhir-akhir ini yang memungkinkan tingkat pertukaran
informasi yang lebih cepat dan akurat, sehingga kondusif bagi pembentukan organisasi
transnasional global. Organisasi demikian telah menghasilkan produk tertentu yang unik,
seperti perangkat lunak komputer, atau peralatan medik berteknologi tinggi. Pendekatan
geosentris tidak membuat perbedaan khusus antara pasar domestik dan asing, dimana strategi
pemasaran mereka lebih dilandasi oleh adanya berbagai peluang yang perlu ditangani dengan
cara sebaik mungkin. Mereka akan merekrut para manajer yang paling kompeten pada bidang
tertentu, melampaui batas geografis, budaya, preferensi dan lain sebagainya. Para manajer
lokal dianggap belum tentu memiliki kompetensi tinggi pada pasar lokal mereka,
dibandingkan dengan para manajer dari luar negeri. Oleh karena itu, diferensiasi negara mulai
memudar. orientasi inti dari pendekatan geosentris ini adalah mengambil hal terbaik dari
yang dimiliki masing-masing negara. Orientasi ini mungkin agak mirip dengan ide-ide klasik
dari teori keunggulan komparatif, yang pernah dirumuskan oleh Torrens dan dikembangkan
oleh Ricardo (Budnikowski, 2003).
Dalam pendekatan geosentris antara markas atau induk dan anak atau cabang perlu bersatu ?
dengan cara apapun ? untuk menghapus bias polarisasi antara negara asal dan negara tuan
rumah. Oleh karena itu orientasi geosentrisme adalah suatu gagasan yang lebih dari sekedar
transnasional atau multinasional semata. Intinya adalah bahwa tidak boleh adanya hambatan
eksplisit antara kantor pusat dan anak perusahaan di negara lain. Semua organisasi dapat
disetarakan sebagai organisme global dengan organ yang sama istimewanya yang tersebar di
berbagai negara. Tentu saja, faktor-faktor seperti standar tenaga kerja, selera dan preferensi
pelanggan, berbeda secara signifikan di antara berbagai negara. Wiktor et al. (2008)
berpendapat, bahwa esensi dari strategi geosentris adalah sebuah pendekatan yang seragam
bagi semua pasar nasional, sebagai pasar global, terlepas dari perbedaan sosial dan ekonomi
tertentu di antara berbagai negara. Pendek kata, semua pasar nasional diperlakukan dengan
cara yang sama sebagai segmen pasar global.
Namun demikian, sebagaimana ditekankan oleh Bartlett dan Beamish (2010), bahwa orientasi
geosentris bagaimanapun merupakan kebutuhan tak terelakkan bagi setiap organisasi yang
beroperasi pada pasar berskala terbesar di dunia. Orientasi tersebut seyogyanya dilaksanakan,
meskipun prioritas tidak hanya difokuskan pada pencapaian keberhasilan pasar semata,
paling tidak untuk sementara saja. Hal yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana
mempertahankan kehadiran di pasar dan menjaga stabilisasi jangka panjang. Namun
demikian Bartlett dan Beamish (2010) berpendapat, alasan bahwa organisasi yang beroperasi
di pasar global masih memilih orientasi polisentris atau regiosentris, dan bahkan etnosentris,
memiliki argumen yang masuk akal juga, namun bahwa para manajer papan atas mereka
telah memiliki visi global. Bagimanapun orientasi geosentris adalah karakteristik dari
organisasi bisnis transnasional berskala besar, yang melakukan bisnis di arena pasar dunia
(Wiktor et al., 2008). Organisasi yang memilih orientasi geosentris telah memiliki landasan
penelitian dan argumen pengambilan keputusan yang mendalam, dan tidak semata-mata
didasarkan pada asumsi yang kaku dan sembarangan, kesemuanya merupakan hasil dari
proses yang berkesinambungan dari suatu riset pasar. Karenanya karakteristik geosentrik ini
adalah salah satu fitur kunci yang membedakan orientasi geosentris dari pendekatan lainnya.