Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sumber daya alam yang meliputi vegetasi, tanah, air dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya merupakan salah satu modal dasar dalam Pembangunan Nasional, oleh
karena itu harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat dan
kepentingan pembangunan nasional dengan memperhatikan kelestariannya.
Salah satu kegiatan dalam memanfaatkan sumber daya tersebut adalah pertambangan
bahan galian yang hingga saat ini merupakan salah satu sektor penyumbang devisa
Negara yang cukup besar. Akan tetapi kegiatan pertambangan apabila tidak dilaksanakan
secara tepat dapat menimbulkan dampak negative terhadap lingkungan terutama
gangguan keseimbangan permukaan tanah yang cukup besar. Selain itu dampak
lingkungan akibat kegiatan pertambangan antara lain adalah:
- Penurunan produktivitas tanah
- Terjadinya erosi dan sedimentasi
- Pencemaran air
- Penurunan muka air tanah
- Terganggunya flora dan fauna
- Terganggunya keamanan dan kesehatan penduduk
- Perubahan iklim mikro

B. MAKSUD DAN TUJUAN


Maksud dan tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu referensi
pelaksana di lapangan agar dalam melakukan reklamasi dapat memperoleh hasil yang
optimal. Makalah ini membahas rencana reklamasi lahan bekas tambang dengan tahapan
kegiatan sebagai berikut:
1. Sasaran reklamasi
2. Perencanaan reklamasi
3. Pembersihan lahan
4. Tata letak tanah (landscaping)
5. Pengelolaan tanah pucuk
6. Pengendalian erosi dan sedimentasi
7. Revegetasi

C. RUANG LINGKUP DAN SASARAN


1. Ruang Lingkup
Kegiatan reklamasi meliputi dua tahapan, yaitu:
a. Pemulihan lahan bekas tambang untuk memperbaiki lahan yang terganggu
ekologinya

0
b. Mempersiapkan lahan bekas tambang yang sudah diperbaiki ekologinya untuk
pemanfaatan selanjutnya
Substansi kegiatan reklamasi ini terdiri dari beberapa bagian utama yaitu perencanaan,
pelaksanaan, kriteria keberhasilan reklamasi lahan bekas tambang. Sedangkan
kegiatannya meliputi pekerjaan teknis sipil, teknis vegetasi, teknis kimiawi dan/atau
kombinasinya.
2. Sasaran
Sasaran akhir dari reklamasi adalah terciptanya lahan bekas tambang yang kondisinya
aman, stabil dan tidak mudah tererosi sehingga dapat dimanfaatkan kembali.
Pemanfaatan kembali lahan bekas tambang tersebut sangat bervariasi untuk daerah
yang berbeda. Misalnya menjadi kolam persediaan air, padang golf dan sebagainya
sesuai dengan rencana tata ruang. Dengan demikian peruntukan lahan pada pasca
penambangan harus dikonsultasikan dengan Pemerintah Daerah, pemilik tanah dan
instansi terkait lainnya.
Pelaksanaan reklamasi sedapat mungkin harus dilaksanakan dengan cepat sepanjang
umur tambang. Dengan demikian dapat dicapai efisiensi pemakaian peralatan,
pemindahan dan pengelolaan tanah pucuk. Sebelum dimulai pelaksanaan kegiatan
penambangan sebaiknya direncanakan penggunaan tenaga kerja yang cukup termasuk
tenaga kerja kegiatan reklamasi sehingga pelaksanaan reklamasi dapat dilaksanakan
dengan cepat tanpa mengganggu produksi.

D. PENGERTIAN-PENGERTIAN
1. Penambangan adalah kegiatan untuk menghasilkan bahan galian yang dilakukan baik
secara manual maupun mekanis yang meliputi pembersihan, pembongkaran, pemuatan,
pengangkutan dan penimbunan.
2. Tambang permukaan adalah usaha pertambangan dan penggalian bahan galian yang
kegiatannya dilakukan langsung berhubungan dengan udara terbuka.
3. Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan
yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan umum, agar dapat
berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya.
4. Restorasi lahan bekas tambang adalah upaya mengembalikan fungsi lahan bekas
tambang menjadi seperti keadaan semula
5. Rehabilitasi lahan adalah usaha memperbaiki lahan yang terganggu.
6. Revegetasi lahan tambang adalah usaha penanaman kembali lahan dengan
tumbuhan/pepohonan/tanaman pada lahan bekas kegiatan tambang.

1
BAB II
PERENCANAAN REKLAMASI

Untuk melaksanakan reklamasi diperlukan perencanaan yang baik agar dalam pelaksanaannya
dapat tercapai sasaran sesuai yang dikehendaki. Dalam hal ini reklamasi harus disesuaikan
dengan tata ruang. Perencanaan reklamasi harus sudah disiapkan sebelum melakukan operasi
penambangan dan merupakan program yang terpadu dalam kegiatan operasi penambangan.
Hal-hal yang harus diperhatikan di dalam perencanaan reklamasi adalah sebagai berikut:
a. Mempersiapkan rencana reklamasi sebelum pelaksanaan penambangan
b. Luas areal yang direklamasi sama dengan luar areal penambangan
c. Memindahkan dan menempatkan tanah pucuk pada tempat tertentu dan mengatur
sedemikian rupa untuk keperluan vegetasi
d. Mengembalikan/memperbaiki kandungan (kadar) bahan beracun sampai tingkat yang aman
sebelum dapat dibuang ke suatu tempat pembuangan.
e. Mengembalikan lahan seperti keadaan semula dan/atau sesuai dengan tujuan
penggunaannya (peruntukkannya)
f. Memperkecil erosi selama dan setelah proses reklamasi
g. Memindahkan semua peralatan yang tidak digunakan lagi dalam aktivitas penambangan
h. Permukaan yang padat harus digemburkan, namun bila tidak dimungkinkan agar ditanami
dengan tanaman pionir yang akarnya mampu menembus tanah yang keras
i. Setelah penambangan maka lahan bekas tambang yang diperuntukkan bagi vegetasi,
segera dilakukan penanaman kembali dengan jenis tanaman yang sesuai.
j. Mencegah masuknya hama dan gulma berbahaya, dan
k. Memantau dan mengelola areal reklamasi sesuai dengan kondisi yang diharapkan.
Perencanaan reklamasi harus mengacu kepada Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), atau Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)
dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).

A. PEMERIAN LAHAN
Pemerian lahan pertambangan merupakan hal yang penting untuk merencanakan jenis
perlakuan dalam kegiatan reklamasi. Jenis perlakuan reklamasi dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu;
1. Kondisi iklim
2. Geologi
3. Jenis tanah
4. Bentuk alam/topografi
5. Air permukaan dan air tanah
6. Flora dan fauna
7. Penggunaan lahan
8. Tata ruang dan lain-lain

2
Untuk memperoleh data dimaksud diperlukan suatu penelitian lapangan. Dari berbagai
faktor tersebut di atas, kondisi iklim terutama curah hujan dan jenis tanah merupakan faktor
yang penting.

B. PEMETAAN
Rencana operasi penambangan yang sudah memperhatikan upaya reklamasi atau
sebaliknya dengan sendirinya akan saling mendukung dalam pelaksanaan kedua kegiatan
tersebut. Rencana (tahapan pelaksanaan) tapak reklamasi ditetapkan sesuai dengan
kondisi setempat dan rencana kemajuan penambangan. Rencana tapak reklamasi tersebut
dilengkapi dengan peta-peta skala 1 : 1.000 atau skala lainnya yang disetujui, disertai
gambar-gambar teknis bangunan reklamasi. Selanjutnya peta tersebut dilengkapi dengan
peta indeks dengan skala yang memadai.
Di dalam peta digambarkan situasi pertambangan dan lingkungan misalnya kemajuan
penambangan, timbunan tanah penutup, timbunan tegak penyimpanan sementara tanah
pucuk, kolam pengendap, kolam tersediaan air, pemukiman, sungai, jembatan, jalan,
revegetasi dan sebagainya serta mencantumkan tanggal situasi/pembuatannya.

C. PERALATAN YANG DIGUNAKAN


Untuk menunjang keberhasilan reklamasi biasanya digunakan peralatan dan sarana
prasarana antara lain: dump truck, Bulldozer, excavator, traktor, back hoe, sekop, cangkul,
bangunan pengendali erosi (a.l : susunan karung pasir, tanggul, susunan jerami, bronjong,
pagar keliling), beton, plat baja untuk menghindari kecelakaan dan lain-lain.

3
BAB III
PELAKSANAAN REKLAMASI

Kegiatan pelaksanaan reklamasi harus segera dimulai sesuai dengan rencana tahunan
pengelolaan lingkungan (RTKL) yang telah disetujui dan harus sudah selesai pada waktu yang
telah ditetapkan. Dalam melaksanakan kegiatan reklamasi, perusahaan pertambangan
bertanggungjawab sampai kondisi/rona akhir yang telah disepakati tercapai.

Setiap lokasi penambangan mempunyai kondisi tertentu yang mempengaruhi pelaksanaan


reklamasi. Pelaksanaan reklamasi umumnya merupakan gabungan dari pekerjaan teknik sipil
meliputi : pembuatan teras, saluran pembuangan air (SPA), bangunan pengendali lereng, chek
dam, penangkap oli bekas (oil chatcher) dan lain-lain yang disesuaikan dengan kondisi
setempat.
Pekerjaan teknik vegetasi meliputi : pola tanam, sistim penanaman (monokultur, multiple
croping), jenis tanaman yang disesuaikan kondisi setempat, tanaman penutup (cover crop) dan
lain-lain.
Pelaksanaan reklamasi lahan meliputi kegiatan sebagai berikut:
a) Persiapan lahan yang berupa pengamanan lahan bekas tambang, pengaturan bentuk
lahan (landscaping), pengaturan/penempatan bahan tambang kadar rendah (low grade)
yang belum dimanfaatkan
b) Pengendalian erosi dan sedimentasi
c) Pengelolaan tanah pucuk (top soil)
d) Revegetasi (penanaman kembali) dan/atau pemanfaatan lahan bekas tambang untuk
tujuan lain

A. PERSIAPAN LAHAN
1. Pengamanan Lahan Bekas Tambang
Kegiatan ini meliputi.
a. Pemindahan/pembersihan seluruh peralatan dan prasarana yang tidak digunakan di
lahan yang akan direklamasi
b. Perencanaan secara tepat lokasi pembuangan sampah/limbah beracun dan
berbahaya (B-3) dengan perlakuan khusus agar tidak mencemari lingkungan.
c. Pembuangan atau penguburan potongan beton dan “scrap” pada tempat khusus
d. Penutupan lubang bukaan tambang dalam secara aman dan permanen
e. Melarang atau menutup jalan masuk ke lahan bekas tambang yang akan
direklamasi
2. Pengaturan Bentuk Lahan
Pengaturan bentuk lahan disesuaikan dengan kondisi topografi dan hidrologi setempat.
Kegiatan ini meliputi:

4
a. Pengaturan bentuk lereng
1. Pengaturan bentuk lereng dimaksudkan untuk mengurangi kecepatan air
limpasan (run off); erosi dan sedimentasi serta longsoran
2. Lereng jangan terlalu tinggi atau terjal dan dibentuk berteras-teras
b. Pengaturan saluran pembuangan air (SPA)
1. Pengaturan saluran pembuangan air (SPA) dimaksud untuk pengatur air agar
mengalir pada tempat tertentu dan dapat mengurangi kerusakan lahan akibat
erosi.
2. Jumlah/kerapatan dan bentuk SPA tergantung dari bentuk lahan (topografi) dan
luas areal yang direklamasi.
3. Pengaturan/Penempatan Low Grade
Maksud pengaturan dan penempatan “low grade” (bahan tambang kadar rendah)
adalah agar bahan tambang tersebut tidak tererosi/hilang apabila ditimbun dalam
waktu yang lama karena belum dapat dimanfaatkan.

B. PENGENDALIAN EROSI DAN SEDIMENTASI


Pengendalian erosi merupakan hal yang mutlak dilakukan selama kegiatan penambangan
dan setelah penambangan. Erosi dapat mengakibatkan berkurangnya kesuburan tanah,
terjadinya endapan lumpur dan sedimentasi di alur sungai.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya erosi oleh air adalah : curah hujan, kemiringan
lereng (topografi), jenis tanah, tata guna tanah (perlakuan terhadap tanah) dan tanaman
penutup tanah.
Beberapa cara untuk mengendalikan erosi dan air limpasan adalah sebagaia berikut:
1. Meminimasikan areal terganggu dengan:
a. membuat rencana detail kegiatan penambangan dan reklamasi
b. membuat batas-batas yang jelas areal tahapan penambangan
c. penebangan pohon sebatas areal yang akan dilakukan penambangan
d. pengawasan yang ketat pada pelaksanaan penebangan pepohonan
2. Membatasi/mengurangi kecepatan air limpasan dengan:
a. pembuatan teras-teras
b. pembuatan saluran diversi (pengelak)
c. pembuatan SPA
d. dam pengendali
e chek dam
3. Meningkatkan infiltrasi (persesapan air tanah)
a. dengan pengaturan tanah searah kontur
b. akibat penggaruan, tanah menjadi gembur dan volume tanah meningkat sebagai
media perakaran tanah
c. pembuatan lubang-lubang tanaman, pendangiran, dll

5
4. Pengelolaan air yang keluar dari lokasi pertambangan
a. penyaluran air dari lokasi tambang ke perairan umum harus sesuai dengan peraturan
yang berlaku dan harus didalam wilayah Kuasa Pertambangan, Izin Usaha
Pertambangan (IUP)
b. membuat bendungan sedimen untuk menampung air yang banyak mengandung
sedimen
c. bila curah hujan tinggi perlu dibuat bendungan yang kuat dan permanen yang
dilengkapi dengan saluran pengelak
d. letak bendungan ditempatkan sedemikian sehingga aliran air mudah ditampung dan
dibelokan serta kemiringan saluran air (SPA) jangan terlalu curam
e. bila endapan sedimen telah mencapai setengah dari badan bendungan sebaiknya
sedimen di keruk dan dapat dipakai sebagai lapisan tanah atas.
f. dalam membuat bendungan permanen harus dilengkapi dengan saluran pelimpah
(spilways) untuk menangani keadaan darurat dan saluran pembuangan (decant,
syphon), dan lain yang dianggap perlu
g. kurangi kecepatan aliran permukaan dengan membuat teras, sheck dam dari beton,
batu, kayu atau dalam bentuk lain.
Pengendalian erosi selengkapnya supaya mengacu kepada pedoman teknis yang telah
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pertambangan Umum melalui Surat Keputusan No.
693.K/008/DDJP/1996 tentang pedoman Teknis Pengendalian Erosi Pada Kegiatan
Pertambangan Umum.

C. PENGELOLAAN TANAH PUCUK


Maksud dari pengelolaan ini untuk mengatur dan memisahkan tanah pucuk dengan lapisan
tanah lain. Hal ini karena tanah pucuk merupakan media tumbuh bagi tanaman dan
merupakan salah satu faktor penting untuk keberhasilan pertumbuhan tanaman pada
kegiatan reklamasi.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan tanah pucuk adalah:
1. Pengamatan profil tanah dan identifikasi perlapisan tanah tersebut sampai dengan
bahan galian
2. Pengupasan tanah berdasarkan atas lapisan-lapisan tanah dan ditempatkan pada
tempat tertentu sesuai tingkat lapisannya dan timbunan tanah pucuk tidak melebihi dari
2 meter
3. Pembentukan lahan sesuai dengan susunan lapisan tanah semula dengan tanah pucuk
ditempatkan paling atas dengan ketebalan minimum 0,15 m
4. Ketebalan timbunan tanah pucuk pada tanah yang mengandung racun dianjurkan lebih
tebal dari yang tidak beracun atau dilakukan perlakuan khusus dengan cara mengisolasi
dan meisahkannya
5. Pengupasan tanah sebaiknya jangan dilakukan dalam keadaan basah untuk
menghindari pemadatan dan rusaknya struktur tanah

6
6. Bila lapisan tanah pucuk tipis (terbatas/sedikit) perlu dipertimbangkan:
a. penentuan daerah prioritas yaitu daerah yang sangat peka terhadap erosi sehingga
perlu penanganan konservasi tanah dan pertumbuhan tanaman dengan segera
b. penempatan tanah pucuk pada jalur penanaman (jenis tanah yang peka terhadap
erosi dapat dilihat pada tabel 3.1)
c. jumlah tanah pucuk yang terbatas (sangat tipis) dapat dicampur dengan tanah bawah
(sub soil)
d. dilakukan penanaman langsung dengan tanaman penutup (cover crop) yang cepat
tumbuh dan menutup permukaan tanah
7. Yang perlu dihindari dalam memanfaatkan tanah pucuk adalah apabila:
a. sangat berpasir (70% pasir atau kerikil)
b. sangat berlempung (60% lempung)
c. mempunyai pH < 5.00 atau > 8.00
d. mengandung khlorida > 3% dan
e. mempunyai electrical conductivity (ec) > 400 milisimens/meter

D. REVEGETASI
Revegetasi dilakukan melalui tahapan kegiatan penyusunan rancangan teknis tanaman,
persiapan lapangan, pengadaan bibit/persemaian, pelaksanaan penanaman dan
pemeliharaan tanaman.
1. Penyusunan Rancangan Teknis Tanaman
Rancangan teknis tanaman adalah rencana detail kegiatan revegetasi yang
menggambarkan kondisi lokal, jenis tanaman yang akan ditanam, uraian jenis
pekerjaan, kebutuhan bahan dan alat, kebutuhan tenaga kerja, kebutuhan biaya dan
tata waktu pelaksanaan kegiatan.
Rancangan tersebut disusun berdasarkan hasil analisis kondisi biofisik dan sosial
ekonomi setempat. Kondisi biofisik meliputi topografi atau bentuk lahan, iklim, hidrologi,
kondisi vegetasi awal dan vegetasi asli. Sedangkan data sosial ekonomi yang perlu
mendapat perhatian antara lain demografi, sarana, prasarana dan aksesibilitas yang
ada.
Jenis tanaman yang dipilih kalau dapat diarahkan pada tanaman jenis tumbuhan asli.
Sebaiknya dipilih jenis tumbuhan lokal yang sesuai dengan iklim dan kondisi tanah
setempat saat ini. Sehingga perlu selalu mengingat perkembangan pengetahuan
mengenai jenis-jenis tanaman yang cocok untuk keperluan revegetasi lokasi bekas
tambang. Perlu konsultasi dengan instansi yang berwenang di dalam pemilihan jenis
tanaman yang cocok.
2. Persiapan Lapangan
Pada umunya persiapan lapangan meliputi pekerjaan pembersihan lahan, pengolahan
tanah dan kegiatan perbaikan tanah. Kegiatan tersebut sangat penting agar
keberhasilan tanaman dapat tercapai.

7
a. pembersihan lahan
Kegiatan pembersihan lahan merupakan salah satu penentuan dalam persiapan
lapangan. Kegiatan ini antara lain : pembersihan lahan dari tanaman penganggu
(alang-alang, liliana, dll) dengan tujuan agar tanaman pokok dapat tumbuh baik
tanpa ada persaingan dengan tanaman penganggu dalam hal mendapatkan unsur
hara, sinar matahari, dll
b. Pengolahan tanah
Tanah diolah supaya gembur agar perakaran tanaman dapat dengan mudah
menembus tanah dan mendapat unsur hara yang diperlukan dengan baik,
diharapkan pertumbuhan tanaman sesuai dengan yang diinginkan
c. perbaikan tanah
Kualitas tanah yang kurang bagus bagi pertumbuhan tanaman perlu mendapat
perhatian khusus melalui perbaikan tanah seperti penggunaan gypsum, kapur, mulsa,
pupuk (organik maupun an-organik). Dengan perlakuan tersebut diharapkan dapat
memperbaiki persyaratan tumbuh tanaman.
1) Penggunaan Gypsum
a. Gypsum digunakan untuk memperbaiki kondisi tanah yang mengandung
banyak lempung dan untuk mengurangi pembentukan kerak tanah (crushing)
pafa tanah padat (hard-setting soil). Penggunaan gypsum akan menggantikan
ion sodium dengan ion kalsium sehingga dapat meningkatkan struktur tanah,
meningkatkan daya resap tanah terhadap air, aerasi (udara), penguranangan
kerak tanah dan dengan pelindihan (leaching) akan mengurangi kadar garam
b. Bila lapisan tanah bagian bawah (sub soil) yang diperbaiki, maka perlu dibuat
alur garukan yang dalam agar gypsum dapat diserap. Jika tanah kerak yang
diperbaiki sebarkan gypsum pada lapisan permukaan saja
c. Penggunaan gypsum sebanyak 5 ton/ha biasanya cukup untuk memperbaiki
tanah kerak. Penggunaan 110 ton/ha diperlukan untuk mengolah lapisan tanah
bagian bawah yang bersifat lempung
d. Pengolahan biasanya dilakukan sekali saja. Pengaruh pengolahan tanah
dengan gypsum akan tahan selama beberapa tahun, pada saat mana tumbuh-
tumbuhansudah mempu menghasilkan bahan-bahan organik yang membetikan
dampak positif bagi pertumbuhannya.
2. Penggunaan kapur
a. Kapur digunakan khususnya untuk mengatyur pH akan tetapi dapat juga
memperbaiki struktur tanah
b. Pengaturan pH dapat merangsang tersedianya zat hara untuk tanaman dan
mengurangi zat-zat racun
c. Kapur biasanya digunakan dalam bentuk tepung batu hamping, kapur dolomit,
Kapur tohor (hydrated lime) jarang digunakan

8
d. Kapur atau batu gamping giling kasar (coarsely crushed) dan kapu
dolomit mempunyai daya kerja yang lebih lambat akan tetapi pengaruhnya
dalam menetralisir pH lebih lama dibandingkan dengan kapur tohor
e. Penggunaan gamping secara bertahap mungkin diperlukan jika kesinambungan
kenaikan pH dibutuhkan
f. Kapur tohor akan berpengaruh menurunkan kemampuan jenis pupuk yang
mengsndung nitrogen. Karena itu penggunaannya harus terpisah
g. Tingkat penyesuaian pH akan bergantung dari tingkat keasaman, jenis tanah
dan kualitas batu gamping. Sebagai contoh, penggunaan kapur sebanyak 2,5 –
3,5 ton/ha per tahun yang memiliki pH > 5,0 akan menaikkan pH lebih dari 0,5.
3. Penggunaan Mulsa, Jerami dan Bahan Organik lainnya
a. Mulsa adalah bahan yang disebarkan dipermukaan tanah sebagai upaya
perbaikan kondisi tanah. Tanaman penutup berumur pendek dapat juga
digunakan sebagai mulsa
b. Mulsa berfungsi mengendalikan erosi, mempertahankan kelembaban tanah dan
mengatur suhu permukaan tanah
c. Pada umumnya penggunaan mulsa hanya terbatas pada lokasi yang
memerlukan revegetasi cepat dan memerlukan perlindungan pada tempat-
tempat tertentu (seperti tanggul) atau jika akan diperlukan perbaikan tanah atau
media
d. Jerami jenis batang padi umumnya digunakan sebagai mulsa untuk lokasi yang
luas. Tingkat penggunaan bervariasi antara 2,5 – 5,0 ton/ha
e. Berbagai jenis bahan-bahan organik atau limbah pertanian dapat digunakan
sebagai mulsa yang penggunaannya tergantung dari ketersediaan dan
harganya. Bahan-bahan yang baik digunakan sebagai mulsa, antara lain
tumbuh-tumbuhan yang tergusur pada waktu pengupasan tanah, potongan-
potongan kayu dan serbuk gergaji limbah pabrik pengolahan dan penggergajian
kyu, ampas pabrik gula tebu dan berbagai kulit jenis kacang-kacangan
f. Nitrogen mungkin perlu ditambahkan untuk memenuhi kekurangan nitrogen
yang terjadi pada saat mulsa segar mulai membusuk/terurai
g. Penyebaran mulsa secara mekanis dapat menggunakan alat pertanian biasa
(misalnya penyebaran pupuk kandang) atau dengan alat khusus
g. Alat khusus penyebar mulsa digunakan untuk penyebaran bahan mulsa
(biasanya jerami atau batang padi) yang dicampur dengan biji tumbuhan
4. Pupuk
a. Persyaratan penggunaan pupuk akan sangat bervariasi sesuai dengan kondisi
dan maksud peruntukan lahan sesudah selesai penambangannya.
b. Meskipun jenis tumbuhan asli beradaptasi dengan tingkat nutrisi yang rendah
namun dengan pemberian pupuk yang cukup dapat meningkatkan
pertumbuhannya

9
c. Reaksi dari tiap tumbuhan bervaeriasi, anggota dari rumpun “proteaseae”
sensitif terhadap peningkatan kandungan fosfor dan kemungkinan
menimbulkan efek yang kurang baik
d. Pupuk organik (lumpur kotoran, pupuk alami atau kompos, darah dan tulang
dan sebagainya) umumnya bermanfaat sebagai pengubah siofat tanah
e. Jenis, dosis dan waktu pemberian pupuk anorganik sebaiknya dilakukan sesuai
dengan hasil analisis tanah
f. Pupuk anorganik komersial selalu mengandung satu atau lebih nutrisi makro
(yaitu nitrogen, fosfor, kalium). Selain itu juga mengandung belerang, kalsium
dan magnesium
g. Apabila terdapat tanda-tanda tumbuhan kekurangan unsur atau keracunan,
harus meminta saran dari ahli tanah
h. Waspada terhadap kemungkinan penggunaan pupuk yang berlebihan yang
dapat mengakibatkan pencemaran air khususnya pada daerah tanah pasiran
i. Pemberian pupuk dalam bentuk butir atau tablet dapat dilakukan pada jarak 10
–15 di bawah atau disebelah tiap lubang semaian pada waktu penanaman.
Harus dicegah kontak langsung antara pupuk dengan akar semaian.
1. Pengadaan Bibit/Persemaian
Bibit yang dibutuhkan untuk revegetasi dapat dipenuhi melalui pembelian
bibit siap tanam, atau melalui pengadaan bibit. Apabila melalui pengadaan
bibit harus mengikuti ketentuan sebagai berikut:
a. Pengadaan benih
Benih adalah tanaman atau bagian yang digunakan untuk memperbanyak
atau mengembangkan tanaman.
Benuh yang akan dipergunakan untuk keperluan revegetasi diperoleh
dengan cara mengumpulkan dari sumber benih yang ada atau membeli
dari perusahaan pengada/pengedar yang telah ditunjuk secara resmi.
Benih tersebut harus memenuhi syarat:
2. Diketahui secara jelas asal usulnya
3. Bermutu baik/benih unggul
Hal yang dipertimbangkan dalam mengumpulkan benih/biji antara lain:
1. Menentukan daerah pengumpulan dan spesies yang diinginkan sebelum bijih tersebut
matang
2. Menghindarkan buah yang menunjukkan adanya tanda serangan serangga atau
gangguan jamur
3. Mengumpulkan biji yang sudah matang saja, antara lain:
a. Kelompok biji yang berkulit keras (contoh casurinas, eucaliptus dan lain-lain)
menunjukkan kematangan bila warnanya sudah berubah hijau kecoklatan
b. Kelpompok buah yang berdaging seperti mangga menjadi lebih lunak dan berubah
warna bila sudah matang

10
c. Polong (akasia dan tumbuhan polong lainnya) berubah warna dari hijau ke coklat, jadi
rapuh dan biji (khususnya akasia) akan menjadi hitam dan mengkilat.
4. Hindarkan penempatan biji atau kelompok biji di dalam kantong plastik, gunakan
kantong kain atau kertas
Apabila membeli biji perlu diperhatikan:
1. Penjual biji yang mempunyai reputasi baik/penyalur resmi
2. Biji komersial dan yang dibeli harus terbungkus dalam kemasan berlabel sehingga
terjamin tingkat perkembangannya dan jelas asal serta tanggal pengambilan biji.
Penyimpanan bijih dilakukan dengan cara:
1. Memberikan tanda pengenal secara jelas dengan mencantumkan jenis biji, tanggal
pengumpulan, lokasi dan sebagainya
2. Simpan biji di dalam wadah kering, bebas serangga dan kutu serta bubuhi dengan
serbuk anti jamur dan serangga
3. Bijih disimpan temperatus di bawah 20C dengan kelembaban yang rendah. Biji
tumbuhan tropis mungkin mati pada temperatus di bawah 10C
a. Pembuatan persemaian
1. Pemilihan lokasi persemaian
Lokasi persemaian yang dipilih harus memenuhi persyaratan yaitu ada/dekat
dengan sumber air, tanahnya datar dan mudah dicapai serta cukup mendapat
cahaya matahari. Kondisi ekologisnya mendekati calon areal penanaman.
2. Tahap dan Kegiatan Pembuatan persemaian
a. Perlakuan pendahuluan
Untuk benih yang mempunyai umur panjang (benih ortodok) perlu diberi
perlakuabn khusus sebelum disemaikan
b. Penaburan benih
Benih yang berukuran harus sebelum ditabur terlebih dicampur dengan pasir
halus, tanah halus atau gambut yang telah dihancurkan sedangkan benih yang
berukuran lebih besar dapat ditabur langsung di bedeng tabur atau dalam
kantong semai.
c. Penyapihan
Penyapihan dilakukan untuk memindahkan bibit siap sapih dari bak
perkecambahan ke dalam pot yang telah diisi media sapih dan dilaksanakan di
rumah pertumbuhan
d. Pemeliharaan bibit
Untuk memperoleh bibit yang baik perlu dilakukan penyiraman, pemupukan,
penyulaman, penyiangan rumput, pemotongan akar serta pemberantasan hama
dan penyakit.
e. Pemanenan dan Pengangkutan Bibit
Bibit yang dipanen adalah bibit yang telah memenuhi persyaratan:
- pertumbuhan normal (batang lurus, daun lebar/hijau dan telah mencapai
tinggi minimum 20 cm)

11
- Kaya perakaran dan telah membentuk gumpalan dengan media
pertumbuhannya.
- Tidak terserang hama dan penyakit
Pengangkutan bibit dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
- Dengan mengangkut beserta potnya ke lapangan
- Bibit berikut gumpalan medianya di lepas dari pot lalu dimasukkan ke dalam
kantong plastik.
4. Pelaksanaan penanaman
Tahapan pelaksanaan penanaman meliputi pengaturan arah larikan tanaman,
pemasangan ajir, distribusi bibit, pembuatan lubang tanam dan penananam.
a. Pengaturan arah larikan
Arah larikan tanaman biasanya sejajar kontur atau pada daerah relatif datar
mengikuti arah timur-Barat
b. Pemasangan ajir
Pemasangan ajir mengikuti arah larikan tanaman. Pemasangan ajir tanaman
mengikuti jarak tanam yang telah ditetapkan pada rancangan tanaman, dan biasanya
jarak tanaman yang digunakan (2 x 3) m².
c. Distribusi bibit
Distribusi bibit dilakukan setelah kegiatan pembuatan lubang tanam atau dilakukan
setelah pemasangan ajir
d. Pembuatan lubang dan penanaman tanaman
Lubang tanaman dibuat dengan ukuran 30 cm x 30 cm x 30 cm, sedangkan teknik
penanamannya dengan terlebih dahulu melepas plastik (pot/pollybag) pada bibit yang
tersedia. Ebelum bibit ditanami dahulu apakah bibit tersebut cukup baik (memenuhi
syarat) umpamanya daunnya segar/sehat dan tidak rusak, demikian pula keadaan
media tanamnya.
Penanaman harus dilakukan dan selesai pada sore hari. Tanaman bibit secara tegak
lurus dan cukup padat, untuk memastikan tekan dengan kaki pada sekitar tanaman.
5. Pemeliharaan
Tingkat keberhasilan dari semua metode penanaman akan berkurang bila tidak
dilakukan pemeliharaan yang baik. Pemeliharaan tanaman dimaksudkan untuk memacu
pertumbuhan tanaman sedemikian rupa sehingga dapat diwujudkan keadaan optimum
bagi pertumbuhan tanaman.
Pemeliharaan tanaman pada tahun pertama yang dilakukan yaitu kegiatan :
penyulaman, pengendalian gulma, penyiangan, pendangiran dan pemupukan.
Sedangkan pada tahun kedua dilakukan penyiangan, pengendalian gulma, pendangiran
dan pemupukan.
a. Penyulaman
Penyulaman dilakukan pada tanaman yang mati atau rusak, tidak sehat/merana
untuk memperoleh prosentase tumbuh tanaman > 95% dan harus dilakukan 15 – 30
hari sesudah penanaman.

12
b. Pengendalian gulma
pengendalian gulma bertujuan untuk mengurangi/memperkecil persaingan akar
antara tanaman pokok dengan tanaman penganggu. Pengendalian gulma dapat
dilakukan secara manual yaitu penyiangan dan pendangiran atau secara kimiawi
berupa penyemprotan bahan kimia/herbisida, tergantung pada kondisi lapangan,
keadaan tanah, jenis gulma dan jenis tanaman.
c. Pemupukan
Pemupukan dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan tanaman dan peningkatan
riap. Dalam menentukan jenis, dosis dan waktu pemupukan perlu dipertimbangkan
jenis tanaman dan kesuburan tanahnya serta terlebih dahulu dilakukan analisa tanah.
d. Pengendalian hama dan penyakit
1. pengendalian hama dan penyakit tanaman secara kimiawi hanya dapat dilakukan
pada keadaan yang sangat mendesak yang cenderung menggagalkan rehabilitasi
hutan secara keseluruhan.
2. pengendalian tersebut dilakukan dengan mengikuti petunjuk
penggunaan/perlakuan secara tepat dan benar
3. pengendalian hama dan penyakit secara kimiawi tidak dibenarkan pada kawasan
pelestarian alam dan suaka alam.
4. pencegahan terhadap kebakaran dan pengembalaan liar.
a. Kebakaran hutan dapat menjadi ancaman serius bagi pertumbuhan tegakan,
produktivitas dan kualitas tanaman.
b. Keberapa usaha pencegahan terhadap kebakaran yang dapat dilakukan antara
lain: pembersihan lahan dari bahan yang mudah terbakar, memilih jenis
tanaman yang tahan kebakaran dan memberikan penerangan/penyuluhan
tentang pencegahan kebakaran kepada masyarakat di sekitarnyaaa.
Pencegahan terhadap pengembalaan liar dilakukan melalui penerangan dan penyuluhan,
pemberian bibit makanan ternak dan apabila dianggap perlu dapat dilakukan pembuatan
pagar pengaman.

E. REKLAMASI KHUSUS
Pada jenis tanah tertentu pelaksanaan reklamasi memerlukan perlakuan khusus.
Pelaksanaan reklamasi khusus memerlukan perlakuan tambahan dari teknik reklamasi
yang sudah diuraikan di bagian depan. Hal-hal atau kegiatan-kegiatan yang perlu reklamasi
khusus adalah penanganan batuan limbah, tailing, oli bekas dan limbah rumah tangga, air
asam tambang, daerah yang bersifat alkalin dan masin, bahan kimia beracun serta
tumbuhan hama.
1. Batuan limbah
Umumnya batuan limbah pada kegiatan penambangan sangat besar jumlahya sehingga
lokasi dan cara penimbunan serta reklamasinya harus direncanakan sendini mungkin.
Semua batuan limbah tersebut sedapat mungkin dikembalikan ketempat aanya. Kalau

13
tidak memungkinkan maka limbah batuan tersebut harus ditimbun pada suatu tempat di
luar kegiatan penambangan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat tempat pembuangan batuan limbah
tersebut adalah:
a. Perencanaan tata letak, bentuk dan lokasi tempat pembuatan harus merupakan
bagian dalam perencanaan penambangan
b. Volume batuan limbah, profil lereng, pengendalian air tambang pada daerah dimana
terjadi genangan air termasuk pengelolaan air asam tambang
c. Kemiringan lereng timbunan batuan limbah bervariasi sesuai dengan jenis batuan
yang ditimbun, topografi lokal dan pola curah hujan
d. Revegetasi merupakan cara terbaik untuk menetapkan permukaan timbunan untuk
jangka panjang
e. Pembuatan bangunan pengendali erosi dan penirisan untuk memantapkan timbunan
tersebut
f. Melakukan teknik-teknik penimbunan seperti ‘dumpling”, Rock cladding”,
“moonscaping” untuk meningkatkan perlindungan bagi daerah kritis terhadap erosi,
untuk meningkatkan daya penyerapan air hujan ke dalam tanah dan meningkatkan
perlindungan iklim mikro
g. ”Moonscaping” adalah salah satu cara untuk memantapkan lereng yang curam dan
meningkatkan kondisi untuk revegetasi. Cara ini dilakukan dengan menempatkan
tumpukan batuan/tanah limbah sedemikian rupa sehingga masing-masing lekukan
dan tumpukan tanah/batuan tersebut akan saling menutupi untuk menghindari
terbentuknya saluran air penirisan.
h. ”Rock cladding” adalah cara untuk mencegah erosi dengan menempatkan bongkah-
bongkah berdiameter 150 mm atau lebih pada permukaan timbunan batuan limbah
“rock cladding” ini juga dapat menangkap debu atau biji yang terbasa oleh angin.
Material untuk “cladding” dipilih yang tidak membangkitkan asam.
j. melakukan penamburan benih dengan menggunakan daya hidrolis air dan teknik-
teknik sejenis untuk mempercepat proses revegetasi.
2. Tailing
a. Dam Tailing
Sifat-sifat dan kimia tailing sangat bervariasi dan biasanya sulit untuk dimantapkan
dan ditanami kembali. Oleh karena itu penelitian geokimia dan teknis terkait lainnya
diperlukan agar dam tailing dapat memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:
1. tidak mengakibatkan pencemaran baik pada saat pengoperasiannya maupun
sesudahnya
2. strukturnya stabli
3. secara visual serasi dengan bentang alam sekitarnya
4. mempunyai kapasitas yang cukup untuk menampung seluruh tailing
Pembuatan rancang bangun yang akan dapat mempercepat pelaksanaan reklamasi
pada dam tersebut tidak dipergunakan lagi. Sebaiknya dam tidak digunakan untuk

14
fasilitas penampungan air, oleh karenanya air tailing harus disalurkan keluar dam.
Tindakan ini akan meningkatkan daya tampung dam juga meningkatkan densiti tailing
sehingga tekanan hidrolik pada dasar dam tailing, dan selanjtnya akan
mempermudah pelaksanaan reklamasi.
Beberapa cara untuk meningkatkan densiti tailing adalah:
1. melakukan proses pengendapan atau penyaringan secara mekanis sebelum
dialirkan ke dalam dam, misalnya dengan mengintalasikan “cyclon” atau
“thickener” dalam proses
2. mengalirkan tailing ke dalam dam tailing sehingga membentuk pantai yang landai
yang selanjutnya akan mempermudah penirisan.
Untuk daerah dengan curah hujan tinggi dan tailing yang ditampung mempunyai
potensi pembentukan asam teroksida maka harus direncanakan suatu dam dengan
sistim pembuangan/pengeluaran tailing yang permanen.
Penting untuk dipertimbangkan dalam proses pembuangan tailing adalah:
1. lokasi dam mempunyai daerah penangkapan air sekecil mungkin misalnya daerah
di luar. Apakah harus di daerah lembah memerlukan konstruksi saluran yang
permanen.
2. berdasarkan penelitian geoteknik, maka baik pada dam maupun dasar kolam
pengendapan tidak terjadi rembesan
3. bila terjadi rembesan dari zat-zat dalam tailing, maka dilakukan tindakan
pencegahan terhadap rembesan tersebut
4. konstruksi dinding luar dam harus stabil dan direvegetasi atau dilindungi dari erosi,
kemiringan dinding 3 : 1 (20°)
5. tailing harus diolah dulu sebelum dibuang untuk menghilangkan atau mengurangi
tingkat kebenarannya
6. menguji proses pra pengolahan sehingga sehemat mungkin misalnya dengan cara
mengambil material-material yang terikat pada tailing atau dengan pembuatan
pembuangan tambahan misalnya pembuatan penetralan alur air yang bersifat
asam
7. memindah-mindahkan titik pembuangan untuk menghindarkan terbentuknya area
yang terdiri dari buangan talaing halus yang sukar direvegetasi
8. melakukan pengendalian limpasan dari dam tailing dan dinding luar dam untuk
mencegah erosi
b. Sifat-sifat tailing
Sifat-sifat dan kimia dari tailing akan menentukan jenis tumbuhan yang dapat
ditanam. Sifat merugikan bagi pertumbuhan tanaman yang biasanya ditemui adalah:
1. konsentrasi logam berat dan garamnya penting
2. kurang unsur hara yang penting
3. kurangnya organisme mikrobiologi
4. sifat-sifat dan struktur tanah yang membatasi aerasi dan infiltrasi

15
5. tingginya daya struktur pemantulan sinar atau dara absorpsi panas dalam tailing
berwarna terang atau gelap menyebabkan terjadinya ketegangan fisik pada
tumbuhan
6. kekurangan fisik oleh pasir
Sampai sejauh mana sifat-sifat yang merugikan tersebut ada pada dam tailing
memerlukan penelitian-penelitian.
Informasi-informasi yang diperlukan untuk mengetahuinya adalah:
1.distribusi ukuran partikel
2.nilai pH dan kemungkinan perubahan nilai pH terhadap waktu
3.kebutuhan akan zat kimia (kemungkinan mahal biayanya) untuk mencapai pH yang
netral
4.tingkat konsentrasi logam berat dan tanaman lainnya yang bersifat meracuni
5.perubahan tingkat keracunan dengan penyesuaiannya pH
6.perubahan sifat fisik dan kimia oleh kedalaman (setidak-tidaknya sampai lapisan
zonasi akar).
c. Pilihan-pilihan Pengelolaan Tailing
1. Lapisan air (Permanent Water Cover)
Apabila tailing mengandung kadar sulfat yang tinggi dan mempunyai potensi
pembentukan asam atau proses pengendpaan lambat, maka sistim pembuangan
tailing harus didesain sedemikian rupa sehingga selalu terbentuk lapisan air
permukaan. Lapisan air akan mencegah terjadinya oksidasi tailing dan
mengurangi kemungkinan konsolidasi dari tailing. Kemudian sistem pembuangan
tersebut harus yang permanen, tetapi tidak menimbulkan perembesan air
melimpah dan segainya.
2. Cladding
Apabila permukaan tailing tersingkap maka untuk menstabilkan permukaan yang
tersingkap perlu dilakukan “rock cladding”. “Rock cladding” adalah salah satu
perlindungan permanen untuk melindungi permukaan tailing dari erosi angin
dimana permukaanm atau cara perbaikan lainnya tidak dapat dilaksanakan. “Rock
cladding” ini dalam beberapa hal membantu pertumbuhan tanaman.
3. Pelapisan (capping)
Sebelum pelaksanaan revegetasi maka dilakukan pelapisan permukaan tailing
untuk mencegah timbulnya racun yang terlarut dalam tailing. Tailing dilapisi
dengan clay yang kompak atau oleh mineral yang kedap air, kemudian diatasnya
dilapisi tanah yang tidak kedap air. Tanah pucuk kemudian dilapisi kembali pada
permukaannya. Dengan lapisan tersebut maka penirisan yang melalui permukaan
tailing dapat dikendalikan sehingga menghambat rembesan zat-zat racun yang
telah terlarut dalam tailing. Tindakan pencegahan untuk mengisolasi tailing adalah
sangat mahal dan biasanya merupakan pilihan terakhir. Pencegahan dengan
membuat desain dam tailing yang tepat adalah yang paling murah dan efektif.

16
d. Metode Pemulihan dan vegetasi
Penutupan dengan lapisan vegetasi yang dapat tumbuh dengan sendirinya
merupakan cara yang paling baik untuik reklamasi dan stabilitas jangka panjang.
Sifat-sifat dan kimiawi tailing perlu dirubah untuk menunjang pertumbuhan tanaman
yang memuaskan. Metode yang digunakan untuk membentuk pertumbuhan tanaman
adalah:
1. Penggunaan bahan organik dan mulsa
Dengan menggunakan misalnya lumpur kotoran, mulsa organik, abu terbang
sebagai material pencampuran pada tailing, maka:
a. Karakteristik tekstur dan struktur tanah bertambah baik, aerasi, infiltrasi dan
retensi air meningkat
b. Memberikan tambahan mkroorganisme pada media pertumbuhan
c. Bahan organik cenderung bereaksi dengan ion logam berat sehingga dapat
mengurangi sifat racun dari teiling
d. Potongan-potongan kayu dan material lain yang sejenis yang masih segar bisa
menyerap pertumbuhan tanaman. Bila mungkin ditimbun dulu sebelum dipakai
e. Abu terbang atau material sejenis sangat efektif untuk mengubah sifat material
tailing, tetapi sebelum digunakan harus diteliti tingkat kontaminan yang
dikandungnya
2. Perbaikan pH
Tailing pada umumnya bersifat asam yang berasal dari oksidasi logam sulfida dan
oleh karena tanaman yang dapat tumbuh dengan baik pada tanah mempunyai pH
4,5 atau kurang sangat jarang, maka diperlukan perbaikan pH menjadi lebih dari
4,5.
Penambahan berbagai jenis kapur merupakan cara yang paling efektif untuk
memperbaiki pH. Perbaikan dengan menambah kapur ini menjadi tidak efektif bila
jumlah kapur yang diperlukan melebihi 15 ton carbon carbonat equivalen (CCE).
Sifat asam basa dari tailing akan menentukan kebutuhan akan kapur. Tabel di
bawah ini dapat dipakai pedoman untuk menangani tailing yang keasamannya
rendah dan sedang;

Tingkat pemakaian
pH (ton/carbon carbonat equivalen/ha
6,0 – 5,5 2–5
5,4 – 4,6 6–9
4,5 – 4,0 10 – 13

Kapur hidrat (slaked lime) bereaksi lebih cepat dan mempunyai kemampuan untuk
menetralkan 50% - 100% lebih besar dibandingkan dengan kapur untuk pertanian
dan batu kapur yang dihaluskan.
Terak dari pabrik pemurnian adalah material yang bereaksi lambat untuk
menetralkan pH dan dbutuhkan dalam jumlah besar untuk perbaikan pH.

17
Menaikkan pH menjadi di atas 4,5 mungkin mengurangi aktivitas asam penghasil
triobachili dan membantu mengurangi tingkat sifat racun larutan.
3. Irigasi (pengairan)
Perlarutan garam dan logam beracun serta bahan-bahan asam pada daerah
gersang bisa dilakukan dengan terus-menerus menyiram air sebelum pemantauan
tumbuhan.
Kondisi pH betral atau basa terutama memungkinkan untuk menangkap logam
berat dan menetralkan pelarutan yang ber pH rendah. Apabila persediaan air
terbatas maka sistim irigasi semprot (drip irigation) mempunyai efek pelarutan
yang sama tetapi hanya pada daerah di sekitar akar.
4. Pemakaian pupuk
pemupukan perlu dilakukan apabila kondisi fisik dan menghambat pertumbuhan
tanaman. Pemupukan harus dibuat setelah tingkat keasaman tanah diperbaiki.
Unsur hara mikro (nitrogen, pospor dan potas dansebagainya) mungkin terlalu
sedikit sehingga perlu pemupukan dengan jumlahj besar.
5. Pengaruh Kapilaritas
Akibat dari kapilaritas yang bisa terjadi pada kondisi tanah gersang maka garam
tanah dan racun-racun terbawa ke atas permukaan teling sehingga mengurangi
atau menghilangkan daya kapilaritas tersebut. Pengecilan ukuran batuan yang
disarankan adalah 10 – 20 mm dan membuat lapisan setebal 300 mm
6. Penggemburan Permukaan Tailing
Permukaan dam/bendungan tailing pada daerah gersang mungkin mengeras dan
terjadi rekahan-rekahan. Pembajakan tanah pada gundukan-gundukan atau
pembentukan kolam-kolam permukaan tailing tanah akan membantu
mengeluarkan garam dari zonasi akar.
7. Penggunaan Tanah Pucuk
Penimbunan tanah pucuk di atas tailing yang tersingkap adalah cara yang paling
efektif untuk menempatkan tanaman penutup. Hal ini adalah sangat efektif setelah
digunakannya suatu lapisan untuk membatasi naiknya daya kapilar.
Apabikla tanah pucuk sangat sedikit maka permukaan tailing memerlukan
pengolahan awal dahulu untuk mengurangi pH dan sebagainya agar dapat
menghasilkan flora mikro pada media pertumbuhan.
3. Oli Bekas Dan Limbah Rumah Tangga
Oli bekas dari bengkel atau setempat lainnya ditampung pada tempat-tempat khusus
seperti drum minyak, penangkap oli (oli chatcher) atau ditanam di suatu tempat yang
konstruksinya menjamin tidak terjadi rembesan oli ke lapisan tanah.
Liombah cair rumah tangga terlebih dahulu diolah sesuai dengan kondisinya sebelum
dibuang ke perairan umum. Limbah padat rumah tangga ditimbun di suatu tempat yang
khusus dan usahakan untuk memisahkan penimbunan limbah padat yang dapat
terbakar dengan yang tidak terbakar.

18
4. Air Asam Tambang
Air Asam Tambang (AAT) atau “acid mine drainage” dapat dikeal dari warna
jingga/kuning dari endapan ferihidroksida di dasar aliran (strembeds) dan atau abu
belerang tetapi hal ini tidak selalu terjadi. Keasaman tanah bisa juga menjadi indikasi
masalah AAT yang potensial. Pembersihan vegetasi dan pemberian pupuk nitrogen
dapat menjadikan tanah yang bersifat adam dimana keasaman ini tidak berhubungan
dengan oksidasi pirit. Sekali AAT terbentuk maka akan sulit dan membutuhkan biaya
yang besar untuk menangani. Karena kebanyakan ion-ion logam akan bertambah daya
larutnya dengan berkurangnya pH. AAT sering menyebabkan masalah masalah
terjadinya logam berat. Untuk pengelolaan dan pencegahan perlu diketahui karakteristik
dari tanah penutup atau bahan buangan dan pengetahuan tentang hidrologi di daerah
tersebut. Jadi kemungkinan timbulnya AAT bisa diduga dari material yang berpotensi
menghasilkan asam diseleksi dan diisolasi. Apabila akan terjadi AAT maka perlu ada
persiapan dalam tahap perencanaan untuk mencegah AAT tersebut.
a. Prediksi/Pendugaan
Melakukan indentifikasi, kualifikasi dan pengenal contoh dari tipe batuan utama dan
geologi pada daerah tersebut sangat penting agar dapat dilakukan prediksi yang
tepat.
Pengenalan karakteristik dari tanah sangat penting untuk mengidentifikasikan baik
adanya material yang berpotensi membentuk asam dan non asam atau bahan yang
mengandung kapur (sebuah analisa asam-basa)
Perhitungan dari status asam-basa memerlukan determinasi total unsur belerang
(pirit sulfur) dan material yang berpotensi untuk menetralisasi. Tes penelitian dalam
sel atau kolam juga diperlukan untuk mensimulasikan oksidasi dan sktifitas bakteri
dan lain-lain, karena dalam perhitungan asam-basa diasumsikan seluruh sulfida yang
dihitung adalah pembentukan adam dan seluruh material yang mengandung kapur
tersedia untuk bereaksi.
Bila timbulnya AAT sangat potensial maka diperlukan identifikasi dan analisa kualitas
limbah zat pencemar terutama kandungan logam-logam berat dan bahan berbahaya
beracun (B-3) lainnya untuk prediksi yang tepat.
b. Pencegahan
Pencegahan tergantung pada identifikasi untur pirit agar supaya menerapkan cara
penambangan yang bisa menangani secara selektif bahan pembentuk asam untuk
ditempatkan pada tempat pembuangan limbah. Apabila terdapat lapisan bahan yang
mengandung kapur atau bahan alkalin lainnya, cara penambangan dan konstruksi
tempat pembuangan harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pencampuran
dari material-material tersebut di dalam timbunan dapat dilakukan.
Pengendalian hirdologi daerah tambang untuk mencegah air dan oksigen tercampur
dengan material pirit. Dengan melapisi dan mengisolasi materi pirit dengan clay atau
material kedap air lainnya maka perembesan dapat dicegah. Untuk membuktikan

19
terjadinya bahan pencemar atau bahan berbahaya beracun (B-3) di dalam tanah
yang dapat mencemari tanah dan air tanah, maka perlu dibuat sumuran penguji.
Limbah cair AAT yang dialirkan ke badan air (sungai, laut, danau dan lainnya), harus
dianalisa kualitas dan kuantitas limbah tersebut terutama kandunagn B-3, yang
disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.
c. Penanganan
Prosedur-prosedur penanagan bervariasi tergantung pada kondisi daerah. Cara
penanganan yang yang telah ditetarapkan sebelumnya atau dalam taraf percobaan
termasuk:
1. Capping (pelapisan
pelapisan dan pengisolasian terhadap material sulfida pirit dari oksigen dan air.
Tidak seperti teling dan timbunan limbah batuan kemungkinan tidak mempungai
dasar atau dinding yang bersifat kedap air atau semi air. Pekerjaan pembentukan
kembali pelapisan limbah ini lebih berat dan membutuhkan biaya besar.
2. Penyesuaian pH penirisan
Menaburkan kapur tohor (atau material penetral lainnya) ke tempat timbunan
batuan limbah. Kapasitas penetralan dari materuial yang tersedia dan kebutuhan
akan kapur untuk tempat pembuangan harus diperiksa dalam menentralisasikan
air bersifat asam untuk menentukan kelayakan
3. Pembentukan saluran-saluran
Pada timbunan limbah menuju ke daerah penambangan yang telah diseleksi yakni
pirit yang telah diisi material alkalin atau areal penimbunan dimana material yang
mempunyai kapasitas penetral yang besar telah ditempatkan lebih dahulu.
Pemasukan cairan penetral contoh : natruim karbonat, amoniak kering dan
“caustic soda” ke dalam tempat penimbunan memotong alur aliran dari penirisan
yang bersifat asam.
a. Pengumpulan AAT pada bagian hilir untuk mengolah kimiawi atau line aerasi
b. Penyaluran AAT ke daerah basah buatan dimana aktifitas biologi meningkatkan
pH dan mengurangi tingkat logam
c. Pada daerah dimana tingkat penguapan selalu melebihi tingkat pengendapan
pembuangan dengan penguapan mungkin dilaksanakan.
5. Daerah-daerah Bersifat Alkalin dan Masin
Alkalinitas dan salinitas biasanya terjadi bersamaan dalam tanah. Lapisan tanah yang
mempunyai sifat salinitas tinggi sering dijumpai pada daerah-daerah pertambangan.
Pada umumnya tanah penutup di dekat permukaan mengandung salinitas rendah yang
harus digali secara selektif untuk nantinya ditimbunkan sebagai lapisan penutup
sebelum penimbunan tanah pucuk dilakukan. Apabila keadaan umum tanah lokal
bersifat masin, maka bagian atas tanah penutup juga bersifat asin. Tanah yang
mempunyai keasinan tinggi harus diperlakukan sama dengan perlakuan terhadap tanah
penutup pembentuk asam agar efek perusakannya terhadap pertumbuhan tanaman
maupun bagi kualitas hilirnya dapat dicegah.

20
a. menentukan Tanah Alkalin Dan Tanah Masin
Sebagai petunjuk dianggap masin apabila kadar kloridanya mencapai 0,2 % dan
sangat asin apabila kadar klorida mencapai 0,5%.
Tanah dianggap alkalin (basa) apabila pH mencapai 8,0 dan alkalin kuat apabila pH-
nya mencapai atau lebih dari 9,5. “Sodicity” adalah sebuah ukuran persentase
natrium yang bisa dipertikarkan (Execangable sodium percentage, ESP) tanah
adalah sodik bila mempunyai ESP 6 dan sangat sodik pada ESP 15.
Tanah yang gerasng atau semi gersang biasanya dipengaruhi oleh salinitas dan
alkalin sodik tetapi dapat dicegah dengan praktek-praktek pertanian, khususnya
irigasi.
Salinitas dan alkalin dapat dikenal dengan ciri pengumpulan garam, adanya tanaman
yang tahan garam, tanah yang gundul dan retak-retak dengan ciri sampai mudah
pecah (disperse)
b. Penanganan
Gypsum sangat efektif untuk memperbaiki struktur tanah dan bisa menambah
penyerapan dan pelindihan garam dari profil tanah. Untuk tanah yang agak
terpengaruh digunakan gypsum 2,5 – 4,0 ton/ha. Sedangkan untuk daerah yang
kondisinya sangat rusak diperlukan gypsum 20 ton/ha.
Irigasi dengan waktu panjang akan membersihkan garam natrium dan garam perusak
lainnya, maka tetapi hanya dapat dilakukan apabila tersedia air yang berkualitas baik
dalam jumlah yang cukup.
Pembuatan kolam air dengan kedalaman air 30-80 cm untuk mempengaruhi infiltrasi
dan pelindihan garam, banyak dilakukan dalam pertanian. Pada daerahyang tandus
diperlukan selama beberapa musim untuk dapat mencapai pelindihan yang cukup.
Pembajakan dengan bentuk punggungan setinggi 20-30 cm, jarak antara setiap
punggung 1-2 m akan mempercepat lindihan pada daerah sonazi akar, yang
kemudian segera langsung dapat ditaburkan niji atau ditanam.
6. Logam-logam Berat dan Limbah Rumah Tangga
a. Logam berat yang terdapat secara alami di daerah tambang merupakan sebuah
potensi permasalahan bagi kesehatan dan lingkungan (lapisan tanah penutup, tanah
dan air). Kondisi asam dan AAT mengidentifikasi kemungkinan adanya permasalahan
logam berat.
b. Kaolin, arsen, cadmium, merkuri, nikel, mangan dan molybdenum mempunyai
potensi berbahaya bagi kehidupan manusia karena sifat bio-akumulasinya dan hanya
dengan dosis kecil dari kation tersebut di atas sudah dapat mempengaruhi
kesehatan.
c. Kenaikan tingkat radioaktif mungkin berhubungan dengan limbah tambang.
Identifikasi dan pembuangan limbah dengan cara yang baik adalah penting untuk
menghindari timbulnya dampak akibat pemaparan langsung pencemaran di luar
tambang atau mendatangkan tanaman yang sudah tercemar radioaktif.

21
d. Tembaga merupakan unsur utama yang memerlukan perhatian pada kehidupan biota
perairan demikian pula dengan logam berat lainnya yang mungkin dapat
berakumulasi di dalam sedimen
e. Tembaga, seng, timah hitam dan alumunium dengan cepat dapat timbul di dalam
tanah yang asam dan merupakan racun bagi pertumbuhan tanaman.
f. Bijih kadar rendah, limbah batuan dan lain-lain yang mempunyai potensi menjadi
racun harus ditempatkan secara efektif dalam penimbunannya.
g. Apabila ada daerah tumbuhan yang perkirakan masih tercemar oleh logam berat,
maka daerah timbunan tersebut dilapisi dengan tanah sedikitnya 0,5 m sebelum
dilakukan revegetasinya.
h. Netralkan bagian atas timbunan setebal lebih kuran 0,2 m dengan kapur atau
material sejenis sebagai penyangga atau penahan terhadap kemungkinan terjadinya
rembesanasam (acid drainage)
i. Identifikasi dan pengolahan limbah yang dihasilkan dari kegiatan penambangan
terutama yang mengandung B-3 (logam berat), harus dilakukan penanganan khusus
untuk menurunkan kandungan B-3 nya yang terkandung di dalam limbah tersebut.
7. Bahan Kimia Beracun
Banyaknya bahan kimia yang digunakan pada kegiatan pengolahan/pemurnian atau
kegiatan lainnya di lokasi pertambangan sedapat mungkin dibuat daftar bahan-bahan
kimia yang digunakan pada setiap kegiatan dan tentukan cara-cara pembuangan atau
pemusnahan yang aman terhadap sisa bahan kimia maupun tempat
penampungan/wadahnya.
Larutan asam dan larutan kaustikm umumnya digunakan pada proses
pengolahan/pemurnian, bahan-bahan kimia lainnya antara lain : resin, cat, regen flotasi
dan lain-lain.
Apabila ada keraguan dalam pemusnahan yang aman terhadap bahan-bahan
berbahaya, lubangi segera pihak-pihak yang berwenang.
Penggunaan sianida pada kebanyakan tambang emas sangat reaktif dan sangat
beracun. Sianida pada dasarnya tidak stabil dan mudah terosidasi menjadi produk yang
stabil dan umumnya tidak beracun, namun bahayanya bentuk komplek sianida dapat
meracuni biota perairan. Oleh karena itu sianida bebas maupun sianida total harus
dipertimbangkan baik-baik sebelum dilakukan pembuangannya.
Sisa sianida maupun bahan kimia lainnya harus diamankan atau dimusnahkan pada
tempat sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dilarang menimbun/mengubur butiran
atau bubuk sianida oleh karena sianida tersebut akan tetapi mempunyai potensi yang
membahayakan selama bertahun-tahun. Apabila tanahnya tetap kering dan basa.
Wadah/kontainer bahan berbahaya harus dirinci bersih sehingga bebas racun sebelum
dibuang. Air cucian dari semua peralatan/kontainer dikumpulkan dalam kolam
penampungan dan dianalisa kandungannya, kemudian air cucian tersebut diolah pada
unit pengolahan secara kimia/fisika untuk menurunkan kandungannya dan memenuhi
baku mutu limbah yang dipersyaratkan.

22
Untuk bahan yang mengandung PCB (umumnya dari oli bekas) harus ditangani secara
khusus antara lain:
a. Tidak boleh dibuang ke tanah atau badan air
b. Dikumpulkan dalam tempat penampungan sementara yang aman dari kebocoran
kemudian
c. Dibakar dalam “rotary klin incenator” atau dibuang ke pusat pembuangan limbah
industri (PPLI) yang telah ditentuklan oleh yang berwenang.
8. Tumbuhan pengganggu/gulma
a. Tumbuhan pengganggu/gulma ini mudah sekali tumbuh dan bertahap hidup serta
merupakan rumpun yang baik jadi besar kemungkinan ada pada daerah yang sedang
direklamasi
b. Daerah tambang yang sedang dikerjakan jangan sampai menjadi sumber atau
daerah perkembang biakan tumbuhan pengganggu/gulma
c. Peralatan yang datang dari daerah lain harus dibersihkan dari bibit atau tumbuhan
penganggu/gulma
d. Hindarkan tanah pucuk, serasah atau material lainnya yang mungkin mengandung
bibit tumbuhan penganggu/gulma.
9. Penirisan
a. semua saluran untuk air tercemar di alirkan ke pusat pengolahan limbah untuk
menurunkan kandungannya sebelum di buang ke lingkungan
b. Struktur bangunan dari saluran tersebut harus aman dari terjadinya perembesan ke
dalam tanah.

23
F. REKLAMASI PADA INFRASTRUKTUR DAN BEKAS BUKAAN TAMBANG
1. Jalan dan jalan Tambang
Pencemaran disain dan konstruksi jalan tambang baik yang permanen maupun
sementara harus mempertimbangkan rencana kegunaannya lebih lanjut bila
pelaksanaan reklamasi telah telah dilakukan dikemudian hari. Pada gambar
diperlihatkan contoh pembuatan galian yang baik.
a. Perencanaan
Jalan umum dan jalan tambang harus diselaraskan dengan rencana pembukaan
daerah pertambangan, hal ini akan mempermudah rencana selanjutnya apabila
kegiatan pertambangan telah selesai.
Perencanaan jalan harus memperhatikan keamanan operasi penambangan hindari
pembuatan jalan sejajar yang tidak perlu, demikian pula bundaran, jalan pintas, dan
lain-lain.
Pada daerah gersang atau jarang pepohonan, perencanaan jalan umum dan jalan
tambang dilakukan sedemikian rupa agar tumbuh-tumbuhan atau panorama alam
tidak mengurangi daya penglihatan.
Sedapat mungkin perencanaan jalan umum dan jalan tambang harus disesuaikan
dengan keadaan topografi untuk menghindari mengalirnya air ke badan jalan yang
dapat mengakibatkan jalan selalu basah.
b. Racang Bangun Dan pekerjaan Konstruksi
Pada waktu mendesain jalan tambang harus disesuaikan untuk beberapa lama jalan
itu diperlukan dan peralatan apa saja yang memerlukan jalan tersebut. Sedapat
mungkin dihindari pemakaian alat-alat berat pada jalan yang dipergunakan untuk
kegiatan eksplorasi dan dihindari sejauh mungkin mengganggu tanah pucuk serta
akar-akar pohon yang ada.
Memanfaatkan kayu dari pohon bekas tebangan sebagai badan jalan dan stabilitas
lereng jalan
Permukaan jalan dapat mengkontaminasikan air larian, maka dalam rancang bangun
maupun pekerjaan konstruksi harus memperhitungkan hal tersebut apabila curah
hujan tinggi. Persyaratan atau kelengklapan dari suatu jalan yang baik misalnya
untuk mengendalikan erosi perlu dipertahankan dalam pengerjaannya.
Pada daerah datar termasuk daerah yang sulit/kering pengendalian air permukaan
sangat penting baik yang berasal dari permukaan jalan atau daerah sekitarnya.
Pada jalan yang berada di tebing (lereng yang curam) aliran air harus disalurkan ke
parit-parit yang dibuat di sisi jalan ataupun pada tempat tertentu pada tebing curam
tersebut, untuk menghindari terjadinya erosi yang dapat mengakibatkan kelongsoran.
Dinding lereng diperkuat agar tidak mudah longsor atau tererosi serta pemasangan
gorong-gorong pada setiap ujung saluran air.
c. Reklamasi
Konfirmasi apakah pihak yang berkepentingan (pemilik, kehutanan dan lain-lain)
masih memerlukan jalan tersebut atau tidak pada waktu yang akan datang.

24
Pasanglah pintu atau penghalang untuk mencegah penggunaan jalan oleh orang-
orang yang tidak berkepentingan.
Tebarkan tanah pucuk dan garu untuk melonggarkan tanah yang padat sehingga
mudah untuk penyemaian bibit tanam, hal ini akan sekaligus juga menghambat atau
mencegah penggunaan jalan yang memang sudah tidak dikehendaki serta dapat
segera dilakukan revegetasi (lihat gambar 3.26).
Bongkar gorong-gorong selokan dan konstruksi semi permanen/sementara lainnya
biarkan air mengalir secara alamiah
Apabila konstruksi penguat dinding lereng atau pekerjaan potong timbun (cut and fill)
dan sebagainya menjadikan daerah-daerah berbelerang tidak stabil untuk jangka
waktu lama, maka perlu dibentuk kembali kontur yang memadai dengan
menggunakan material dari badan jalan, sehingga diperoleh lereng yang lebih stabil
dan memenuhi persyaratan sebagai lahan siap revegetasi.
Pemeliharaan jalan-jalan tertentu sehingga jalan masuk peralatan reklamasi sesuai
rencana rehabilitasi daerah bekas tambang adalah tetap dilakukan selama jalan
tersebut diperlukan.
2. Instalasi Jaringan Listrik dan Komunikasi
Hindari penebasan pohon serta pemindahan tanah dalam rangka instalasi jaringan listrik
dan alat komunikasi, biarkan tanggul atau akar pohon selama tidak menganggu karena
akan mempengaruhi revegetasi jalan-jalan masuk yang digunakan sementara.
Gunakan peralatan yang lebih sesuai untuk instalasi, pemeliharaan maupun
pembongkaran pada daerah-daerah terutama pada daerah-daerah yang sulit dicapai.
Singkirkan kabel, sling dan sebagainya ketika menara selesai dibongkar, kubur atau
singkirkan balok-balok beton atau pondasi.
Jalan-jalan segera direhabilitasi apabila kegiatan tidak aktif lagi.
3. Lubang Bekas Tambang
Apabila penambangan secara terbuka diterapkan pada umumnya akan meninggalkan
lubang atau cekungan pada akhir penambangan, terjadinya lubang-lubang ini dapat
diminimalkan apabila penimbunan kembali tanah penutup dilakukan dengan segera dan
merupakan bagian dari pekerjaan penambangan.
Lubang-lubang tambang yang tidak bisa dihindari dan berdasarkan perhitungan tidak
dapat ditimbun kembali, maka lubang-lubang tersebut haruslah dalam kondisi aman.
Permasalahan lubang bekas tambang tergantung pada kondisi daerah serta kondisi dari
lubang/cekungan tersebut.
Alternatif pemanfaatannya antara lain sebagai berikut :
a. Waduk
Tergantung untuk apa air akan digunakan, kualitas air (yang masuk dan keluar)
meru[akan faktor penentu

25
b.Habitat satwa liar atau budidaya
Lubang/cekungan merupakan faktor kritis, kedalaman, dinding yang terjal umumnya
tidak cocok untuk maksud ini. Pertimbangan adanya aliran tanah, bentang alam serta
habitat binaan memerlukan penelitian yang komprehensif.
c.Tempat penimbunan bahan bangunan
Dengan pertimbangan ekonomi maka lubang yang akan dipilih adalah yang terdekat
denmgan kegiatan pengupasan tanah/batuan penutup. Penelitian pola air tanah dan
kemungkinan pencemaran oleh mineral buangan perlu dilakukan.
Alternatif pemanfaatan lubang bekas tambang harus didahului dengan penelitian
mengenai kelayakan lokasi tersebut terhadap satwa liat arau budidaya.
4. Terowongan dan Sumuran yang Ditinggalkan
Seperti halnya pada tambang terbuka, lubang-lubang yangmenghubungkan permukaan
dengan kegiatan tambang dalam, apakah bentuk “adit” (lubang bukaan mendfatar) atau
“shaft” (lubang bukaan vertikal atau miring), apabila akan ditinggalkan harus dalam
keadaaan aman.
Bekas penambangan bawah tanah sangat potensial untuk timbulnya kondisi tidak aman
dan bahaya-bahaya lainnya, seperti peneurunan permukaan (subsidence), gas,
pencemaran air permukaan atau air tanah dan kemungkinan dipakai sebagai tempat
pembuangan sampah dan lain-lain.
Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah:
a. Sebelum shaft atau adit dihentikan pengoperasiannya perlu dipertimbangkan apakah
ada kemungkinan dapat dipergunakan sebagai jalan masuk pada kegiatan tambang
di kemudian hari, terutama apabila tidak ada lagi kegiatan atau tidak ada jalan masuk
yang lain di sekitar daerah tersebut.
b. Apabila mungkin dapatkan informasi lengkap mengenai desain/peta situasi terakhir
dari kegiatan tambang dan kondisi geologi setempat. Apabila kemungkinan terjadi
emisi gas-gas, gempa atau gerakan tanah dan lain-lain, maka struktur dari konstruksi
penutup lubang-lubang tersebut harus didesain dengan cermat. Mintalah bantuan
konsultan apabila tidak ada tenaga yang benar-benar ahli di bidangnya.
c. Periksa kualitas air tambang apakah mungkin dapat dimanfaatkan sebagai sumber
air baku atau potensi sebagai sumbner pencemar.
d. Singkirkan semua peralatan yang tidak digunakan lagi dan diketahui dengan pasti
lokasi, jumlah, karakteristik dan bijih yang masih tersisa atau material-material lain
yang dapat menimbulkan pencemaran.
e. Buanglah sampah beracun secara aman sesuai peraturan yang berlaku (tidak boleh
digunakan sebagai material pengisi) dan daerah tersebut direklamasi dengan cara
yang sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang ada dalam buku pedoman ini.
5. Penutupan dan penyumbatan
Penentuan cara penutupan daerah bekas tambang dan lubang-lubang bekas tambang
tergantung pada kondisi daerah setempat.

26
Ada beberapa alternatif yang dapat dipilih. Yaitu:
a. Penggunaan Pagar Pengaman Atau Dinding Tembok dan lain-lain
Lakukan pengamatan dan pengamanan pada sekeliling daerah yang diperkirakan
akan mengalami penurunan permukaan (subsidence).
Pada daerah sekitar mulut lubang bekas penambangan, pemagaran harus cukup
luas sehingga mencakup daerah yang rawan terhadap kemungkinan longsoran dari
atas.
Pemeliharaan dan pengawasan terhadap air atau shaft yang telah
ditinggalkan/ditutup harus tetap dilakukan selama potensi-potensi bahaya masih ada.
Selain dilakukan pemagaran di mulut terowongan atau sumuran yang ditinggalkan
tersebut lakukan pula pengamanan jalan masuk ke sumuran atau terowongan.
b. Menutup permukaan Bekas Penambangan
Penutupan permukaan bekas penambangan akan membantu/mencegah kecelakaan,
penggunaan yang tidak sewajarnya untuk tempat pembuangan sampah dan lain-lain
setelah tambang ditutup.
Gunakan bahan beton, pelat baja dan dibuat nampak/muncul dipermukaan agar
dapat menghindari kecelakaan.
Penutup haruslah cukup besar atau cukup memadai untuk menghindari terjadinya
pembolongan sekeliling disumbat oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab.
Sumbat beton pada sumuran (shaft) harus dibuat dari beton bertulang (reinforced
concrete) dan disangga oleh landasan yang kokoh sekeliling lubang sumuran.
Sumuran beton harus cukup tebal dan kuat agar tidak ambruk serta dapat menahan
beban-beban normal, termasuk gaya isap tekanan yang timbul akibat adanya
penyusun lumpur pengisi, ambrukan rongga-rongga atau akumulasi gas-gas
tambang.
c. Penyumbatan Sumuran Dibagian Dalam Agar tetap Ada Jalan Menuju Level Bagian
Atas
Sumbat penutup harus kedap air dan desain agar dapat mengatasi kondisi
permeabilitas, elastisitas dan gaya-gaya komprehensif dari pelapisan batuan di
sekitar atau akumulasi air. Carilah batuan atau bimbingan khusus dari konsultasi.
d. Pengisian Kembali Dengan Material tertentu
Jangan gunakan sumuran yang ditinggalkan sebagai tempat pembuangan sampah,
sisa bahan kimia dan lain-lain.
Bila terdapat gas-gas tambang hindarkan penumupkkan batuan kwarsit, bongkahan
beton berbesi atau material lain yang dapat menimbulkan percikan api.
Bagian dasar sumuran harus diperkuat agar lebih stabil dengan pengisian batuan
yang bersih, keras dan memungkinkan air mengalir dengan tinggi minimal lima kali
diameter sumuran.
Material pengisi yang umumnya digunakan untuk mengisi sumuran (selain pada
lokasi-lokasi kritis) harus terdiri dari material yang stabil dan mengisi rongga-rongga
serta dapat menyangga dinding shaft, misalnya bata, bongkah beton dan lain-lain.

27
BAB IV
KRITERIA KEBERHASILAN REKLAMASI

Untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan kegiatan reklamasi lahan bekas tambang perlu
mengacu pada kriteria sebagai berikut:
A. PENATAAN LAHAN
1. Pengisian Kembali Lahan bekas Tambang
a.Luas areal yang diisi kembali (ha),  90% dari areal yang seharusnya diisi
b.Jumlah bahan/material pengisi (m³),  90% dari jumlah tanah penutup yang digali
2.Pengaturan permukaan lahan (regrading)
a.Luas areal yang diatur (ha),  90% dari areal yang ditimbun kembali
b.Kemiringan lereng (%), < 8% untuk tanaman pangan
c.Tinggi, lebar dan panjang teras (m), disesuaikan dengan bentuk teras dan kemiringan
lereng.
3.Penaburan/penempatan tanah pucuk
a.Luas areal yang diatur (ha),  90% dari areal yang seharusnya diisi
b.Jumlah tanah pucuk yang ditabur,  90% dari jumlah tanah pucuk yang digali dan
disimpan
c.Ketebalan tanah pucuk (cm),  80% dari ketebalan tanah pucuk semula pada areal
tersebut
d.Perbaikan kualitas tanah pada zone perakaran melalui pengapuran (ton/ha), sehingga
pH tanah menjadi 5,0 – 7,0 dan perbaikan struktur tanah, tanah menjadi gembur.

B. PENGENDALIAN EROSI DAN PENGELOLAAN LIMBAH


1.Pembuatan bangunan pengendali erosi, jenis, jumlah dan kualitasnya sesuai dengan
rencana
2.Pengelolaan limbah, pelaksanaannya sesuai dengan rencana

C. REVEGETASI
1. Pengadaan Bibit/benih
a. Jenis, asli setempat atau sesuai dengan kondisi dan fungsi lahan
b. Jum,lah (batang/kg) sesuai dengan rencana
2. Penanaman
a. Luas areal yang ditanam (ha),  90% dari areal yang telah diatur kembali
b. Jumlah yang ditanam (batang), sesuai dengan rencana
c. Jarak tanam (m x m), sesuai dengan rencana

28
3. Pemeliharaan
a. Jumlah dan jenis tanaman sulaman, sesuai dengan jumlah yang mati
b. Pemupukan, jenis danm dosis pupuk serta frekuensi pemupukan sesuai dengan
rencana
c.  90% dari tanaman bebas dari gulma, hama dan penyakit
4. Tingkat pertumbuhan tanaman
a. Tanaman tumbuh subur (sehat dan tidak merana)
b. Jumlah tanaman yang ditanam prosentase jadinya . 80%

29
REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG

MATERI KULIAH
Oleh: Mustapa Ali Mohamad

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL (STTNAS)
Y O GYAKARTA

30

Anda mungkin juga menyukai