By : Annami Mayoshi
“Gua siap sekarang, Bo.” Dengan lantang El berbicara setelah menghabiskan sebotol air
dengan cepat.
Kribo tertawa kecil sambil menyimpan secangkir teh di atas meja. Matanya menatap ke arah
“Tau gak? Setiap kesini, lu ngomongnya sama terus. Tapi hasilnya nihilll!”
sahabatnya. “Kali ini gak bakalan gagal, bro. Gua punya ide cemerlang.” El tersenyum
menyeringai.
“Wow, rencana apaan?” Kribo memajukan tempat duduknya dan meletakan lengannya di atas
memastikan tidak ada orang lain yang mendengar, walaupun sebenarnya tidak ada orang
yang akan peduli dengan apa yang akan dia katakan. “Gua bakal gombalin dia…pake bahasa
Sunda.”
Kribo bingung atas ucapan El. Dia kembali duduk ke posisi semula, bersandar ke kursi
tempat duduknya sambil meneguk teh. Matanya terus menatap ke arah El yang terlihat
“Lu yakin itu ide cemerlang? Dia gak akan ngerti apa yang nanti lu omongin, El. Tuhh, lu liat
sendiri mukanya.” Kribo meyakinkan El sambil melirikkan matanya ke arah seorang gadis
cantik, berambut pirang, bermata biru. “Jelas banget kalau dia itu Bule, bro.. B U L E” Kata
Kribo tegas.
“Sumpah gua gak ngerti maksud lu apa.” Kribo semakin bingung dengan pernyataan
sahabatnya.
“Lu pernah bilang kalau gua payah dalam hal PDKT sama cewek. Lu juga tau kan kalau gua
suka gagap kalau lagi ngobrol sama cewek.” El tanpa ragu memberikan penjelasan kepada
sahabatnya.
“Dan lu juga tau kalau gua udah lama banget pengen ngajak ngobrol dia. So, daripada nanti
gua bertingkah idiot di depan dia gara – gara gak bisa bikin percakapan, mendingan gua ajak
dia ngobrol bahasa Sunda. Dia mungkin bakal bingung atau bahkan gak ngerti sama omongan
gua. But it’s okay, seenggaknya dia bakal berdiri lebih lama di depan gua, sambil
ngedengerin gua ngoceh bahasa Sunda buat ngerayu dia.” El tersenyum bangga dan percaya
“Serah lu deh. Lu berdoa aja, semoga dia bukan Bule jadi – jadian. Btw, tuh dia lagi
nyamperin meja kita.” Kribo tersenyum melihat El yang terlihat semangat untuk beraksi
“Alright…” El serasa mendengar suara merdu melintas di telinganya saat gadis favoritnya
berhenti mengarah tepat di depan mejanya. “We have a chocolate waffle with whipped cream
for you.” Gadis itu tersenyum ramah sambil menaruh piring berisi waffle cokelat dengan
krim tepat di depan Kribo yang sudah tidak sabar menyantap pesanannya.
“Thank you. It’s my favorite.” Kribo berterima kasih kepada gadis itu.
“I can see that.” Gadis itu tertawa melihat Kribo yang langsung memakan makanannya
Gadis itu lalu mengarah ke arah El dan menaruh secangkir minuman di depannya sambil
tersenyum ramah. “And here for you, a cup of cappucino latte.” Dia melihat El.
El menatap gadis itu. Walaupun hanya sebentar, tapi El merasa seperti ‘slow motion’. Dia
sangat terpesona dengan kecantikan gadis itu. Mata birunya bersinar, rambut pirangnya yang
El ingat pertama kali dia datang ke ‘Café Latte’ diajak oleh Kribo pada saat merayakan
kelulusannya masuk Fakultas Kedokteran UI. Saat itulah dia bertemu dengan gadis
idamannya. Gadis blesteran Indo – Amerika, yang merupakan anak dari pemilik usaha salah
satu kedai kopi terpopular di kalangan mahasiswa. Walaupun anak pemilik kedai, gadis itu
tidak pernah bertingkah layaknya seorang pemilik. Sang gadis sangat rendah hati. Dia ikut
membantu anak buah ayahnya untuk melayani para pelanggannya yang datang memesan
makanan ataupun hanya secangkir kopi. Dia terlihat sangat cerdas dan mahir dalam
berinteraksi. Cara dia berbicara kepada pelanggan sangat baik. Bahasa Indonesianya sangat
lancar, tidak terdengar kaku seperti orang asing yang baru belajar. Tingkah laku dan
keramahan kepada setiap pelanggan serta cara berpakaiannya yang anggun membuat setiap
Dan saat itu pula El jatuh hati pada sang gadis. Dia ingat betul nama gadis tersebut dan selalu
terniang ditelinganya.
‘Shella’
secangkir kopi atau sepiring waffle hanya untuk basa – basi. Tujuannya sangat jelas. Modus.
Walaupun sering bertemu, mereka hanya saling menatap dan berbagi senyum. Tidak pernah
terjadi percakapan normal antara ‘teman dengan teman’. El sangat payah dalam hal
“Ada lagi yang mau dipesan?” tanya Shella dengan ramah kepada El dan Kribo.
gebetannya, Kribo langsung menendang kaki El di bawah meja. El lompat kesakitan tapi
langsung menutupinya dengan senyum, karena dia melihat Shella masih berdiri di depan
meja mereka dan terlihat sedikit bingung atas tingkahnya. Kribo menahan tawa, sambil
“Oh..mm, yah. Sorry apa?” El berusaha untuk menanggapi, berharap agar si gadis dapat
mengulang perkataannya.
“Aku bilang, apa ada yang mau dipesan lagi?” Shella tersenyum menanggapi dengan ramah.
“Ka Jampang mawa pakarang, Ajang pe’rang makalangan….” El tersenyum percaya diri.
Shella mengerutkan kedua alisnya, raut wajahnya menunjukkan rasa heran dan aneh terhadap
sikap El.
“Ka akang naha sale’mpang, Akang sayang ngan ka yayang.” El melanjutkan gombalannya.
“Um, sejak kapan kamu ngobrol pakai bahasa sunda?…” Tanya Shella kepada El, agak ragu.
“hmm, entahlah.” El mengangkat bahunya seakan tidak tahu, sebelum menanggapi perkataan
Shella.
“Um, okay kalau gitu.” Shella menggangguk tersenyum. “Selamat menikmati!” Lalu dia
“Tuhh, liat gak bro!? rencana gua sukses dan mempesona!” El bangga akan aksinya. Kribo
“Do’i keliatan biasa aja. Malah kayakya dia kaget gitu. Lu coba lagi aja. Gua bakal bantu,
tapi lu harus bayarin semua pesanan gua. Deal?” Kribo memberi saran.
“Deal.” El setuju.
Selang beberapa waktu, setelah selesai menyantap pesanannya, Kribo berinisiatif untuk
memesan kembali. Mereka beruntung, karena hari itu Shella terlihat bersemangat untuk
melayani para pengunjung. Setelah selesai memberikan pesanan ke beberapa meja, Shella
“Bukannya laper, Shell, tapi doyan. Mau gimana lagi, makanan disini enak-enak. Apalagi
anak yang punya cafenya, udah cantik, baik pula. Iya gak, El??” Kribo melirik ke arah El
sambil menendangkan kakinya ke kaki sahabatnya yang tidak merespon karen sibuk menatap
Shella.
“Uh-oh, ya. Iya, geulis. Eneng meuni geulis pisan.” El berbicara ngaco.
Shella tertawa melihat tingkah El yang lucu. Perlahan dia menarik salah satu kursi kosong
kepada El.
“Sim kuring mah ngan bade nyarios sareung anjeun, tapi duka kumaha.” Jawab El polos.
“Mhm.” Shella menggangguk. “Sok atuh mangga, ku sim kuring di dangukeun.” Kata Shella
El dan Kribo terdiam. Mata mereka saling melihat satu sama lain. Kaget. Ya, mereka kaget
dengan apa yang baru saja mereka dengar dari mulut gadis dihadapan mereka. ‘Shella
ngomong sunda!! Bagaimana bisa cewek B U L E ini ngomong bahasa sunda??’ El berbicara
“K-kamu kok bis..” El tergagap-gagap, bingung menanggapi ucapan Shella. “Neng, Bule??”
Shella tertawa melihat wajah gugup El. “Neupangkeun nami abdi Shella.” Shella
“El-lvan.” El menjawab singkat sambil berjabat tangan dengan Shella. Wajah terlihat pucat,