I. Prolog
Dalam era otonomi daerah, pemerintah daerah diberikan hak, wewenang dan kewajiban dalam
mengatur dan mengurus sendiri urusan dan kepentingan masyarakat setempat termasuk dalam hal ini
adalah penyelenggaraan dan pengembangan untuk meningkatkan pelayanan publik yaitu melalui
penyediaan infrastruktur yang dapat mendukung kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat. Adapun salah
satu infrastruktur yang dianggap mampu mendukung kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat dalam
skala regional, nasional dan internasional adalah transportasi udara. Hal ini dikarenakan, adanya
pengembangan transportasi udara (bandara udara) disuatu wilayah dapat menjadi gerbang yang memicu
peningkatan kegiatan bisnis dan mengubah kawasan-kawasan sekitarnya menjadi tempat usaha yang
berpengaruh pada pengembangan kawasan urban abad 21. Dalam konteks tersebut, maka pemerintah
daerah dalam hal ini pemerintah Provinsi Jawa Barat berusaha merespon hal itu dengan melakukan
pembangunan dan pengembangan Bandara Udara Internasional Jawa Barat (BIJB) dan Kawasan
Perkotaan Kertajati Aerocity yang merupakan upaya untuk mendukung terwujudnya PKN Cirebon
sebagai bagian dari kebijakan Struktur Ruang Provinsi Jawa Barat yang ditetapkan dalam RTRW
Provinsi Jawa Barat 2009-2029.
Sejalan dengan hal tersebut, Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No 22 Tahun 2010 Tentang
Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029 menetapkan kawasan strategis Provinsi
Jawa Barat sebanyak 24 (dua puluh empat) kawasan strategis, salah satunya adalah Kawasan Strategis
Provinsi adalah (KSP) Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) dan Kertajati Aerocity. Secara umum
ditetapkannya kawasan strategis Bandara Internasional Jawa Barat dan Kertajati Aerocity didasarkan
pada kepentingan ekonomi yaitu sebagai kawasan yang dapat mendorong perekonomian Jawa Barat
serta beberapa issue penanganan yaitu:
1. Mengembangkan Bandara & Aerocity
2. Mengintegrasikan dengan pengembangan wilayah disekitarnya, dan
3. Melaksanakan kerjasama dengan pihak swasta.
Selain itu, pembangunan dan pengembangan BIJB dan Kertajati Aerocity juga sejalan dengan
kebijakan pembangunan transportasi nasional yang diarahkan melalui pendekatan pengembangan
wilayah, agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah. Sementara Kertajati
Aerocity sendiri dibangun dengan tujuan untuk mendukung keberadaan bandara dalam meningkatkan
daya saing global, kawasan ini dibangun diatas lahan seluas ± 3.200 Ha dengan fungsi ruang meliputi
kawasan industri, perdagangan, pariwisata, dan permukiman.
Kertajati Aerocity dalam konsep teori Aerotropolis adalah suatu kota pendukung bandara yang
letak dan posisinya berdampingan secara langsung dengan bandara, akan tetapi tidak terdapat akses
langsung dari kota ke bandara maupun sebaliknya. Meskipun tidak terdapat akses langsung dari kota ke
bandara, namun memiliki kemudahan mencapai bandara dengan memanfaatkan jaringan jalan eksisting
menuju ke bandara, baik melalui arah jalur utama/penumpang dan kargo/barang. Konsep kota
pendukung bandara ini akan berdampak pada kemudahan dalam pengelolaan keamanan bandara.
Adapun tujuan utama dari pembangunan dan pengembangan Kertajati Aerocity ialah menciptakan
sebuah kawasan perkotaan yang dapat berperan sebagai agen bagi terwujudnya pertumbuhan
perekonomian dan kesejahteraan penduduk, dan menjadi penggerak utama bagi pertumbuhan ekonomi
di Provinsi Jawa Barat bagian timur.
Berdasarkan pernyataan sebelumnya, maka muncul pertanyaan besar mengenai “Sejauh mana
proyek Kertajati Aerocity diperkirakan dapat mencapai tujuan pembangunan dan pengembangnnya?”.
Untuk itu, maka penulisan paper ini dimaksudkan untuk memaparkan bagaimana prospek pencapaian
tujuan pembangunannya. Prospek akan dianalisis menggunakan metode historical analysis dan scenario
planning dengan melihat sejarah studi kasus aerocity di negara lain, serta membandingkan antar driving
force menggunakan konsep scenario planning. Dengan begitu akan terlihat apakah kondisi Kertajati
masa depan dapat memenuhi tujuan aerocity dalam mengakselerasi ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat.
Sumber: Paparan The Aerocity: The Future 1ndonesian Airport, APEN, 2015
Gambar 3. Rencana Zonasi Kawasan Kertajati Aerocity
Sumber: Paparan The Aerocity: The Future 2ndonesian Airport, APEN, 2015
Dengan pembangunan secara total yang dilakukan pada sebagian wilayah Kecamatan Kertajati,
maka hal tersebut akan mempengaruhi segala aspek dalam keberlangsungan kawasan. Basis kegiatan
wilayah yang semula hanya pada sektor primer seperti pertanian akan berubah menjadi sektor sekunder
dan primer seperti industri dan jasa. Perubahan ini akan merubah kawasan yang semula memiliki
karakteristik perdesaan menjadi perkotaan modern. Pergeseran struktur ini juga akan merubah secara
total aspek fisik dan lingkungan, ekonomi, sosial kependudukan hingga politik kepemerintahan wilayah.
Pada aspek fisik dan lingkungan, pembangunan Kertajati Aerocity akan menambah jumlah dan
presentase peruntukan lahan terbangun. Pembangunan fisik untuk mewujudkan zona-zona seperti yang
direncanakan di atas menyebabkan variasi guna lahan kawasan yang juga semakin bermacam.
Kemudian pada aspek ekonomi, akan terjadi perubahan struktur kegiatan dari yang utamanya pertanian
menjadi sektor jasa dan industri. Perubahan ini sekaligus akan mempegaruhi aspek sosial kependudukan
dimana pengembangan aerocity akan menciptakan lapangan pekerjaan yang luas serta mendorong
terjadinya migrasi. Penciptaan industri dan fasilitas penunjang lain akan membutuhkan tenaga kerja
yang banyak dengan berbagai tingkat pendidikan. Struktur mata pencaharian masyarakat juga akan
bergeser kepada pekerjaan sektor jasa dan industri. Pemasukan wilayah yang semula hanya
mengandalkan bantuan pusat dengan PAD yang rendah akan meningkat tajam dari berbagai kegiatan
yang tercipta. Pembentukan PT BIJB sebagai BUMD yang berperan dalam pengelolaan bandara dan
pengembangan aerocity akan mengundang banyak investasi masuk dan akan melipatgandakan
pemasukan daerah.
Kemudian pada skala kabupaten, Kecamatan Kertajati ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Lokal
(PKL) berdasarkan RTRW Kabupaten Majalengka 2011-2031 dengan fungsi pelayanan sebagai
kawasan komersial dan jasa, kawasan industri terpadu, kawasan BIJB, pengembangan kawasan
perkotaan aerocity dan pertanian. Dengan demikian peran Kertajati dalam skala kabupaten lebih sebagai
pusat kegiatan ekonomi, pelayanan fasilitas serta penghubung dengan wilayah sekitar.
2. Kertajati Aerocity dengan Provinsi Jawa Barat dan Nasional
Pembangunan Kertajati Aerocity dipegang oleh Pemda Jawa Barat dengan mendirikan PT. BIJB
sebagai pengelola pembangunan. Kebijakan pembangunan ditetapkan melalui Perda Provinsi Jawa
Barat nomor 13 tahun 2010 tentang Pembangunan dna Pengembangan Bandara Udara Internasional
Jawa Barat dan Kertajati Aerocity. Pada skala provinsi, pembangunan ini diharapkan untuk
mempercepat pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan investasi dan aktivitas bisnis. Dengan
terbukanya akses transportasi udara dan didukung oleh pembangunan tol, maka konektivitas antara
wilayah timur dengan barat di Jabar akan semakin tinggi. Peningkatan interaksi dan kerjasama yang
terjadi antar daerah akan berperan dalam mengurangi ketimpangan di dalam regional Jawa Barat.
Pengembangan BIJB dan Kertajati Aerocity pada skala nasional tercantum dalam Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia, dimana pada pembagunan infrastruktur di
Koridor Ekonomi Jawa akan difokuskan pada bagian utara Jawa. Dengan pembangunan ini, diharapkan
mampu mengakselerasi perwujudan koridor ekonomi dan sekaligus mengurangi beban aktivitas
ekonomi di Jawa Bagian Barat. Kemudian pada skala nasional, Pengembangan BIJB dan Kertajati
Aerocity merupakan upaya untuk mendukung terwujudnya penetapan pusat kegiatan nasional (PKN)
Cirebon sebagai bagian dari kebijakan Struktur Ruang Provinsi Jawa Barat yang ditetapkan dalam
RTRW Provinsi Jawa Barat 2009-2029. Selain itu kebijakan skala nasional yang terkait dengan
pengembangan Kertajati adalah RTR Pulau Jawa-Bali, Peraturan Menteri Perhubungan, Kebijakan
Pengembangan Industri Nasional yaitu Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 28 tahun 2008,
Road Map (Peta Panduan) Pengembangan Klaster Industri Prioritas, Rencana Pembangunan Jalan Tol,
yaitu Jalan Tol Cikampek ,Cikopo-Palimanan (Cipali), dan Cileunyi- Sumedang-dawuan (Cisumdawu),
dan Rencana Pengembangan High Speed train dan Kereta Api Reguler.
Berdasarkan paparan arah kebijakan dari berbagai level pemerintahan terkait pembangunan
Kertajati Aerocity maka dapat disimpulkan bahwa pembangunan Kertajati Aerocity telah didukung
dengan berbagai dokumen permbangunan baik dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, maupun
kabupaten. Dari beberepa dokumen yang dihasilkan oleh instansi tingkat pusat, maka upaya
Pengembangan Kertajati Aerocity dapat dikatakan telah menjadi tekad pemerintah pusat. Hal ini
ditegaskan dalam dokumen MP3EI, RTRWN, RTR Pulau Jawa – Bali, dan Peraturan Menteri
Perhubungan. Dengan demikian, kondisi ini menimbulkan beberapa implikasi terkait kebijakan
pembangunan Kertajati Aerocity, yaitu :
a. Jika terdapat ketidaksesuaian antara kebijakan pemerintah provinsi dan kabupaten terhadap
kebijakan pemerintah pusat tersebut, maka yang harus diikuti adalah kebijakan pemerintah pusat,
misal jika terdapat rencana pola ruang dari rencana-rencana yang ditetapkan oleh pemerintah
provinsi dan kabupaten yang tidak sesuai dengan rencana pengembangan bandara dan aerocity,
maka yang harus diikuti adalah rencana yang mengutamakan pengembangan bandara dan
kawasan aerocity.
b. Diperlukan rencana pengembangan sektoral lainnya untuk mendukung pengembangan bandara
dan aerocity tersebut yang harus dihasilkan oleh berbagai instansi sektoral, baik pada tingkat
pusat, provinsi, maupun kabupaten. Penyusunan rencana pengembangan sektoral lainnya tersebut
harus diprioritaskan oleh masing-masing pemerintah.
Dari RTRW Provinsi Jawa Barat arahan kebijakan yang ada juga menunjukan bahwa terdapat
arahan pengembangan di luar Kecamatan Majalengka yang diharapkan dapat sejalan dan memanfaatkan
pengembangan Kertajati Aerocity nantinya. Hal sebaliknya juga dapat terjadi, di mana Kertajati
Aerocity perlu memanfaatkan potensi/arahan pengembangan sektoral di luarnya di wilayah provinsi atau
kabupaten setempat.
Pada keberjalanan pembangunan Kertajati Aerocity terjadi pemindahan alih pengelolaan
pembangunan. Pada awalnya pembangunan Kertajati Aerocity yang meliputi keseluruhan wilayah
aerocity serta BIJB (Bandara Internasional Jawa Barat) dilakukan oleh PT BIJB selaku BUMD milik
Provinsi Jawa Barat. Namun pada awal tahun 2016, pengelolaan pembangunan BIJB dialihkan ke
pemerintah pusat sehingga Jawa Barat hanya memiliki porsi pengelolaan terhadap aerocity di sekitar
bandara dan tempat parkir. Dengan begitu pengelolaan BIJ Kertajati dialihkan kepada PT Angkasa Pura
sebagai badan usaha milik negara (BUMN). Pengalihan kelola tersebut mengakibatkan saham milik
Pemerintah Provinsi Jawa barat berkurang.
Scenario Planning
Penggunaan scenario planning dalam proses penelitian diawali dengan penentuan isu strategis
sebagai Focal Concern yang dijadikan perhatian utama karena dianggap penting dan perlu dibahas.
Dalam hal ini, penentuan isu strategis didasarkan pada tujuan awal dilaksanakannya proyek
pembangunan Kertajati Aerocity pada tahun 2002 yang kemudian dimasukan ke dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) pada tahun 2009. Tujuan dari pembangunan Kertajati Aerocity
yang meliputi Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati dan aerocity di sekitarnya adalah untuk
mendukung keberadaan Pusat Kegiatan Nasional (PKN Cirebon) sehingga mendorong pertumbuhan
ekonomi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan begitu isu strategis sebagai
Focal Concern yang ditetapkan dalam penelitian ini, yaitu :
“Prospek ketercapaian tujuan pembangunan Kertajati Aerocity sebagai agen untuk terwujudnya
pertumbuhan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di Provinsi Jawa Barat bagian timur”
Setelah menentukan isu strategis dalam proses penelitian ini, maka langkah selanjutnya adalah
menentukan Driving Forces yaitu faktor-faktor yang memicu perubahan atau dapat mempengaruhi focal
concern. Faktor-faktor tersebut dapat berupa faktor secara sosial, budaya, demografi, politik, ekonomi,
teknologi, lingkungan, value, dan sebagainya. Dibutuhkan check and recheck terhadap driving forces
yang ada agar penelitian dapat bersifat komprehensif, teliti, dan mendalam. Adapun driving forces yang
dinilai memengaruhi focal concern dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Investor
Pembangunan proyek infrastruktur pada umumnya membutuhkan biaya yang sangat besar.
Tidak jarang dana yang tersedia dari pemerintah tidak mencukupi untuk menutupi kebutuhan
anggaran pembangunan. Oleh karena itu dibutuhkan tambahan dana dari pihak non pemerintah
untuk membiayai kekurangan dana pembangunan. Begitu pula yang terjadi pada proses
pembangunan seluruh kelengkapan Kertajati Aerocity. Dalam hal ini keberadaan pihak investor
sangat dibutuhkan untuk memperlancar pelaksanaan pembangunan. Dengan menarik investor
tentunya permasalahan akibat kurangnya dana dapat diselesaikan.
2. Keterlibatan Pemerintah
Keberhasilan penarikan investor dalam pembangunan Kertajati Aerocity tidak lepas dari
keterlibatan pemerintah dalam proses pembangunan Kertajati Aerocit, salah satunya dapat
dilakukan dengan memberikan promosi investasi. Promosi investasi tersebut dapat berupa
kemudahan perizinan, public-private partnership, pemberian insentif, dan sebagainya. Promosi
investasi tersebut tentunya dapat meningkatkan minat investor dalam menanamkan investasi di
suatu proyek.
3. Dana pemerintah
Besarnya dana pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi dalam
perwujudan Kertajati Aerocity menunjukan bagaimana besarnya dukungan pemerintah terhadap
pembangunan proyek tersebut. Semakin besar dana yang dianggarkan oleh pemerintah maka
semakin mudah suatu proyek diwujudkan dalam waktu dekat. Kertajati Aerocity yang saat ini
telah mengalami pengalihan kuasa pengelolaan infrastruktur pada bagian BIJB Kertajati
direncanakan dibangun dengan menggunakan dana dari APBN dan APBD.
4. Politik pengelolaan
Proyek yang berjalan di suatu daerah atau wilayah tidak selamanya ditangani oleh pihak
yang sama. Terdapat pola pergantian atau pengalihan pengelolaan pada beberapa proyek
terutama proyek yang bersifat strategis. Terkadang proyek dialihkan dari pemerintah provinsi
ke pemerintah pusat tapi bisa juga sebaliknya. Hal ini yang terjadi pula pada proses
pembangunan Kertajati Aerocity dimana terjadi pengalihan kuasa pengelolaan BIJB Kertajati
dari pemerintah provinsi ke pemerintah pusat.
5. Kualitas pendidikan masyarakat
Pembangunan suatu proyek pada dasarnya bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat. Oleh karena itu pembangunan suatu proyek atau infrastruktur seyogyanya
memerhatikan bagaimana kualitas pendidikan masyarakat setempat agar masyarakat setempat
dapat terlibat dan berpatisipasi dalam pembangunan, tidak hanya sebagai pihak yang
menyaksikan pembangunan.
6. Variasi jenis pekerjaan masyarakat setempat
Pembangunan proyek atau infrastruktur ditujukan untuk membantu aktivitas penghidupan
masyarakat terutama aktivitas penghidupan secara ekonomi. Infrastruktur yang terbangun harus
dapat mendukung keberjalanan aktivitas masyarakat di wilayahnya. Oleh karena itu perlu
diperhatikan bagaimana variansi jenis pekerjaan masyarakat setempat agar pembangunan
infrastruktur dapat dilakukan dengan tepat sasaran yang mendukung mata pencaharian warga
setempat.
7. Kedekatan pusat kegiatan sekitar
Pusat kegiatan menjadi pendukung atau pemicu bagi perkembangan wilayah di sekitarnya.
Daerah yang berada di antara pusat kegiatan wilayah cenderung memiliki potensi kemajuan
lebih besar dibanding dengan wilayah yang jauh dari pusat kegiatan (terisolir). Oleh karena itu
penempatan pembangunan infrastruktur di antara pusat kegiatan wilayah yang berdekatan dapat
mendukung wilayah setempat untuk lebih berkembang secara pesat. Dalam hal ini , keberadaan
Kertajati Aerocity diharapkan dapat mendukung kegiatan pada PKN Cirebon.
Setelah menetapkan beberapa driving forces yang diperkirakan menjadi pemicu perubahan
kondisi pada Kertajati Aerocity serta menganalisis keterhubungannya dengan isu strategis, maka
langkah selanjutnya adalah menentukan dua driving forces (DF) yang dinilai paling berpengaruh
terhadap masa depan Kertajati Aerocity. Proses penentuan dari kedua DF yang paling strategis tersebut
dilakukan dengan menggunakan metode Historical Analysis dimana dalam tahap ini proses analisis
histori dilakukan penelusuran preseden aerocity yang telah berhasil di suatu wilayah untuk kemudian
dapat menjadi percontohan bagi pembangunan Kertajati Aerocity. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, preseden aerocity yang dijadikan acuan dalam hal ini adalah Incheon Aerocity di Korea
Selatan dan Schiphol Aerocity di Amsterdam. Dari hasil historical analysis tersebut ditentukan bahwa
DF yang paling berpengaruh adalah promosi investasi serta jarak dengan pusat kegiatan wilayah. Pada
studi kasus Schiphol, hal yang paling berpengaruh dalam kesuksesan pembangunan aerotropolisnya
adalah dukungan pemerintah dalam membuat kerjasama dengan swasta untuk mempromosikan
investasi, serta letak strategisnya yang terletak dekat dengan Amsterdam sebagai pusat kegiatan.
Sedangkan pada studi kasus Incheon, hal yang paling berpengaruh adalah kemauan pihak swasta untuk
berinvestasi dalam pembangunan Kawasan Songdo serta dukungan pemerintah dalam menyediakan
sarana dan prasarana serta insentif berupa pembebasan pajak dan kemudahan perizinan. Maka dengan
melihat kedua studi kasus tersebut, dua faktor yang menjadi driving force dalam pembangunan Kertajati
Aerocity adalah keterlibatan pemerintah dan kedekatan menuju pusat kegiatan.
Matriks Driving Force
Setelah ditentukan dua DF yang paling berpengaruh akan keberhasilan aerocity, maka dilakukan
analisis dengan membuat matriks berdasarkan dua DF. Matriks yang terbentuk adalah sebagai baerikut.
SKENARIO D SKENARIO A
Keterlibatan Keterlibatan
pemerintah pemerintah
(-) (+)
SKENARIO C SKENARIO B
Skenario A
Skenario A diidentifikasikan dengan keterlibatan pemerintah dalam semua proses pembangunan
aerocity serta kedekatan menuju pusat kegiatan yang tinggi. Maka interaksi yang akan terjadi
pada skenario ini adalah sebagai berikut:
- Penyediaan peraturan yang menyeluruh dalam merencanakan dan membangun kawasan
dari tingkat nasional, provinsi hingga daerah. Semua sektor pada lingkup pemerintah juga
mendukung tingkat operasional.
- Terjaminnya ketercukupan pendanaan untuk melakukan keseluruhan pembangunan dan
pengembangan kawasan aerocity.
- Kemudahan perizinan dalam berinvestasi dan membukan usaha dan kegiatan di dalam
kawasan
- Keterlibatan pemerintah yang tinggi terhadap proses pembangunan yang ditunjukan
dengan tingginya intensitas promosi investasi oeh pemerintah bisa saja menjadi dasar
keluarnya kebijakan keringanan pajak untuk menarik investor.
- Ketercukupan sarana prasarana dasar seperti air bersih, persampahan, energi,
telekomunikasi, jaringan limbah dan drainase serta fasilitas umum dan sosial pada kawasan
yang akan dikembangkan karena kemudahan secara teknis pengembangan jaringan
- Ketercukupan sarana transportasi pendukung berupa penyediaan moda angkutan seperti
kereta api, monorel, bus, trem
- Ketercukupan prasarana transportasi penghubung menuju kawasan seperti jalan raya, jalan
tol serta rel kereta
- Waktu tempuh dari pusat kegiatan menuju bandara selama dua jam
Berdasarkan ciri tersebut, maka skenario ini merupakan yang paling optimis dengan kedua
kondisi DF yang sangat mendukung. Dukungan pemerintah dalam proses pembangunan sangat
total sehingga tercapai kemudahan dalam pelaksanaan pembangunan. Akses yang dekat dengan
pusat kegiatan seperti ibukota akan memercepat pengembangan kawasan yang telah dibangun.
Skenario B
Skenario B dicirikan dengan dukungan pemerintah yang tinggi pada keseluruhan proses
pembangunan namun memiliki akses yang tidak mudah menuju ibukota. Hambatan terbesar
pada kondisi ini adalah keterbatasan akses
- Penetapan kebijakan secara intensif dan menyeluruh untuk membangun kawasan Kertajati
Aerocity dengan interaksi yang efisien antarinstansi multilevel, baik secara nasional,
provinsi, maupun kabupaten namun sayangnya kebijakan yang dibuat antardaerah lebih
sulit terwujud karena dipengaruhi jarak wilayah (berpengaruh pada intensitas komunikasi)
- Keberadaan wilayah pengembangan yang jauh dari pusat kegiatan utama beresiko pada
kurangnya minat menanamkan investasi bagi para investor karena kurangnya
keterhubungan wilayah pengembangan dengan pusat kegiatan utama
- Waktu tempuh antarwilayah yang lama dan jarak tempuh yang jauh menyebabkan
meningkatnya biaya perjalanan yang diperlukan commuter untuk mencapai tujuan. Hal ini
juga berpengaruh terhadap aktor ekonomi untuk mengembangkan usahanya di wilayah
Kertajati Aerocity (minat menurun)
- Kemudahan proses birokrasi baik dalam segi perizinan maupun penanaman investasi yang
lebih mudah sehingga memudahkan sistem birokrasi bagi pelaku usaha
- Luasnya jaringan hubunga pemerintah terhadap pihak yang berkepentingan lainnya
sehingga meningkatkan hubungan kerjasama dengan pihak luar dalam pembangunan
wilayah
Skenario C
Skenario C diidentifikasikan dengan keterlibatan pemerintah yang kurang dalam semua
proses pembangunan aerocity serta kurangnya kedekatan menuju pusat kegiata. Maka interaksi
yang akan terjadi pada skenario ini adalah sebagai berikut:
- Skenario kondisi pesimis
- Faktor yang ada sama sekali tidak mendukung
- Keterlibatan pemerintah dalam pengembangan kawasan aeropolis sangat rendah.
Akibatnya para investor dan pelaku usaha tidak bersedia berinvestasi karena dianggap
kurang menguntungkan
- Selain itu, faktor kedekatan menuju pusat kegiatan juga tidak mendukung. Hal ini berakibat
pada kesulitan para investor dan pelaku usaha dapat melakukan pengembangan bisnisnya
kedepan.
Skenario D
Skenario D diidentifikasikan dengan keterlibatan pemerintah yang kurang dalam semua
proses pembangunan aerocity serta kedekatan menuju pusat kegiatan yang tinggi. Maka
interaksi yang akan terjadi pada skenario ini adalah sebagai berikut:
- Faktor yang mendukung hanyalah faktor kedekatan menuju pusat kegiatan
- Sarana transportasi pendukung berupa penyediaan moda angkutan seperti kereta api,
monorel, bus, trem, dan lain sebagianya yang mampu mengakomodasi bangkitan lalu lintas
yang di hasilkan
- Prasarana transportasi seperti jalan raya, jalan tol serta rel kereta sudah mampu menjadi
penghubung menuju dan di dalam kawasan
- Waktu tempuh dari pusat kegiatan menuju dan di dalam kegiatan bandara, dapat ditempuh
selama 2 jam
- Jarak lokasi pengembangan menuju pusat kegiatan utama yang relatif dekat sekiatar 20 km
- Masalah yang ada berkaitan dengan belum adanya keterdukungan pemerintah terhadap
pengembangan kawasan aeropolis. Sehingga para investor dan pelaku usaha memberikan
tuntutan-tuntutan yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Setelah tuntutan ini dipenuhi maka
barulah para investor dan pelaku usaha bersedia untuk berinvestasi dan membuka usaha
dalam pengembangan kawasan aeropolis.