Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA

ACARA II
“SIMULASI HUKUM MENDEL”

NAMA : FLORIANA JIJIANA JAWA TOBIN


NIM : 1506050089

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2017
I. PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Hukum mendel satu adalah perkawinan dua tetua yang mempumyai satu sifat beda
(monohibrid). Setiap individu yang berkembangbiak secara seksual terbentuk dari peleburan
dua gamet yang berasal dari induknya. Berdasarkan hipotesis mendel setiap sifat/ karakter
ditentukan oleh gen (sepasang alel). Hukum mendel satu berlaku pada waktu gametogenesis
F1 X F1 itu memiliki genotipe heterozigot. Dalam perestiwa meiosis, gen sealael akan
terpisah, masing-masing akan membentuk gamet. Waktu terjadi penyerbukan sendiri (F1 X
F1) dan pada proses fertilisasi gamet-gamet yang mengandung gen itu akan melebur secara
acak dan terdapat empat macam peleburan atau perkawinan. (penuntun praktikum, 2014)
Hukum Mendel I dikenal sebagai hukum Segregasi. Selama proses meiosis berlangsung,
pasangan-pasangan kromosom homolog saling berpisah dan tidak berpasangan lagi. Setiap
set kromosom itu terkandung di dalam satu sel gamet. Proses pemisahan gen secara bebas
dikenal sebagai segregasi bebas. Hukum Mendel I dikaji dari persilangan monohibrid.
(Syamsuri, 2004:101)
Hukum Mandel I berlaku pada gametogenesis F1. F1 itu memiliki genotif heterozigot.
Baik pada bunga betina maupun benang sari, terbentuk 2 macam gamet. Maka kalau terjadi
penyerbukan sendiri (F1 x F1) terdapat 4 macam perkawinan. (Wildan Yatim, 1996:76).
Pada galur murni akan menampilkan sifat-sifat dominan (alel AA) maupun sifat resesif
(aa) dari suatu karakter tertentu. Bila disilangkan, F1 akan mempunyai kedua macam alel
(Aa) tetapi menampakkan sifat dominan (apabila dominant lengkap). Sedangkan individu
heterozigot (F1) menghasilkan gamet-gamet, setengahnya mempunyai alel dominan A dan
setengahnya mempunyai alel resesif a. Dengan rekomendasi antara gamet-gamet secara
rambang populasi F2 menampilkan sifat-sifat dominant dan resesif dengan nisbah yang
diramalkan. Nisbah fenotif yaitu 3 dominan (AA atau Aa) : 1 resesif (aa). Nisbah geneotif
yaitu 1 dominan lengkap (AA) : 2 hibrida (Aa) : 1 resesif lengkap (aa). (L. V. Crowder,
1997:33)
Genetika yang sesungguhnya baru dimulai pada decade kedua dari abad ke-19 setelah
mendel menyajikan secara hati-hati hasil analisis beberapa percobaan persilangan yang
dibuatnya pada tamanan ercis/kapri (Pisum sativum). (Suryo, 1990).
Johann Mendel lahir tanggal 22 Juli 1822 di kota kecil Heinzendorf di Silesia, Austria.
(Sekarang kota itu bernama Hranice wilayah Republik Ceko.) Johann memunyai dua saudara
perempuan. Ayahnya adalah seorang petani. Minatnya dalam bidang hortikultura ternyata
dimulai sejak dia masih kecil. (Paskah,2010).
Eksperimen Mendel dimulai saat dia berada di biara Brunn didorong oleh
keingintahuannya tentang suatu ciri tumbuhan diturunkan dari induk keturunannya. Jika
misteri ini dapat dipecahkan, petani dapat menanam hibrida dengan hasil yang lebih besar.
Prosedur Mendel merupakan langkah yang cemerlang dibanding prosedur yang dilakukan
waktu itu. Mendel sangat memperhitungkan aspek keturunan dan keturunan tersebut diteliti
sebagai satu kelompok, bukan sejumlah keturunan yang istimewa. Dia juga memisahkan
berbagai macam ciri dan meneliti satu jenis ciri saja pada waktu tertentu; tidak memusatkan
perhatian pada tumbuhan sebagai keseluruhan. Dalam eksperimennya, Mendel memilih
tumbuhan biasa, kacang polong, sedangkan para peneliti lain umumnya lebih suka meneliti
tumbuhan langka. Dia mengidentifikasi tujuh ciri berbeda yang kemudian dia teliti:
a. Bentuk benih (bundar atau keriput),
b. Warna benih (kuning atau hijau),
c. Warna selaput luar (berwarna atau putih),
d. Bentuk kulit biji yang matang (licin atau bertulang),
e. Warna kulit biji yang belum matang (hijau atau kuning),
f. Letak bunga (tersebar atau hanya di ujung), dan
g. Panjang batang tumbuhan (tinggi atau pendek). (paskah, 2010)
Mendel melakukan percobaan selama 12 tahun. Dia menyilangkan (mengawin silang)
sejenis buncis dengan memerhatikan satu sifat beda yang menyolok. Misalnya, buncis berbiji
bulat disilangkan dengan buncis berbiji keriput, buncis dengan biji warna kuning disilangkan
dengan biji warna hijau, buncis berbunga merah dengan bunga putih, dan seterusnya. (Fandri,
2009).
Sifat yang muncul pada F1 disebut sebagai sifat dominan (menang), sedangkan sifat yang
tidak muncul di sebut sifat resesif (kalah). Oleh Mendel, huruf yang dominan homozigot
diberi simbol dengan huruf pertama dari sifat dominan, dengan menggunakan huruf kapital
yang ditulis dua kali. Sedangkan sifat resesif di beri simbol dengan huruf kecil dari sifat
dominan tadi. Simbol ditulis dua kali atau sepasang karena kromosom selalu berpasangan.
Setiap gen pada kromosom yang satu memiliki pasangan pada kromosom homolognya.
(Istamar Syamsuri, 2004)
Mendel menyusun hukumnya ke II. Hukum Mendel II disebut juga hukum asortasi.
Mendel menggunakan kacang ercis untuk dihibrid, yang pada bijinya terdapat dua sifat beda
yaitu bentuk dan warna biji. Persilangan dihibrid yaitu persilangan dengan dua sifat beda
sangat berhubungan dengan hukum Mendel II yang berbunyi “independent assortment of
genes” atau pengelompokkan gen secara bebas. Hukum ini berlaku untuk pembentukan
gamet, dimana gen sealel secara bebas pergi ke kutub ketika meiosis.2. Penyimpangan
Hukum Mendel Penyimpangan semu hukum Mendel adalah perbandingan fenotif dari
persilangan monohibrid yang seolah-olah tidak mengikuti pola 3:1 atau tidak mengikuti pola
9 : 3 : 3 : 1. Pola tersebut dapat berupa 9 : 3 : (3+1), (9+3) : 3 : 1, atau 9 : (3+3+1). Hal ini
disebabkan interaksi antar gen yang dapat menyebabkan perbandingan fenotip yang
menyimpang dari hukum Mendel. Bentuk interaksi antar gen yang menyebabkan
penyimpangan semu hukum Mendel berupa kriptomeri, gen komplementer, atavisme,
epistasis dan hipostasis, dan polimeri.
a) Kriptomeri
Fenomena kriptomeri pertama kali ditemukan oleh Correns pada saat menyilangkan
bunga Linaria maroccana galur murni, warna merah dengan galur murni berwarna putih.
Pada F1 didapatkan bunga berwarna ungu. Kemudian bunga F1 itu di silangkan
sesamanya dan menghasilkan bunga berwarna ungu, merah, dan putih dengan
perbandingan 9 : 3 : 4.
b) Gen Komplementer
Fenomena ini di sampaikan pertama kali oleh W. Bateson dan R.C Punnet.
Komplementer merupakan interaksi gen yang saling melengkapi jika salah satu gen tidak
ada maka sifat yang muncul tidak sempurna. Hasil yang di dapatkan adalah perbandingan
fenotif F2 9 : 7.
c) Atavisme
Fenomena ini disampaikan oleh W. Bateson dan R.C Punnet. Atavisme atau interaksi
beberapa gen terdapat pada bentuk jengger ayam yaitu walnut, rose, pea, dan bilah.
d) Epistasis dan Hipostasis
Aktivitas saling mempengaruhi antar gen dominan diperhatikan oleh peristiwa epistasis
dan hipostasis. Sebuah maupun sepasang gen yang menutupi (mengalahkan) ekspresi gen
yang lain yang bukan alelnya dinamakan gen yang epistasis, sedangkan gen yang
dikalahkan dinamakan hypostasis.
e) Polimeri
Polimeri merupakan persitiwa munculnya suatu sifat pada hasil persilangan heterozigot
karena adanya pengaruh gen-gen lain. Hal ini disebabkan terdapat dua atau lebih gen
yang menempati lokus berbeda, tetapi memiliki sifat yang sama. Perbandingan fenotif F2
pada polimeri adalah 15 : 1. Berdasarkan pemaparan diatas maka judul laporan ini adalah
“simulasi hukum mendel”.

2. Tujuan
Melakukan simulasi persilangan hukum monohybrid dan dihibrid untuk membuktikan
hukum segregasi mendel.

II. ALAT DAN BAHAN


Bahan yang digunakan meliputi empat macam wara kancing dengan ukuran yang sama,
untuk percobaan monohybrid masing – masing 64 kancing dan dihibrid masing – masing 32
kancing. Alat yang digunakan adalah peralatan tulis (pensil, bolpoint, kertas, dan penggaris).

III. PROSEDUR KERJA


1. Simulasi persilangan monohybrid
a. Diambil kancing berwarna merah dan putih masing – masing sebanyak 64 kancing.
Kancing merah diasumsikan sebagai gamet yang mengandung gen M
(mengendalikan warna merah bunga yang bersifat dominan), sementara kancing
putih diasumsikan sebagai gamet yang mengandung gen m (mengendalikan warna
putih bunga yang bersifat resesif).
b. Kemudian dilepaskan satu pasang kancing menjadi dua kancing. Dan diletakan
pada tempat yang berbeda.
c. Diambil secara acak satu kancing dan direkatkan atau dipsangkan, kemudian
disimpan pada tempat yang berbeda.
d. Ulangi langkah c sampai seluruh kancing sudah berpasangan.
e. Hitunglah jumlah masing – masing pasangan kancing yang berwarna merah –
merah (MM), merah putih (Mm), dan putih – putih (mm).

2. Simulasi persilangan dihibrid


a. Diambil kancing berwarna merah, putih, kuning, dan hitam masing – masing 32
kancing. Kancing merah sebagai gen M yang mengendalikan warna merah
dominan. Kancing putih sebagai gen m yang mengendalikan warna putih, dan
kancing kuning sebagai gen K yang mengendalikan biji kuning dominan dan
kancing hitam sebagai gen k yang mengendalikan warna biji hijau yang bersifat
resesif.
b. Kemudian dilepaskan satu pasang kancing menjadi dua kancing. Dan diletakan
pada tempat yang berbeda.
c. Diambil secara acak satu kancing dan direkatkan atau dipsangkan, kemudian
disimpan pada tempat yang berbeda kancing merah dipasangkan dengan warna
putih. Dan kancing kuning di pasangkan dengan kancing hitam. Ditentukan fenotip
yang dihasilkan.
d. Ditempatkan hasil simulasi tersebut dengan fenotip yang sama ke tempat yang
sama.
e. Ulangi langkh c dan d untuk pasangan berikutnya smpai selesai.
f. Masukan seluruh data pada tabel pengamatan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Hasil Pengamatan
a. Monohibrid
M = bunga merah
m = bunga putih
Diambil masing-masing kancing merah dan putih sebanyak 64.
MM = 27
Mm = 74
mm = 27 +
128
Bunga Bunga Total
Merah Putih
Jumlah tanaman yang diamati (O) 101 27 128
Jumlah yang diharapkan (E) 96 32 128
d = (O-E) 5 -5 0
d2 25 25
d2/ e 0,260 0,781
X2 = Ʃ(d2/e) 0,260 + 0,781 1,041

X2 hitung = 1,041 sementara X2 tabel (df = 1) 0,05 =3,84 sehingga X2 hitung < X2 tabel (α
0,05). Jadi, kesimpulan hasil persilangan memenuhi syarat.

b. Dihibrid
M = merah
m = putih
K = kuning
k = hitam
Diambil masing-masing kancing merah, putih, kuning dan hitam sebanyak 32. Merah
dan putih menentukan warna bunga dan kuning dan hitam menentukan warna biji.
M.K M.kk mm.K mm Total
kk
(O) 35 14 9 6 64
(E) 36 12 12 4 64
d = O-E -1 2 -3 2 0
2
d 1 4 9 4
2
d /e 0,027 0,333 0,75 1
2
X = 0,027 + 0,333 + 0,75 + 1 2,11
Ʃ(d /e)
2

X2 hitung = 2,11 sementara X2 tabel (df = 3) 0,05 = 7,815 sehingga X2 hitung < X2 tabel (α
0,05) . Jadi, kesimpulan hasil persilangan memenuhi syarat.

2. Pembahasan

Dari hasil pengamatan diatas maka dapat dibahas :


Pada praktikum ini kami menggunaakan 2 kancing sebagai pembawa sifat warna bunga
kedua kancing tersebut berwarna merah (M yang mengendalikan warna merah bunga yang
bersifat dominan). Dan berwarna putih (m yang mengendalikan warna putih bunga yang
bersifat resesif). Pada persilangan ini berlaku hukum mendel I yang menyatakan bahwa
ketika berlangsung pembentukan gamet pada individu heterozigot terjadi perpisahan alel
secara bebas sehingga setiap gamet hanya menerima sebuah gen saja. Oleh karena itu, setiap
gamet mengandung salah satu alel yang dikandung sel induknya.Peristiwa ini dikenal dengan
Persilangan Monohibrid yang dikenal pula dengan hukum segregasi. Persilangan ini
menggunakan satu sifat beda.Dengan menggunakan kancing genetik warna merah
dilambangkan dengan (M) dan warna putih dilambangkan dengan (m), pada keturunan satu
(F1) perkawinan dari keduanya merupakan gabungan dari kedua gen (Mm) yang dalam
fenotifnya bentuk tetap bulat (percampuran kancing merah dan kancing putih). Sedangkan
pada keturunan F2 mulai tampak berlakunya hukum segregasi yaitu pemisahan secara bebas
gen sealel. Pada percobaan ini, persilangan antara keturunan F1 didapatkan perbandingan
genotifnya dari MM : Mm : mm adalah 27 : 74 : 27 sehingga perbandingan fenotifnya adalah
101 : 27.
Perbandingan ini sesuai dengan hukum Mendel I atau hukum segregasi dimana pada
persilangan antar keturunan F1 tampak bahwa perbandingan hasil perkawinan antar faktor
dominan dan resesif pada genotifnya adalah 1 : 2 : 1 dan perbandingan fenotifnya adalah 3 :
1. Dari persilangan ini hasilnya memperoleh hasil X2 hitung = 1, 041 sementara untuk X2
table (df = 3) 0,05 = 7,815 sehingga X2 hitung < X2 tabel (α 0,05). Kesimpulan hasil
persilangan memenuhi syarat.
Hukum Mendel II dikenal pula dengan hukum asortasi atau hukum berpasangan secara
bebas. Menurut hukum ini, setiap gen/sifat dapat berpasangan secara bebas dengan gen atau
sifat lain. Meskipun demikian, gen untuk satu sifat tidak berpengaruh pada gen untuk sifat
lain yang bukan termasuk alelnya. Hukum Mendel II ini dapat dijelaskan melalui persilangan
dihibrid, yaitu persilangan dengan dua sifat beda, dengan dua alel berbeda dan memiliki
perbandingan 9 : 3: 3 : 1.
Pada percobaan yang dilakukan dengan persilangan dihibrid dengan menggunakan 2 sifat
beda yaitu kancing warna merah dengan gamet (MM) bersifat dominan terhadap kancing
warna putih, dan yang bersifat resesif dengan gamet (mm). Serta dengan kancing warna
kuning dengan gamet (KK) yang bersifat dominan warna kuning terhadap warna hijau resesif
dengan gamet (kk). Pada percobaan ini, persilangan antara keturunan F2 didapatkan
perbandingan fenotip adalah 35 : 14 : 9 : :6. Perbandingan ini sesuai dengan hukum Mendel
II dimana persilangan dihibrid dengan dua sifat bed yang lain, memiliki perbndingan fenotip
F2 sama, yaitu 9 : 3 : 3 : 1. Dari persilangan ini hasilnya memperoleh hasil X 2 hitung = 2, 11
sementara untuk X2 table (df = 3) 0,05 = 7, 815 sehingga X2 hitung < X2 tabel (α 0,05).
Kesimpulan hasil persilangan memenuhi syarat.
V. KESIMPULAN
Dari percobaan diatas persilangan monohybrid dan dihibrid sesuai dengan hukum mendel
I dan hukum mendel II. Dan hasil persilangan dari monohybrid dan dihibrid memenuhi
syarat.
DAFTAR PUSTAKA
Fandri.2008. Hukum Mandel I. http://samudra's_blog/fandri/hukum-mendel-1.html (Diakses
pada: kamis,).

Paskah. 2010. Hukum Mendel I. http://biokristi.sabda.org/gregor_mendel_1822_1884.


(Diakses pada: kamis, 8 juni 2017).

Suryati, Dotti. 2007. Penuntun Pratikum Genetika Dasar. Bengkulu: Lab. Agronomi
Universitas Bengkulu. (Diakses pada: kamis, 8 juni 2017).

Suryo.1990.Genetika Manusia.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai