Case Report Session SSJ
Case Report Session SSJ
OLEH :
PRESEPTOR :
2014
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
reaksi buruk yang sangat gawat terhadap obat. Efek samping obat ini
mempengaruhi kulit, terutama selaput mukosa. Juga ada versi efek samping ini
yang lebih buruk, yang disebut sebagai nekrolisis epidermis toksik (toxik
epidermal necrolysis/TEN). Ada juga versi yang lebih ringan, disebut sebagai
erupsi mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa,
mukosa orifisium serta mata disertai gejala umum berat. Sinonimnya antara lain :
dr. Stevens dan dr. Johnson, pada dua pasien anak laki-laki. Namun dokter
semi dan musim dingin. Untuk kasus overlap SSJ/NET, NSAID oksikam
pria:wanita adalah 2:1. Kebanyakan pasien berusia antara 20-40 tahun, akan tetapi
keganasan atau reaksi obat. Jarang pada anak usia 3 tahun atau
4. Obat seperti sulfa, fenitoin atau penisilin telah diresepkan kepada lebih
5. Lebih dari setengah pasien dengan SSJ melaporkan adanya infeksi saluran
napas atas.
protozoa.
barbiturat.
yang berhubungan.
imun yang disebabkan oleh obat-obatan, infeksi virus dan keganasan. Akhir-akhir
ini kokain dimasukkan dalam daftar obat yang dapat menyebabkan SSJ. Sampai
dengan setengah dari total kasus, tidak ada etiologi spesifik yang telah
diidentifikasi.
(sitolitik) menurut Coomb dan Gel. Gejala klinis atau gejala reaksi bergantung
kepada sel sasaran (target cell). Sasaran utama SSJ dan NET ialah pada kulit
berupa destruksi keratinosit. Pada alergi obat akan terjadi aktivitas sel T, termasuk
CD4 dan CD8, IL-5 meningkat, juga sitokin-sitokin lain. CD4 terutama terdapat
3. Kegagalan termoregulasi
5. Infeksi
dapat berupa didahului panas tinggi, dan nyeri kontinyu. Erupsi timbul mendadak,
gejala bermula di mukosa mulut berupa lesi bulosa atau erosi, eritema, disusul
Keadaan ini dapat menyembuh dalam 3-4 minggu tanpa sisa, beberapa penderita
mengalami kerusakan mata permanen. Kelainan pada selaput lendir, mulut dan
bibir selalu ditemukan. Dapat meluas ke faring sehingga pada kasus yang berat
penderita tak dapat makan dan minum. Pada bibir sering dijumpai krusta
epidermis dan dermis. Reseptor nekrosis sel, Fas, dan ligannya, FasL, telah
peningkatan kadar FasL pada pasien dengan SSJ/NET sebelum pelepasan kulit
atau inset dari lesi mukosa. Beberapa peneliti lain menghubungkan sitokin
kutaneus berat dari efek samping obat seperti SSJ. FDA dan Health Canada
SSJ dan TEN biasanya mulai dengan gejala prodromal berkisar antara 1-
14 hari berupa demam, malaise, batuk, korizal, sakit menelan, nyeri dada, muntah,
pegal otot dan atralgia yang sangat bervariasi dalam derajat berat dan kombinasi
gejala tersebut. Kemudian pasien mengalami ruam datar berwarna merah pada
muka dan batang tubuh, sering kali kemudian meluas ke seluruh tubuh dengan
pola yang tidak rata. Daerah ruam membesar dan meluas, sering membentuk
lepuh pada tengahnya. Kulit lepuh sangat longgar, dan mudah dilepas bila
digosok. Secara khas, proses penyakit dimulai dengan infeksi nonspesifik saluran
napas atas.
akan bertahan dari 2-4 minggu. Lesi tersebut bersifat nonpruritik.Riwayat demam
Gejala pada membran mukosa oral dapat cukup berat sehingga pasien
tidak dapat makan dan minum. Pasien dengan gejala genitourinari dapat memberi
keluhan disuria. Riwayat penyakit SSJ atau eritema multiforme dapat ditemukan.
Rekurensi dapat terjadi apabila agen yang menyebabkan tidak tereliminasi atau
Pada TEN, bagian kulit yang luas mengelupas, sering hanya dengan
sentuhan halus. Pada banyak orang, 30 persen atau lebih permukaan tubuh hilang.
Daerah kulit yang terpengaruh sangat nyeri dan pasien merasa sangat sakit dengan
panas-dingin dan demam. Pada beberapa orang, kuku dan rambut rontok
(Adithan, 2006).
Kehilangan kulit dalam TEN serupa dengan luka bakar yang gawat dan
sama-sama berbahaya. Cairan dan elektrolit dalam jumlah yang sangat besar dapat
merembes dari daerah kulit yang rusak. Daerah tersebut sangat rentan terhadap
Mengenal gejala awal SSJ dan segera periksa ke dokter adalah cara terbaik
untuk mengurangi efek jangka panjang yang dapat sangat mempengaruhi orang
a. Ruam
b. Lepuh dalam mulut, mata, kuping, hidung atau alat kelamin.
c. Kulit berupa eritema, papel, vesikel, atau bula secara simetris pada hampir
seluruh tubuh.
berwarna merah. Bula terjadi mendadak dalam 1-14 hari gejala prodormal,
e. Bengkak di kelopak mata, atau mata merah. Pada mata terjadi: konjungtivitis
(radang selaput yang melapisi permukaan dalam kelopak mata dan bola
simblefaron, kelopak mata edema dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi
Bila mengalami dua atau lebih gejala ini, terutama bila baru mulai memakai
dengan TEN. SJS dengan bula lebih dari 30% disebut TEN.
2. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (Ritter disease). Pada penyakit ini lesi
kulit ditandai dengan krusta yang mengelupas pada kulit. Biasanya mukosa
Pemeriksaan Laboratorium :
diagnosis SSJ.
b. Kultur jaringan kulit dan darah telah disetujui karena insidensi infeksi bakteri
yang serius pada aliran darah dan sepsis yang menyebabkan peningkatan
c. Mengevaluasi fungsi renal dan evaluasi urin untuk melihat adanya hematuria.
masalah lainnya.
f. Kultur darah, urin dan jaringan pada luka diindikasikan ketika dicurigai
adanya infeksi.
Pemeriksaan Radiologi:
secara klinis. Akan tetapi foto rontgen rutin biasa tidak diindikasikan.
Pemeriksaan Histopatologi:
kehilangan cairan yang banyak dan menangani pasien dengan SSJ sama dengan
gejala awal yang mengarah kepada gangguan hemodinamik. Peran utama dokter
UGD yang sangat penting adalah mendeteksi SSJ atau NET sesegera mungkin
yang sangat penting. Perkiraan waktu berhubungan erat dengan keadaan akhir
pasien.
3. Pasien dengan SSJ harus ditangani dengan perhatian khusus kepada airway
dan stabilitas hemodinamik, status cairan, penanganan lesi kulit dan kontrol
nyeri.
imunoglobulin.
5. Penyakit utama dan infeksi sekunder harus diidentifikasi dan diterapi. Obat
belum pasti. Pasien dengan eritema multiforme yang disebabkan infeksi akan
7. Pada penelitian besar di Eropa, menemukan bahwa tidak ada cukup bukti
a. Pada kasus-kasus yang berat sangat diperlukan bantuan daari ahli bedah
plastik.
penanganan pasien.
gejala okular.
pada terapi SSJ. Pemilihan antibiotik untuk infeksi bergantung kepada penyebab
infeksi tersebut.
Enterobacteriaceae.
berguna jika diberikan dalam dosis tinggi pada fase awal penyakit. Morbiditas dan
Terapi cairan dan elektrolit, serta kalori dan protein secara parenteral.
dan efek samping yang signifikan, namun ada juga yang menganggap
hidrogen maleat (Avil) dapat diberikan dengan dosis untuk usia 1-3 tahun
Sedangkan untuk setirizin dapat diberikan dosis untuk usia anak 2-5 tahun
diberikan 2 kali/hari.
Sedangkan terapi sindrom Steven Johnson pada mata dapat diberikan dengan :
Pemberian obat tetes mata baik antibiotik maupun yang bersifat garam
Pemberian obat salep dapat diberikan pada malam hari untuk mencegah
ILUSTRASI KASUS
Identitas
Nama : Ny. D
Umur : 30 tahun
Pekerjaan : IRT
Alamat :
Agama : Islam
Suku : Minang
ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA
Bercak merah disertai gelembung berisi cairan jernih, tersa gatal pada
untuk makan
- Mata merah, terasa kabur dan bengkak sembilan hari yang lalu,
gejala pada kulit. Selama minum obat tidak ada timbul gejala pada
kulit
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Kesadaran : composmentis
STATUS DERMATOLOGIKUS
Distribusi : Generalisata
kehitaman
Nikolsky sign (-)
STATUS VENEREOLOGIKUS
Tidak diperiksa
KELAINAN SELAPUT
Sekret : (+)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan
BAB III
RESUME
Seorang pasien perempuan, usia 30 tahun datang ke poliklinik kulit dan Kelamin
STATUS DERMATOLOGIKUS
Distribusi : Generalisata
kehitaman
DIAGNOSIS KERJA
Sindrom Stevens-Johnson
DIAGNOSIS BANDING
PENATALAKSANAAN
TERAPI
Umum
penyebab
Khusus
mg/hari
- siprofloksasin 2 x 400 mg IV
PROGNOSIS
Hamzah M. Erupsi Obat Alergik. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5thedition.
Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2007. p:154-158.
Djuanda A. Sindrom Stevens-Johnson. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.5th edition.
Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2007. p:163-165.
Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Erupsi Alergi Obat. In: Kapita
Selekta Kedokteran. Volume 2. 3rd edition. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Media Aesculapius. Jakarta. 2002. p:133-139
Ilyas, S. Sindrom Steven Johnson. In Ilmu Penyakit Mata. 3rd edition. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2004. Hal 135-136.
Siregar, R.S. Sindrom Stevens Johnson. In : Saripati Penyakit Kulit. 2ndedition. EGC.
Jakarta. 2004. hal 141-142.