Anda di halaman 1dari 42

Soal

No. Pertanyaan Nilai


1 Mengapa setiap mahasiswa TEP atau calon Teknolog Pembelajaran perlu 10
mempelajari (6) enam kawasan Teknologi Pembelajaran . Jelaskan dahulu apa
yang dimaksudkan Instructional Technology dengan 6 domain / kawasannya!

2 Apa keuntungannya Guru menggunakan berbagai Pendekatan, Metode, strategi , 15


teknik dalam suatu pembelajaran . Jelaskan dulu pengertian dari Pendekatan,
Medode, strategi , teknik tersebut dengan contoh-contohnya.

3 Di abad XXI ini adanya tuntutan kepada guru-guru untuk melakukan 25


“KEKINIAN ATRAKSI “ sebagai (tindakan) pembelajaran yang menarik,
menyenangkan, bermakna dan mentakjubkan. Coba tuliskan jawaban Anda
dikaitkan dengan dimensi guru yang kreatif, inovatif , rendah hati dan
mentakjubkan.

4 Ada berbagai pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran, antara lain 30


Contructivistism, Contexstualism, Humanism, Quantum Teaching-Learning, dan
Paikem, Tematik dan Teknologi Ilahiyah. Berikanlah penjelasan dan kaitkanlah
dengan kegiatan pembelajaran (misal dengan IPA, Matematika, IPS, Bahasa,
dll).

5 Coba lakukan observasi kegiatan pembelajaran dan atau wawancara terhadap 5 20


s/d 10 orang Guru-guru /Instruktur ke berbagai sekolah seperti (SMA, SMP,
SMK dan atau SD). Coba tuliskan laporan hasil pengamatan Anda dengan baik
dan apa adanya. Bagaimana model guru-guru /instruktur yang Anda wawancarai
atau amati dengan seksama, apakah mereka mendidik/mengajar mempersiapkan
RPP, media dan menggunakan IT dan kegiatan pembelajarannya menarik,
menyenangkan, bermakna.

Semoga Anda sukses semuanya . Aamiin


Jawaban :

1. Mengapa setiap mahasiswa TEP atau calon Teknolog Pembelajaran perlu mempelajari
(6) enam kawasan Teknologi Pembelajaran . Jelaskan dahulu apa yang dimaksudkan
Instructional Technology dengan 6 domain / kawasannya!

Definisi Instructional Technology berdasarkan AECT 1994 dalam situs aect.org1 :

1
http://www.aect.org/standards/knowledgebase.html

1
“Instructional Technology is the theory and practice of design, development, utilization,
management, and evaluation of processes and resources for learning. ... The words
Instructional Technology in the definition mean a discipline devoted to techniques or ways to
make learning more efficient based on theory but theory in its broadest sense, not just scientific
theory. ... Theory consists of concepts, constructs, principles, and propositions that serve as
the body of knowledge. Practice is the application of that knowledge to solve problems.
Practice can also contribute to the knowledge base through information gained from
experience. ... Of design, development, utilization, management, and evaluation ... refer to both
areas of the knowledge base and to functions performed by professionals in the field. ...
Processes are a series of operations or activities directed towards a particular result. ...
Resources are sources of support for learning, including support systems and instructional
materials and environments. ... The purpose of instructional technology is to affect and effect
learning (Seels & Richey, 1994, pp. 1-9).”

Dalam situs educationaltechnology.net memberikan penjelasan yang serupa tentang definisi


Instructional Technology menurut AECT 19942 :

“Instructional Technology is the theory and practice of design, development, utilization,


management, and evaluation of processes and resources for learning [1] – Association for
Educational Communications and Technology (AECT)”

2
https://educationaltechnology.net/definitions-of-instructional-technology/

2
Gambar 1. Definisi dan Domain Dalam Teknologi Pembelajaran (Sumber :
educationaltechnology.net)

Yanti Puspita Sari dalam skripsinya (2016:55) mengutip pendapat Prof. Dr. Yusufhadi Miarso
M.Sc dalam buku “Menyemai Benih Teknologi Pendidikan” (2011:201) bahwa kawasan
teknologi meliputi desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, penilaian, dan
penelitian3.

Dalam presentasi tentang “Kawasan Teknologi Pendidikan” oleh Prof. Dr. Yusufhadi Miarso,
yang dapat diunduh di widyo.staff.gunadarma.ac.id, pada slide ke 11 ditampilkan bahwa
Teknologi Pendidikan merupakan teori dan praktek dari Perancangan, Pengembangan,
Pemanfaatan, Pengelolaan, Penilaian, dan Penelitian terhadap proses, sumber dan sistem untuk
belajar.4

3
http://eprints.uny.ac.id/42565/1/Yanti%20Puspita%20Sari_12105241005.pdf
4
http://widyo.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/20142/prof.yusuf.ppt

3
Jadi definisi dari Instructional Technology atau Teknologi Pembelajaran adalah teori dan
penerapan 6 kawasan yang saling terkait satu sama lain terhadap proses belajar, sumber belajar
dan sistem belajar. Jika dirincikan teori dan penerapan 6 kawasan tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Perancangan, baik dalam proses belajar, sumber belajar maupun sistem belajar
2. Pengembangan, baik dalam proses belajar, sumber belajar maupun sistem belajar
3. Pemanfaatan, baik dalam proses belajar, sumber belajar maupun sistem belajar
4. Pengelolaan, baik dalam proses belajar, sumber belajar maupun sistem belajar
5. Penilaian, baik dalam proses belajar, sumber belajar maupun sistem belajar
6. Penelitian, baik dalam proses belajar, sumber belajar maupun sistem belajar

Enam kawasan dalam Teknologi Pembelajaran ini tidak berjalan masing-masing, akan tetapi
saling terkait satu dengan yang lainnya, sebagaimana yang diilustrasikan pada gambar 1.
Sebagai contoh, seorang praktisi yang bekerja di kawasan pengembangan bisa saja
menggunakan teori kawasan perancangan, seperti Teori Perancangan Sistem Pembelajaran dan
Teori Rancangan Pesan. Begitu pula seseorang yang bekerja di kawasan perancangan bisa saja
menggunakan teori tentang Karakteristik Media dari kawasan pemanfaatan dan
pengembangan, dan teori tentang Pengukuran dan Analisa Masalah dari kawasan penilaian.
(Seels & Richey, 1994, p. 25)5.

Jadi, dari pembahasan ini telah dapat kita lihat mengapa mahasiswa TEP atau calon Teknolog
Pembelajaran perlu mempelajari 6 kawasan Teknologi Pembelajaran. Sebab 6 kawasan ini
saling terkait satu sama lain, dan seseorang yang bekerja di salah satu bidang kawasan
Teknologi Pembelajaran ini besar kemungkinan perlu untuk menggunakan teori-teori dari
beberapa kawasan lainnya, sebab setiap kawasan tersebut saling terkait dan membutuhkan satu
sama lain.

5
http://www.aect.org/standards/knowledgebase.html

4
2. Apa keuntungannya Guru menggunakan berbagai Pendekatan, Metode, Strategi ,
Teknik dalam suatu pembelajaran. Jelaskan dulu pengertian dari Pendekatan, Metode,
Strategi , Teknik tersebut dengan contoh-contohnya.

Suprihatiningrum (2016:145) mengatakan bahwa secara garis besar pendekatan pembelajaran


dibagi menjadi dua, yaitu teacher centered (berpusat pada guru) dan student centered (berpusat
pada siswa)6. Pada pendekatan teacher centered, pembelajaran berpusat pada guru, guru
bertindak sebagai pakar yang mengutarakan pengalamannya agar dapat menginspirasi dan
menstimulasi siswa. Sedangkan pada pendekatan student centered, siswa didorong untuk
mengerjakan sesuatu agar mendapatkan pengalaman praktik dan menemukan makna atas
pengalaman yang diperoleh tersebut, disini guru hanya berperan sebagai motivator dan
fasilitator.

Sementara, menurut para ahli pendekatan didefinisikan seperti berikut.


- Menurut Sanjaya, (2008: 127), pendekatan diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang
kita terhadap proses pembelajaran.
- Pendekatan pengajaran adalah suatu jalan yang ditempuh oleh guru dalam mencapai tujuan
pengajaran ditinjau dari sudut bagaimana materi disusun dan disajikan (Soetoyo, 1998).
- Pendekatan adalah tatacara pembelajaran yang melibatkan para guru dan siswa mereka
untuk membangun mencapai tujuan dengan informasi mereka telah didapat secara aktif,
melalui kegiatan keikutsertaannya (Suparno: 2007).7

Dalam situs akhmadsudrajat.wordpress.com dijelaskan bahwa pendekatan pembelajaran dapat


diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang
merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di
dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan
cakupan teoritis tertentu.8

Jadi pendekatan pembelajaran dapat kita artikan sebagai berikut :


- Sudut pandang atau cara pandang terhadap suatu proses pembelajaran.
- Cara atau metode yang digunakan oleh guru dalam suatu aktivitas pembelajaran untuk
mencapai tujuan pembelajaran, dalam hal ini dengan mengikuti susunan materi yang telah
dibuat dengan mengikuti standar yang telah disepakati.
- Aturan-aturan dalam kegiatan pembelajaran yang dalam prosesnya melibatkan guru dan
murid untuk mencapai tujuan pembelajaran.

6
Jamil Suprihatiningrum, Startegi Pembelajaran Teori & Aplikasi (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016), 145-146.
7
Jamil Suprihatiningrum, Startegi Pembelajaran Teori & Aplikasi (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016), 147-148.
8
Akhmad Sudrajat. “Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik dan Model Pembelajaran” ,
(https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/09/12/pendekatan-strategi-metode-teknik-dan-model-
pembelajaran, pada tanggal 3 januari 2018 pukul 10.30)

5
Adapun definisi pendekatan yang menurut saya lebih sederhana dan mudah difahami, dapat
dilihat dalam bahan ajar yang disusun oleh Drs. Milan Rianto, M.Pd. Disebutkan bahwa,
pendekatan (approach), menurut T. Raka Joni (1991), menunjukkan cara umum dalam
memandang permasalahan atau objek kajian, sehingga berdampak, ibarat seorang yang
memakai kacamata dengan warna tertentu di dalam memandang alam sekitar. Kacamata
berwarna hijau akan menyebabkan lingkungan kelihatan kehijau-hijauan dan seterusnya.9

Jadi pendekatan yang kita gunakan dalam menjalankan kegiatan pembelajaran akan sangat
mempengaruhi cara atau aturan-aturan atau regulasi yang akan kita terapkan selama
menjalankan satu proses kegiatan pembelajaran. Hal ini akan mempengaruhi hampir semua
aspek yang ada selama proses pembelajaran berlangsung, termasuk kebijakan-kebijakan yang
akan diambil, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi pada hasil akhir pembelajaran.
Sebagai contoh, jika seseorang atau suatu lembaga dalam memandang permasalahan
pendidikan menggunakan pendekatan ekonomis, maka akan menyebabkan hampir semua
pengkajiannya dibawa ke dalam terminologi investasi dan hasil usaha. Contoh lain, jika
pendekatan CBSA yang digunakan dalam memandang pembelajaran, maka dalam setiap sesi
kegiatan pembelajarannya, peserta didiklah yang akan menjadi orientasi setiap kegiatan.

Ada beberapa pendekatan pembelajaran, seperti pendekatan inquiry-discovery, pendekatan


keterampilan proses, pendekatan Science Technology and Society (STS), pendekatan
kontekstual, pendekatan deduktif, pendekatan induktif, pendekatan konsep, pendekatan proses,
dan lain-lain.

Perlu kita ketahui bahwa tidak ada satu pendekatanpun yang dapat dikatakan sempurna karena
penggunaannya tergantung pada materi pembelajaran, kondisi siswa, kemampuan guru,
lingkungan belajar, dan sarana-prasarana (Suprihatiningrum, 2016:161).

Yang kedua adalah definisi Metode dan Strategi. Dua istilah ini menurut Ahwan Fanani (2014)
dalam Jurnal yang ditulisnya, merupakan dua istilah dalam pembelajaran yang memiliki
definisi yang banyak menimbulkan kerancuan dan pertanyaan, yang meskipun telah banyak
kalangan yang mencoba untuk memberikan jawaban atas permasalahan tersebut, namun
polemik terhadap pendefinisian tersebut tetap terjadi10. Dalam jurnalnya beliau mengutip
pernyataan Oemar Hamalik untuk menjelaskan perbedaan antara Metode dan Strategi dengan
menggunakan pendekatan yang lazim dalam logika yaitu mencari substansi masalah dan
menjelaskannya dengan sifat yang khas.

9
Milan Rianto, “PENDEKATAN, STRATEGI, DAN METODE PEMBELAJARAN”, Bahan Ajar Diklat Mata Pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan SMA Jenjang Dasar, 2006, hlm. 4
10
Ahwan Fanani, “Mengurai Kerancuan Istilah Strategi dan Metode Pembelajaran”, Nadwa | Jurnal Pendidikan
Islam, Volume 8 No. 2, Oktober 2014, Hal. 173

6
Oemar Hamalik menyatakan bahwa metode adalah cara untuk menyampaikan materi
pembelajaran dalam upaya mencapai tujuan kurikulum. Ia menegaskan bahwa di dalam
metode ada prosedur, sama halnya seperti strategi yang juga mengandung unsur prosedur.
Perbedaannya adalah bahwa metode terlalu menekankan kegiatan guru, sedangkan strategi
lebih menekankan kegiatan siswa.

Masih menurut Fanani dalam jurnalnya, disisi lain, Hamalik mengungkapkan definisi strategi
pembelajaran yang berbeda dengan definisi metode di atas. Ia menyatakan bahwa strategi
pembelajaran adalah metode dan prosedur yang ditempuh oleh siswa dan guru dalam proses
pembelajaran demi mencapai tujuan instruksional berdasarkan materi pengajaran tertentu dan
dengan bantuan unsur penunjang tertentu pula.11
Berdasarkan pernyataan-pernyataan Hamalik, Fanami menyimpulkan bahwa strategi masuk
dalam kelas/substansi metode, yang artinya strategi memiliki pengertian yang lebih spesifik
dibandingkan dengan metode. Metode menekankan pendekatan teacher-centered (berpusat
pada guru), sedangkan strategi menekankan pendekatan student-centered (berpusat pada
siswa).

Fanami menggambarkan pendapat Hamalik tentang definisi metode dan strategi melalui
sebuah table seperti berikut ini.

Tabel 1
Substansi, Unsur, dan Sasaran Strategi dan Metode
Menurut Oemar Hamalik

Substansi Unsur Pendekatan Obyek

- Materi Pembelajaran
Metode Cara Prosedur teacher-centered
- Tujuan kurikulum

- Materi Pembelajaran
Strategi Cara Prosedur Student-centered
- Tujuan kurikulum

Berdasarkan definisi diatas, Fanami menyimpulkan bahwa Hamalik secara tidak langsung
menegaskan bahwa metode dan strategi memiliki unsur utama yang sama, yaitu prosedur
pembelajaran untuk menyampaikan materi pembelajaran dan tujuan kurikulum (Fanami:
2014).

11
Ahwan Fanani, “Mengurai Kerancuan Istilah Strategi dan Metode Pembelajaran”, Nadwa | Jurnal Pendidikan
Islam, Volume 8 No. 2, Oktober 2014, Hal. 174

7
Dalam jurnalnya, Fanami juga mengutip penjelasan Hamzah B. Uno tentang definisi metode
dan strategi. Penjelasan Uno ini sedikit berbeda dengan penjelasan Hamalik. Uno mengartikan
strategi pembelajaran sebagai “cara-cara yang digunakan oleh seorang pengajar untuk
menyampaikan materi pembelajaran, sehingga akan memudahkan peserta didik menerima dan
memahami mata pelajaran, yang pada akhirnya tujuan pembelajaran dapat dikuasainya di akhir
kegiatan pembelajaran.”12 Tidak seperti Hamalik, Uno membedakan secara jelas antara strategi
dan metode pembelajaran. Menurut Uno, metode adalah cara untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang berisi tahapan atau prosedur pembelajaran, sedangkan strategi lebih luas
lagi, yakni mengandung penjelasan mengenai metode dan teknik (Fanami: 2014).

Tabel 2
Substansi, Unsur, dan Sasaran Strategi dan Metode
Menurut Hamzah Uno

Substansi Unsur Pendekatan Obyek


- Memahamkan
materi pembelajaran
Metode Cara Prosedur -
- Mencapai tujuan
pembelajaran
- Memahamkan
Metode dan materi pembelajaran
Strategi Cara -
Teknik - Mencapai tujuan
pembelajaran

Berdasarkan table 1 dan table 2, Uno dan Hamalik memandang bahwa substansi metode dan
strategi adalah cara. Sasaran yang mereka pahami juga hampir sama. Bagi Hamalik metode
dan strategi adalah identik, yang membedakan hanyalah pendekatannya. Sedangkan bagi Uno
strategi dan metode berbeda, yang mebedakan adalah metode dan teknik masuk sebagai bagian
strategi.13 Fanani menyimpulkan bahwa bagi Hamalik metode sejajar dengan strategi dan
hanya dibedakan dengan pendekatan, sedangkan bagi Uno metode adalah subordinat strategi.

Untuk membedah definisi dari istilah metode dan strategi ini, Uno juga mengutip pernyataan
Ismail, Wina Sanjaya, David, Barmawie Munthe, Yusuf Hadi Miarso, dan lain-lain. Dari
sekian banyak pendefinisian istilah metode dan strategi tersebut, tidak didapatkan definisi yang
baku, setiap pakar pendidik memilki definisi masing-masing, sehingga Fanani
mengelompokkan definisi strategi dan metode menjadi lima, yaitu :

12
Ahwan Fanani, “Mengurai Kerancuan Istilah Strategi dan Metode Pembelajaran”, Nadwa | Jurnal Pendidikan
Islam, Volume 8 No. 2, Oktober 2014, Hal. 174
13
Ahwan Fanani, “Mengurai Kerancuan Istilah Strategi dan Metode Pembelajaran”, Nadwa | Jurnal Pendidikan
Islam, Volume 8 No. 2, Oktober 2014, Hal. 176

8
1. Kelompok yang memahami bahwa strategi dan metode merupakan cara, namun strategi
lebih luas dan mengandung metode di dalamnya. Pendapat ini dianut oleh Hamzah Uno,
Newman dan Morgan.
2. Kelompok yang memahami strategi sebagai rencana, dan metode adalah cara
pelaksanaannya, sebagaimana yang dianut oleh Sanjaya.
3. Kelompok yang memahami strategi sebagai payung bagi teknik pembelajaran,
sebagaimana dianut oleh Yusufhadi Miyarso.
4. Kelompok yang memahami strategi sebagai metode dan kedua istilah tersebut digunakan
secara saling bergantian, sebagaimana dianut oleh Oemar Hamali, Crawford, Saul,
Matthews, Makinster, dan Mell Siberman.
5. Kelompok yang memasukkan strategi sebagai subordinat metode, seperti yang dilakukan
oleh Liu dan Shi, sebagaimana yang dikutip dan disetujui oleh Peter Westwood.

Fanani kemudian menyatakan bahwa hingga pada tahap pengelompokan definisi strategi dan
metode ini belum tercapai konsesus mengenai batasan strategi dan metode di kalangan pakar
pendidikan. Upaya telah dilakukan oleh para ahli untuk membedakan kedua istilah tersebut.
Persoalan yang muncul adalah apabila istilah strategi diartikan secara luas, maka ia akan
tumpang tindih dengan istilah model, sedangkan jika strategi diartikan secara spesifik, maka
ia akan tumpang tindih dengan istilah metode. Maka langkah yang sebaiknya diambil adalah
mendefinisikan istilah strategi dan metode sebagai dua istilah yang identik, sehingga tidak
menimbulkan problem istilah yang tidak perlu.

Yang ketiga adalah definisi Teknik. Menurut Uno, sebagaimana yang dikutip oleh Fanani
dalam jurnalnya, teknik merupakan jalan, alat atau media yang digunakan oleh guru untuk
mengarahkan kegiatan peserta didik kearah tujuan yang ingin dicapai. Di lain paragraph Uno
mengartikan teknik sebagai cara yang digunakan, yang bersifat implementatif.

Pada paragraph yang lain Fanani mengutip pernyataan Sanjaya tentang definisi teknik. Bagi
Sanjaya, teknik adalah cara untuk mengimplementasikan metode, sedangkan taktik adalah
gaya seseorang dalam menerapkan metode dan teknik.
Dalam sebuah tulisan yang dapat diunduh situs file.upi.edu disebutkan bahwa Tekknik
Pembelajaran adalah cara guru menyampaikan bahan ajar yang telah disusun (dalam metode),
berdasarkan pendekatan yang dianut, untuk memperoleh hasil yang optimal dalam kegiatan
belajar mengajar. Teknik pembelajaran ditentukan oleh metode yang digunakan, dan metode
disusun berdasarkan pendekatan yang dianut. Untuk metode yang sama dapat digunakan teknik
pembelajaran yang berbeda-beda. Pemilihan teknik pembelajaran yang akan diterapkan
tergantung pada situasi kelas, lingkungan, kondisi siswa, sifat-sifat siswa, dan kondisi-kondisi
lain.14

14
http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/196606291991031-
DENNY_ISKANDAR/MATERI_PENMETTEK_SMP.pdf

9
Dalam konteks pembelajaran Bahasa, Anthony membagi level pembelajaran menjadi tiga,
yaitu pendekatan (approach), metode (method), dan teknik (technique). Jika digambarkan
dalam bagan, level pembelajaran versi Anthony adalah sebagai berikut (Fanani: 2014) :

Gambar 2. Level Pembelajaran menurut Edward Anthony


(sumber : Jurnal Pendidikan Islam, Hal. 189, Vol. 8, Nomor 2, Oktober 2014)

Anthony mengartikan pendekatan sebagai seperangkat asumsi terkait dengan sifat dasar
pembelajaran Bahasa. Metode dimaknai sebagai rencana umum untuk menyajikan bahan
kebahasaan secara tertib. Sedangkan teknik adalah trik tertentu yang dipergunakan di kelas
untuk mencapai tujuan langsung. Teknik harus sejalan dengan metode (Fanani: 2014).

Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas, sekarang kita bisa mengetahui apa keuntungannya


Guru menggunakan berbagai Pendekatan, Metode, Strategi, dan Teknik dalam suatu
pembelajaran. Keuntungannya adalah guru dapat memilih dan menggunakan berbagai
pendekatan, metode, strategi, dan teknik pembelajaran yang akan diterapkan dalam suatu
kegiatan belajar mengajar, yang dipilih berdasarkan situasi kelas, lingkungan, kondisi siswa,
sifat-sifat siswa, dan kondisi-kondisi lain yang terjadi dimana dan kapan guru tersebut berada.

Dengan memilih pendekatan, metode, strategi dan teknik yang tepat yang cocok dan sesuai
dengan kebutuhan pembelajaran, maka proses pembelajaran yang berlangsung dapat berjalan
dengan efektif, efisien, bermakna dan menyenangkan, yang pada akhirnya akan tercapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan, yaitu transfer pengetahuan yang dilakukan selama kegiatan
belajar mengajar dari guru ke murid menjadi optimal, sehingga diperoleh hasil pembelajaran
yang maksimal.

10
3. Di abad XXI ini adanya tuntutan kepada guru-guru untuk melakukan “KEKINIAN
ATRAKSI “ sebagai (tindakan) pembelajaran yang menarik, menyenangkan, bermakna dan
mentakjubkan. Coba tuliskan jawaban Anda dikaitkan dengan dimensi guru yang kreatif,
inovatif , rendah hati dan mentakjubkan.

Mulyasa (2016) dalam bukunya menjelaskan banyak hal cara untuk menjadi guru yang
professional yang dapat menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan. Ia juga
menekankan bila seseorang ingin atau telah menjadi seorang guru maka hendaklah menjadi
sosok guru professional yang kreatif dan menyenangkan. Mulyasa menjelaskan, dengan
memperhatikan kajian Pullias dan Young (1988), Manan (1990), serta Yelon dan Weinsten
(1997), dapat diidentifikasikan sedikitnya 19 peran guru, yaitu guru sebagai pendidik,
pengajar, pembimbing, pelatih, penasehat, pembaharu (innovator), model dan teladan, pribadi,
peneliti, pendorong kreativitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin, pemindah kemah,
pembawa ceritera, aktor, emansipator, evaluator, pengawet, dan sebagai kulminator.15

Sundayana (2015) menjelaskan dalam bukunya pada sub bab “Penggunaan Audio Visual
sebagai Upaya Meningkatkan Minat dan Prestasi Belajar Siswa”, yang mana mengandung
poin-poin penjelasan sebagai berikut.
- Permasalahan yang ditemukan dalam proses belajar mengajar banyak guru tidak
mengawali pembelajaran dengan mengambil contoh fenomena yang terjadi sebagai media
pembelajaran. Akibatnya proses pembelajaran di kelas kurang bermakna. Hal ini
menipiskan minat belajar peserta didik.
- Dampak dari miskinnya kebermaknaan dan minat belajar terungkap dengan rendahnya
prestasi belajar peserta didik.
- Guru dituntut oleh peserta didik agar dapat menyampaikan materi pembelajaran secara
jelas, bermakna dan bila perlu memanfaatkan media yang menjembatani proses
pemerolehan materi pelajaran menjadi mudah dan mengalir sesuai dengan perkembangan
mental mereka.
- Ketika peserta didik sudah mulai mengenal multimedia yang secanggih kemajuan
teknologi informasi yaitu komputer berikut jaringannya, maka menjadi keniscayaan bagi
guru agar mau dan mampu menggunakan audio visual / multimedia dalam pembelajaran.
- Walaupun menggunakan multimedia sebagai alat bantu dalam pembelajaran, guru tidak
boleh lupa bahwa proses belajar berlangsung secara mental, sehingga harus bisa
mencermati penyajian pembelajaran harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan
mental peserta didik.
- Ruseffendi (1991:12) mengatakan bahwa: “Faktor luar yang dapat mempengaruhi
keberhasilan peserta didik dalam belajar adalah penyajian materi, pribadi guru, suasana
belajar, kompetensi guru, dan kondisi luar”.

15
Enco Mulyasa, Menjadi Guru Profesional – Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2016), 36-37.

11
- Penyajian materi memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan siswa.
- Pada dasarnya anak belajar melalui yang konkret. Untuk memahami konsep yang abstrak,
anak-anak memerlukan benda atau alat sebagai perantara atau visualisasinya.
- Sistem pembelajaran saat ini masih dominan dengan istilah belajar yang diartikan sebagai
kegiatan-kegiatan berupa duduk, dengar, catat kemudian pulang untuk dihafal. Melihat
kondisi yang demikian, peserta didik akan merasakan kejenuhan yang berkepanjangan.
Untuk menghindari dan mengantisipasi kejenuhan itu, maka perlu adanya pembentukan
konsep penting yang harus dilaksanakan dalam praktik pembelajaran. Salah satu
diantaranya adalah pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning).16

Priansa dan Setiani (2015:1) di dalam bukunya menjelaskan, guru merupakan tenaga
profesional sekaligus agen pembelajaran sesuai dengan yang tercantum dalam Undang-
Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Sebagai tenaga professional,
pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik,
kompetensi, dan sertifikat pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang
pendidikan. Kedudukan guru sebagai tenaga professional mempunyai visi terwujudnya
penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip profesionalisme untuk memenuhi hak
yang sama bagi setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan yang bermutu. Kedudukan
guru sebagai agen pembelajaran berkaitan dengan peran guru dalam pembelajaran, antara lain
sebagai fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi belajar
bagi peserta didik.17

Pada sub bab berikutnya Priansa dan Setiani menjelaskan bahwa kompetensi yang harus
dimiliki guru adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi professional. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran
peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan
pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya (Standar Nasional Pendidikan,
penjelasan pasal 28 ayat 3 butir a).

Priansa dan Setiani (2015:46) juga mengatakan bahwa guru yang baik adalah guru yang
mampu memahami peserta didik, yaitu mencakup pemahaman guru tentang tahapan
perkembangan peserta didik, potensi, kemampuan, karakteristik, kebutuhan, dan masalah-
masalah lain yang berkenaan dengan peserta didik dalam proses belajar yang dialaminya.
Kemudian di lain hal, disebutkan bahwa setiap individu peserta didik memiliki berbagai
macam minat dan potensi. Secara konseptual, Krapp (Suhartini, 2001) mengkategorikan minat

16
Rostina Sundayana (2015). Media dan Alat Peraga Dalam Pembelajaran Matematika. Bandung: CV. Alfabeta.
195-197.
17
Donni Juni Priansa & Ani Setiani(2015). Manajemen Peserta Didik dan Model Pembelajaran. Bandung: CV.
Alfabeta. 2.

12
peserta didik menjadi tiga dimensi besar, yaitu: (1) Minat Personal, (2) Minat Situasional, (3)
Minat Psikologikal. Minat personal peserta didik dapat diartikan sebagai minat peserta didik
pada mata pelajaran tertentu. Minat situasional mejurus pada minat peserta didik yang tidak
stabil dan relative berganti-ganti tergantung dari factor rangsangan dari luar dirinya, misalnya
suasana kelas, cara mengajar guru, dorongan keluarga. Minat psikologikal, jika peserta didik
memiliki pengetahuan yang cukup tentang mata pelajaran, dan dia memiliki cukup peluang
untuk mendalaminya baik dalam kelas (aktivitas terstruktur) maupun luar kelas (aktivitas
pribadi), serta memiliki penilaian yang tinggi terhadap mata pelajaran tersebut maka dapat
dinyatakan bahwa peserta didik tersebut memiliki minat psikologikal terhadap mata pelajaran
tersebut.18

Dua dari sembilan faktor yang mempengaruhi keaktifan belajar peserta didik menurut Gagne
dan Briggs (Martinis, 2007), sebagaimana yang dikutip Priansa dan Setiani (2015:65), adalah
memberikan motivasi atau menarik perhatian peserta didik sehingga mereka berperan aktif
dalam kegiatan pembelajaran, dan memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep yang
akan dipelajari).

Priansa dan Setiani juga menjelaskan bahwa guru harus bisa memotivasi peserta didik. Guru
yang berhasil adalah guru yang memiliki kemampuan dalam menumbuhkan semangat serta
motivasi belajar peserta didik, yang pada akhirnya akan mampu meningkatkan kualitas
pembelajaran yang dialami oleh peserta didik. Berdasarkan teori motivasi yang lazim
digunakan, sumber motivasi sedikitnya bisa digolongkan menjadi dua, yaitu: (1) Motivasi
Intrinsik (Rangsangan dari dalam diri peserta didik), (2) Motivasi Ekstrinsik (Rangsangan dari
luar peserta didik). Motivasi Intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya
tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap peserta didik sudah ada dorongan
untuk melakukan sesuatu. Faktor individual yang dapat mendorong peserta didik untuk belajar
adalah minat peserta didik terhadap suatu pelajaran, sikap positif terhadap suatu pelajaran, dan
kebutuhan peserta didik terhadap suatu pelajaran. Sedangkan Motivasi Ekstrinsik adalah
motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena ada dorongan dari luar. Motivasi ekstrinsik ini
timbul sebagai akibat pengaruh dari luar peserta didik, apakah karena adanya ajakan, suruhan,
atau paksaan dari orang lain, sehingga dalam keadaan demikian maka peserta didik mau
melakukan sesuatu, misalnya belajar. Bagi peserta didik dengan motivasi intrinsik yang lemah,
misalnya kurang rasa ingin tahunya, maka motivasi ekstrinsik ini perlu diberikan. 19

Idris (2015:62) menjelaskan, sebuah pernyataan yang patut menjadi renungan bagi para guru
adalah apa yang diungkapkan oleh Andi WIra Gunawan dalam buku “Genius Learning

18
Donni Juni Priansa & Ani Setiani(2015). Manajemen Peserta Didik dan Model Pembelajaran. Bandung: CV.
Alfabeta. 46-62.
19
Donni Juni Priansa & Ani Setiani(2015). Manajemen Peserta Didik dan Model Pembelajaran. Bandung: CV.
Alfabeta. 132-134.

13
Strategy”, bahwa sesungguhnya tidak ada mata pelajaran yang membosankan, yang ada adalah
guru yang membosankan, suasana belajar yang membosankan.20

Setiawan dan Supriono (2016) menjelaskan bahwa pendidikan sebagai proses yang aktif,
dinamik, dan generatif memberikan sumbangan yang penting kepada anak dalam
pengembangan soft skill anak seperti pengembangan nalar, berfikir logis, sistematik, kritis,
cermat, dan bersikap obyektif serta terbuka dalam menghadapi berbagai permasalahan. Soft
skill dapat dikategorikan ke dalam tiga kategori besar yaitu atribut pribadi, keterampilan
interpersonal, dan pemecahan masalah dan keterampilan pengambilan keputusan (Shakir,
2009). Tercapainya pengembangan soft skill anak dipengaruhi beberapa faktor, antara lain
faktor siswa, faktor lingkungan, dan faktor guru. 21

Menurut Rohman dalam artikelnya yang dapat diunduh di situs fisika.um.ac.id, media
pembelajaran yang banyak dikembangkan dewasa ini adalah media dalam basis e-learning,
.html (hypertext markup language), .pdf (portable document format), blog, animasi, dan
jejaring sosial. Pengembangan semacam ini terus dilaksanakan mengingat para siswa yang
mulai enggan bergelut dengan materi yang disampaikan dengan modul dan teknik yang biasa.
Menarik perhatian siswa dengan media atraktif tanpa mengurangi fokus materi yang hendak
disampaikan diharapkan menjadi jalan keluar bagi permasalahan ini. Salah satu contoh media
yang dimaksud di atas adalah SWISHMAX yang merupakan media pembelajaran atraktif
berbasis e-learning.22

Ayu Rohmatin Diana (2013: 23) menuliskan penjelasan Suliyem (2004: 2) dalam skripsinya
dalam konteks pendidikan anak usia dini atau taman kanak-kanak, pada umumnya anak-anak
pada usia dini (4-6 tahun) masih cepat bosan belajar dan berlatih, kegiatannya ditentukan oleh
suasana hati dan menyenangi hal-hal indah, warna-warni, menggembirakan, dan mengumbar
daya imajinasi yang tinggi dan liar. Oleh sebab itu salah satu model pembelajaran yang baik
untuk diterapkan di Sekolah PAUD atau TK adalah model pembelajaran atraktif, yaitu model
pembelajaran yang mempesona, menarik, mengasikkan, menyenangkan, tidak membosankan,
variatif, kreatif, dan indah. Atraktif dari segi fisik menyangkut ruangan kelas, taman bermain,
dan sarana pendidikan. Atraktif dari segi suasana menyangkut profil pendidik yang murah
senyum, ramah, memiliki kasih sayang yang memadai terhadap anak-anak, berhubungan
akrab. Atraktif dalam proses pembelajaran yang menyangkut penggunaan metode yang

20
Meity H. Idris (2015). Strategi Pembelajaran Yang Menyenangkan. Jakarta: PT. Luxima Metro Media. 62.
21
Budi Setiawan dan Supriyono, “Pengembangan Media Pembelajaran Multimedia Dengan Powerpoint dan
Wondershare Untuk Pengembangan Soft Skills Siswa bagi Guru SMP”, Jurnal SAINTIKOM, Volume 15, No. 2, Mei
2016, Hal. 152
22
Rohman, H. N., “PENGEMBANGAN MEDIA ATRAKTIF BERBANTUAN SWISHMAX DALAM MATERI ALAT-ALAT
OPTIK KELAS X”, (Malang: Universitas Negeri Malang), hal. 3-4.
(http://fisika.um.ac.id/download/sop/doc_download/768-artikelhanifnurrohmanwinartosulur.html, pada 10
Januari 2018, pukul 15.00 WIB)

14
kolaboratif dan variatif, tempat pembelajaran yang tidak hanya di dalam kelas saja tetapi juga
diluar kelas (outdoor). Orientasi untuk Taman Kanak-kanak adalah bermain dan bernyanyi. 23

Meity H. Idris menuliskan dalam bukunya 24, peranan guru yang dianggap paling dominan dan
paling diklasifikasikan adalah (1) Guru sebagai Demonstrator, (2) Guru sebagai Pengelola
Kelas, (3) Guru sebagai Mediator dan Fasilitator, (4) Guru sebagai Evaluator.

Dari penjelasan-penjelasan berbagai sumber diatas, dapat kita ketahui begitu besarnya
tanggung jawab dan tugas seorang guru, antara lain :
- Seorang guru harus menjadi sosok guru professional yang kreatif dan menyenangkan.
- Seorang guru sedikitnya memiliki 19 peran, yaitu guru sebagai pendidik, pengajar,
pembimbing, pelatih, penasehat, pembaharu (innovator), model dan teladan, pribadi,
peneliti, pendorong kreativitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin, pemindah kemah,
pembawa ceritera, aktor, emansipator, evaluator, pengawet, dan sebagai kulminator.
- Seorang guru harus dapat menciptakan proses pembelajaran di kelas yang bermakna, agar
minat belajar peserta didik tidak berkurang bahkan semakin bertambah.
- Seorang guru harus dapat menyampaikan materi pembelajaran secara jelas dan bermakna.
- Seorang guru di era modern ini agar mau dan mampu menggunakan audio visual /
multimedia dalam pembelajaran.
- Penyajian materi, pribadi guru, suasana belajar, kompetensi guru, dan kondisi luar
merupakan faktor luar yang dapat mempengaruhi keberhasilan peserta didik dalam belajar.
- Penyajian materi memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan siswa,
dimana guru merupakan pihak penyaji materi.
- Untuk menghindari dan mengantisipasi kejenuhan siswa dalam belajar, maka perlu adanya
pembentukan konsep penting yang harus dilaksanakan dalam praktik pembelajaran. Salah
satu diantaranya adalah pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning). Dan
guru merupakan pihak yang menjadi ujung tombak dalam penerapan suatu konsep dalam
pembelajaran, serta merupakan aktor utama dalam praktik pembelajaran.
- Seorang guru merupakan tenaga profesional sekaligus agen pembelajaran.
- Guru merupakan fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi
inspirasi belajar bagi peserta didik.
- Seorang guru semestinya mampu memahami peserta didik, yaitu mencakup pemahaman
guru tentang tahapan perkembangan peserta didik, potensi, kemampuan, karakteristik,
kebutuhan, dan masalah-masalah lain yang berkenaan dengan peserta didik dalam proses
belajar yang dialaminya.

23
Ayu Rohmatin, Skripsi : Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Anak dengan Memanfaatkan Media
Pembelajaran Berbasis Flash di TK B Al-Madina Semarang Tahun 2012/2013” (Semarang: Universitas Negeri
Semarang, 2013), 23.
24
Meity H. Idris (2015). Strategi Pembelajaran Yang Menyenangkan. Jakarta: PT. Luxima Metro Media. 88-94.

15
- Dua dari sembilan faktor yang mempengaruhi keaktifan belajar peserta adalah memberikan
motivasi atau menarik perhatian peserta didik sehingga mereka berperan aktif dalam
kegiatan pembelajaran, dan memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep yang akan
dipelajari). Dimana guru merupakan sang motivator bagi murid-muridnya, dan guru lah
yang dapat menarik perhatian peserta didiknya.
- Seorang guru harus bisa memotivasi peserta didik.
- Guru yang berhasil adalah guru yang memiliki kemampuan dalam menumbuhkan
semangat serta motivasi belajar peserta didik, yang pada akhirnya akan mampu
meningkatkan kualitas pembelajaran yang dialami oleh peserta didik.
- Ungkapan Andi Wira Gunawan dalam buku “Genius Learning Strategy” yang boleh
dipertimbangkan sebagai renungan bagi seorang guru, bahwa sesungguhnya tidak ada mata
pelajaran yang membosankan, yang ada adalah guru yang membosankan, dan suasana
belajar yang membosankan.
- Tercapainya pengembangan soft skill anak dipengaruhi beberapa faktor, antara lain faktor
siswa, faktor lingkungan, dan faktor guru.
- Salah satu model pembelajaran yang baik untuk diterapkan di Sekolah PAUD atau TK
adalah model pembelajaran atraktif, yaitu model pembelajaran yang mempesona, menarik,
mengasikkan, menyenangkan, tidak membosankan, variatif, kreatif, dan indah. Dan guru
merupakan pihak yang menjadi ujung tombak dalam penerapan suatu model pembelajaran.
- Peranan guru yang dianggap paling dominan dan paling diklasifikasikan adalah Guru
sebagai Demonstrator, Guru sebagai Pengelola Kelas, Guru sebagai Mediator dan
Fasilitator, dan Guru sebagai Evaluator.

Jika penjelasan-penjelasan diatas difahami dengan teliti dan seksama, maka banyak peran dan
tugas seorang guru yang menggambarkan agar seorang guru dapat menghadirkan dan
menciptakan pembelajaran yang menarik, menyenangkan, bermakna dan mentakjubkan,
terutama jika dikaitkan dengan dimensi guru yang kreatif, inovatif , rendah hati dan
mentakjubkan. Oleh sebab itu, untuk memenuhi semua tugas, peran dan tuntutan tersebut, guru
harus dapat menyajikan pembelajaran yang atraktif. Di lain sisi, semakin bertambahnya waktu,
zaman semakin berubah, gaya pembelajaran yang melekat pada peserta didik berbeda-beda
dari zaman ke zaman, oleh karena itulah guru harus selalu dapat menyajikan
PEMBELAJARAN YANG ATRAKTIF DAN KEKINIAN.

16
4. Ada berbagai pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran, antara lain Contructivistism,
Contexstualism, Humanism, Quantum Teaching-Learning, dan Paikem, Tematik dan
Teknologi Ilahiyah. Berikanlah penjelasan dan kaitkanlah dengan kegiatan pembelajaran
(misal dengan IPA, Matematika, IPS, Bahasa, dll).

Constructivism
Daryanto dan Darmiatun (2013:183) menjelaskan bahwa konstruktivisme (constructivism)
adalah teori belajar yang menyatakan bahwa orang menyusun atau membangun pemahaman
mereka dari pengalaman baru berdasarkan pengetahuan awal dan kepercayaan mereka.
Pembelajaran hendaknya dikemas menjadi proses ‘mengkonstruksi’ bukan ‘menerima’
pengetahuam. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka
melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan
guru. Pembelajaran dirancang dalam bentuk siswa bekerja, praktik mengerjakan sesuatu,
berlatih secara fisik, menulis karangan, mendemonstrasikan, menciptakan gagasan, dan
sebagainya. Sedangkan tugas guru dalam pembelajaran konstruktivis adalah memfasilitasi
proses pembelajaran dengan menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa,
memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan menyadarkan
siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.25

Komara (2014:65) menyebutkan bahwa filsafat konstruktivisme yang mempengaruhi prinsip


Contextual Teaching and Learning (CTL) berpandangan bahwa hakikat pengetahuan
mempengaruhi konsep tentang proses belajar, karena belajar bukanlah sekadar menghafal akan
tetapi mengonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil
“pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengonstruksi yang
dilakukan setiap individu.26

Menurut Suprihatiningrum (2016), yang mengutip teori psikologi konstruktivis yang diajukan
oleh Vygotsky, yang inti pokok teorinya adalah bahwa anak/siswa belajar dengan cara
mengonstruksikan sendiri pemahamannya terhadap apa yang dipelajari. Menurut teori ini,
dalam pikiran anak terdapat skema semacam gambar atau file computer yang berisi gambaran
pemahaman terhadap sesuatu yang dipelajari. Melalui skema berpikir itulah, seseorang
memahami sesuatu. Skema dapat sangat sederhana, tetapi juga dapat sangat kompleks,
tergantung tingkat perkembangan kemampuan berpikir yang bersangkutan. 27

Jadi menurut aliran konstruktivisme, cara belajar yang benar adalah dengan mengonstruksi
secara alami pengetahuan melalui pengalaman langsung siswa yang didapat melalui praktik,

25
Daryanto dan Suryatri Darmiatun (2013). Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah. Yogyakarta: Gava Media.
183-184.
26
Endang Komara (2014). Belajar Dan Pembelajaran Interaktif. Bandung: PT. Refika Aditama. 65.
27
Jamil Suprihatiningrum (2016). Strategi Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 179.

17
tugas, demonstrasi, menulis, meringkas, dan kegiatan-kegiatan lainnya yang relevan sehingga
pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa. Sebagai contoh guru Bahasa Indonesia
memberikan tugas kepada siswa untuk mengarang sebuah cerita dengan tema yang ditemukan
/ dicari sendiri oleh siswa sesuai dengan fenomena dalam kehidupan yang mereka alami. Guru
matematika memberi tugas kepada siswa untuk membuat jam matahari menggunakan papan /
triplek yang berbentuk setengah lingkaran dengan sebatang kayu atau kawat yang bayangannya
berfungsi sebagai jarum jam sebagai hasil / produk dari materi lingkaran dan tigonometri,
kemudian siswa diminta menghitung nilai SIN, COS, TAN, Luas Segitiga, Panjang Sisi Miring
Segitiga yang terbentuk dari bayangan kawat, dan lain sebagainya. Guru Bahasa Inggris
memberikan tugas kepada murid-murid untuk membentuk beberapa kelompok kemudian
masing-masing kelompok tersebut melakukan percakapan Bahasa Inggris dengan tema yang
relevan dengan kehidupan mereka. Demikian pula untuk mata pelajaran lainnya, siswa
diarahkan, difasilitasi untuk terjun langsung ke dalam peristiwa nyata yang relevan dengan
materi pelajaran yang sedang diajarkan, sehingga disana para siswa langsung belajar dan
mengonstruksi atau membangun pengetahuannya dari pengalaman-pengalaman yang didapat.

Contextualism
Menurut Komara (2014:66) Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pendekatan
pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat
menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata
sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Pertama,
CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk menemukan materi,
artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar
dalam konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi
proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. Kedua, CTL mendorong agar siswa
dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata,
artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah
dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting sebab dengan dapat mengorelasikan materi
yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan bermakna
secara fungsional akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori
siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan. Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat
menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat
memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat
mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam konteks CTL
merupakan materi-materi yang disusun sedemikian rupa untuk menjadi bekal bagi
siswa/peserta didik dalam mengarungi kehidupan nyata, setelah selesai mengikuti kegiatan
pembelajaran.28

28
Endang Komara (2014). Belajar Dan Pembelajaran Interaktif. Bandung: PT. Refika Aditama. 66.

18
Mulyasa (2016:102) menjelaskan dalam bab Pendekatan dan Metode Pembelajaran,
Pendekatan Kontekstual atau Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
yang sering disingkat dengan CTL merupakan salah satu model pembelajaran berbasis
kompetensi yang dapat digunakan untuk mengefektifkan dan menyukseskan kurikulum 2004.
CTL merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan materi antara
pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata, sehingga para peserta didik
mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-
hari. Melalui proses penerapan kompetensi dalam kehidupan sehari-hari, peserta didik akan
merasakan pentingnya belajar, dan mereka akan memperoleh makna yang mendalam terhadap
apa yang dipelajarinya. CTL memungkinkan proses belajar yang tenang dan menyenangkan,
karena pembelajaran dilakukan secara alamiah, sehingga peserta didik dapat mempraktekkan
secara langsung apa-apa yang dipelajarinya. Pembelajaran kontekstual mendorong peserta
didik memahami hakekat, makna, dan manfaat belajar, sehingga memungkinkan mereka rajin,
dan termotivasi untuk senantiasa belajar, bahkan kecanduan belajar. Kondisi tersebut tersebut
terwujud, ketika peserta didik menyadari tentang apa yang mereka perlukan untuk hidup, dan
bagaimana cara menggapainya. Dalam pembelajaran kontekstual tugas guru adalah
memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik, dengan menyediakan berbagai sarana
dan sumber belajar yang memadai. Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran
yang berupa hapalan, tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang
memungkinkan peserta didik belajar. Lingkungan belajar yang kondusif sangat penting dan
sangat menunjang pembelajaran kontekstual, dan keberhasilan pembelajaran secara
keseluruhan.29

Jadi dari kedua pendapat ini, sesungguhnya konsep konstruktivisme dan kontekstualisme
memiliki kemiripan, yaitu sama-sama menjadikan pengalaman sebagai sumber utama
pengetahuan siswa dalam pembelajaran, hanya saja konstruktivisme lebih umum sedangkan
pada kontekstualisme ilmu yang diambil atau materi yang dipelajari lebih spesifik dan dalam.
Jika dalam konsep konstruktivisme lebih menekankan pada pengkonstruksian pengetahuan
siswa melalui praktek pembelajaran, maka dalam konsep kontekstualisme lebih menekankan
pada keahlian atau skill siswa yang dihasilkan atau didapat dari praktek pembelajaran. Jika
dalam konsep konstruktivisme siswa lebih ditekankan untuk merancang suatu tema yang
relevan kemudian mempraktekkannya, maka dalam konsep kontekstualisme siswa lebih
ditekankan untuk mengobservasi suatu tema yang relevan kemudian mengekstrak hasil dari
observasi tersebut menjadi suatu keahlian atau skill untuk bekal siswa dalam kehidupan atau
di dalam lapangan kerja.

29
Enco Mulyasa, Menjadi Guru Profesional – Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2016), 102-103.

19
Humanism
Menurut Novitanila dalam artikel websitenya bahwa pengertian humanisme lebih melihat pada
sisi perkembangan kepribadian manusia. Pendekatan ini melihat kejadian yaitu bagaimana
manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak
positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanisme
biasanya memfokuskan pengajarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.30

Dalam sebuah artikel yang di-publish di situs iain-samarinda.ac.id disebutkan bahwa


pembelajaran humanistik memandang manusia sebagai subyek yang bebas merdeka untuk
menentukan arah hidupnya. Manusia bertanggung jawab penuh atas hidupnya sendiri dan juga
atas hidup orang lain. Pendidikan yang humanistik menekankan bahwa pendidikan pertama-
tama dan yang utama adalah bagaimana menjalin komunikasi dan relasi personal antara
pribadi-pribadi dan antar pribadi dan kelompok di dalam komunitas sekolah. Relasi ini
berkembang dengan pesat dan menghasilkan buah-buah pendidikan jika dilandasi oleh cinta
kasih antar mereka. Pribadi-pribadi hanya berkembang secara optimal dan relatif tanpa
hambatan jika berada dalam suasana yang penuh cinta, hati yang penuh pengertian
(understanding heart) serta relasi pribadi yang efektif (personal relationship).31

Mayasari dalam sebuah artikel yang dapat diunduh di situs www.univpgri-palembang.ac.id


menjelaskan bahwa filsafat humanism menilai bahwa perkembangan kognitif atau intelektual
sama pentingnya dengan afektif siswa yang harus dikembangkan yang juga merupakan aspek
terpenting dalam pendidikan. Ini berarti bahwa filsafat pendidikan humanisme berorientasi
pada pengembangan manusia, menekankan nilai-nilai manusiawi, dan nilai-nilai kultural
dalam pendidikan. Sasaran pokok filsafat pendidikan humanisme adalah membentuk anggota
keluarga, masyarakat, dan warga negara yang baik, yang memiliki harga diri, kreatif, rasional,
objektif, tidak berprasangka, mawas diri terhadap perubahan dan pembaharuan serta mampu
memanfaatkan waktu senggang secara efektif. Dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris di
tingkat SMA, implementasi filsafat pendidikan humanisme dapat dilihat dari cara guru
memberikan kebebasan kepada siswa dalam berpikir dan bertindak mengenai materi
pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip kemanusiaan. Dalam metode pembelajaran yang
humanis, guru harus mengoptimalkan seluruh potensi siswa agar dapat berpikir kritis dan
mengembangkan kemampuannya dalam keterampilan dan sikap.32

30
https://novitanila2121.wordpress.com/2012/11/14/konsep-humanisme, pada tanggal 16 Januari 2016, pukul
09.47 WIB
31
Arbayah, “Model Pembelajaran Humanistik”, Dinamika Ilmu, Volume 13 No. 2, Desember 2013. (https://iain-
samarinda.ac.id/ojs/index.php/dinamika_ilmu/article/view/26/25, pada tanggal 16 Januari 2018, pukul 11.32 WIB)
32
Santi Mayasari, Filsafat Pendidikan Humanisme Dalam Perspektif Pembelajaran Bahasa Inggris Bagi Peserta
Didik Di Tingkat Sekolah Menengah Atas: Sebuah Kajian Teori, diunduh dari http://www.univpgri-
palembang.ac.id/e_jurnal/index.php/prosiding/article/download/1069/918, pada 16 Januari 2017, pukul 12.20
WIB

20
Rachmahana (2008: 101) menyimpulkan dalam jurnal El-Tarbawi ketika menjelaskan
beberapa tokoh dalam aliran humanistik dan teorinya :
- Implikasi dari teori Maslow dalam dunia pendidikan sangat penting. Dalam proses belajar-
mengajar misalnya, guru mestinya memperhatikan teori ini. Apabila guru menemukan
kesulitan untuk memahami mengapa anak-anak tertentu tidak mengerjakan pekerjaan
rumah, mengapa anak tidak dapat tenang di dalam kelas, atau bahkan mengapa anak-anak
tidak memiliki motivasi untuk belajar. Menurut Maslow, guru tidak bisa menyalahkan anak
atas kejadian ini secara langsung, sebelum memahami barangkali ada proses tidak
terpenuhinya kebutuhan anak yang berada di bawah kebutuhan untuk tahu dan mengerti.
Bisa jadi anak-anak tersebut belum atau tidak melakukan makan pagi yang cukup, semalam
tidak tidur dengan nyenyak, atau ada masalah pribadi / keluarga yang membuatnya cemas
dan takut, dan lain-lain.
- Carl R. Rogers, seorang ahli psikologi humanistic yang gagasan-gagasannya berpengaruh
terhadap pikiran dan praktek psikologi di semua bidang, baik klinis, pendidikan, dan lain-
lain. Lebih khusus dalam bidang pendidikan, Rogers mengutarakan pendapat tentang
prinsip-prinsip belajar yang humanistic, yang meliputi hasrat untuk belajar, belajar yang
berarti, belajar tanpa ancaman, belajar atas inisiatif sendiri, dan belajar untuk perubahan
(Rumini, dkk. 1993). Hasrat untuk belajar, menurut Rogers, manusia memiliki hasrat
alami untuk belajar, hal ini terbukti dengan tingginya rasa ingin tahu anak apabila diberi
kesempatan untuk mengeksplorasi lingkungan. Di dalam kelas yang humanistik anak-anak
diberi kesempatan dan kebebasan untuk memuaskan dorongan ingin tahunya, untuk
memenuhi minatnya dan untuk menemukan apa yang penting dan berarti tentang dunia di
sekitarnya. Belajar yang berarti, belajar akan mempunyai arti atau makna apabila yang
dipelajari relevan dengan kebutuhan dan maksud anak. Artinya, anak akan belajar dengan
cepat apabila yang dipelajari mempunyai arti baginya. Belajar tanpa ancaman, belajar
akan mudah dilakukan dan hasilnya dapat disimpan dengan baik apabila berlangsung
dalam lingkungan yang bebas ancaman, yaitu murid dapat menguji kemampuannya, dapat
mencoba pengalaman-pengalaman baru atau membuat kesalahan-kesalahan tanpa
mendapat kecaman yang biasanya menyinggung perasaan. Belajar atas inisiatif sendiri,
belajar akan paling bermakna apabila hal itu dilakukan atas inisiatif sendiri dan melibatkan
perasaan dan pikiran si pelajar. Tidaklah perlu diragukan bahwa menguasai bahan
pelajaran itu penting, akan tetapi tidak lebih penting dari pada memperoleh kecakapan
untuk mencari sumber, merumuskan masalah, menguji hipotesis atau asumsi, dan menilai
hasil. Belajar atas inisiatif sendiri memusatkan perhatian murid baik pada proses maupun
hasil belajar. Belajar atas inisiatif sendiri juga mengajar murid menjadi bebas, tidak
bergantung, dan percaya diri sendiri. Apabila murid belajar atas inisiatif sendiri, ia
memiliki kesempatan untuk menimbang-nimbang dan membuat keputusan, menentukan
pilihan dan melakukan penilaian. Dia menjadi lebih bergantung pada dirinya sendiri dan
kurang bersandar pada penilaian pihak lain. Belajar dan perubahan, prinsip terakhir yang
dikemukakan oleh Rogers adalah bahwa belajar yang paling bermanfaat adalah belajar

21
tentang proses belajar. Saat ini perubahan merupakan fakta hidup yang sentral. Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi selalu maju dan melaju. Dengan demikian, yang dibutuhkan
saat ini adalah orang yang mampu belajar di lingkungan yang sedang berubah dan akan
terus berubah.
- Menurut Combs, perilaku yang keliru atau tidak baik terjadi karena tidak adanya kesediaan
seseorang melakukan apa yang seharusnya dilakukan sebagai akibat dari adanya sesuatu
yang lain, yang lebih menarik atau memuaskan. Misalkan guru mengeluh murid-muridnya
tidak berminat belajar, sebenarnya hal itu karena murid-murid itu tidak berminat
melakukan apa yang dikehendaki oleh guru. Kalau saja guru tersebut lalu mengadakan
aktivitas-aktivitas yang lain, barang kali murid-murid akan berubah sikap dan reaksinya
(Rumini, dkk. 1993).
- Huxley (Roberts, 1975) menekankan adanya pendidikan non-verbal yang juga harus
diajarkan kepada siswa. Pendidikan non verbal bukan berwujud pelajaran senam,
sepakbola, bernyanyi, ataupun menari, melainkan hal-hal yang bersifat diluar materi
pembelajaran, denga tujuan menumbuhkan kesadaran seseorang. Proses pendidikan non
verbal seyogyanya dimulai sejak usia dini sampai tingkat tinggi.
- David Mills dan Stanley Scher (Roberts, 1975) mengajukan konsep pendidikan terpadu,
yakni proses pendidikan yang mengikutsertakan afeksi atau perasaan murid dalam belajar.
Pendekatan terpadu atau confluent approach merupakan sintesa dari Psikologi Humanistik
– khususnya Terapi Gestalt- dan pendidikan, yang melibatkan integrasi elemen-elemen
afektif dan kognitif dalam proses belajar. Elemen kognitif menunjuk pada berpikir,
kemampuan verbal, logika, analisa, rasio dan cara-cara intelektual, sedangkan elemen
afektif menunjuk pada perasaan, cara-cara memahami yang melibatkan gambaran visual-
spasial, fantasi, persepsi keseluruhan, metaphor, intuisi, dan lain-lain.Penerapan metode
gabungan antara kognitif dan afektif ini menunjukkan hasil yang efektif dibanding
pengajaran yang hanya menekankan aspek kognitif. Para siswa merasa lebih cepat
menangkap pelajaran dengan menggunakan fantasi, role playing dan game, misalnya
mengajarkan teori Newton dengan murid berperan sebagai astronot.33

Rachmana (2008: 107) juga memaparkan beberapa wujud aplikasi dari teori-teori humanistik
antara lain : (1) Open Education atau Pendidikan Terbuka, (2) Cooperative Learning atau
Belajar Kooperatif, (3) Independent Learning atau Pembelajaran Mandiri, (4) Student
Centered Learning atau Belajar yang Terpusat pada Siswa.

Jadi dari berbagai pendapat yang diuraikan diatas, dapat kita simpulkan bahwa konsep
pembelajaran humanisme adalah konsep pembelajaran yang mengedepankan aspek afektif
peserta didik yaitu aspek perasaan dan emosional. Dalam pandangan humanisme bahwa
pembentukan sikap, kepribadian, mental, kematangan emosional adalah hal yang utama untuk

33
Ratna Syifa’a Rachmahana, “Psikologi Humanistik dan Aplikasinya dalam Pendidikan”, eL-Tarbawi | Jurnal
Pendidikan Islam, Volume 1 No. 1, Oktober 2008, Hal. 100

22
dilakukan, kemudian diatasnya dibentuk elemen-elemen kognitif seperti kemampuan verbal,
logika, analisa, rasio dan cara-cara intelektual. Proses pembentukan aspek atau elemen-elemen
afektif ini bisa beriringan dengan pembentukan elemen-elemen kognitif peserta didik, dengan
syarat tetap mengutamakan pembentukan aspek afektif, ataupun mendahulukan pembentukan
aspek afektif peserta didik kemudian baru menyusul pembentukan aspek kognitif peserta didik.
Hal ini sejalan dengan visi suatu instansi, lembaga, negara atau lainnya yang sering kita dengar,
yaitu yang mendengungkan tentang pembentukan pribadi yang intelektual dan bermoral.

Quantum Teaching-Learning
Quantum Teaching. Menurut penulis pada artikel di website www.kompasiana.com,
persamaan Quantum Teaching ini diibaratkan mengikuti konsep Fisika Quantum yaitu :

𝐸 = 𝑚𝑐 2

E = Energi (Antusiasme, Evektifitas Belajar-Mengajar, Semangat)


m = Massa (Semua individu yang terlibat, situasi, materi, fisik)
c = Interaksi (Hubungan yang tercipta di kelas)

Berdasarkan persamaan ini dapat dipahami, interaksi serta proses pembelajaran yang tercipta
akan berpengaruh besar sekali terhadap efektivitas dan antusiasme belajar peserta didik. Dalam
Quantum Teaching tidak ada siswa yang bodoh, yang ada adalah siswa yang belum
berkembang karena titik sentuhnya belum cocok dengan titik sentuh yang diberikan guru.
Quantum Teaching diarahkan untuk proses pembelajaran guru saat berada di kelas, berhadapan
dengan siswa, merencanakan pembelajaran, dan mengevaluasinya. Pola Quantum Teaching
terangkum dalam konsep TANDUR, yakni Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan,
Ulangi, dan Rayakan.34

Menurut penulis dalam sebuah tulisan ilmiah yang di-publish di digilib.unila.ac.id, model
pembelajaran Quantum Teaching bersumber dari pada Quantum Learning yaitu penggabungan
teori-teori pendidikan terkemuka yang kemudian diuji cobakan kepada siswa-siswa melalui
program super camp. Hasil uji coba tersebut ternyata Quantum Teaching meningkatkan
kemampuan mereka dalam menguasai segala hal dalam kehidupan. Penulis juga mengutip
pernyataan De Porter :
Quantum adalah interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Quantum Teaching
adalah orkestrasi bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan sekitar momen
belajar. Interaksi-interaksi ini mencakup unsur-unsur untuk belajar efektif yang
mempengaruhi kesuksesan siswa. Interaksi-interaksi ini mengubah kemampuan dan bakat

34
https://www.kompasiana.com/jokowinarto/quantum-teaching-and-learning_55008472a333115263511c9a,
diakses pada 17 Januari 2018, pukul 11.40 WIB

23
alamiah siswa menjadi lebih baik yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan orang lain
(De Porter, 2005: 5).
Kemudian penulis menyimpulkan bahwa Quantum Teaching adalah usaha maksimal yang
dilakukan oleh warga belajar untuk meningkatkan pengalaman dan hasil belajar dengan
menyertakan segala potensi yang ada dalam diri dan lingkungan. 35

Rofiah dalam artikel di situs eurekapendidikan.com, menjelaskan makna dari konsep


TANDUR yang merupakan pola Quantum Teaching sebagai berikut :
- Tumbuhkan, tumbuhkan minat pada setiap siswa bahwa siswa mempelajari sesuatu yang
bermanfaat.
- Alami, memberikan pengalaman baru atau hal baru yang nantinya siswa semangat untuk
mempelajari.
- Namai, memberikan cara atau teknik supaya siswa tidak mengalami hambatan dalam
belajar, sediakan kata kunci, strategi, keterampilan belajar.
- Demonstrasikan, berikan kesempatan supaya siswa bisa menunjukkan bahwa mereka tahu
dan faham.
- Ulangi, agar siswa lebih faham, ulangi materi yang telah diajarkan sampai siswa
menegaskan pada dirinya sendiri, “aku tahu bahwa aku memang tahu”.
- Rayakan, pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan memperoleh keterampilan dan
ilmu pengetahuan.36

Quantum Learning. Menurut penulis pada artikel di website www.kompasiana.com, Quantum


Learning merupakan strategi belajar yang bisa digunakan oleh siapa saja selain siswa dan guru
karena memberikan gambaran untuk mendalami apa saja dengan cara mantap dan berkesan.
Caranya, seorang pembelajar harus mengetahui terlebih dahulu gaya belajar, gaya berpikir, dan
situasi dirinya. Dengan begitu, pembelajar akan dengan cepat mendalami sesuatu. Quantum
Learning merupakan konsep untuk pembelajar agar dapat menyerap fakta, konsep, prosedur,
dan prinsip sebuah ilmu dengan cara cepat, menyenangkan, dan berkesan. Pola Quantum
Learning terangkum dalam konsep AMBAK, yakni Apa Manfaatnya Bagiku. 37

Sa’ud (2010:125) menyebutkan dalam bukunya, pembelajaran kuantum sebagai salah satu
model, strategi, dan pendekatan pembelajaran khususnya menyangkut keterampilan guru
dalam merancang, mengembangkan, dan mengelola sistem pembelajaran sehingga guru
mampu menciptakan suasana pembelajaran yang efektif, menggairahkan, dan memiliki
keterampilan hidup (Kaifa, 1999). Pembelajaran kuantum mengkonsep tentang “menata pentas
lingkungan belajar yang tepat”, maksudnya bagaimana upaya penataan situasi lingkungan

35
http://digilib.unila.ac.id/356/11/Bab%20II.pdf, diakses pada 17 Januari 2018, pukul 15.09 WIB
36
https://www.eurekapendidikan.com/2015/02/prinsip-model-pembelajaran-quantum.html, diakses pada 17
Januari 2018, pukul 15.58 WIB
37
https://www.kompasiana.com/jokowinarto/quantum-teaching-and-learning_55008472a333115263511c9a,
diakses pada 17 Januari 2018, pukul 11.40 WIB

24
belajar yang optimal baik secara fisik maupun mental. Lingkungan belajar ditata sedemikian
rupa sehingga menjadi sangat berkesan bagi pelajar saat melangkah memasuki episode awal
tahap pembelajaran. Lingkungan belajar terdiri dari lingkungan mikro dan makro. Lingkungan
mikro adalah tempat siswa melakukan proses belajar, bekerja dan berkreasi. Bagaimana desain
ruangan, penataan cahaya, musing pengiring yang kesemuanya ini mempengaruhi siswa dalam
menyerap, menerima, dan mengolah informasi. Lebih khusus lagi perhatian kepada penataan
lingkungan formal, seperti meja, kursi, tempat khusus, dan tempat belajar yang teratur.
Sedangkan lingkungan makro adalah dunia luas, artinya siswa diminta untuk menciptakan
kondisi ruang belajar di masyarakat. Mereka diminta untuk memperluas lingkup pengaruh dan
kekuatan pribadi berinteraksi sosial ke lingkungan masyarakat yang diminatinya. 38

Sa’ud (2010:127) juga menjelaskan bahwa istilah Quantum dipinjam dari dunia ilmu fisika
yang berarti interaksi yang mengubah energy menjadi cahaya. Maksudnya, dalam
pembelajaran kuantum, pengubahan bermacam-macam interaksi yang terjadi dalam kegiatan
belajar. Interaksi ini mengubah kemampuan dan bakat alamiah guru dan siswa menjadi cahaya
yang bermanfaat bagi kemajuan mereka dalam belajar secara efektif dan efisien. Selain itu,
adanya proses pengubahan belajar yang meriah dengan segala nuansanya, penyertaan segala
yang berkaitan, interaksi dan perbedaan yang memaksimalkan moment belajar, focus pada
hubungan dinamis dalam lingkungan kelas, seluruhnya adalah hal-hal yang melandasi
pembelajaran kuantum. Kemudian Sa’ud menjelaskan bahwa ada dua konsep utama yang
digunakan dalam pembelajaran kuantum dalam rangka mewujudkan energy guru dan siswa
menjadi cahaya belajar yaitu percepatan belajar melalui usaha sengaja untuk mengikis
hambatan-hambatan belajar tradisional, dan fasilitasi belajar yang berarti mempermudah
belajar. Percepatan belajar dan fasilitasi belajar akan mendukung asa utama dalam
pembelajaran kuantum yaitu: “Bawalah dunia mereka (siswa) ke dunia kita (guru) dan antarkan
dunia kita (guru) ke dunia mereka (siswa)”.

Jadi dari beberapa uraian pembelajaran kuantum (Quantum Teaching-Learning) diatas dapat
disimpulkan bahwa konsep pembelajaran kuantum adalah konsep pembelajaran yang
memberdayakan segala sesuatu yang terdapat di dalam lingkup kegiatan pembelajaran
kuantum tersebut, baik sesuatu yang mikro maupun yang makro, sesuatu yang khusus maupun
yang umum, yaitu pemberdayaan segala potensi diri (luar dan dalam) pelajar dan pengajar, dan
pemberdayaan lingkungan belajar dari yang terkecil hingga yang terbesar. Tidak hanya itu,
segala aspek lingkungan yang mempengaruhi diri pelajar dan pengajar juga diberdayakan
seperti nuansa musik yang mengiringi proses pembelajaran, penataan ruang belajar yang
berwarna-warni, model bangku dan meja yang menginspirasi, penataan interior dan eksterior
ruangan belajar dan bangunan tempat pendidikan, dan segala hal yang ada dalam kegiatan
belajar mengajar model kuantum akan diberdayakan agar terjadi interaksi yang harmoni dalam
kegiatan pembelajaran, sehingga potensi-potensi positif yang ada muncul dari setiap elemen

38
Udin Syaefudin Sa’ud (2010). Inovasi Pendidikan. Bandung: CV. Alfabeta 125-126.

25
dalam kegiatan pembelajaran kuantum, baik dari siswa, guru maupun lingkungan, menjadi
cahaya belajar dan cahaya hasil pembelajaran yang bermanfaat bagi kehidupan siswa, guru dan
lingkungan sekitarnya yang terlibat.

Paikem
Idris (2015:83) menyebutkan bahwa PAIKEM merupakan salah satu pendekatan pembelajaran
yang bisa membuat suasana di kelas menjadi asik dan efektif. PAIKEM singkatan dari
Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Aktif dimaksudkan dalam
pembelajaran guru harus menciptakan suasana yang membuat siswa aktif bertanya serta
mengemukakan pendapat. Inovatif, guru harus mampu membuat perubahan dalam proses
pembelajaran dengan menggunakan berbagai metode, sehingga siswa merasa enjoy belajar.
Kreatif, juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga
memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan, tentu saja suasana belajar
mengajar yang menyenangkan. Secara garis besar, PAIKEM bisa digambarkan sebagai
berikut, Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan untuk mengembangkan pemahaman dan
kemampuan dengan penekanan pada belajar melalui berbuat. Guru menggunakan berbagai alat
bantu dan berbagai cara dalam membangkit semangat, termasuk menggunakan lingkungan
sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan dan cocok
bagi siswa.39

Menurut Wirasa dalam tulisan yang di-publish di situs journal.upgris.ac.id, keberhasilan


pembelajaran di kelas sangat ditentukan oleh pendekatan yang dipakai guru kelas. Salah satu
pendekatan yang popular adalah PAIKEM. PAIKEM dapat didefinisikan sebagai pendekatan
mengajar (approach to teahing) yang digunakan bersama metode tertentu dan berbagai media
pengajaran yang disertai penataan lingkungan sedemikian rupa agar proses pembelajaran
menjadi aktif, inovatif, kreatif, efisien dan menyenangkan. Dengan demikian, para siswa
merasa tertarik dan mudah menyerap pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan. Selain itu,
PAIKEM juga memungkinkan siswa melakukan kegiatan yang beragam untuk
mengembangkan sikap, pemahaman, dan keterampilannya sendiri dalam arti tidak semata-
mata “disuapi” guru. Di antara metode-metode mengajar yang amat mungkin digunakan untuk
mengimplementasikan PAIKEM, ialah: (1) metode ceramah plus, (2) metode diskusi, (3)
metode demonstrasi, (4) metode role-play, dan (5) metode simulasi.40

Lativi menjelaskan, model dan strategi pembelajaran aktif (Active Learning) atau yang sering
dikenal dengan sebutan strategi PAIKEM. Metode PAIKEM sebagai alternatif yang dapat

39
Meity H. Idris (2015). Strategi Pembelajaran Yang Menyenangkan. Jakarta: PT. Luxima Metro Media. 83.
40
Wirasa. Pembelajaran Menggunakan Pendekatan PAIKEM. (Diunduh dari:
http://journal.upgris.ac.id/index.php/malihpeddas/article/download/624/575, pada 17 Januari 2018, pukul 22.10)

26
digunakan oleh guru untuk dapat mengaktifkan peserta didik, baik secara individu maupun
kelompok.41

Tematik
Mulyasa (2016:104) menyatakan bahwa penekatan tematik (thematic approach) merupakan
salah satu pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam impementasi Kurikulum 2004,
terutama di Taman Kanak-Kanak dan Raudhatul Athfal, serta pada kelas rendah di Sekolah
Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah (SD dan MI). Pendekatan Tematik sering juga disebut
pendekatan terpadu (integrated). Istilah lain yang memiliki pengertian yang sama dengan
pendekatan tematik adalah integrated learning, interdisciplinary units, integrated studies, dan
seperti yang diumumkan “Instructional Services Curriculum Series” Number 1 (North
Carolina Department of Public Instruction: tanpa Tahun). Pendekatan tematis atau pendekatan
terpadu merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menyatupadukan serangkaian
pengalaman belajar, sehingga terjadi saling berhubungan satu dengan yang lainnya, dan
berpusat pada sebuah pokok atau persoalan. Pendekatan tematik dapat dilaksanakan oleh
seorang guru, jadi semua bahan ajar menjadi tanggung jawabnya. Dapat pula dilaksanakan
oleh beberapa orang guru secara kolektif, namun harus dilandasi dengan kelancaran
komunikasi, semangat kerja sama, dan mengadakan koordinasi yang baik antar mereka42

Suprihatiningrum (2016:252) menjelaskan bahwa pembelajaran terpadu merupakan model


pembelajaran yang melibatkan beberapa bidang studi. Model pembelajaran seperti ini
diharapkan dapat memberikan pengalaman yang bermakna kepada anak didik. Arti bermakana
disini disebabkan dalam pembelajaran terpadu diharapkan anak akan memperoleh pemahaman
terhadap konsep-konsep yang mereka pelajari secara integral melalui pengalaman langsung
dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah mereka fahami. Langkah awal dalam
melaksanakan pembelajaran terpadu adalah pemilihan/pengembangan topik atau tema. Oleh
karena itu pembelajaran terpadu dikenal juga dengan istilah pembelajaran tematik. Tema
diambil dari kehidupan nyata siswa, misalnya “Pencemaran Lingkungan”.43 Tema tersebut
kemudian dikaji dari berbagai disiplin ilmu, misalnya IPS, IPA, Matematika, PPKN, Ekonomi,
dan sebagainya yang beruara pada suatu tema yaitu “Pencemaran Lingkungan”. Tema lain
yang dapat diambil adalah “Hujan”, “Keluarga”, “Korupsi”, dan sebagainya.

Menurut Rusman (2010:254) pembelajaran tematik merupakan salah satu model dalam
pembelajaran terpadu (integrated instruction) yang merupakan suatu sistem pembelajaran
yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun kelompok, aktif menggali dan
menemukan konsep serta prinsip-prinsip keilmuan secara holistic, bermakna, dan autentik.

41
http://www.paklativi.com/2014/03/berbagai-macam-strategi-pembelajaran-paikem-dan-langkah-
penerapanya.html, diakses pada 17 Januari 2018, pukul 22.28 WB
42
Enco Mulyasa, Menjadi Guru Profesional – Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2016), 104-106.
43
Jamil Suprihatiningrum (2016). Strategi Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 252

27
Pembelajaran terpadu berorientasi pada praktik pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan
dan perkembangan siswa. Pendekatan pembelajaran terpadu lebih menekankan pada
penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (Learning By Doing). Disamping itu,
model pembelajaran tematik adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan
pendekatan tematik yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman
bermakna kepada siswa. Dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran tematik, siswa akan
memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan
menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. 44

Dari berbagai uraian dan penjelasan diatas, dapat kita simpulkan bahwa pendekatan tematik
adalah pendekatan pembelajaran yang menjadikan suatu tema pembelajaran sebagai sentral
pembahasan, kemudian menguraikan tema tersebut dengan berbagai sudut pandang atau teori
dari berbagai bidang ilmu dengan mengikuti peristiwa nyata yang terjadi dilapangan.
Pendekatan tematik juga menekankan pada konsep belajar dengan melakukan / praktik
(Learning By Doing). Jadi, dengan menggunakan pendekatan tematik dalam pembelajaran
maka dalam satu kegiatan pembelajaran akan dibahas berbagai bidang atau disiplin ilmu (misal
IPA, IPS, Matematika, PPKN, dll) sesuai dengan realita dalam kehidupan nyata yang wujud
sebagai sebuah fenomena.

Teknologi Ilahiyah
Dalam mengikuti perkuliahan S2 TEP semester 1 tahun 2017, penulis mendengarkan dan
menyimak penjelasan Prof. Dr. Marzuki yang sempat menyinggung tentang Teknologi
Ilahiyah. Berdasarkan kemampuan penulis dalam mencerna penjelasan Prof. Marzuki, bahwa
Teknologi Ilahiyah adalah karunia Allah yang diberikan kepada setiap diri manusia, yaitu rasa
cinta dan kasih sayang. Jadi, dalam menjalani profesi sebagai pendidik harus didasari oleh rasa
cinta dan kasih sayang terhadap murid atau peserta didik. Model pembelajaran apapun yang
kita gunakan, metode dan teknik apapun yang kita pilih dalam pembelajaran, semuanya itu
tidak boleh melupakan peran dari Teknologi Ilahiyah, yaitu mengajar dengan rasa penuh cinta
dan kasih sayang terhadap murid dan segala aspek yang turut dalam proses keberhasilan
pembelajaran.

Berkaitan dengan itu, ada 2 hal yang sangat erat kaitannya dengan konsep atau pendekatan
Teknologi Ilahiyah, yaitu mengajar dengan bahasa cinta dan mengajar dengan cinta. Syarifudin
(2016) menjelaskan dalam artikel yang di-publish di situs kompasiana.com, Mengajar dan
Mendidik Siswa Melalui Bahasa Cinta sebagai Wujud Membumikan Pendidikan Karakter.
Bahasa cinta yang dimaksud adalah bukan selamanya ucapan yang disajikan ketika kita
berbicara dengan orang lain, akan tetapi bahasa cinta dalam hal ini adalah sebuah konsistensi
antara ucapan yang kita sajikan dengan tindakan yang kita lakukan. Seorang guru yang

44
Rusman (2010). MODEL-MODEL PEMBELAJARAN – Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada. 254.

28
mengajar dan mendidik siswanya dengan menggunakan pendekatan melalui bahasa cinta yang
sangat menyentuh hati siswanya ketika sedang dalam proses kegiatan belajar mengajar. Maka
dari itu, diharapkan guru bukan hanya dituntut untuk menguasai materi pembelajaran, strategi
pembelajaran, media pembelajaran, dan lain sebagainya. Akan tetapi guru harus mampu
menampilkan watak dan budi pekerti yang baik terhadap siswanya. Dalam mengajar dan
mendidik, guru harus mampu membumikan pendidikan karakter kepada siswanya melalui
pendekatan Bahasa cinta, karena dengan begitu akan memberikan kemudahan bagi siwanya
untuk mengetahui segala ucapan dan tindakan yang dilakukan oleh guru tersebut yang
merupakan cerminan dalam membumikan pendidikan karakter para generasi muda yang dalam
hal ini merupakan cakupan yang mencerminkan muatan isi dari kurikulum 2013.45

Dalam sebuah artikel yang di-publish di situs diandegeng.lecture.ub.ac.id, Bahasa Cinta untuk
Membangun Hubungan yang Harmonis antara Dosen–Mahasiswa. Penulis tersebut
menuliskan bahwa sering kali seorang dosen ketika mengajar menggunakan kata-kata kasar
atau kata-kata kotor seperti “goblok, bodoh, malas, dll” yang biasanya muncul pada saat
mahasiswa melakukan sesuatu yang dipandang salah atau kurang berkenan di mata dosen yang
bersangkutan. Dengan melontarkan kata-kata tersebut, seorang dosen mengharapkan
mahasiswa nya menjadi lebih baik, tetapi yang terjadi adalah kebalikannya karena
sesungguhnya itu adalah kata-kata yang menjatuhkan mental/motivasi belajar. Hasil yang
didapatkan dari kata-kata itu adalah “kejatuhan”, bukan “kebangkitan”. Akibatnya, hubungan
antara dosen dan mahasiswa menjadi kaku dan tidak menyenangkan. Memakai perkataan yang
baik untuk membangun adalah suatu hal yang jauh lebih bijaksana daripada memakai
perkataan yang kotor. Maxwell (1999:35), berpendapat bahwa seseorang dapat membangun
sebuah hubungan yang indah dengan orang lain apabila ia sanggup mengatakan : (1) 6 kata
terpenting: “Saya mengakui telah melakukan kesalahan besar”, (2) 5 kata terpenting: “Anda
melakukan pekerjaan dengan baik”, (3) 4 kata terpenting: “Bagaimana menurut pendapat anda
?”, (4) 3 kata terpenting: “Jika anda berkenan..”, (5) 2 kata terpenting: “Terima kasih”, (6) 1
kata terpenting: “Kita”, (7) 1 kata paling tidak penting: “Saya”, (8) 1 kata terburuk: “Jangan !”
“Dilarang !” “Awas !” “Harus !”, (9) 1 kata terindah: “Silahkan”. Apabila seorang guru telah
mampu berkata-kata dalam bahasa cinta kepada siswanya dan begitu juga sebaliknya, maka
akan terjalin hubungan yang harmonis antara dosen dan mahasiswa. Hal inilah yang akan
menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Belajar bukan lagi sebuah hal yang
membebani dan menakutkan, tetapi belajar adalah sesuatu yang menyenangkan, bebas, santai,
penuh ketakjuban dan menggairahkan.46

Dalam artikel di situs gurusukses.com, penulis artikel menuliskan hal-hal sebagai berikut:

45
https://www.kompasiana.com/syarifudinmashud/mengajar-dan-mendidik-siswa-melalui-bahasa-cinta-sebagai-
wujud-membumikan-pendidikan-karakter_56f34c11549773790592ec0f, diakses pada 19 Januari 2018, pukul 08.58
WIB.
46
http://diandegeng.lecture.ub.ac.id/2012/02/bahasa-cinta-untuk-membangun-hubungan-yang-harmonis-antara-
dosen-mahasiswa, diakses pada 19 januari 2018, pukul 09.51 WIB.

29
- Mengajar dengan cinta merupakan salah satu upaya untuk memudahkan guru mencapai
keberhasilan. Seperti telah umum diketahui, bahwa sebagai agen pembelajaran, guru tidak
bekerja sendirian.
- Dengan cinta pembelajaran akan lebih menyenangkan dan bermakna.
- Dengan cinta, upaya guru dalam memfasilitasi siswa agar berhasil akan lebih bersungguh-
sungguh, sehingga hasilnya pun akan lebih baik.
- Dengan cinta pula, guru lebih terkontrol ucapan dan tindakannya di depan kelas.
- Jelas, guru yang mampu mengajar dengan cinta akan menjadi guru yang professional
sekaligus bermanfaat.47

Jika kita mencari lagi definisi dari kata “cinta’ atau “bahasa cinta” dari berbagai literature
online maupun offline, mungkin kita akan menemukan definisi yang berbeda-beda dan
bervariasi. Seperti “cinta adalah tambatan hati”, “cinta adalah kebutuhan hidup”, “cinta adalah
emosi dari kasih saying”, “cinta adalah ketertarikan”, dan lain sebagainya. Terlepas dari
berbagai macam variasi pengertian tersebut, kita mengetahui bahwa cinta adalah rasa senang
makhluk hidup kepada sesuatu, yaitu senang kepada diri sendiri, kepada orang lain, keluarga,
teman, sahabat, barang kesayangan, dan sebagainya, dimana menjadikan kita senantiasa
menjaga sesuatu yang kita senangi tersebut agar tetap baik dan terlindung dari hal-hal yang
tidak baik.

Kembali pada pendekatan pembelajaran dengan Teknologi Ilahiyah, maka jika kita pelajari
kembali pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran, kita menemui bahwa
pendekatan-pendekatan pembelajaran tersebut dibangun diatas landasan cinta dan kasih saying
terhadap murid atau peserta didik. Maka bisa kita simpulkan bahwa apapun pendekatan, model,
metode, dan teknik pembelajaran yang kita gunakan, janganlah lupa bahwa Teknologi Ilahiyah
harus dibawa, mengiringi, dan menjadi landasan dalam melaksanakan kegiatan proses belajar
mengajar.

Setelah kita mengetahui berbagai definisi dan penjelasan-penjelasan tentang berbagai


pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran, seperti Contructivism, Contexstualism,
Humanism, Quantum Teaching-Learning, Paikem, Tematik dan Teknologi Ilahiyah, kita dapat
mengetahui bahwa pendekatan-pendekatan pembelajaran yang kita gunakan akan sangat
berpengaruh pada kegiatan belajar mengajar dan juga sangat mempengaruhi hasil belajar yang
kita lakukan. Misalnya jika dalam pelajaran IPA kita menerapkan pendekatan konstruktivisme,
maka modul, proses, dan hasil pembelajaran yang didapat akan berbeda bila mana kita
menggunakan pendekatan kontekstualisme. Atau dalam penggunaan pendekatan tematik yang
dapat mempelajari keseluruhan konsep dalam elemen suatu peristiwa alam, yang mana akan
terdiri dari konsep-konsep dari berbagai bidang / disiplin ilmu pengetahuan, tentunya hasil
yang sama didapat tidak akan bisa diperoleh bila menggunakan pendekatan yang lain seperti

47
https://www.gurusukses.com/mengajar-dengan-cinta, diakses pada 17 Januari 2018, pukul 10.03 WIB

30
pendekatan humanism, PAIKEM dan lain sebagainya. Maka pemilihan pendekatan
pembelajaran akan sangat bergantung dari tujuan pembelajaran yang dikehendaki, proses
pembelajaran yang akan berlangsung yang diinginkan, dan hasil pembelajaran yang ingin
dicapai.

31
5. Coba lakukan observasi kegiatan pembelajaran dan atau wawancara terhadap 5 s/d 10 orang
Guru-guru /Instruktur ke berbagai sekolah seperti (SMA, SMP, SMK dan atau SD). Coba
tuliskan laporan hasil pengamatan Anda dengan baik dan apa adanya. Bagaimana model guru-
guru /instruktur yang Anda wawancarai atau amati dengan seksama, apakah mereka
mendidik/mengajar mempersiapkan RPP, media dan menggunakan IT dan kegiatan
pembelajarannya menarik, menyenangkan, bermakna.

Nama : Setio Rini


Guru Bidang Studi : Bahasa Inggris
Sekolah / Instansi : SMAN 9 Singkawang
Apakah mengajar menggunakan / mempersiapkan RPP ?
Ya
RPP tersebut menggunakan model pembelajaran apa ?
Think Pair Share
Apakah dalam mengajar menggunakan bantuan media ?
Ya
Jenis media pembelajaran apa yang digunakan ?
Gambar, Banner, Pamflet, Video, Laptop, Proyektor
Apakah dalam mengajar menggunakan bantuan fasilitas IT seperti laptop, infocus, journal
online, dll ?
Ya
Digunakan untuk apa fasilitas IT tersebut dalam kegiatan pembelajaran ?
Untuk menampilkan presentasi materi yang diajarkan.
Untuk membuat materi pembelajaran / tugas.
Untuk mencari / browsing bahan ajar.
Apa kiat yang digunakan untuk menjadikan kegiatan pembelajaran di kelas menjadi menarik,
menyenangkan, dan bermakna ?
Menggunakan media pembelajaran yang menarik.
Menggunakan model pembelajaran yang bervariasi.

32
Nama : Iswadi
Guru Bidang Studi : Matematika
Sekolah / Instansi : SMAN 9 Singkawang
Apakah mengajar menggunakan / mempersiapkan RPP ?
Ya
RPP tersebut menggunakan model pembelajaran apa ?
Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Apakah dalam mengajar menggunakan bantuan media ?
Ya
Jenis media pembelajaran apa yang digunakan ?
LKPD dan Laptop
Apakah dalam mengajar menggunakan bantuan fasilitas IT seperti laptop, infocus, journal
online, dll ?
Ya.
Menggunakan laptop dan infocus.
Digunakan untuk apa fasilitas IT tersebut dalam kegiatan pembelajaran ?
Laptop dan Proyektor / Infocus digunakan untuk menampilkan materi yang akan
diajarkan.
Apa kiat yang digunakan untuk menjadikan kegiatan pembelajaran di kelas menjadi menarik,
menyenangkan, dan bermakna ?
Memilih model pembelajaran yang tepat, seperti model pembelajaran yang
mengarah ke pendekatan saintifik.
Memberikan persepsi yang menarik minat siswa.
Menghubungkan materi yang dipelajari dengan kehidupan siswa.
Selalu memberikan kesempatan yang sama kepada siswa untuk aktif dalam belajar.

33
Nama : Sunarti, S.Pd
Guru Bidang Studi : Guru Kelas
Sekolah / Instansi : SDN 06 Pontianak
Apakah mengajar menggunakan / mempersiapkan RPP ?
Ya
RPP tersebut menggunakan model pembelajaran apa ?
-
Apakah dalam mengajar menggunakan bantuan media ?
Ya
Jenis media pembelajaran apa yang digunakan ?
Jenis media globe, torso, rangka manusia.
Apakah dalam mengajar menggunakan bantuan fasilitas IT seperti laptop, infocus, journal
online, dll ?
Ya
Digunakan untuk apa fasilitas IT tersebut dalam kegiatan pembelajaran ?
Untuk memberikan softcopy materi pelajaran / tugas.
Apa kiat yang digunakan untuk menjadikan kegiatan pembelajaran di kelas menjadi menarik,
menyenangkan, dan bermakna ?
Dalam proses pembelajaran diselingi dengan permainan dan game.
Dengan mengajak siswa/i bernyanyi bersama yang sesuai dengan materi pelajaran.

34
Nama : Purniati, S.Pd
Guru Bidang Studi : Guru Kelas 1
Sekolah / Instansi : SDN 06 Pontianak
Apakah mengajar menggunakan / mempersiapkan RPP ?
Ya
RPP tersebut menggunakan model pembelajaran apa ?
Model ceramah dan Tanya jawab
Apakah dalam mengajar menggunakan bantuan media ?
Ya
Jenis media pembelajaran apa yang digunakan ?
Jenis media buku bergambar, balok-balok, balok bangun ruang
Apakah dalam mengajar menggunakan bantuan fasilitas IT seperti laptop, infocus, journal
online, dll ?
Tidak.
Hanya menggunakan buku panduan guru melalui metode ceramah dan Tanya jawab
Digunakan untuk apa fasilitas IT tersebut dalam kegiatan pembelajaran ?
-
Apa kiat yang digunakan untuk menjadikan kegiatan pembelajaran di kelas menjadi menarik,
menyenangkan, dan bermakna ?
Bermain sambil belajar (balok, bangun ruang, kartu huruf).
Belajar dengan ekpserimen.
Membawa anak belajar di alam terbuka.
Pengenalan lingkungan sekitar.

35
Nama : Nurmi
Guru Bidang Studi : Guru Kelas
Sekolah / Instansi : SDN 06 Pontianak
Apakah mengajar menggunakan / mempersiapkan RPP ?
Ya
RPP tersebut menggunakan model pembelajaran apa ?
Menggunakan walking stick (tongkat berjalan), ceramah, dan Tanya jawab
Apakah dalam mengajar menggunakan bantuan media ?
Ya
Jenis media pembelajaran apa yang digunakan ?
Menggunakan gambar yang berkaitan dengan pembelajaran yang dilakukan.
Apakah dalam mengajar menggunakan bantuan fasilitas IT seperti laptop, infocus, journal
online, dll ?
Tidak
Digunakan untuk apa fasilitas IT tersebut dalam kegiatan pembelajaran ?
Terkadang menggunakan LKS yang dibuat sendiri untuk kegiatan pembelajaran
yang berkaitan dengan materi yang diajarkan.
Apa kiat yang digunakan untuk menjadikan kegiatan pembelajaran di kelas menjadi menarik,
menyenangkan, dan bermakna ?
Menggunakan lagu atau diselingi dengan nyanyian agar siswa tidak terlalu bosan dan
tegang dalam melakukan kegiatan pembelajaran.

Setelah mengajukan beberapa pertanyaan kepada 2 orang guru yang berasal dari SMAN 9
Singkawang dan 3 orang guru yang berasal dari SDN 06 Pontianak, dapat kita lakukan observasi,
bahwa hampir semua guru-guru tersebut menggunakan RPP, menerapkan model pembelajaran
tertentu, menggunakan media pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar. Walaupun ada
sebagian kecil yang tidak menggunakan RPP.
Dapat dilihat bahwa guru-guru yang dalam kegiatan mengajarnya menggunakan RPP,
mereka tampak lebih terarah dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajarnya, dapat
mentransfer pengetahuan kepada murid-muridnya dengan lebih mudah dan maksimal. Sedangkan

36
guru yang tidak menggunakan RPP atau menerapkan model pembelajaran tertentu dalam kegiatan
mengajarnya, terlihat sedikit kesulitan untuk mentransfer pengetahuan kepada murid-muridnya.
Disamping itu, guru yang menerapkan model pembelajaran tertentu dalam kegiatan belajar
mengajarnya juga terlihat bahwa mereka sangat memahami karakter siswa-siswinya, latar
belakang sosial dan budaya mereka, serta kebutuhan belajar mereka. Inilah manfaatnya seorang
guru jika bisa memahami berbagai model pembelajaran dan menerapkannya dalam kegiatan
belajar mengajar.
Dari hasil wawancara, kesemua guru menggunakan media pembelajaran untuk menunjang
kegiatan belajar mengajarnya. Ini dilakukan agar murid tidak mudah bosan, aktif, termotivasi,
selalu merasa bahagia dalam kegiatan mereka di sekolah, agar tujuan pembelajaran jangka pendek
dan jangka panjang mereka dapat dicapai. Tujuan pembelajaran jangka pendek maksudnya disini
adalah siswa dapat menerima transfer pengetahuan baru dari kegiatan pembelajaran yang sedang
mereka lakukan saat itu. Sedangkan tujuan pembelajaran jangka panjang maksudnya adalah siswa-
siswi bisa merasa betah di sekolah, senang mengikuti kegiatan belajar mengajar, hingga mereka
bisa menyelesaikan sekolah dan lulus, kemudian melanjutkan pendidikan mereka ke tingkat yang
lebih tinggi.
Untuk guru SMA, bisa disimpulkan bahwa hampir semuanya memanfaatkan fasilitas IT
untuk menunjang kegiatan belajar mengajar, sedangkan untuk guru SD hanya sebagian kecil yang
memanfaatkan fasilitas IT dalam kegiatan belajar mengajar. Ini memang dipengaruhi oleh
lingkungan pendidikan dimana guru berada. Guru-guru SMA tentu saja sangat memungkinkan
bagi mereka untuk menggunakan fasilitas IT dalam kegiatan belajar mengajar mereka, karena
peserta didiknya sudah memiliki kedewasaan dan kemampuan berfikir yang hampir matang
dibanding siswa-siswi SD. Dan juga di tingkat SMA, manajemen instansi atau sekolah tersebut
terlihat lebih perhatian untuk masalah fasilitas IT ini, karena mungkin banyak sendi-sendi dalam
dunia pendidikan mereka (SMA) yang membutuhkan fasilitas IT. Sedangkan untuk guru-guru SD,
mereka terlihat jarang menggunakan fasilitas IT terutama dalam kegiatan belajar mengajarnya. Ini
dapat difahami, sebab peserta didik mereka yang merupakan termasuk komponen utama dalam
kegiatan belajar mengajar masih belum mampu berfikir secara dewasa dan tidak begitu peduli
dengan fasilitas IT yang ada. Dan terlihat juga bahwa manajemen / pengelola sekolah / instansi
tidak begitu memberikan perhatian yang lebih pada fasilitas IT ini, sebab fasilitas IT ini hanya
benar-benar diperlukan oleh orang-orang tertentu di sekolah, seperti TU Sekolah yang ingin

37
menginput data Aset secara Online, membuat laporan BOS, mengurus sertifikasi guru secara
online, berhubungan dengan instansi luar sekolah seperti dinas pendidikan, dan lain sebagainya.

38
Daftar Pustaka

Jamil Suprihatiningrum, Startegi Pembelajaran Teori & Aplikasi (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
2016)

Enco Mulyasa, Menjadi Guru Profesional – Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan


Menyenangkan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2016)

Rusman (2010). MODEL-MODEL PEMBELAJARAN – Mengembangkan Profesionalisme


Guru. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Udin Syaefudin Sa’ud (2010). Inovasi Pendidikan. Bandung: CV. Alfabeta 125-126

Meity H. Idris (2015). Strategi Pembelajaran Yang Menyenangkan. Jakarta: PT. Luxima Metro
Media

Ratna Syifa’a Rachmahana, “Psikologi Humanistik dan Aplikasinya dalam Pendidikan”, eL-
Tarbawi | Jurnal Pendidikan Islam, Volume 1 No. 1, Oktober 2008

Ayu Rohmatin, Skripsi : Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Anak dengan Memanfaatkan
Media Pembelajaran Berbasis Flash di TK B Al-Madina Semarang Tahun 2012/2013”
(Semarang: Universitas Negeri Semarang, 2013)

Daryanto dan Suryatri Darmiatun (2013). Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah.


Yogyakarta: Gava Media

Endang Komara (2014). Belajar Dan Pembelajaran Interaktif. Bandung: PT. Refika Aditama. 65.

Rostina Sundayana (2015). Media dan Alat Peraga Dalam Pembelajaran Matematika. Bandung:
CV. Alfabeta. 195-197.

39
Donni Juni Priansa & Ani Setiani(2015). Manajemen Peserta Didik dan Model Pembelajaran.
Bandung: CV. Alfabeta.

Budi Setiawan dan Supriyono, “Pengembangan Media Pembelajaran Multimedia Dengan


Powerpoint dan Wondershare Untuk Pengembangan Soft Skills Siswa bagi Guru SMP”, Jurnal
SAINTIKOM, Volume 15, No. 2, Mei 2016

Milan Rianto, “PENDEKATAN, STRATEGI, DAN METODE PEMBELAJARAN”, Bahan


Ajar Diklat Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan SMA Jenjang Dasar, 2006

Ahwan Fanani, “Mengurai Kerancuan Istilah Strategi dan Metode Pembelajaran”, Nadwa | Jurnal
Pendidikan Islam, Volume 8 No. 2, Oktober 2014

Akhmad Sudrajat. “Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik dan Model
Pembelajaran” , (https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/09/12/pendekatan-strategi-metode-
teknik-dan-model-pembelajaran, pada tanggal 3 januari 2018 pukul 10.30)

http://www.aect.org/standards/knowledgebase.html

https://educationaltechnology.net/definitions-of-instructional-technology/

http://eprints.uny.ac.id/42565/1/Yanti%20Puspita%20Sari_12105241005.pdf

http://widyo.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/20142/prof.yusuf.ppt

http://www.aect.org/standards/knowledgebase.html

http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/1966062
91991031-DENNY_ISKANDAR/MATERI_PENMETTEK_SMP.pdf

40
Rohman, H. N., “PENGEMBANGAN MEDIA ATRAKTIF BERBANTUAN SWISHMAX
DALAM MATERI ALAT-ALAT OPTIK KELAS X”, (Malang: Universitas Negeri Malang),
hal. 3-4. (http://fisika.um.ac.id/download/sop/doc_download/768-
artikelhanifnurrohmanwinartosulur.html, pada 10 Januari 2018, pukul 15.00 WIB)

https://novitanila2121.wordpress.com/2012/11/14/konsep-humanisme, pada tanggal 16 Januari


2016, pukul 09.47 WIB

Arbayah, “Model Pembelajaran Humanistik”, Dinamika Ilmu, Volume 13 No. 2, Desember


2013. (https://iain-samarinda.ac.id/ojs/index.php/dinamika_ilmu/article/view/26/25, pada tanggal
16 Januari 2018, pukul 11.32 WIB)

Santi Mayasari, Filsafat Pendidikan Humanisme Dalam Perspektif Pembelajaran Bahasa Inggris
Bagi Peserta Didik Di Tingkat Sekolah Menengah Atas: Sebuah Kajian Teori, diunduh dari

http://www.univpgri-palembang.ac.id/e_jurnal/index.php/prosiding/article/download/1069/918,
pada 16 Januari 2017, pukul 12.20 WIB

https://www.kompasiana.com/jokowinarto/quantum-teaching-and-
learning_55008472a333115263511c9a, diakses pada 17 Januari 2018, pukul 11.40 WIB

http://digilib.unila.ac.id/356/11/Bab%20II.pdf, diakses pada 17 Januari 2018, pukul 15.09 WIB

https://www.eurekapendidikan.com/2015/02/prinsip-model-pembelajaran-quantum.html, diakses
pada 17 Januari 2018, pukul 15.58 WIB

Wirasa. Pembelajaran Menggunakan Pendekatan PAIKEM. (Diunduh dari:


http://journal.upgris.ac.id/index.php/malihpeddas/article/download/624/575, pada 17 Januari
2018, pukul 22.10)

41
http://www.paklativi.com/2014/03/berbagai-macam-strategi-pembelajaran-paikem-dan-langkah-
penerapanya.html, diakses pada 17 Januari 2018, pukul 22.28 WB

https://www.kompasiana.com/syarifudinmashud/mengajar-dan-mendidik-siswa-melalui-bahasa-
cinta-sebagai-wujud-membumikan-pendidikan-karakter_56f34c11549773790592ec0f, diakses
pada 19 Januari 2018, pukul 08.58 WIB.

http://diandegeng.lecture.ub.ac.id/2012/02/bahasa-cinta-untuk-membangun-hubungan-yang-
harmonis-antara-dosen-mahasiswa, diakses pada 19 januari 2018, pukul 09.51 WIB

https://www.gurusukses.com/mengajar-dengan-cinta, diakses pada 17 Januari 2018, pukul 10.03


WIB

42

Anda mungkin juga menyukai