Anda di halaman 1dari 47

PROPOSAL PENELITIAN

PENGEMBANGAN MODUL PRAKTIKUM KIMIA


BERBASIS PROBLEM BASED LEARNING PADA
MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI
KELARUTAN DI SMA

Disusun Oleh:
Wawa Anisa
06101381419045

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2017

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 1 06101381419045
PENGEMBANGAN MODUL PRAKTIKUM KIMIA BERBASIS
PROBLEM BASED LEARNING PADA MATERI KELARUTAN
DAN HASIL KALI KELARUTAN DI SMA

. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang

Saat ini guru diharapkan dapat menyiapkan peserta didik yang siap
menghadapi tantangan di era globalisasi. Oleh karena itu guru harus dapat
mengembangkan pembelajaran yang dapat mengasah kemampuan siswa dalam
menganalisis masalah yang ada. Salah satu model pembelajaran yang bisa
digunakan oleh guru untuk mengasah kemampuan berpikir siswa adalah
pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran berbasis masalah (problem based
learning) merupakan salah satu model pembelajaran yang berasosiasi dengan
pembelajaran kontekstual. Pembelajaran artinya dihadapkan pada suatu masalah,
yang kemudian dengan melalui pemecahan masalah, melalui masalah tersebut
siswa belajar keterampil-keterampilan yang lebih mendasar. Ilmu pengetahuan
alam atau IPA pada hakikatnya adalah ilmu yang mempelajari gejala-gejala
melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun atas
dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun
atas tiga komponen penting berupa konsep, prinsip, dan teori yang berlaku secara
universal. Pembelajaran yang bertujuan menekankan pada pemberian pengalaman
langsung yang bertujuan untuk mengembangkan kompetensi agar dapat
menjelajahi dan memahami alam sekitar secara alamiah.
Kimia merupakan salah satu ilmu yang termasuk ke dalam IPA, oleh
karenanya kimia mempunyai karakteristik yang sama dengan IPA. Karakteristik
tersebut diharapkan dapat muncul, sehingga siswa berkesempatan mengalami
proses pembelajaran secara utuh, dan memahami pengetahuan melalui metode
ilmiah. Hal ini sejalan dengan salah satu tujuan mata pelajaran kimia di SMA/MA
yaitu :
Memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 2 06101381419045
percobaan atau eksperimen, dimana peserta didik melakukan pengujian hipotesis
dalam merancang percobaan melalui pemasangan instrumen, pengambilan,
pengolahan, dan penafsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan
dan tertulis.
Uraian-uraian di atas jelaslah menyatakan bahwa dalam pembelajaran
kimia guru tidak hanya terfokus pada penyampaian materi dalam bentuk produk
(pengetahuan berupa konsep prinsip, dan teori) saja tetapi ditekankan pula untuk
memberikan pengalaman langsung kepada siswa dengan menerapkan metode
ilmiah melalui percobaan atau praktikum. Namun, pada kenyataannya masih
terdapat siswa yang tidak dilibatkan langsung dalam proses penentuan dari suatu
konsep melalui metode ilmiah, dikarenakan dalam kegiatan belajar mengajar guru
hanya menggunakan metode ceramah saja pada materi-materi yang sebenarnya
dalam kompetensi dasar dituntut untuk dilaksanakan praktikum. Padahal
pembelajaran kimia tidak bisa hanya dipahami dengan membayangkan apa yang
disampaikan oleh guru saja.
Melalui praktikum siswa dapat secara aktif terlibat dalam proses
mengamati, mengobservasi, berhipotesis, menganalisis serta menarik kesimpulan
dari fenomena yang diamatinya. Sehingga siswa dapat mengkorelasikan antara
teori dan hasil yang mereka dapatkan. Selain itu juga siswa dapat menguji atau
membutikan suatu konsep dari materi yang sedang dipelajarinya. Kegiatan
praktikum untuk mata pelajaran kimia sudah dirumuskan pada kompetensi dasar
kurikulum 2013 sesuai dengan permendiknas no 69 tahun 2013 tentang kerangka
dasar dan struktur kurikulum SMA/MA, sehingga dalam hal ini guru dituntut
melaksanakan kegiatan praktikum untuk tercapainya tujuan pembelajaran yang
diharapkan. Beberapa diantaranya terdapat pada kompetensi dasar untuk kimia
kelas XI semester genap yang menuntut dilaksanakannya praktikum pada
kompentesi dasar 4.14 yang terdiri dari materi kelarutan dan hasil kelarutan.
Pelaksanaan praktikum yang baik tidak terlepas pula dari ketersediaan
bahan ajar yang digunakan sebagai penuntun siswa dalam melakukan kegiatan
praktikum. Ketersediaan bahan ajar ini dimaksudnya agar dapat membantu siswa
dalam menemukan dan memahami konsep materi yang sedang dipelajarinya.
Keinginan menciptakan kegiatan mengajar di kelas secara ideal serta tuntutan

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 3 06101381419045
benyaknya meteri yang harus dikuasai oleh siswa terkadang membuat guru
kesulitan untuk memfokuskan perhatian terhadap kualitas praktikum yang
dilakukan siswa. Hasil survei yang dilakukan peneliti di SMAN 1 Palembang
didapati belum tersedianya bahan ajar yang memuat keseluruhan kegiatan
praktikum, sedangkan untuk melakukan kegiatan praktikum siswa diberikan
fotocopy lembar kerja dan terkadang guru menuliskan langsung langkah kerja di
papan tulis pada hari pelaksanaan praktikum. Instruksi yang diberikan tersebut
bersifat sangat menuntun siswa. Oleh sebab itu, jalannya kegiatan praktikum yang
dilakukan dapat dikatakan belum memberikan kesempatan secara penuh kepada
siswa untuk berpartisipasi secara aktif, serta kurang melatih kemampuan berpikir
guna memperoleh pengetahuan dan konsep secara mandiri.
Upaya yang dapat dilakukan untuk masalah tersebut salah satunya adalah
mengintegrasikan bahan ajar dengan suatu model pembelajaran yang dapat
melatih keterampilan berpikir siswa dalam memperoleh pengetahuan dan konsep
dari suatu materi yang dipelajarinya secara mandiri tanpa menghilangkan
kebermaknaan kimia sebagai proses. Salah satu model dapat diterapkan adalah
problem based learning yang selanjutnya diimplementasikan dalam bentuk bahan
ajar berupa modul praktikum berbasis problem based learning.
Moffit dan Rusman mengemukakan bahwa problem based learning atas
pembelajaran berbasis malasah merupakan suatu pembelajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar
tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk
memperoleh pengetahuan dan konsep yang enesi dari materi pelajaran.
Pembelajaran IPA dengan menggunakan model problem based learning
memiliki pengaruh yang baik terhadap pemahaman konsep dan kemampuan
berpikir siswa, seperti penelitian yang dilakukan oleh Aslihan dan Mustafa
dengan judul The Effect of Problem Based Learning Approach on Conceptual
Understanding in Teaching of Magnetism Topics, memperoleh hasil yaitu
pembelajaran dengan menerapkan model problem based learning lebih efektif
dibandingkan dengan pembelajran tradisional dalam meningkatkan pemahaman
mahasiswa pada konsep magnet. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Lutfi,
dkk yang berjudul Pembuatan dan Implementasi Modul Praktikum Fisika

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 4 06101381419045
Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa Kelas XI,
dihasilkan bahwa dengan diterapkannya modul praktikum berbasis masalah dapat
menignkatkan kemandirian yang diikuti pula oleh peningkatan hasil belajar siswa.
Penerapan model pembelajaran problem based learning bertujuan juga
agar peserta didik terbiasa menggunakan kecerdasannya untuk menyelesaikan
masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Karena suatu masalah dapat
memicu konteks keterkaitan, rasa ingin tahu, dan inkuiri. Berdasarkan uraian-
uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Pengembangan Modul Praktikum Kimia berbasis Problem Based Learning pada
Materi Kelarutan dan Hasil Kelarutan di SMA.
1.2.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, dapat diidentifakisan


beberapa masalah sebagai berikut:
1. Masih terdapat guru yang menggunakan metode ceramah pada materi yang
dalam kompetensi dasar yang menuntut untuk dilakukan praktikum.
2. Praktikum kimia untuk jenjang SMA yang ada saat ini masih
menggunakan lembar kerja yang bersifat terlalu menuntun sehingga
kreativitas dan kemandirian siswa kurang tersalurkan.
3. Guru masih kesulitan memfokuskan perhatian terhadap kualitas praktikum
yang dilakukan siswa

4. Belum adanya bahan ajar di sekolah yang menuntun siswa untuk


mengkonstruksikan pengetahuan mereka dalam menemukan konsep-
konsep kimia.

1.3.Pembatasan Masalah

Agar masalah dalam penelitian ini tidak terlalu luas ruang lingkupnya,
maka diperlukan pembatasan masalah. Masalah dalam penelitian ini dibatasi
pada:
1. Modul praktikum yang akan dibuat hanya berisi materi-materi kelarutan
dan hasil kali kelarutan.
2. Proses pengembangan modul praktikum berbasis problem based learing

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 5 06101381419045
untuk materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.

3. Penilaian siswa terhadap modul praktikum berbasis problem based


learning.

1.4.Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang diuraikan di atas, maka penulis


merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana mengembangkan modul praktikum kimia berbasis PBL yang valid
untuk pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan di kelas XI SMA
Negeri 1 Palembang?
2. Bagaimana mengembangkan modul kimia berbasis PBL yang praktis untuk
pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan di kelas XI SMA Negeri 1
Palembang?
3. Bagaimana keefektifan penggunaan modul kimia berbasis PBL pada pokok
bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan kelas XI SMA Negeri 1 Palembang?

1.5.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian pengembagan modul praktikum berbasis problem


based learning ini adalah sebagai berikut:
1. Menghasilkan modul praktikum kimia berbasis PBL yang valid pada pokok
bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan kelas XI SMA Negeri 1
palembang.
2. Menghasilkan modul kimia berbasis PBL yang praktis pada pokok bahasan
kelarutan dan hasil kali kelarutan kelas XI SMA Negeri 1 Palembang.
3. Mengetahui keefektifan penggunaan modul kimia berbasis PBL pada pokok
bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan kelas XI SMA Negeri 1
palembang.

1.6.Manfaat Penelitian

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 6 06101381419045
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil yang bermanfaat bagi
semua pihak, antara lain:
1. Bagi siswa, memberikan pengalaman dalam kegiatan praktikum dengan
menggunakan model problem based learning.
2. Bagi guru, memberikan informasi tentang penerapan model problem
based learning dalam melakukan kegiatan praktikum.
3. Bagi sekolah, diperoleh modul yang dapat digunkan untuk kegiatan
praktikum dalam mata pelajaran kimia kelas XI semester genap.
4. Bagi peneliti, menambah pengalaman dan wawasan mengenai
pengembangan modul praktikum berbasis problem based learning serta
menambah bekal bagi peneliti sebagai calon pendidik untuk dapat
mengembangkan sendiri bahan ajar kimia yang inovatif.
5. Bagi pihak lainnya, dapat digunakan sebagai referensi untuk turut serta
menerapkan model problem based learning melalui kegiatan
praktikum pada materi maupun kegiatan belajar lainnya.

II. KAJIAN TEORITIK


2.1 Belajar dan Pembelajaran
Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok dalam
keseluruhan proses pendidikan di sekolah,. Hal ini berarti bahwa berhasil
tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana
proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik. Oleh karena itu,
setiap guru perlu memahami sebaik-baiknya tentang proses belajar murid agar
ia dapat memberikan bimbingan dan menyediakan lingkungan belajar yang
tepat dan serasi bagi murid-murid.
Pengertian belajar sudah banyak dikemukakan oleh para ahli pendidikan,
mereka mengemukakan definisi belajar menurut pendapat mereka masing-
masing. Slameto (2003:2) mengemukakan bahwa belajar ialah suatu proses
usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya. Belajar adalah setiap perubahan yang
relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 7 06101381419045
atau pengalaman. Jadi belajar bukan suatu tujuan tetapi merupakan suatu
proses untuk mencapai tujuan. Siswa akan mendapat pengalaman dengan
menempuh langkah-langkah atau prosedur yang disebut belajar.
Pembelajaran mengandung makna adanya kegiatan mengajar dan belajar,
di mana pihak yang mengajar adalah guru dan yang belajar adalah siswa yang
berorientasi pada kegiatan mengajarkan materi yang berorientasi pada
pengembangan pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa sebagai sasaran
pembelajaran. Dalam proses pembelajaran akan mencakup berbagai
komponen lainnya, seperti media, kurikulum, dan fasilitas pembelajaran.
Menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun
2003 menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Pembelajaran merupakan suatu proses kegiatan yang memungkinkan guru
dapat mengajar dan siswa dapat menerima materi pelajaran yang diajarkan
oleh guru secara sistematik dan saling mempengaruhi dalam kegiatan belajar
mengajar untuk mencapai tujuan yang diinginkan pada suatu lingkungan
belajar.
2.2 Bahan Ajar
2.2.1 Pengertian Bahan Ajar
Soegiranto menyatakan bahwa bahan ajar adalah bahan atau materi yang
disusun oleh guru secara sistematis yang digunakan siswa dalam
pembelajaran. Bahan ajar dapat dikemas dalam bentuk cetakan, non cetak, dan
dapat bersifat visual auditif (Arlitasari, et al., 2013). Teori mengenai bahan
ajar yang dipaparkan meliputi hakikat bahan ajar, jenis-jenis bahan ajar, dan
penyusunan bahan ajar/ buku teks pelajaran.
Keterangan-keterangan guru, uraian-uraian yang harus disampaikann
guru, dan informasi yang harus disajikan guru dihimpun di dalam bahan ajar.
Dengan demikian, guru juga akan dapat mengurangi kegiatannya menjelaskan
pelajaran, memiliki banyak waktu untuk membimbing siswa dalam belajar
atau membelajarkan siswa (Nugroho & Wahyuningsih, 2013). Bahan ajar juga
merupakan wujud pelayanan satuan pendidikan terhadap Siswa. Pelayanan
individual dapat terjadi dengan bahan ajar. Siswa berhadapan dengan bahan
yang terdokumentasi.

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 8 06101381419045
Siswa berurusan dengan informasi yang konsisten. Siswa yang cepat
belajar, akan dapat mengoptimalkan kemampuannya dengan mempelajari
bahan ajar. Siswa yang lambat belajar, akan dapat mempelajari bahan ajarnya
berulang-ulang. Optimalisasi pelayanan belajar terhadap Siswa dapat terjadi
dengan bahan ajar. Keberadaan bahan ajar sekurang-kurangnya menepati tiga
posisi penting. Bahan ajar dikelompokan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu
jenis bahan ajar cetak, noncetak, dan bahan ajar display (Belawati:2003).
2.2.2 Jenis-Jenis Bahan Ajar
Jenis bahan ajar dibedakan atas beberapa kriteria pengelompokan.
Menurut Koesnandar (2008), jenis bahan ajar berdasarkan subjeknya terdiri
dari dua jenis antara lain: (a) bahan ajar yang sengaja dirancang untuk belajar,
seperti buku, handouts, LKS dan modul; (b) bahan ajar yang tidak dirancang
namun dapat dimanfaatkan untuk belajar, misalnya kliping, koran, film, iklan
atau berita. Koesnandar juga menyatakan bahwa jika ditinjau dari fungsinya,
maka bahan ajar yang dirancang terdiri atas tiga kelompok yaitu bahan
presentasi, bahan referensi, dan bahan belajar mandiri.
Prinsip-prinsip penyusunan dan pemilihan bahan ajar tersebut
diaplikasikan ke dalam beberapa jenis bahan ajar. Direktorat Pembinaan SMA
(2010) membagi jenis bahan ajar menjadi lima, yaitu bahan ajar cetak, bahan
ajar dengar (audio), bahan ajar pandang dengar (audio visual), bahan ajar
multimedia interaktif (interactive teaching material), dan bahan ajar berbasis
web (web based learning materials). Pada penelitian ini jenis bahan ajar yang
digunakan adalah Modul Praktikum.

2.3 Modul
a. Pengertian Modul
Salah satu jenis bahan ajar cetak yang ada saat ini adalah modul. Bahan
ajar adalah segala bahan (baik informasi, alat, maupun teks) yang disusun
secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh satu kompetensi yang akan
dikuasai siswa dan digunakan dalam proses pembelajaran dengan tujuan
perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. Sedangkan istilah
modul dipinjam dari dunia teknologi, yaitu suatu alat ukur yang lengkap dan
merupakan satu kesatuan program yang dapat mengukur tujuan. Menurut

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 9 06101381419045
Daryanto, “Modul adalah bahan ajar yang dikemas secara utuh dan
sistematis, di dalamnya memuat seperangkat pengalaman belajar yang
terencana dan didesain untuk membantu siswa mengasai tujuan belajar yang
spesifik”.
Depdiknas menjelaskan bahwa “Modul adalah sebuah buku yang ditulis
dengan tujuan agar siswa dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan
bimbingan guru”. Sedangkan menurut Rudi dan Cepi, “Modul yaitu suatu
paket program yang disusun dalam bentuk satuan tertentu dan didesain
sedemikian rupa guna kepentingan belajar siswa”.
Dari uraian di atas mengenai modul, dapat ditarik kesimpulan bahwa
modul adalah sebuah bahan ajar cetak yang dibuat secara sistematis
sesuai dengan kompetensi yang ada dengan tujuan membantu siswa dalam
proses pembelajaran secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru.
b. Tujuan Modul

Modul dibuat dengan beberapa tujuan yakni:

1) Memperjelas atau mempermudah penyajian.

2) Mengatasi keterbatasan (waktu, tempat, dan sebagainya).

3) Meningkatkan motivasi.

4) Meningkatkan kemampuan komunikasi.

5) Meningkatkan kemandirian belajar.


c. Karakteristik Modul

Untuk menghasilkan sebuah modul yang mampu meningkatkan motivasi


belajar siswa, pengembangan modul harus memperhatikan karakteristik
yang diperlukan, yaitu:
1) Self instruction

Merupakan karakteristik penting dalam modul, dengan karakter


tersebut memungkinkan seseorang belajar secara mandiri dan tidak
tergantung pada pihak lain. Untuk memenuhi karakter self instruction
setidaknya modul harus memuat tujuan pembelajaran yang jelas,
memuat materi pembelajaran yang dikemas dalam unit-unit kegiatan

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 10 06101381419045
yang kecil/spesifik, tersedia contoh dan ilustrasi yang mendukung
kejelasan pemaparan, terdapat soal-soal latihan untuk mengukur
penguasaan siswa, terdapat instrumen penilaian, dan terdapat
informasi tentang rujukan atau referensi.
2) Self contained

Modul diaktakan self contained bila seluruh materi pembelajaran


yang dibutuhkan termuat dalam modul tersebut.

3) Berdiri sendiri
Berdiri sendiri merupakan karakteristik modul yang tidak tergantung
pada bahan ajar/media lain, atau tidak harus digunakan bersama-sama
bahan ajar/media lain. Jika siswa masih menggunakan dan masih
bergantung pada bahan ajar lain selain modul yang digunakan, maka
bahan ajar tersebut tidak dikategorikan sebagai modul yang berdiri
sendiri.
4) Adaptif
Dikatakan adaptif jika modul dapat menyesuaikan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel/luwes digunakan di
berbagai perangkat keras.
5) Bersahabat/akrab (user friendly)
Setiap instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat
membantu dan bersahabat dengan pemakainnya, termasuk
kemudahan pemakaian dalam merespon dan mengakses sesuai
dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah
dimengerti, serta menggunakan istilah yang umum digunakan
merupakan salah satu bentuk user friendly.
d. Elemen Mutu Modul
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk dapat menghasilkan modul
yang mampu memerankan fungsi dan perannya dalam pembelajaran yang
efektif meliputi format, organisasi, daya tarik, konsistensi, ukuran huruf,
dan spasi kosong.
1) Format
a) Gunakan format kolom (tunggal atau multi) yang proporsional.

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 11 06101381419045
Penggunaan kolom tunggal atau multi harus sesuai dengan bentuk dan
ukuran kertas yang digunakan.
b) Gunakan format kertas (vertikal atau horizontal) yang tepat. Penggunaan
format kertas secara fertikal atau horizontal harus memperhatikan tata
letak dan format pengetikan.
c) Gunakan icon yang mudah ditangkap dan bertujuan untuk menekankan
pada hal-hal yang dianggap penting atau khusus. Tanda dapat berupa
gambar, cetak tebal, cetak miring, atau lainnya.
2) Organisasi

Bahan ajar yang terorganisasi dengan baik akan memudahkan dan


meningkatkan semangat siswa untuk membaca atau belajar menggunakan
bahan ajar tersebut. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pengorganisasian sebuah modul adalah:
a) Organisasikan isi materi pembelajaran dengan urutan dan susunan
yang sistematis, sehingga memudahkan siswa memahami materi.
b) Susunan dan tempatkan naskah, gambar dan ilustrasi sedemikian rupa
sehingga informasi akan mudah dimengerti oleh siswa.
c) Organisasikan antar bab, antar unit, dan antar paragrap dengan
susunan dan alur yang memudahkan siswa memahaminya.
d) Organisasikan antar judul, subjudul, dan uraian yang mudah diikuti
oleh siswa.
e) Kotak-kotak dapat digunakan untuk memisahkan bagian- bagian dari
teks.
f) Teks disusun sedemikian rupa sehingga informasi mudah diperoleh.
3) Daya tarik
Daya tarik dari suatu modul dapat ditempatkan di beberapa bagian seperti:
a) Bagian sampul (cover) depan, dengan mengkombinasikan warna,
gambar (ilustrasi), bentuk dan ukuran huruf yang serasi.
b) Bagian isi modul diberikan rangsangan-rangsangan berupa gambar
atau ilustrasi, pencetakan huruf tebal, miring, garis bawah atau warna.
c) Tugas dan latihan dikemas sedemikian rupa sehingga menarik.

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 12 06101381419045
4) Bentuk dan ukuran huruf

a) Gunakan bentuk dan ukuran huruf yang mudah dibaca sesuai dengan
karakteristik umum siswa.
b) Gunakan perbandingan huruf yang proporssional antar judul, sub
judul, dan isi.
c) Hindari penggunaan huruf kapital untuk seluruh teks, karena akan sulit
untuk dibaca.
5) Ruang (spasi) kosong

Gunakan ruang atau spasi kosong tanpa teks dan gambar untuk menambah
kontras modul. Hal ini penting untuk memberikan kesempatan bagi siswa
untuk beristirahat pada titik-titik tertentu. Selain itu spasi kosong ini
berfungsi juga untuk menambahkan catatan penting. Gunakan dan
tempatkan spasi kosong secara proporsional. Penempatan spasi kosong
dapat dilakukan di beberapa tempat seperti:
a) Ruangan sekitar judul bab dan subbab.

b) Batas tepi (marjin), batas tepi yang luas akan memaksa siswa untuk
masuk ke tengah-tengah halaman.

a) Spasi antar kolom, semakin lebar kolomnya semakin luas spasi


diantaranya.
b) Pergantian antar paragrap dimulai dengan huruf kapital.

c) Pergantian antar bab atau bagian.

6) Konsistensi

a) Gunakan bentuk dan ukuran huruf secara konsisten dari halaman ke


halaman. Usahakan agar tidak menggabungkan beberapa cetakan
dengan bentuk dan ukuran huruf yang banyak variasi.
b) Gunakan jarak spasi yang konsisten. Jarak antar judul dengan baris
pertama dan antara judul dengan teks.
c) Gunakan tata letak pengetikan yang konsisten, meliputi pola
pengetikan maupun margin/batas-batas pengetikan.
d) Gunakan format kertas dan kolom dari halaman ke halaman secara

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 13 06101381419045
konsisten.
e. Pengembangan Modul
Pendidik maupun calon pendidik haruslah memiliki kemampuan
untuk dapat menciptakan suatu pembelajaran yang tidak hanya
menyenangkan bagi siswa, tetapi juga harus memiliki kebermaknaan
agar mereka dengan mudah dapat memahami dan mengaplikasikan
materi ajar yang disampaikan. Salah satunya adalah dengan melakukan
pengembangan bahan ajar berupa modul yang kreatif dan inovatif.
Dalam proses pengembangan bahan ajar tesebut guru harus cermat dan
memiliki pengetahuan serta keterampilan yang memadai, karena sebuah
modul paling tidak harus dapat memenuhi kriteria dengan tercapai atau
tidaknya sebuah kompetensi dasar yang dikuasai oleh siswa.

Dalam mengembangkan sebuah modul terdapat beberapa tahapan


yang dapat ditempuh yaitu: (1) perencanaan, (2) penulisan, (3) review,
dan (4) uji coba. Penjelasan dari tiap tahapan pengembangan modul
adalah sebagai berikut:

1) Tahap perencanaan penulisan modul

Perencanaan penulisan merupakan tahap awal dari pengembangan


suatu modul. Sangat penting membuat perencanaan sebaik mungkin,
karena dengan begitu modul yang dihasilkan akan memiliki tingkat
keterbacaan yang tinggi serta kedalaman materi yang sesuai dengan
tingkat kemampuan siswa sehingga dapat membantu siswa mencapai
tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.
Untuk dapat memenuhi unsur keterbacaan modul ada beberapa
aspek yang harus dikusai oleh penulis, yaitu: (1) faktor bahasa, (2) gaya
penyajian yang akrab, (3) relevansi waktu belajar, (4) tingkat
kemampuan siswa, (5) menarik tidaknya materi yang disajikan, (6)
pengorganisasian dan penyajian, dan (7) pendekatan penulisan yang
digunakan.

Dalam merencanakan penulisan modul, terlebih dahulu penulis


harus menyusun Garis-Garis Besar Isi Modul (GBIM). GBIM yang

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 14 06101381419045
dihasilkan selanjutnya dijadikan pedoman dalam menulis modul sebagai
bahan ajar. Berikut adalah faktor-faktor yang melandasi pembuatan
GBIM dalam tahapan perencanaan menulis modul:
a) Analisis kebutuhan

Ketika akan menulis modul, hendaknya memiliki informasi sejelas


mungkin untuk siapa modul yang ditulis, siapa sasaran pembacanya.
Dalam hal ini terdapat empat faktor yang berkaitan dengan siswa
yaitu, keadaan siswa, motivasi siswa, kemampuan belajar siswa, dan
latar belakang bidang studi.
b) Menentukan tujuan umum dan tujuan khusus
Mempertimbangkan dan menentukan tujuan (umum dan khusus)
sejak awal proses penulisan modul merupakan hal penting sebagai
upaya untuk menghasilkan modul yang lebih baik. Tujuan
pembelajaran umum (TPU) merupakan pernyataan tentang apa yang
diharapkan dapat dikuasai siswa setelah selesai menyelesaikan
pembelajaran dengan modul. Sedangkan tujuan pembelajaran khusus
(TPK) merupakan pernyataan-pernyataan yang menginformasikan apa
yang dapat dicapai oleh siswa setelah menyelesaikan suatu kegiatan
pembelajaran, meliputi kemampuan- kemampuan (kompetensi) khusus
(pengetahuan, keterampilan, sikap) yang dapat terukur.
c) Menentukan isi dan urutan materi pembelajaran
Setelah menentukan tujuan pembelajaran tahap selanjutnya adalah
menenentukan isi pelajaran dan urutannya. Cara yang dilakukan
adalah: (1) identifikasikan topik utama, konsep-konsep, prinsip-
prinsip, dan teori-teori yang akan disajikan dalam modul, (2) uraikan
produk bahasan ke dalam sub-sub pokok bahasan. Pertimbangan
penting yang perlu dilakukan dalam menentukan isi dan urutan materi
pembelajaran, adalah:
(1) Relevansi antara materi yang disajikan dengan pembelajaran
yang dirumuskan.
(2) Kesesuaian waktu dengan materi yang dipelajari.
(3) Cakupan materi yang disajikan.

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 15 06101381419045
(4) Kesesuaian materi dengan perkembangan.
(5) Kesinambungan antara materi sekarang dengan materi yang
selanjutnya.
(6) Susunan materi dibuat dengan tepat.
d) Memilih dan menentukan media
Media sebagai pendukung dalam pembelajaran dengan modul
tetap diperlukan, seperti misalnya kaset audio, film strip, ataupun
media cetak lainnya untuk mendukung pembelajaran melalui
penggunaan modul, khususnya untuk memperkuat pembelajaran yang
memerlukan praktek. Pertimbangan yang perlu dilakukan dalam
memilih media pendukung pembelajaran dengan modul salah satunya
adalah tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
e) Menentukan strategi penilaian

Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat menentukan strategi


penilaian hasil belajar siswa yaitu: siapa yang akan menilai, kapan
penilaian dilakukan, mengapa siswa perlu dinilai, dan bagaimana cara
penilaiannya.
Tetapkan Tujuan Pembelajaran

Ketahui siapa peserta Tentukan isi dan urutan materi


didiknya pelajaran
- Keadaan peserta didik - Rekkevansi materi dengan
- Motivasi peserta TAHAP TPK
- Faktor belajar PERENCANAAN - Kebenaran materi
- Latar belakang bidang - Cakupan materi
studi - Kesatuan materi

Tentukan penilaian: Pilih media :


- Siapa yang menilai - Tujuan penggunaan
- Kapan akan dilakukan - Jenis yang akan digunakan
- Mengapa perlu dinilai - Sarana dan prasarana
- Bagaimana cara menialinya

Gambar 2.1 Tahap Perencanaan Penulisan Modul

2) Tahap Penulisan Modul


Langkah selanjutnya dari pengembangan modul adalah tahap
penulisan modul meliputi: (1) mempersiapkan outline/rancangan
penulisan dan (2) melaksanakan penulisan.

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 16 06101381419045
a) Mempersiapkan outline/rancangan penulisan

Kegiatan yang ditempuh dalam mempersiapkan outline meliputi


langkah-langkah sebagai berikut:

1.Menentukan topik atau bahasan yang disajikan Dalam menentukan


sebuah topik terdapat dua pertimbangan yang harus diingat, pertama
daftar tentang kebutuhan belajar siswa dan tujuan pembelajaran
khusus, dan yang kedua adalah fokus pada belajar secara aktif.
2.Mengatur urutan materi sesuai dengan urutan tujuan Pengaturan
urutan materi secara logis adalah upaya membantu siswa menyerap materi pel

3. Mempersiapkan rancangan/outline penulisan Untuk mempersiapkan


rancangan penulisan modul, berikut terdapat beberapa contoh yang
dapat digunakan sebagai dasar untuk memulai menulis modul.

PENDAHULUAN

Bagian utama KEGIATAN PEMBELAJARAN 1


KEGIATAN PEMBELAJARAN 2
Sebuah modul KEGIATAN PEMBELAJARAN 3

PENUTUP

Gambar 2.2 Contoh Outline Penulisan Modul Menurut Daryanto


Sedangkan contoh outline penulisan sebuah modul menurut Prastowo
adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Contoh Outline Penulisan Modul Menurut Andi


Prastowo22
Sebelum Memulai Saat Pemberian Setelah Pemberian
Materi Materi Materi

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 17 06101381419045
1. Judul 11.Kompetensi 17. Tes Mandiri
2. Kata Pengantar Dasar 18. Post test
3. Daftar Isi 12. Materi Pokok 19. Tindak Lanjut
4. Latar Belakang 13. Uraian Materi 20. Harapan
5. Deskripsi Singkat 14. Heading 21. Glosarium
6. Standar Kompetensi 15. Ringkasan 22. Daftar Pustaka
7. Peta Konsep 16. Latihan atau 23. Kunci Jawaban
8. Manfaat Tugas
9. Tujuan Pembelajaran
10.Petunjuk Penggunaan

Menurut Depdiknas sebuah modul bersi paling tidak tentang, petunjuk


belajar (petunjuk siswa/guru), kompetensi yang akan dicapaii, conteng
atau isi materi, informasi pendukung latihan-latihan, petunjuk kerja, dapat
berupa Lembar Kerja (LK), evaluasi dan balikan terhadap hasil evaluasi
b) Memulai Penulisan
Outline yang telah disiapkan, selanjutnya dijadikan patokan untuk
memulai menulis modul. Bebrapa petunjuk penulisan yang dapat diikuti
dalam memulai penulisan:

1. Tulislah draft modul dengan menggunakan bahasa (Bahasa


Indonesia) yang umum digunakan. Gunakan pula bahasa yang akrab

2. Hindari penggunaan sebuah kata terlalu sering, gunakanlah


alternatif kata lainnya.
3. Gunakanlah kalimat aktif dalam uraian yang disajikan.
4. Gunakan kalimat yang jelas, cukup pendek, dan sederhana.
5. Tampilkan gambar jika diperlukan secara tepat sesuai dengan isi
dan konteks dari penjelasan yang diungkapkan.
Hasil dari penulisan ini disebut sebgai draft 1 (draft awal) untuk
selanjutnya dikaji dan dilengkapi lagi. Setelah selesai menulis draft 1
tersebut, selanjutnya tinjau ulang kembali dengan memperhatikan
beberapa hal seperti membaca kembali draft modul tersebut apakah
cukup jelas bagi siswa tentang apa yang mereka inginkan dan amati

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 18 06101381419045
apakah masih terdapat bahasa yang membingungkan atau tidak. Draft 1
yang telah diperbaiki
dan dilengkapi sehingga akan menghasilkan modul yang lebih sempurna
atau disebut juga sebagai draft 2.
c) Menulis penilaian hasil belajar
Penulisan tes bagi siswa yang belajar dengan modul, pada prinsipnya
tidak terlepas dar proses pengembangan modul yang dilakukan.
Tentunya bagi seorang penulis modul harus mampu memilih metode,
teknik, dan instrumen penilaian yang sesuai untuk dapat mengukur
tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
3) Review
Suatu modul yang telah disusun memerlukan perbaikan baik yang
menyangkut isi maupun efektivitasnya. Kegiatan review atau validasi
dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan

dari beberapa orang terhadap modul yang disusun, sehingga diperoleh


masukan dalam upaya perbaikan modul yang telah selesai disusun.
Review dilakukan dengan cara meminta beberapa orang ahli untuk
membaca, mengkritisi, dan memberikan komentar terhadap draft modul
yang telah dibuat. Orang terkait yang mereview biasanya adalah ahli
materi bidang studi, ahli pembelajaran, dan guru. Hal-hal yang perlu di
review pada dasarnya meliputi isi materi yang disajikan dan teknik
penyajian atau efektivitas pembelajaran.
4) Uji Coba Modul
Uji coba modul yang dimaksudkan adalah mencobakan modul secara
tebatas kepada beberapa orang sampel sasaran belajar dalam hal ini adalah
siswa. Bila hasil uji coba masih kurang memberikan informasi untuk
menyempurnakan modul tersebut seperti yang diperlukan, maka dapat
dilanjutkan untuk melakukan uji coba secara empirik realistik di lapangan.
2.4 Praktikum
Ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam yang tidak
hanya teori saja tetapi juga proses penemuan melalui kegiatan eksperimen dan
kerja di laboratorium yang disebut juga dengan praktikum. Lewat kegiatan
praktikum siswa diberi kesempatan secara langsung untuk mengamati,

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 19 06101381419045
mengobservasi, dan menganalisis suatu peristiwa yang timbul dari percobaan
yang dilakukan.

Kegiatan praktikum merupakan suatu bentuk pembelajaran yang


melibatkan siswa b ekerja dengan benda-benda, bahan-bahan, dan peralatan
laboratorium yang dapat dilakukan secara perorangan maupun
kelompok. Praktikum/eksperimen dapat diartikan juga sebagai cara penyajian
pelajaran dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan
membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Dalam prosesnya siswa diberi
kesempatan untuk melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati
suatu objek, menganalisis, membuktikan, dan menarik kesimpulan dari apa
yang diamatinya

Sebelum melakukan suatu kegiatan praktikum guru perlu mempersiapkan


dan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Tetapkan tujuan praktikum

2. Persiapkan alat dan bahan yang diperlukan.

3. Persipakan tempat untuk melaksanakan praktikum.

4. Pertimbangkan jumlah siswa sesuai dengan alat-alat yang tersedia.

5. Perhatikan keamanan dan kesehatan agar dapat memperkecil maupun


menghindari resiko yang merugikan atau berbahaya selama kegiatan
praktikum berlangsung.
6. Perhatikan disiplin datu tata tertib, terutama dalam menjaga peralatan
dan bahan yang akan digunakan.
7. Memberikan pengarahan kepada siswa tentang hal-hal yang harus
diperhatikan dan tahapan-tahapan yang harus dilakukan, termasuk
yang dilarang dan yang membahayakan.

Dalam kegiatan praktikum guru dapat mengembangkan keterlibatan fisik


dan mental, serta emosional siswa. Siswa akan mendapat kesempatan untuk
melatih keterampilan proses agar memperoleh hasil belajar yang maksimal.
Pengalaman yang dialami secara langsung dapat tertanam dalam ingatannya.
Keterlibatan fisik dan mental serta emosional siswa diharapkan dapat

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 20 06101381419045
menumbuhkan rasa percaya diri dan juga prilaku yang inovatif dan kreatif.
Kelebihan metode praktikum/eksperimen, antara lain:

a. Siswa diransang berpikir kritis, tekun, jujur, mau bekerja sama, terbuka, dan
objektif.
b. Siswa dirangsang untuk memiliki keterampilan proses sains.

c. Siswa belajar secara kontruktif tidak bersifat hafalan, sehingga pemahaman


terhadap suatu konsep bersifat mendalam dan bertahan lama.
d. Konsentrasi siswa terarahkan pada kegiatan pembelajaran.

e. Siswa lebih mudah memahami suatu konsep yang bersifat abstrak.


Sedangkan kekurangan metode praktikum/eksperimen, antara lain:

a. Memerlukan bahan dan alat praktik yang banyak.

b. Apabila siswa tidak diawasi dengan baik, kaang-kadang ada yang hanya
bermain-main di dalam kelompoknya.
c. Memerlukan waktu belajar lebih lama dari pada metodedemonstrasi.
Dari pemaparan di atas dapat dikatakan bahwa pengalaman belajar
praktikum merupakan proses pembelajaran yang penting dilakukan pada
pembelajaran IPA khususnya kimia. Pengalaman praktikum ini lebih
ditekankan pada terbentuknya sikap dan tingkah laku, pengetahuan, serta
keterampilan dasar perofesional melalui penciptaan kondisi belajar yang
memberikan kesempatan siswa untuk berpikir sambil melakukan tindakan
dalam rangka penerapan pengetahuan, teori, konsep-konsep, dan prinsip
yang telah didapat melalui pengalaman belajar lainnya.

Berdasarkan pengertian modul dan praktikum yang diuraikan


sebelumnya dapat ditarik kesimpulan modul praktikum adalah salah satu
bahan ajar yang berfungsi sebagai sarana pembelajaran yang mencakup
kegiatan-kegiatan praktikum yang disusun secara sistematis untuk mencapai
tujuan tertentu tanpa atau dengan bantuan guru. Oleh karena itu keberadaan
modul praktikum diperlukan sebagai salah satu sarana dalam
keberlangsungan kegiatan praktikum.

2.5 Problem Based Learning

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 21 06101381419045
a. Pengertian Problem Based Learning

Problem based learning pertama kali dipopulerkan oleh Barrows dan


Tamblyn pada tahun 1980 di McMaster Medical School, Kanada. Mereka
melakukan mengembangkan model pembelajaran ini karena menemukan
para siswa bisa belajar konten dan keahlian ilmu kesehatan, tapi mereka
tidak mampu mengaplikasikan pengetahuannya dalam menghadapi pasien
pada saat praktik.

Moffit dalam Rusman mengemukakan bahwa problem based learing


atau pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pembelajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa
untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan
masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari
materi pelajaran.

Menurut Martinis Yamin problem based learning adalah kegiatan


pembelajaran yang dilakukan dengan pemberian masalah kepada peserta
untuk dipecahkan secara individu maupun kelompok, pada intinya
pembelajaran ini melatih keterampilan kognitif siswa untuk terbiasa
dalam memecahkan masalah, mengambil keputusan, menarik kesimpulan,
mencari informasi, dan membuat laporan.
Sedangkan Arends meyatakan problem based learning merupakakan
model pembelajaran yang dilakukan dengan menghadirkan masalah
autentik dan bermakan bagi siswa sebagai langkah awal untuk
melakukan investigasi dan penyelidikan. Problem based learning
memiliki ciri khas yang membuat model ini berbeda dengan model
atau metode pembelajaran lainnya.
Perbedaan tersebut ditampilkan pada tabel berikut.
Tabel 2.2 Perbedaan PBL dengan Metode Lain
Metode Belajar Deskripsi
Cermah Informasi dipresentasikan dan didiskusikan oleh
pendidik dan siswa.

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 22 06101381419045
Studi kasus Pembahasan kasus biasanya dilakukan di akhir
perkuliahan dan selalu disertai dengan pembahasan
di kelas tentang materi (dan sumber-sumbernya)
atau konsep terkait dengan kasus. Berbagai materi
terkait dan pertanyaan diberikan pada siswa.
PBL Informasi tertulis yang berupa masalah diberikan
sebelum kelas dimulai. Fokusnya adalah bagaimana
siswa mengidentidikasi isu pembelajaran sendiri
untuk memecahkan masalah. Materi dan konsep
yang relevan ditemukan oleh siswa sendiri.

Berdasarkan pengertian-pengertian problem based learning yang


dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa problem based learning
adalah suatu model pembelajaran yang dimulai dari pemberian masalah
yang bersifat autentik untuk selanjutnya dipecahkan oleh siswa dengan
melakukan pengumpulan informasi dan penyelidikan secara individu
maupun kelompok belajar kecil. Selain itu model pembelajaran ini dapat
melatih kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah yang dapat
dijumpai dalam kehidupan siswa.

b. Teori Belajar yang Melandasi Model Problem Based Learning


Terdapat beberapa teori belajar yang melandasi model problem based
learning, yakni:
1. Teori belajar bermakna dari David Ausubel

Belajar bermakna merupakan proses belajar di mana informasi baru


dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki
seseorang yang sedang belajar. Kaitannya dengan PBL adalah dalam
hal mengkaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah
dimiliki oleh siswa.
2. Teori belajar Vigotsky

Vigotsky meyakini bahwa interaksi sosial dengan teman lain memacu


terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 23 06101381419045
siswa. Kaitan dengan PBL adalah dalam hal mengkaitkan informasi
baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa melalui
kegiatan belajar dalam inetraksi sosial dengan teman-temannya.
3. Teori belajar Jerome S.Bruner

Metode penemuan merupakan metode di mana siswa menemukan


kembali, bukan menemukan sesuatu yang benar-benar baru. Belajar
penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh
manusia, dengan sendirinya memberikan hasil yang lebih baik,
berusaha sendiri mencari pemecahan masalah serta didukung oleh
pengetahuan yang menyertainya serta menghasailkan Pengetahuan
yang benar-benar bermakna.
c. Karakteristik Problem Based Learning
Savoie dan Hughes dalam Made Wena menyatakan bahwa model
pembelajaran problem based learning memiliki beberapa karakteristik,
antara lain sebagai berikut:
1. Belajar dimulai dari suatu permasalahan.
2. Permasalahan yang diberikan harus berhubungan dengan dunia nyata
siswa.
3. Mengorganisasikan pembelajaran diseputar masalah, bukan diseputar
disiplin ilmu.
4. Memberikan tanggung jawab yang besar dalam membentuk dan
menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri.
5. Menggunakan kelompok kecil.
6. Menuntut siswa untuk mendemonstrasikan apa yang telah
dipelajarinya dalam bentuk produk dan kinerja.
d. Tahapan Problem Based Learning
Arends dalam bukunya merumuskan 5 tahapan pembelajaran model
problem based learning, sebagai berikut:
Tabel 2.3 Tahapan Problem Based Learning Menurut Richard I Arends
Fase Perilaku Guru

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 24 06101381419045
Fase 1: Orientasi siswa pada Menjelaskan tujuan pembelajaran,
masalah menjelaskan logistic yang dibutuhkan, dan
memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas
pemecahan masalah
Fase 2: Mengorganisasikan Membantu siswa mendefinisikan dan
siswa untuk belajar mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut

Fase 3: Membimbing Mendorong siswa untuk mengumpulkan


penyelidikan individu atau informasi yang sesuai, melaksanakan
Kelompok eksperimen untuk mendapatkan penjelasan
dan pemecahan masalah.
Fase 4: Mengembangkan dan Membantu siswa dalam merencankaan dan
Menyajikan hasil karya menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan, dan membantu mereka untuk
berbagai tugas dengan temannya.

Fase 5: Menganalisis dan Membantu siswa untuk melakukan refleksi


mengevaluasi proses atau evaluasi terhadap penyelidikan
pemecahan masalah mereka dan proses yang mereka gunakan.

tujuan belajar, mengidentifikasi masalah yang berfungsi sebagai fokus


pelajaran, dan mengakses materi-materi yang diperlukan.
Ada hal yang perlu diperhatikan pada saat memilih masalah yang akan
diselesaikan oleh siswa yaitu, apakah siswa memiliki cukup banyak
pengetahuan awal untuk secara efektif merancang satu strategi untuk
memecahkan masalah yang diberikan. Oleh karena itu diusahakan untuk
menampilkan masalah yang jernih, konkret, dan dekat dengan keseharian,
khususnya untuk siswa yang tak berpengalaman sebelumnya.

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 25 06101381419045
merencanakan pelajaran untuk problem based learning

mengidentifikasi menentukan mengidentifikasi mengakses


topik tujuan belajar masalah materi

Gambar 2.3 Bagan Perencanaan Problem Based Learning


e. Faktor-Faktor Penulisan Modul Problem Based Learning
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan oleh seorang penulis
dalam mengambangkan modul problem based learning yaitu:
1. Masalah yang disajikan dikembangkan berdasarkan eksperimen
yang ada.
2. Masalah didesain untuk memastikan para siswa menjangkau area
pengetahuan yang belum dijabarkan, dan membantu siswa belajar
serangkaian konsep-kosep penting, ide-ide, kemampuan, dan
teknik.
3. Bentuk masalah pada umumnya berupa pernyataan deskriptif.

4. Siswa dapat bekerja dalam kelompok atau secara individu.

5. Para siswa terlibat dalam kegiatan pre-lab, dimana pemecahan


masalah yang pertama kali siswa temukan didiskusikan dengan
guru.
f. Manfaat Problem Based Learning
Beberapa manfaat dari model problem based learning adalah
sebagai berikut:
1. Menjadi lebih ingat dan meningkatkan pemahamannya atas
materi ajar
Dengan konteks yang dekat dan sekaligus melakukan deep
learning (karena banyak mengajukan pertanyaan menyelidik)
bukan surface learning (yang sekedar hafal saja), maka siswa

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 26 06101381419045
akan lebih memahami materi.

2. Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan

Dengan kemampuan guru membangun masalah yang sarat


dengan konteks praktik, siswa bisa merasakan lebih baik
konteks praktiknya dilapangan

3. Mendorong untuk berpikir N

Nalar siswa dilatih dan kemampuan berpikirnya ditingkatkan.


Tidak sekedar tahu tapi juga dipahami.
4. Membangun kerja tim, kepemimpinan, dan keterampilan sosial
Problem based learning dapat mendorong
terjadinya pengembangan kecakapan kerja tim dan kecakapan sos
5. Membangun kecapakan belajar (life-long learning skills)

Siswa perlu dibiasakan untuk mampu belajar secara terus


menerus.

6. Memotivasi siswa

Model problem based learning memiliki peluang untuk


membangkitkan minat dari dalam diri siwa, karena masalah
yang diciptakan berhubungan dengan konteks kehidupan sehari-
hari.

g. Keunggulan dan Kelemahan Model Problem Based Learning


Sebagai suatu model pembelajaran, problem based learning
memiliki eberapa keunggulan, diantaranya:
1. Merupakan teknik yang cukup baik untuk memahami isi suatu
pelajaran.
2. Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasaan
untuk melakukan penemuan pengetahuan baru.
3. Meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
4. Membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan barunya
untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
5. Memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran,

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 27 06101381419045
pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus
dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru
atau buku-buku yang ada saja.
6. Lebih menyenangkan dan disukai siswa.
7. Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan
mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan
dengan pengetahuan baru.
8. Mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus
belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
Disamping keunggulan tersebut, problem based learning juga
memiliki kelemahan, diantaranya:
1) Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak
mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari
sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan
untuk mencoba.
2) Keberhasilan model pembelajaran melalui problem based
learning membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.

3) Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk


memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka
mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
2.6 Penelitian dan Pengembangan
Menurut Gay (1990) Penelitian Pengembangan adalah suatu usaha untuk
mengembangkan suatu produk yang efektif untuk digunakan sekolah, dan bukan
untuk menguji teori. Penelitian pengembangan atau research and development
(R&D) adalah sebuah strategi penelitian yang cukup ampuh untuk memperbaiki
praktik. Penelitian dan pengembangan adalah suatu proses untuk mengembangkan
suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada yang dapat
dipertanggungjawabkan (Sutama, 2010: 32). Seals dan Richey (1994)
mendefinisikan penelitian pengembangan sebagai suatu pengkajian sistematik
terhadap pendesainan, pengembangan dan evaluasi program, proses dan produk
pembelajaran yang harus memenuhi kriteria validitas, kepraktisan, dan efektifitas.
Penelitian Pendidikan dan pengembangan (R & D) adalah proses yang
digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan. Metode

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 28 06101381419045
penelitian dan pengembangan juga didefinisikan sebagai suatu metode penelitian
yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan
produk tersebut (Sugiyono,2006: 407). Menurut Akker (1999), penelitian
pengembangan merupakan proses pengembangan produk pembelajaran. Untuk
dapat menghasilkan produk tertentu digunakan penelitian yang bersifat analisis
kebutuhan dan untuk menguji keefektifan produk tersebut supaya dapat berfungsi
di masyarakat luas, maka diperlukan penelitian untuk menguji produk tersebut.

2.7 Jenis-Jenis Model Pengembangan


Desain pembelajaran adalah praktek penyusunan media teknologi
komunikasi dan isi untuk membantu agar dapat terjadi transfer pengetahuan
secara efektif antara guru dan peserta didik. Model-model desain rencana
pembelajaran adalah model ASSURE, model ADDIE, Model Jerold E. Kamp,
dkk, model Dick & Carrey, model IDI, model Gerlach & Elly dan model Hanafin
and Peck.
2.7.1 Model ASSURE
Model ASSURE adalah jembatan antara peserta didik, materi, dan semua
bentuk media. Model ini memastikan pengembangan pembelajaran dimaksudkan
untuk membantu pendidik dalam pengembangan instruksi yang sistematis dan
efektif. Hal ini digunakan untuk membantu para pendidik mengatur proses belajar
dan melakukan penilaian hasil belajar peserta didik. Ada enam langkah dalam
pengembangan model ASSURE yaitu: Analyze learner; State objectives; Select
instructional methods, media and materials; Utilize media and materials; Require
learner participation; Evaluate and revise.
2.7.2 Model ADDIE
Salah satu model desain pembelajaran yang memperlihatkan tahapan-
tahapan desain yang sederhana dan mudah dipelajari adalah model ADDIE
(Analysis-Design-Develop-Implement-Evaluate). ADDIE muncul pada tahun
1990-an yang dikembangkan oleh Reiser dan Mollenda. Salah satu fungsinya
yaitu menjadi pedoman dalam membangun perangkat dan infrastruktur program
pelatihan yang efektif, dinamis dan mendukung kinerja pelatihan itu sendiri.
2.7.3 Model Jerold E. Kamp, dkk
Model desain sistem pembelajaran yang dikemukakan oleh Jerold E. kemp

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 29 06101381419045
dkk. (2001) berbentuk lingkaran atau Cycle. Menurut mereka, model berbentuk
lingkaran menunjukkan adanya proses kontinyu dalam menerapkan desain sistem
pembelajaran. Model desain sistem pembelajaran yang di kemukakan oleh Kemp
dkk. terdiri atas komponen-komponen sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi masalah dan menetapkan tujuan pembelajaran yaitu
menentukan tujuan pembelajaran umum dimana tujuan yang ingin dicapai
dalam mengajarkan masing-masing pokok bahasan.
2. Menentukan dan menganalisis karakteristik siswa. Analisis ini diperlukan
antara lain untuk mengetahui apakah latar belakang pedidikan dan sosial
budaya siswa memungkinkan untuk mengikuti program, dan langkah apa
yang perlu diambil.
3. Mengidentifikasi materi dan menganalisis komponen-komponen tugas belajar
yang terkait dengan pencapaian tujuan pembelajaran.
4. Menetapkan tujuan pembelajaran khusus bagi siswa. Yaitu tujuan yang
spesifik, operasional dan terukur, dengan demikian siswa akan tahu apa yang
akan dipelajari, bagaimana mengerjakannya, dan apa ukurannya bahwa siswa
telah berasil. Dari segi guru rumusan itu dalam menyusun tes kemampuan
dan pemilihan bahan/materi yang sesuai.
5. Membuat sistematika penyampaian materi pelajaran secara sistematis dan
logis.
6. Merancang strategi pembelajaran. Kriteria umum untuk pemilihan strategi
pembelajaran khusus tersebut: a) efisiensi, b) keefektifan, c) ekonomis, d)
kepraktisan, peralatan, waktu, dan tenaga.
7. Menetapkan metode untuk menyampaikan materi pelajaran.
8. Mengembangkan instrument evaluasi. Yaitu untuk mengontrol dan mengkaji
keberhasilan program secara keseluruhan, yaitu : a) siswa, b) program
pembelajaran, c) instrumen evaluasi.
9. Memilih sumber-sumber yang dapat mendukung aktifitas pembelajaran.

2.7.4 Model Dick adn Carey


Model Dick & Carey adalah model desain pembelajaran yang
dikembangkan oleh Walter Dick, Lou Carey dan James O Carey. Model ini adalah

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 30 06101381419045
salah satu dari model prosedural, yaitu model yang menyarankan agar penerapan
prinsip disain pembelajaran disesuaikan dengan langkah-langkah yang harus di
tempuh secara berurutan. Langkah-langkah dari model Dick and Carey yaitu:
Identity Instructional Goal(s), Conduct Instructional Analysis, Analyze Learners
and Contexts, Write Performance Objectives, Develop Assessment Instruments,
Develop Instructional Strategy, Develop and Select Instructional Materials,
Design and Conduct Formative Evaluation of Instruction, Revise Instruction,
Design And Conduct Summative Evaluation.
2.7.5 Model IDI
Model IDI, dikembangkan oleh University Consortium for Instructional
Development and Technology (UCIDT), pengembangan model IDI menerapkan
prinsip-prinsip pendekatan sistem, yaitu penentuan (define), pengembangan
(develop), dan evaluasi (evaluate). Ketiga tahapan ini dihubungkan dengan umpan
balik (feedback) untuk mengadakan revisi.
2.7.6 Model Gerlach & Ely
Model yang dikembangkan oleh Gerlach dan Ely (1971) dimaksudkan
sebagai pedoman perencanaan pembelajaran. Pengembangan sistem instruksional
menurut model ini melibatkan sepuluh unsur. Berikut langkah-langkah dari model
ini yaitu: Merumuskan tujuan, Menentukan isi materi, Menurut kemampuan
awal., Menentukan teknik dan strategi, Pengelompokan belajar, Menentukan
pembagian waktu, Menentukan ruang, Memilih media instruksional yang sesuai.,
Mengevaluasi hasil belajar dan Menganalisis umpan balik.
2.7.7 Model Bela H. Banathy
Model Banathy dikembangkan pada tahun 1968 oleh Bela H. Banathy.
Model yang dikembangkannya ini berorientasi pada hasil pembelajaran,
sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sistem, yakni
pendekatan yang didasarkan pada kenyataan bahwa kegiatan belajar mengajar
merupakan suatu hal yang sangat kompleks, terdiri atas banyak komponen yang
satu sama lain harus bekerja sama secara baik untuk mencapai hasil yang sebaik-
baiknya. Tahapan model pengembangan instruksional Banathy meliputi enam
tahap, yaitu:

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 31 06101381419045
1) Menganalisis dan merumuskan tujuan, baik tujuan umum maupun tujuan
yang lebih spesifik, yang merupakan sasaran dan arah yang harus dicapai
peserta didik.
2) Mengembangkan kriteria tes yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai
Hal ini dilakukan agar setiap tujuan yang dirumuskan tersedia alat untuk
menilai keberhasilannya.
3) Menganalisis dan merumuskan kegiatan belajar, yakni merumuskan apa
yang harus dipelajari (kegiatan belajar yang harus dilakukan siswa dalam
rangka mencapai tujuan belajar). Kemampuan awal siswa harus dianalaisis
atau dinilai agar mereka tidak perlu mempelajari apa yang telah mereka
kuasai.
4) Merancang sistem, yakni kegiatan menganalisis sistem dan setiap komponen
sistem. Dalam langkah ini juga ditetapkan jadwal dan tempat pelaksanaan
dari masing-masing komponen instruksional.
5) Mengimplementasikan dan melakukan tes hasil, yakni melatih (ujicoba)
sekaligus menilai efektifitas sistem. Dalam tahap ini perlu diadakan
penilaian atas apa yang dilakaukan siswa agar dapat diketahui seberapa jauh
siswa mampu mencapai hasil belajar.
6) Mengadakan perbaikan dan perubahan berdasarkan hasil evaluasi.
Dengan demikian dari beberapa model pengembangan yang telah diuraikan
maka pada penelitian pengembangan ini model pengembangan yang diambil yaitu
model pengembangan ADDIE.

2.8 Model Pengembangan ADDIE


ADDIE muncul pada tahun 1990-an yang dikembangkan oleh Reiser dan
Mollenda. Model pengembangan ADDIE merupakan desain pengembangan
generic yang memberikan panduan pada tingkatan yang cukup tinggi dalam
pengembang bahan ajar, software, penulis, atau perevisi produk pendidikan
(Welty, 2007). Model ADDIE termasuk dalam model berorientasi sistem, yaitu
pengembangan yang menghasilkan suatu sistem yang cakupannya cukup luas
(Aka, 2013). Langkah-langkah pengembangan dengan model ADDIE ada lima
tahapan (Welty, 2007), yaitu menganalisis (Analysis), mendesain (Design),

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 32 06101381419045
mengembangkan (Develop), menerapkan (Implentation), dan mengevaluasi
(Evaluation).
2.8.1 Menganalisis (Analysis)
Tahap menganalisis (Analysis) yaitu melakukan analisis kebutuhan (needs
analysis), mengidentifikasi masalah, dan melakukan analisis tugas (task analysis).
2.8.2 Mendesain (Design)
Tahap Menganalisis (Design) berisi kegiatan perumusan tujuan
pembelajaran yang SMAR (spesifik, measurable, applicable, dan realistic),
menyusun tes, dimana tes tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yag
telah dirumuskan tadi, menentukan strategi dan media yang tepat untuk mencapai
tujuan tersebut, mempertimbngkan pula sumber-sumber pendukung lain, seperti
sumber belajar yang relevan dan lingkungan belajar. (Welty, 2007).
2.8.3 Mengembangkan (Develop)
Pengembangan (Develop) adalah proses mewujudkan desain yang telah
dirancangi menjadi produk yang nyata. Satu langkah penting dalam tahap
pengembangan adalah uji coba sebelum diimplementasikan (Aka, 2013).
2.4.4 Implementasi (Implementation)
Implementasi adalah langkah nyata untuk menerapkan sistem
pembelajaran yang dikembangkan. Implementasi dilakukan dalam rangka
mengetahui kebermanfaatan atau efektivitas dari bahan ajar yang dikembangkan
(Welty, 2007).
2.4.5 Mengevaluasi (Evaluation)
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari model ADDIE. Tahap ini
merupakan sebuah proses yang dilakukan untuk memberikan nilai terhadap
produk yang dikembangkan. Tahap evaluasi bertujuan untuk mengetahui beberapa
hal, yaitu sikap siswa terhadap produk yang dikembangkan secara keseluruhan,
serta peningkatan kompetensi dalam diri siswa, yang merupakan dampak dari
penggunaan produk yang dikembangkan (Aka, 2013).

2.9 Materi Pelajaran

Kelarutan

Untuk menyatakan jumlah zat yang terlarut dalam larutan jenuh digunakan

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 33 06101381419045
istilah kelarutan dan diberi symbol s (solubility) jadi, kelarutan merupakan
jumlah maksimum suatu zat yang dapat larut dalam pelarut tertentu.

Kelarutan Sebagai Sistem Kesetimbangan


Pada suatu larutan elektrolit, zat-zat yang terlarut akan terionisasi dan
menghasilkan kation dan anion. Elektrolit sukar larut, ion-ion terlarutnya
berada dalam larutan jenuh dan membentuk kesetimbangan heterogen dengan
padatannya. tetapan kesetimbangan yang baru disebut tetapan hasil kali
kelarutan. hasil kali kelarutan adalah kondisi suatu zat yang dapat larut dalam
air hingga tercapai kondisi tepat jenuh. Secara umum , persamaan
keseimbangan larutan garam AxBy dengan kelarutan s adalah:AxBy(s) ⇄
XAy+(aq) + YBx-(aq)
Maka Ksp = [Ay+]x[Bx-]y karena [AxBy] konstan
Keterangan :
X dan Y adalah koefisien
x- dan y+ adalah muatan dari ion A dan B

Hubungan kelarutan dengan hasil kali kelarutan


Jika harga kelarutan dari senyawa AmBn sebesar s mol L–1, maka di dalam
reaksi kesetimbangan tersebut konsentrasi ion-ion An+ dan Bm– adalah:
AmBn(s) mAn+(aq) + nBm-(aq)
s mol L-1 ms mol L-1 ns mol L-1
sehingga harga hasil kali kelarutannya adalah:
Ksp AmBn = [An+]m [Bm–]n
= (ms)m (ns)n
= mm.sm.nn.sn
= mm.nn.sm+n
𝐾𝑠𝑝
sm+n = 𝑚𝑚 𝑛 𝑛

𝑚+𝑛 𝐾𝑠𝑝
s = √
𝑚𝑚 𝑛 𝑛

Pengaruh Ion Senama dalam Kelarutan


Pengaruh penambahan ion senama mengakibatkan kelarutan zat akan
berkurang. Makin besar jumlah ion sejenis, makin kecil kelarutan senyawa

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 34 06101381419045
tersebut.CaC2O4 lebih kecil kelarutannya dalam CaCl2, sebab di dalam
larutan ada ion Ca2+ yang berasal dari CaCl2.
Berdasarkan azas Le Chatelier, jika konsentrasi zat pada kesetimbangan
diubah maka akan terjadi pergeseran kesetimbangan. Dalam hal ini adanya
ion Ca2+ dari CaCl2akan menyebabkan kesetimbangan bergeser ke kiri atau
ke arah CaC2O4(s), maka kelarutan CaC2O4 berkurang.
Pengaruh pH terhadap Kelarutan
Dengan mengatur pH kita dapat memperbesar atau memperkecil kelarutan
senyawa elektrolit. Tingkat keasaman larutan (pH) dapat mempengaruhi
kelarutan berbagai jenis zat. Suatu basa umumnya lebih larut dalam larutan
yang bersifat asam, dan lebih sukar larut dalam larutan yang bersifat basa.
Garam-garam yang berasal dari asam lemah akan lebih mudah larut dalam
larutan yang bersifat asam kuat

Reaksi Pengendapan
Percampuran dua jenis larutan elektrolit ada yang dapat membentuk
endapan dan ada juga yang tidak membentuk endapan, tergantung pada
konsentrasi ion-ion dipangkatkan koefisiennya. Dalam proses yang
kemungkinan membentuk endapan AxBy, dapat terjadi tiga kemungkinan,
yaitu:
a. Jika Qc AxBy>Ksp AxBy, percampuran menghasilkan endapan,
b. Jika Qc AxBy = Ksp AxBy, percampuran belum menghasilkan endapan
(keadaan seperti ini disebut tepat jenuh atau akan mulai mengendap)
c. Jika Qc AxBy<Ksp AxBy, percampuran belum menghasilkan endapan

1.7.Hasil Penelitian yang Relevan


1. Skripsi yang ditulis oleh Eka Martya Widianto “Pengembangan Lembar
Kerja Siswa Berorientasi Problem Based Learning Pada Materi Laju
Reaksi”, LKS dikembangkan melalui 4 tahap yaitu: (1) penentuan
tujuan instruksional, (2) pengumpulan materi, (3) penyusunan elemen, (4)
pemeriksaan dan penyempurnaan melalui proses validasi isi LKS
berdasarkan pertimbangan satu dosen kimia dan satu orang guru kimia

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 35 06101381419045
sebelum dilakukan uji coba. Dari hasil penelitian dihasilkan LKS
beorientasi PBL yang dapat digunakan sebagai panduan praktikum laju
reaksi dengan kriteria sangat baik.
2. Penelitian yang ditulis oleh Lutfi Fidiana, dkk. dengan judul “Pembuatan
dan Implementasi Modul Praktikum Fisika Berbasis Masalah untuk
Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa Kelas XI” hasil penelitian
menunjukkan bahwa pembelajaran dengan modul praktikum berbasis
masalah dapat meningkatkan kemandirian siswa yang berpengaruh juga
terhadap hasil belajar siswa.
3. Tesis yang ditulis oleh Desy Rosmalinda dengan judul “Pengembangan
Modul Praktikum Kimia SMA Berbasis PBL (Problem Based Learning)”,
hasil penelitiannya menunjukkan modul praktikum dapat diterapkan pada
siswa dengan kemampuan kognitif yang beragam, hanya saja siswa
dengan kemampuan kognitif yang rendah memerlukan bimbingan guru
terutama dalam memahami soal analisis.
4. Skripsi yang ditulis oleh Dwi Nurcahaya yang berjudul “Pengaruh
Problem Based Learning (PBL) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis
Pada Pembelajaran Kimia”, dari hasil uji t menunjukkan bahwa thitung
sbesear 7,64 > ttabel yaitu 2,042 dengan taraf signifikansi 5%. Hasil
tersebut membuktikan bahwa model problem based learning berpengaruh
terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran kimia materi
kesetimbangan kimia dengan kriteria sedang.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Claire Mc Donnell, Christine O‟Connor,


and Michael K Seery yang berjudul “Developing Pratical Chemistry Skills
by Means of Student-Driven Problem Based Learning mini-projects”,
penelitian ini bertujuan menggunakan model problem based learning mini-
project sebagai alternatif metode tradisional “recipe-stlyle” dalam
pembelajaran di laboratorium. Hasil dari implementasi PBL mini-projects
dalam kegiatan pembelajaran laboratoium selama 2 tahun mendapat respon
baik dari para mahasiswa dan dapat meningkatkan rasa percaya diri
mereka.
6. The Effect of Problem Based Learning Approach on Conceptual

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 36 06101381419045
Understanding in Teaching of Magnetism Topics adalah sebuah penelitian
yang dilakukan oleh Aslıhan Kartal Taşoğlu dan Mustafa Bakaç. Hasil
dari penelitian ini adalah pembelajaran dengan model problem based
learning lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran tradisional dalam
meningkatkan pemahaman mahasiswa pada konsep magnet.

1.8.Kerangka Berfikir

Berikut ini adalah skema kerangka berpikir dari penelitian yang akan dilakukan:
1. Guru mengajar menggunakan metode ceramah
2. Lembar kerja praktikum terlalu menuntun
siswa
3. Belum ada bahan ajar yang bersifat konstruktif
4. Guru kesulitan dalam memfokuskan kualitas
praktikum

Diperlukan bahan ajar berupa modul praktikum sebagai


sumber belajar siswa yang dapat mengkonstruksikan
pengetahuan mereka

Dikembangkan modul praktikum berbasis


Problem Based Learning pada materi asam basa

Diberikan modul praktikum berbasis Problem


Based Learning yang valid, praktis dan efektif

Siswa lebih aktif dan termotivasi sehingga siswa


dapat lebih memahami konsep kimia materi
kelarutan dan hasil kelarutan dengan modul
praktikum berbasis Problem Based Learning

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 37 06101381419045
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Palembang, yang berlokasi di


Jln. Srijaya Negara, Bukit Lama, Ilir Barat I, Kota Palembang, Sumatera Selatan.
Adapun waktu pelaksanaan uji coba pada tanggal 22 Maret -22 April 2016.

3.2 Metode Penelitian


Penelitian ini merupakan jenis penelitian pengembangan yang biasan
dikenal denga Development Research. Penelitian yang akan dikembangkan adalah
modul praktikum berbasis Problem Based Learning pada pokok bahasan kelarutan
dan hasil kali kelarutan dikelas XI SMA Negeri 1 Palembang.
1. Objek dan Subjek Penelitian
Objek penelitian ini adalah modul praktikum berbasis problem based learning
yang dikembangkan untuk materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan kelas XI
semester genap.

2. Subjek pada penelitian ini meliputi:


a. Dosen kimia sebagai ahli/pakar, dan guru kimia SMA sebagai
praktisi pendidikan. Dosen dan guru bertindak sebagai validator
untuk uji kelayakan bahan ajar sebelum dicobakan ke lapangan.
b. Siswa kelas XI MIA 1 SMA N 1 Palembang untuk mendapatkan
penilaian dalam uji coba modul praktikum.
3.3 Prosedur Penelitian

Pada penelitian ini dikembangkan modul berbasis Problem Based Learning


pada pokok Bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan di kelas XI SMA Negeri 1
Palembang. Pengembangan ini dilakukan melalui model ADDIE yang meliputi
tahap analysis (analisis), design (desain), development (pengembangan),
implementation (pelaksanaan), dan evaluation (evaluasi).

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 38 06101381419045
3.3.1 Analysis (Analisis)
Tahap ini merupakan tahapan awal penelitian pengembangan, analisis yang
dilakukan meliputi analisis kebutuhan, analisis kurikulum, analisis konsep materi,
analisis materi analisis siswa kelas XI.

3.3.2 Design (Pendesainan)


Tahap selanjutnya yaitu tahap pendesainan dimana mulai dari mendesain
draft modul, jabaran materi, dan desain pembelajaran modul berbasis PBL. Materi
ini dipilih karena materi ini berkaitan dengan permasalahan – permasalahan dalam
kehidupan sehari – hari yang dekat dengan kehidupan siswa (Kusuma & Kusoro,
2010).Menurut Akker (1999) kriteria untuk desain yang berkualitas dalam
penelitian pengembangan yaitu valid, praktis, dan memiliki efek potensial.

3.3.3 Development (Pengembangan)


Pada tahap ini draft modul kimia berbasis PBL dijadika acuan dalam
pembuatan modul berbasis PBL pada pokok bahasan asam basa.

3.3.3.1 Self evaluation


Pada tahap ini dilakukan penilaian sendiri terhadap modul berbasis PBL
yang telah dikembangkan. Tahapan ini guna untuk mengevaluasi sendiri modul
berbasis PBL yang telah dikembangkan yang kemudian divalidasi oleh tim ahli
dan juga penegmbangan ini meminta saran dan komentar dari dosen pembimbing.

3.3.3.2 Expert reviews dan One to one


Pada tahap expert reviews , modul berbasis PBL yang telah dinilai sendiri.
Validasi yang dilakukan meliputi validasi konten (isi), validasi konstruk
(penyajian) dan validasi bahasa. Tahap validasi oleh tim ahli dilakukan bersamaan
dengan tahap one to one yang menguji cobakan modul berbasis PBL 3 orang
siswa kelas XI SMA N 1 Palembang yang dipilih secara acak berdasarkan
kelompok tinggi, sedang, dan menengah. Tahap ini dilakukan untuk mengetahui
sejauh mana modul berbasis PBL yang dikembangkan dapat mudah dipamahi dan
dimengerti oleh siswa. Modul yang telah diujicobakan direvisi kembali.

3.3.3.3 Small group


Pada tahap ini dilakukan uji coba modul berbasis PBL yang terlah direvisi
dari komentar dan saran siswa ditahap one to one kepada 5 kelompok siswa yang
terdiri dari 3 orang untuk masing-masing kelompok. Pada tahap ini dapat dilihat

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 39 06101381419045
kefektifan dari modul berbasis PBL yang telah dikembangkan. Modul berbasis
PBL direvisi kembali dan diimplementasikan.

3.3.4 Implementation (Pelaksanaan)


Tahap ini melihat interaksi antarsiswa. Pada tahapan ini dimana guru mulai
menggunakan produk baru dalam pembelajaran. Modul berbasis PBL yang telah
dikembangkan dan diujicobakan pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Palembang.

3.3.5 Evaluation (Evaluasi)


Pada tahap ini dapat dilihat ketercapaian tujuan pengembangan produk
serta efektivitasnya.
3.3.5.1 Field Test
Tahap ini dilakukan evaluasi produk dalam ruang lingkup yang lebih luas
yaitu menggunakan salah satu kelas XI SMA Negeri 1 Palembang. Tahapan ini
dapat dilihat keefektivan dari pengembangan modul berbasis PBL yang telah
dilakukan. Efektivitas ini dapat dilihat dari perbandingan yang dapat dilihat dari
hasil tes siswa setelah diberikan modul berbasis PBL yang telah divalidasi
sebelumnya oleh pakar dan telah dinyatakan valid dengan analisis butir soal.
3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah


angket siswa. Kuisioner atau angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang
digunakan untuk memperoleh informasi dari responden. Peneliti menggunakan
angket atau kuesioner untuk mengetahui penilaian siswa terhadap modul
praktikum berbasis problem based learning yang dikembangkan. Pada
angket tersebut diajukan pernyataan yang dibagi menjadi pernyataan positif dan
pernyataan negatif.

3.5 Instrumen Penelitian

1. Lembar Validasi Modul


Lembar validasi digunakan untuk validitas isi atau uji kelayakan modul
praktikum yang telah dibuat beserta instrumen angket siswa sebelum
dilakukan uji lapangan terbatas yang diberikan kepada dua orang ahli (dosen
kimia) dan satu orang praktisi pendidikan (guru kimia). Lembar validasi yang

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 40 06101381419045
digunakan adalah angket dengan menggunakan skala Guttman. Skala
Guttman yaitu skala yang menginginkan tipe jawaban tegas dan konsisten
(jawaban pernyataan adalah “Ya” atau “Tidak”). Skala Guttman pada
penelitian ini dibuat dalam bentuk daftar chekhlist. Hasil validasi digunakan
untuk pengecekan dan penyempurnaan bahan ajar yang dibuat dan juga
instrumen penelitian lainnya (angket siswa).

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Lembar Validasi Isi Pengembangan Modul Praktikum


berbasis Problem Based Learning untuk Kimia Kelas X Semester Genap

Aspek Indikator No Pernyataan Jumlah

Self Instruction 1,2,3,4,5,6,7,8 8

Karakteristik Self Contained 9 1


Adaptif 10 1
Bersahabat/User
11,12 1
Friendly
Format 13,14 2
Organisasi 15,16 2
Daya tarik 17,18 2
Elemen mutu Bentuk dan ukuran
19,20 2
huruf
Ruang (spasi kosong) 21 1
Konsistensi 22,23,24 3
Keterbacaan 25 1
Kejelasan informasi 26 1
Kesesuaian dengan
Kebahasaan kaidah bahasa Indonesia 27,28 2
yang baik dan benar
Pemanfaatan bahasa
secara efektif dan efisien 29 1
(jelas dan singkat)
Orientasi siswa pada
Tahapan PBL 30 1
masalah
Mengorganisasikan
31 1
siswa untuk belajar
Membimbing
penyelidikan 32 1
individu/kelompok

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 41 06101381419045
Mengembangkan dan
33 1
menyajikan hasil karya

Menganalisis dan
mengevaluasi proses 34 1
pemecahan masalah
Jumlah 34
2. Angket siswa

Angket siswa dalam penelitian ini digunakan sebagai alat pengumpul data
untuk mengetahui penilaian siswa setelah melakukan kegiatan praktikum
dengan menggunakan modul praktikum berbasis problem based learning.
Skala yang digunakan dalam angket siswa ini adalah skala Likert yang dibuat
dalam bentuk checklist. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap,
pendapat, dan presepsi orang tentang suatu fenomena.

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Angket Pengembangan Modul Praktikum Berbasis


Problem Based Learning pada materi Kelarutan dan Hasil Kali
Kelarutan
Aspek Indikator No. Pernyataan Jumlah
Positif (+) Negatif (-)
Karakteristik Self Instruction 13, 14, 20 16,18,19, 7
21
Self Contained 24 1
Adaptif 15 1
Bersahabat/User 17 1
Friendly
Eleme Format 1, 2 2
n mutu Organisasi 7 4 2
Daya tarik 8 9 2
Bentuk dan ukuran 5 1
huruf
Ruang (spasi kosong) 3 1
Konsistensi 6 1
Kebahasaan Kaidah Bahasa 10 1
Indonesia
Pemanfaatan bahasa 11 1
secara efektif dan
efisien (jelas dan
singkat)

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 42 06101381419045
Keterbacaan 12 1
Kejelasan informasi 22 1
Tahapa Orientasi siswa pada 23 1
n PBL masalah
Mengorganisasikan 25, 26 2
siswa untuk belajar
Membimbing 27,28 2
penyelidikan
individu/kelompok
Mengembangkan dan 29 1
menyajikan hasil
karya
Menganalisis dan 30 1
mengevaluasi proses
pemecahan masalah
Jumlah 20 10 30

3.6 Teknik Pengolahan Data


1.Data Validitas Modul
Data validitas modul menggunakan skala Guttman dengan alternatif
jawaban “Ya” dan “Tidak”. Setiap jawaban “Ya” bernilai 1 dan jawaban
“Tidak” bernilai 0. Selanjutnya peneliti hanya tinggal menjumlahkan total
jawaban dan dianalisa seperti pada skala Likert.

Tabel 3.3 Kriteria Penskoran Skala Guttman


1. N 2. Alternatif Jawaban 3. Skor
4. 1o 5. Ya 6. 1
7. 2. 8. Tidak 9. 0
.
2. Data Angket Siswa
Dari data hasil pengisian angket siswa dicari frekuensi jawaban responden
untuk setiap alternatif jawaban pada setiap pernyataannya. Frekuensi yang
tertinggi ditafsirkan sebagai kecenderungan jawaban alat ukur tersebut.
Sebaliknya frekuensi terendah dapat ditafsirkan sebagai kecenderungan
jawaban yang tidak menggambarkan pendapat kebanyakan responden.
Angket yang telah diisi oleh peserta didik kemudian diperiksa dan diolah
dengan meghitung frekuensi jawaban seluruh peserta didik terhadap setiap
pernyataan tersebut.
Pemberian skor pada setiap jawaban dilakukan dengan menggunakan

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 43 06101381419045
skala Likert. Pernyataan yang digunakan dalam skala Likert untuk mengetahui
penilaian siswa adalah pernyataan positif dan negatif. Adapun kriteria
penilaian berdasarkan skala Likert adalah sebagai berikut:
Tabel 3.4 Kriteria Penskoran Skala Likert
No Alternatif Jawaban Bobot Skor
Positif (+) Negatif (-)
1 Sangat Setuju (SS) 5 1
2 Setuju (S) 4 2
3 Kurang Setuju (KS) 3 3
4 Tidak Setuju (TS) 2 4
5 Sangat Tidak Setuju (STS) 1 5

Selanjutnya, data yang diperoleh ditabulasikan dan dicari presentasenya


dengan menggunakan rumus:
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑃𝑟𝑒𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 = ( ) 𝑥 100%

3.7 Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menyederhanakan data yang diperoleh dari


angket siswa ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca. Sehingga data yang
telah terkumpul dapat dianalisis kemudian diambil kesimpulan. Peneliti
menentukan kategori penilaian untuk menentukkan apakah pengambangan modul
praktikum berbabasis problem based learning untuk kimia kelas X semester
genap termasuk ke dalam kategori sangat baik, baik, cukup, kurang, atau sangat
kurang berdasarkan tabel berikut:

Tabel 3.5 Kategori Interpretasi Skor


No. Interval Skor Kategori
1. 81 – 100% Sangat Baik
2. 61 – 80% Baik
3. 41 – 60% Cukup
4. 21 – 40% Kurang
5. 0 – 20% Sangat Kurang

3.8 Daftar pustaka

Amir, M. Taufiq. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning


Bagimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar Di Era
Pengetahuan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cet. II, 2010.

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 44 06101381419045
Apriliyana, Uski, Herlina Fitrihidayati, dan Rahardjo. Pengembangan
Perangkat Pembelajaran Berbasis Inkuiri Pada Materi Pencemaran
Lingkungan Dalam Upaya Melatih Keterampilan Berpikir Kritis
Siswa Kelas X SMA. Jurnal BioEdu, Vol. 1 No. 3, 2012.
Arends, Richard I. Learning to Teach. New York: Mc Graw-Hill, 2007.
Arikunto. Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi
Revisi). Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Arsyad, Azhar. Media Pembelajaran, Jakarta: Raja Wali Pers, 2011.
Asyhar, Rayandra. Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran. Jakarta:
Referensi, Cet. I, 2012.
BSNP. Deskripsi Butir Instrumen Penilaian Buku Teks Pelajaran SMP,
SMA, SMK Komponen Kegrafikan. 2007.
BSNP. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta,
2006. Chang, Raymond. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi
Ketiga Jilid 1. Jakarta: Erlanggga, 2004.
Daryanto. Menyusun Modul. Yogyakarta: Gava Media, Cet I, 2013.
Daryanto. Startegi Dan Tahapan Mengajar: Bekal Keterampilan Dasar Bagi
Guru. Bandung: Yrama Widya, 2013.

Daryanto dan Dwicahyono. Pengembangan Perangkat Pembelajaran


(Silabus, RPP, PHB, Bahan Ajar). Yogyakarta: Gava Media, Cet I,
2014.

Depdiknas. Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Depdiknas, 2008.


Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
PT Rineka Cipta, 2006.

Donnell, Claire Mc Christine O‟Connor, dan Michael K Seery, Developing


Practical Chemistry Skills By Means Of Student-Driven Problem
Based Learning Mini-Projects, Chemistry Education Research and
Practice, 8 (2), 2007.

Eggen, Paul dan Don Kauchak. Strategi dan Model Pembelajaran


Mengajarkan Konten dan Keterampilan Berpikir. Jakarta: Indeks,
2012.

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 45 06101381419045
Eneste, Pamusuk. Buku Pintar Penyuntingan Naskah Edisi Kedua. Jakarta:
Gramedia.

Faizi, Mastur. Ragam Metode Mengajarkan Eksakta pada Murid. Jogjakarta:


Diva Press, Cet. I, 2013.

Fidiana, Lutfi, Bambang S, dan Pratiwi D. Pembuatan Dan Implementasi


Modul Praktikum Fisika Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan
Kemandirian Belajar Siswa Kelas XI. Unnes Physics Education
Journal, 1(1), 2012.

Harnanto, Ari dan Ruminten. Kimia Untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. 2009

Jannah, Dias Fachtul dan Kusumawati Dwiningsih. Kelayakan Buku Ajar


Kimia Berorienatasi Quantum Learning pada Materi Pokok Kimia
Unsur untuk Siswa Kelas XII SMA. Unesa Journal of Chemical
Education. Vol. 2, No. 2, 2013.

Kelly, Orla C. dan Ordilla E. Finalyson, Providing Solutions

Through Problem- Based Learning For The Undergraduate 1st Year


Chemistry Laboratory, Chemistry Education Research and Practice, (8) 3,
2007.
Kurniawan, Heru, Edi Sarwanto, dan Cari, Pengembangan Modul IPA SMP
Berbasis Problem Based Learning Terintegrasi Pendidikan
Karakter pada Materi Getaran dan Gelombang, Seminar Nasional
Fisika dan Pendidikan Fisika, Surakarta, 2013, h, 53.
Margono. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2007.
Mulyasa, E. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011.
Mulyasa, E. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif
dan Menyenangkan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006.

Nurcahya, Dwi. “Pengaruh Problem Based Learning Terhadap Kemampuan


Berpikir Kritis Siswa Pada Pembelajaran Kimia”, Skripsi pada

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 46 06101381419045
program sarjana UIN Syarif Hidayatullah, 2012, tidak
dipublikasikan.

Proposal Penelitian Wawa Anisa


Page 47 06101381419045

Anda mungkin juga menyukai