Anda di halaman 1dari 16

A.

Pendahuluan
Atom adalah satuan unit terkecil dari sebuah unsur yang memiliki sifat-sifat
dasar tertentu. Setiap atom terdiri dari sebuah inti kecil yang terdiri dari proton dan
neutron dan sejumlah elektron pada jarak yang jauh. Pada tahun 1913 Neils Bohr
pertama kali mengajukan teori kuantum untuk atom hidrogen. Model ini merupakan
transisi antara model mekanika klasik dan mekanika gelombang. Karena pada prinsip
fisika klasik tidak sesuai dengan kemantapan hidrogen atom yang teramati.
Model atom Bohr memperbaiki kelemahan model atom Rutherford. Untuk
menutupi kelemahan model atom Rutherford, Bohr mengeluarkan empat postulat.
Gagasan Bohr menyatakan bahwa elektron harus mengorbit di sekeliling inti. Namun
demikian, teori atom yang dikemukakan oleh Neils Bohr juga memiliki banyak
kelemahan. Model Bohr hanyalah bermanfaat untuk atom-atom yang mengandung
satu elektron tetapi tidak untuk atom yang berelektron banyak.

B. Sejarah Perkembangan Model Atom Bohr


Di awal abad ke-20, percobaan oleh Ernest Rutherford telah dapat
menunjukkan bahwa atom terdiri dari sebentuk awan difus elektron bermuatan
negatif mengelilingi inti yang kecil, padat, dan bermuatan positif. Berdasarkan data
percobaan ini, sangat wajar jika fisikawan kemudian membayangkan sebuah model
sistem keplanetan yang diterapkan pada atom, model Rutherford tahun 1911, dengan
elektron-elektron mengorbit inti seperti layaknya planet mengorbit matahari. Namun
demikian, model sistem keplanetan untuk atom menemui beberapa kesulitan. Sebagai
contoh, hukum mekanika klasik (Newtonian) memprediksi bahwa elektron akan
melepas radiasi elektromagnetik ketika sedang mengorbit inti. Karena dalam
pelepasan tersebut elektron kehilangan energi, maka lama-kelamaan akan jatuh
secara spiral menuju ke inti. Ketika ini terjadi, frekuensi radiasi elektromagnetik
yang dipancarkan akan berubah. Namun percobaan pada akhir abad 19 menunjukkan
bahwa loncatan bunga api listrik yang dilalukan dalam suatu gas bertekanan rendah
di dalam sebuah tabung hampa akan membuat atom atom gas memancarkan cahaya
(yang berarti radiasi elektromagnetik) dalam frekuensi-frekuensi tetap yang diskret.
Pada tahun 1913, Niels Bohr, fisikawan berkebangsaan Swedia, mengikuti
jejak Einstein menerapkan teori kuantum untuk menerangkan hasil studinya

1
mengenai spektrum atom hidrogen. Bohr mengemukakan teori baru mengenai
struktur dan sifat-sifat atom. Teori atom Bohr ini pada prinsipnya menggabungkan
teori kuantum Planck dan teori atom dari Ernest Rutherford yang dikemukakan pada
tahun 1911. Bohr mengemukakan bahwa apabila elektron dalam orbit atom
menyerap suatu kuantum energi, elektron akan meloncat keluar menuju orbit yang
lebih tinggi. Sebaliknya, jika elektron itu memancarkan suatu kuantum energi,
elektron akan jatuh ke orbit yang lebih dekat dengan inti atom. Terdapat dua gagasan
kunci dalam Model atom Bohr yaitu:
1. Elektron-elektron bergerak di dalam orbit-orbit dan memiliki momentum yang
terkuantisasi, dan dengan demikian energi yang terkuantisasi. Ini berarti tidak
setiap orbit, melainkan hanya beberapa orbit spesifik yang dimungkinkan ada
yang berada pada jarak yang spesifik dari inti.
2. Elektron-elektron tidak akan kehilangan energi secara perlahan-lahan
sebagaimana mereka bergerak di dalam orbit, melainkan akan tetap stabil di
dalam sebuah orbit yang tidak meluruh.
Teori atom Bohr dapat diterapkan pada atom Hidrogen yang memiliki nomor
atom (Z) = 1. Atom ini terdiri dari sebuah proton dan sebuah elektron di orbit. Hasil
pengamatan yang dilakukan Bohr ternyata energi yang dipancarkan tidak berubah,
sehingga Bohr menyusun teori dengan mengajukan empat postulat yang
fundamental. Eksperimen-eksperimen yang dilakukan pada akhir abad ke-19 dengan
lucutan listrik pada gas yang ditempatkan pada tabung gelas bertekanan rendah
menunjukkan bahwa atom-atom gas akan memancarkan foton dengan frekuensi
tertentu. Berikut ini disajikan pemikiran-pemikiran Bohr yang melandasi model atom
Bohr:
1. Orbit-orbit elektron berada dalam orbit-orbit dengan energi diskret yang
terkuatisasi.
2. Hukum-hukum mekanika klasik tidak dapat diterapkan ketika terjadi loncatan
elektron dari orbit yang diijinkan ke orbit lain.
3. Ketika elektron melompat dari orbit yang satu ke orbit lain maka beda energi
antara kedua orbit tersebut akan dibawa (atau disuplai) oleh sebuah foton.
4. Orbit-orbit elektron yang diijinkan tergantung pada kuantisasi momentum sudut
orbital.

2

𝐿 = 𝑛ℏ = 𝑛
2𝜋

Model atom Bohr kadang-kadang dikenal sebagai model atom semi klasik karena
menggabungkan antara fisika klasik dan kuantum.
Sedangkan hal-hal yang mendasari model atom Bohr tentang atom hidrogen
dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Konsep foton yang menggambarkan gelombang elektromagnetik sebagai berkas
gumpalan-gumpalan energi yang berperilaku sebagai zarah memberikan suatu
wawasan baru dalam telaah tentang struktur atom.
2. Hasil eksperimen tentang spektrum atom hidrogen pada saat itu dan sampai tahun
1913 tidak dapat diterangkan secara teoritik. Dan hasil eksperimen tentang
spektrum atom hidrogen menunjukkan bahwa spektrum atom tersebut berupa
spektrum garis yang dikenal sebagai deret Balmer.

Garis Spektrum Panjang Gelombang Frekuensi


Hidrogen (Angstrom) (1014 H)
Hα 6562,8 4,569
Hβ 4861,3 6,168
Hγ 4340,5 6,908
Hδ 4101,7 7,310
H∞ 3645,6 8,224

Rumus Balmer untuk panjang gelombang tersebut adalah:


3645,6𝑛2
𝜆(𝐴𝑛𝑔𝑠𝑡𝑟𝑜𝑚) = (2.1)
𝑛2 −4

Setiap panjang gelombang yang lain diperoleh dengan mensubstitusikan bilangan


bulat n > 2, seperti n = 3, 4, 5, …
Dalam frekuensi rumus di atas menjadi:
𝑐 𝑛2 −4 1 4𝑐 1 1
𝑣 = 𝜆 = 𝑐[ ] [3645,6] = 3645,6 [4 − 𝑛2 ] (2.2)
𝑛2

Pada persamaan (2.2) panjang gelombang dinyatakan dalam angstrom,


oleh karena itu kecepatan cahaya c juga harus dinyatakan dalam angstrom/sekon
1 1
sehingga diperoleh: 𝑣𝑛 = 3,289.1015 [4 − 𝑛2 ] (2.3)

3
dengan n bilangan-bilangan bulat yang lebih besar dari 2.
3. Dalam tahun 1908 Paschen menemukan bahwa ada suatu deret lain dalam
spektrum hidrogen yang terletak dalam daerah inframerah. Deret tersebut
memenuhi hubungan matematik:

1 1
𝑣𝑛 = 3,289.1015 [32 − 𝑛2 ] (2.4)

dengan n suatu bilangan bulat yang lebih besar dari 3. Deret Balmer dan Paschen
dapat dikembalikan pada suatu bentuk matematika sebagai berikut:
1 1
𝑣𝑛,𝑚 = 3,289.1015 [ − ] (2.5)
𝑚2 𝑛2

Dalam ungkapan tersebut deret Balmer muncul apabila diambil m = 2 dan n > 2,
deret Paschen muncul bila m = 3 dan n >3.
4. Ternyata Rydberg pada tahun 1890 menemukan cara lain yang lebih mudah
menangani rumus panjang gelombang deret Balmer dengan mendefinisikan suatu
besaran baru yang disebut resiprok panjang gelombang.
1
𝐾≡
𝜆
Dengan batasan ini maka dapat diperoleh:
1 1
𝐾𝑛,𝑚 = 1,1 𝑥 107 [𝑚2 − 𝑛2 ] (2.6)

Besaran yang berada di depan tanda kurung disebut tetapan Rydberg RH. Dengan
demikian persamaan resiprok panjang gelombang dapat dituliskan dalam
persamaan berikut:
1 1
𝐾𝑛,𝑚 = 𝑅𝐻 [𝑚2 − 𝑛2 ] (2.7)

C. Postulat Dasar Model Atom Bohr


Ada empat postulat yang digunakan untuk menutupi kelemahan model atom
Rutherford, antara lain :
1. Postulat I
Atom hidrogen terdiri dari sebuah elektron yang bergerak dalam suatu lintas edar
berupa lingkaran mengelilingi inti atom; gerak elektron tersebut dipengaruhi oleh
gaya tarik Coulomb sesuai dengan kaidah mekanika klasik.
𝑍𝑒 2
𝐹=𝑘 k = 9.0 x 109 N.m2/c2 (2.8)
𝑟𝑛

4
𝑘𝑍𝑒 2 𝑘𝑒 2
Kecepatan orbit elektron : 𝑣 2 = = (2.9)
𝑚𝑟𝑛 𝑚𝑟𝑛

𝑘𝑍𝑒2 𝑘𝑒2
Energi total elektron : 𝐸 = − 2𝑟 = − 2𝑟 (2.10)
𝑛 𝑛

Postulat I memberikan susunan atom hidrogen dan gaya yang bekerja antara inti
atom dengan elektron.
2. Postulat II
Lintas edar elektron dalam atorn Hidrogen yang mantap, hanyalah yang
mempunyai harga momentum sudut L yang merupakan kelipatan bilangan bulat
dari tetapan Planck dibagi dengan 2π.

𝐿 = 𝑛ℏ = 𝑛
2𝜋
dimana n = 1,2,3,… dan disebut sebagai bilangan kuantum utama, dan h adalah
konstanta Planck = 6.63 𝑥 10−34 𝐽𝑠. Postulat II memberikan kuantisasi sistem
atom, yang dikuantisasikan adalah momentum sudut L. Kuantisasi ini juga
mengkuantisasikan lintas edar elektron dalam atom.
3. Postulat III
Dalam lintas edar yang mantap, elektron yang mengelilingi inti atom tidak
memancarkan energi elektromagnetik, dalam hal ini energi total atom E tidak
berubah. Postulat III menyatakan bahwa elektron dalam orbit stasioner tidak
memancarkan energi elektromagnetik.
4. Postulat IV
Energi elektromagnetik dipancarkan oleh sistem atom apabila suatu elektron yang
melintasi orbit dari keadaan energi tinggi Ei berpindah ke suatu orbit dengan
keadaan energi lebih rendah Ef, pancaran energi elektromagnetiknya memiliki
𝐸𝑖 −𝐸𝑓
frekuensi yang besarnya sama dengan: 𝑣 = . Postulat IV menyatakan bahwa

dalam transisi dari suatu orbit stabil ke orbit stabil lainnya, elektron memancarkan
energi elektromagnetik (foton) dengan frekuensi yang sesuai dengan beda energi
atom pada dua keadaan stabil tersebut.

D. Model Atom Bohr pada Atom Hidrogen


Model Bohr dari atom hidrogen menggambarkan elektron-elektron bermuatan
negatif mengorbit pada kulit atom dalam lintasan tertentu mengelilingi inti atom

5
yang bermuatan positif. Bohr memperbaiki gagasan Rutherford dengan
menambahkan bahwa elektron elektron berada pada orbit orbitnya. Seperti planet
planet mengorbit matahari. Dimana tiap orbit hanya mungkin diisi oleh sejumlah
elektron. Menurut Bohr, lintasan elektron tidak disembarang posisi, dimana
bentuknya berupa lingkaran tertentu yang memiliki momentum sudut dengan

besarnya merupakan kelipatan bilangan bulat dari (ℏ = 2𝜋) dan panjang gelombang

de-Broglie (𝑛𝜆 = 2𝜋𝑟𝑛 ) dengan n = bilangan kuantum utama = 1, 2, 3, ….

Model atom Bohr

Lintasan elektron Model Bohr yang sesuai dengan pandangan de-Broglie

Maka persamaannya menjadi:


ℎ ℎ
𝑛𝜆 = 2𝜋𝑟𝑛 ⟺ 𝑛 𝑚𝑣 = 2𝜋𝑟𝑛 ⟺ 𝑛 2𝜋 = 𝑚𝑣𝑟𝑛 ⟺ 𝑛ℏ = 𝑚𝑣𝑟𝑛 = 𝐿 (2.11)

Dengan:
m = massa elektron = 9.1 x 10-31 kg
v = kecepatan orbit elektron
𝑟𝑛 = jari-jari orbit elektron
h = konstanta Planck = 6,63.10-34 Js
Pada lintasan tertentu elektron bergerak mengelilingi inti tanpa memancarkan
energi. Lintasan ini dikenal sebagai lintasan/orbit stasioner. Besar jari-jari orbit
stasioner dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut:

6
ℎ 𝑒 ℎ ℎ
𝜆 = 𝑚𝑣 ; 𝑣 = ⟺ 𝜆= 𝑒
⟺ 𝜆 = 𝑚𝑒 √4𝜋𝜀0 𝑚𝑟𝑛
√4𝜋𝜀0 𝑚𝑟𝑛 𝑚( )
√4𝜋𝜀0 𝑚𝑟𝑛

ℎ 4𝜋𝜀0 𝑟𝑛
⟺ 𝜆 = 𝑒√ (𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑔𝑒𝑙𝑜𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑒𝑙𝑒𝑘𝑡𝑟𝑜𝑛 𝑜𝑟𝑏𝑖𝑡𝑎𝑙) (2.12)
𝑚

Orbit elektron akan mantap jika keliling orbit elektron sama dengan kelipatan
bilangan bulat panjang gelombang de-Broglie elektron 𝑛𝜆 = 2𝜋𝑟𝑛 yang kemudian
substitusikan ke persamaan (2.13) sehingga menjadi:
2
ℎ 4𝜋𝜀0 𝑟𝑛 1 𝑛ℎ 4𝜋𝜀0 1 𝑛ℎ 4𝜋𝜀0
𝑛 √ = 2𝜋𝑟𝑛 ⟺ √𝑟𝑛 = √ ⟺ (√𝑟𝑛 = √ )
𝑒 𝑚 2𝜋 𝑒 𝑚 2𝜋 𝑒 𝑚

1 𝑛2 ℎ2 4𝜋𝜀0 𝑛 2 ℎ 2 𝜀0
⟺ 𝑟𝑛 = 4𝜋2 ⟺ 𝑟𝑛 = (𝑗𝑎𝑟𝑖 − 𝑗𝑎𝑟𝑖 𝑜𝑟𝑏𝑖𝑡) (2.13)
𝑒2 𝑚 𝑚𝜋𝑒 2

Orbit stasioner elektron pada atom Hidrogen


Untuk orbit pertama n = 1 diperoleh jari-jari orbit pertama 𝑟𝑛 = 𝑟1 = 𝑎𝑜 =
5.292 𝑥 10−11 𝑚 yang dikenal sebagai jari-jari Bohr yang merupakan jarak terdekat
elektron dengan proton. Dengan demikian, dari persamaan (2.13) jari-jari orbit
elektron secara sederhana dapat diungkapkan dalam persamaan berikut:
𝑟𝑛 = 𝑛2 𝑎𝑜 (2.14)
40 2
a0 
dimana me2

Model Bohr untuk atom hidrogen

7
1. Lintasan yang diizinkan untuk elektron dinomori n = 1, n = 2, n =3 dst. Bilangan
ini dinamakan bilangan kuantum, huruf K, L, M, N juga digunakan untuk
menamakan lintasan
2. Jari-jari orbit diungkapkan dengan 12, 22, 32, 42, …n2. Untuk orbit tertentu dengan
jari-jari minimum a0 = 0,5292 Å
3. Jika elektron tertarik ke inti dan dimiliki oleh orbit n, energi dipancarkan dan
B
energi elektron menjadi lebih rendah sebesar En  2 ,
n

dimana B : konstanta numerik dengan nilai 2,179 x 10 -18 J  13.6eV

Tingkat-tingkat energi atom Hidrogen


Berdasarkan persamaan (2.14) dapat diungkapkan bahwa hanya pada jari-jari orbit
tertentu elektron dapat mengelilingi inti atom tanpa memancarkan radiasi dalam
bentuk gelombang elektromagnetik.
Pada nilai tiap-tiap lintasan elektron (𝑟𝑛 ) mempunyai tingkat energi berbeda.
Sehingga energi keseluruhan dari elektron disetiap orbit stasioner bergantung pada n
dan disumbang oleh energi kinetik (Ek) dan energi potensial (Ep) yang besarnya:
1 1 𝑘𝑒2 𝑘𝑒2 𝑘𝑒 𝑘𝑒 2
𝐸𝑘 = 2 𝑚𝑣 2 = 2 𝑚 (𝑚𝑟 ) = 2𝑟 dan 𝐸𝑝 = −𝑒𝑉𝑚 = −𝑒 (𝑟 ) = − 𝑟 (2.15)
𝑛 𝑛 𝑛 𝑛

Maka energi keseluruhannya adalah


𝑘𝑒2 𝑘𝑒 2 𝑘𝑒 2 1 𝑚𝑒 4 1
𝐸 = 𝐸𝑘 + 𝐸𝑝 = 2𝑟 + (− 𝑟 ) = − 2𝑟 = − 𝜀 2 8𝑛2 ℎ2 dengan 𝑘 = 4𝜋𝜀 dan 𝑟𝑛 =
𝑛 𝑛 𝑛 0 𝑜

𝑛 2 ℎ 2 𝜀0
(2.16)
𝑚𝜋𝑒 2

Bila elektron meloncat dari suatu lintasan yang tingkat energinya tinggi (Ei) ke
tingkat energi yang lebih rendah (Ef) selalu disertai dengan pemancaran atau

8
penyerapan sejumlah energi elektromagnetik hv (dengan v adalah frekuensi foton)
1 𝑚𝑒 4 1 𝑚𝑒 4 1 𝑚𝑒 4 1 𝑚𝑒 4
sehingga ℎ𝑣 = 𝐸𝑖 − 𝐸𝑓 = − 𝜀 2 8𝑛2 ℎ 2
− (− 𝜀 2 8𝑙 2 ℎ 2
) = −𝜀 2 8𝑛2 ℎ 2
+𝜀 2
(2.17)
0 0 0 0 8𝑙2 ℎ2

Dengan demikian menurut model atom Bohr, elektron tidak terus-menerus


memancarkan energi, tetapi hanya memancarkan atau menyerap energi jika elektron
meloncat dari suatu lintasan ke lintasan yang lain. Tingkat energi untuk atom
1 𝑚𝑒 4 𝑚𝑒 4 1 𝐸1
hidrogen pada lintasan n adalah: 𝐸𝑛 = − 𝜀 2
= − 8𝜀 (𝑛2 ) = (2.18)
0 8𝑛2 ℎ2 0
2 ℎ2 𝑛2

dengan n = 1, 2, 3, …

Tingkat-tingkat energi atom Hidrogen


Tingkat energi ini semuanya negatif, hal ini menyatakan bahwa elektron tidak
memiliki energi yang cukup untuk melepaskan diri dari inti atom. Tingkat energi
yang terendah dikenal (E1) sebagai keadaan dasar atau ground state dan tingkat
energi yang lebih tinggi E2, E3, E4, …. Disebut keadaan eksitasi atau excited state.
Ketika bilangan kuantum n bertambah, energi E bersesuaian dengan nol dalam limit
𝑛 = ∞ ; 𝐸∞ = 0 dan elektron tidak terikat lagi pada inti atom untuk membentuk
atom. Energi yang diperlukan untuk membebaskan elektron dari atom dalam keadaan
dasarnya disebut energi ionisasi. Energi ionisasi atom Hidrogen adalah:
𝐸𝑖𝑜𝑛𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 = −𝐸1 (2.19)
𝑎𝑡𝑜𝑚 𝐻 → 𝐸𝑖𝑜𝑛𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 = −13.6 𝑒𝑉

E. Deret Spektral
Jika bilangan kuantum keadaan awal ni (energi lebih tinggi) dan bilangan
kuantum keadaan akhir nf (energi lebih redah) maka pada saat terjadi eksitasi
elektron dalam atom berlaku:
𝐸𝑓𝑜𝑡𝑜𝑛 = 𝐸𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝐸𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
ℎ𝑣 = 𝐸𝑖 − 𝐸𝑓 (2.20)

9
sehingga frekuensi foton yang terpancar adalah:
1 1 𝐸 𝐸 𝐸1 1 1
𝑣 = ℎ (𝐸𝑖 − 𝐸𝑓 ) = ℎ (𝑛 12 − 𝑛 12) = − ( − 𝑛 2) (2.21)
𝑖 𝑓 ℎ 𝑛𝑓 2 𝑖

karena c = λv maka persamaan spektrum Hidrogennya menjadi:


𝑐 𝐸1 1 1 1 𝐸 1 1
=− ( − 𝑛 2) ⟺ = − 𝑐ℎ1 (𝑛 2 − 𝑛 2 ) (2.22)
𝜆 ℎ 𝑛𝑓 2 𝑖 𝜆 𝑓 𝑖

Deret Spektral
Kunci sukses model ini adalah dalam menjelaskan formula Rydberg mengenai
garis-garis emisi spektral atom hidrogen, walaupun formula Rydberg sudah dikenal
secara eksperimental, tetapi tidak pernah mendapatkan landasan teoritis sebelum
model Bohr diperkenalkan. Tidak hanya karena model Bohr menjelaskan alasan
untuk struktur formula Rydberg, ia juga memberikan justifikasi hasil empirisnya
dalam hal suku-suku konstanta fisika fundamental. Berikut adalah perhitungan
tetapan Rydberg (RH):
𝐸 𝑚𝑒4 1 𝑚𝑒4
𝑅𝐻 = − 𝑐ℎ1 = − (− 2 ) (𝑐ℎ) = 3 (2.23)
8𝜀0 2ℎ 8𝜀0 2 𝑐ℎ

(9.1 𝑥 10−31 𝑘𝑔)(1.6 𝑥 10−19 𝐶)4


𝑅𝐻 = 2 = 1.1 𝑥 107 𝑚−1
𝐹 𝑚
8 (8.85 𝑥 10−12 𝑚) (3 𝑥 108 𝑠 ) (6.63 𝑥 10−34 𝐽𝑠)3

Kemudian nilai tetapan Rydberg disubstitusikan ke persamaan (2.22) maka rumusan


1 1 1
untuk deret spektral atom Hidrogen menjadi = 𝑅𝐻 (𝑛 2 − 𝑛 2 ) (2.24)
𝜆 𝑓 𝑖

Spektrum deret spektral atom Hidrogen


dari transisi antara tingkat energi

10
Untuk deret Lyman l = 1, untuk deret Balmer l = 2, dan seterusnya. Oleh
karena itu, deret Lyman merupakan kumpulan garis-garis yang dipancarkan oleh
elektron-elektron yang turun kembali dari suatu keadaan tereksitasi ke keadaan dasar.
Deret Balmer adalah kumpulan garis yang dipancarkan oleh elektron-elektron yang
turun kembali dari keadaan yang lebih tinggi , akan tetapi berhenti pada orbit kedua
bukan pada orbit yang energinya rendah. Jadi sebuah elektron yang turun kembali
dari orbit ketiga ke orbit kedua akan memancarkan garis Hα. Yang turun kembali
dari orbit keempat ke orbit kedua akan memancarkan garis Hβ dan seterusnya.

Transisi untuk beberapa garis berbagai deret ditunjukkan oleh anak panah

F. Spektrum Atomik dan Tingkat Energi


Lecutan listrik pada gas hidrogen memberikan spektrum atom hidrogen yang
berupa garis-garis yang terang yang membentuk sebuah deret yang terdiri dari 4
panjang gelombang pada daerah cahaya tampak (400 ~ 800 nm); nilai panjang
gelombang yang dikoreksi terhadap vakum adalah λ1 = 656,47 nm, λ2 = 486,28 nm,
λ3 = 434,17 nm, λ4 = 410,29 nm. Pada tahun 1885, Balmer menemukan rumus
berikut (Rumus Balmer), yang memenuhi panjang gelombang garis cahaya terang
dari spektra.

(2.25)

Dengan λk adalah panjang gelombang dari garis ke-k untuk k = 1 ~ 4 dalam


spektrum cahaya tampak dan garis-garis untuk k = 5 juga dapat diamati pada daerah
ultraviolet. Sebuah deret garis spektral yang berhubungan dengan persamaan (2.25)

11
disebut sebagai deret Balmer yang akan berkovergensi pada a = 364.7 nm ketika k
→ ∞. Beberapa deret yang lain juga diamati pada daerah inframerah dan ultraviolet.
Deret-deret ini diketahui secara bersama-sama akan memenuhi rumus berikut
(Rumus Rydberg).

(2.26)
Di sini m dan n adalah bilangan bulat positif, yang berkaitan dengan suatu garis
spektral tertentu dan R adalah konstanta Rydberg. Rumus Rydberg ini dapat
diaplikasikan tidak hanya pada garis spektra emisi akan tetapi juga pada spektra
serapan (absorpsi), yang diamati sebagai hilangnya intensitas cahaya setelah melalui
sampel.
Fungsi kerja W untuk berbagai logam

Deret garis spektral dari atom Hidrogen

12
Hakekat dari proses absorpsi atau emisi cahaya (gelombang elektromagnetik)
adalah sebuah proses yang memberikan atau menerima foton hv, di mana hukum
kekekalan energi selalu harus dipenuhi. Dengan mengalikan pada kedua sisi di
persamaan (2.26) dengan hc dan dengan menggunakan hubungan c = vλ, energi
foton hv yang terlibat pada saat penyerapan dan pemancaran cahaya dapat dinyatakan
sebagai perbedaan antara dua suku berikut:

(2.27)
Dalam hubungannya dengan interpretasi efek fotolistrik yaitu bahwa
keseimbangan energi dari sebuah elektron adalah sama dengan hv, setiap suku baik
dikiri maupun dikanan pada persamaan (2.27) berkaitan dengan energi dari keadaan
elektron sebelum atau sesudah proses penyerapan atau pemancaran cahaya.
Dikarenakan energi sebuah elektron yang ditangkap dalam material adalah negatif,
sebuah rumus untuk tingkat energi dari sebuah elektron dalam atom Hidrogen dapat
diperoleh sebagai berikut:

(2.28)
Di mana n adalah bilangan bulat positif 1, 2, 3,…. Dengan menggunakan persamaan
ini untuk tingkat-tingkat energi, persamaan (2.27) dapat diperluas dalam bentuk
sebagai berikut dengan asumsi bahwa En > Em.

(2.29)

Pemancaran dan penyerapan cahaya dan kondisi dari frekuensi Bohr

Sebagaimana ditunjukkan oleh anak panah pada gambar diatas, pada saat
penyerapan cahaya sebuah elektron akan terangkat dari tingkat energi yang lebih
rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi dan pada saat pelepasan cahaya sebuah

13
elektron akan turun dari tingkat energi yang lebih tinggi ke tingkat yang lebih
rendah. Persamaan (2.29) akan menjadi persamaan berikut untuk frekuensi v.

(2.30)
Persamaan ini pertama kali diusulkan oleh N.H.D. Bohr pada tahun 1913 dan
disebut sebagai kondisi frekuensi Bohr. Sekarang marilah kita memperhatikan arti
dari persamaan (2.28) dan gambar diatas. Tingkat keadaan elektron pada n = 1 adalah
tingkat energi terendah dan disebut sebagai keadaan dasar. Tingkat yang lebih tinggi
n ≥ 2 disebut sebagai keadaan tereksitasi. Dalam tingkat n → ∞ energi elektron
menjadi 0, dan elektron akan dilepaskan dari gaya tarik-menarik oleh inti. Hal ini
berkaitan dengan keadaan ionik (keadaan terionisasi) di mana sebuah proton dan
sebuah elektron pada atom dipisahkan pada jarak tak berhingga. Karenanya pula
keadaan terionisasi dari sebuah atom hidrogen WH diberikan oleh persamaan berikut
ini.

(2.31)
Atom Hidrogen yang tereksitasi yang memancarkan radiasi hanya mengandung
panjag gelombang tertentu saja. Panjang gelombang ini, jatuh pada deret tertentu yag
bergantung dari bilangan kuantum nf dari tingkat akhir elektron. Karena bilangan
kuantum awal nf harus selalu lebih besar dari bilangan kuantum akhir nf, agar
terdapat kelebihan energi yang dilepas sebagai foton, berikut rumus perhitungan
untuk lima deret yang pertama ialah:
1 me4 1 1
m=1:𝜆= (12 − ) n = 2 , 3, 4, . . . (Lymann)
8𝜀02 ℎ3 𝑐 𝑛2

1 me4 1 1
m=2:𝜆= (22 − ) n = 3, 4, 5, . . . (Balmer)
8𝜀02 ℎ3 𝑐 𝑛2

1 me4 1 1
m=3:𝜆= (32 − ) n = 4, 5, 6, . . . (Paschen)
8𝜀02 ℎ3 𝑐 𝑛2

1 me4 1 1
m=4:𝜆= (4 2 − ) n= 5, 6, 7, . . . (Brackett)
8𝜀02 ℎ3 𝑐 𝑛2

1 me4 1 1
m=5:𝜆= (52 − ) n = 6, 7, 8, 9, . . . (Pfund)
8𝜀02 ℎ3 𝑐 𝑛2

Deret ini bentuknya sama dengan deret spektral empiris yang telah dibicarakan.
Deret Lyman bersesuaian dengan nf = 1 ; deret Balmer bersesuaian dengan nf = 2;

14
deret Paschen bersesuaian dengan nf = 3 ; deret Brackett bersesuaian dengan nf = 4 ;
dan deret Pfund bersesuaian dengan nf =5.

G. Kelebihan dan Kelemahan Model Atom Bohr


1. Kelebihan Model Atom Bohr
a. Keberhasilan teori Bohr terletak pada kemampuannya untuk meramalkan garis-
garis dalam spektrum atom Hidrogen
b. Salah satu penemuan adalah sekumpulan garis halus, terutama jika atom-atom
yang dieksitasikan diletakkan pada medan magnet
2. Kelemahan Model Atom Bohr
a. Struktur garis halus ini dijelaskan melalui modifikasi teori Bohr tetapi teori ini
tidak pernah berhasil memberikan spektrum selain atom Hidrogen
b. Belum mampu menjelaskan adanya stuktur halus (fine structure) pada
spektrum, yaitu 2 atau lebih garis yang sangat berdekatan
c. Belum dapat menerangkan spektrum atom kompleks
d. Itensitas relatif dari tiap garis spektrum emisi
e. Efek Zeeman, yaitu terpecahnya garis spektrum bila atom berada dalam medan
magnet

H. Penerapan Model Atom Bohr

15
Daftar Pustaka

Beiser, Arthur. 1999. Konsep Fisika Modern. Jakarta : Erlangga


Gautreau, Ronald dan William Savin (diterjemahkan oleh Hans J.Wopspakirk). 1995.
Seri Buku Schaum Teori dan Soal-soal Fisika Modern. Jakarta : Erlangga
http://
Jati, Bambang Murdaka Eka dan Tri Kuntoro Priyambodo. 2010. Fisika Dasar :
Listrik-magnet, Optika, Fisika Modern. Yogyakata : CV. Andi Offset
Krane, Kenneth. 1988. Fisika Modern. Jakarta : UI Press
Sears, Francis Weston dan Mark. W Zemansky. 1987. Fisika untuk Universitas 3.
Jakarta : Binacipta
Wiyatmo, Yusman. 2008. Fisika Atom dalam Perspekti Klasik, Semiklasik dan
Kuantum. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

16

Anda mungkin juga menyukai