Anda di halaman 1dari 80

BAGIAN PERTAMA PERKENALAN

APAKAH FILSAFAT ITU?


Presented by : HM.Yusuf Saleh

Beberapa Kesalahpahaman

Apakah sesungguhnya filsafat itu? Pertanyaan demikian itu telah diajukan

sejak lebih dari dua puluh abad yang silam dan hingga kini tetap dipertanyakan

banyak orang. Berbagai jawaban telah diberikan sebagai upaya untuk menjelaskan

apakah sesungguhnya filsafat itu, namun tidak pernah ada jawaban yang dapat

memuaskan semua orang. Bahkan, ada yang mengatakan bahwa banyaknya

jawaban yang diberikan justru semakin mengaburkan masalah yang hendak

dijelaskan. Dengan demikian, persoalannya menjadi semakin rumit. Apakah benar

demikian?

Kenyataannya sampai sekarang ini, masih banyak orang yang mengira bahwa

filsafat adalah sesuatu yang serba rahasia, mistis, dan aneh. Ada pula yang

menyangka bahwa filsafat adalah suatu kombinasi antara astrologi, psikologi, dan

teologi. Tak mengherankan apabila di toko-toko buku terkemuka sekalipun sering

terlihat penempatan buku-buku filsafat dicampurbaurkan begitu saja dengan buku-

buku astrologi, psikologi, dan teologi.

Selain itu, karena filsafat juga disebut sebagai mater scientiarum atau induk segala

ilmu pengetahuan, maka cukup banyak pula orang yang menganggap filsafat

sebagai ilmu yang paling istimewa, ilmu yang menduduki tempat paling tinggi dari

antara seluruh ilmu pengetahuan yang ada. Karena itu, filsafat hanya dapat

dipahami oleh orang-orang jenius. Filsafat hanya dapat dipelajari oleh orang-orang

yang memiliki kemampuan intelektual luar biasa. Sehubungan dengan anggapan itu,

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 1


ada banyak mahasiswa yang sengaja menghindari mata pelajaran filsafat karena

dianggap terlampau sukar dan pelik.

Sebaliknya, ada pula yang berpendapat bahwa filsafat itu tidak berharga untuk

dipelajari. Filsafat tidak lebih dari sekedar lelucon yang tak bermakna alias “omong

kosong”. Apa gunanya mempelajari filsafat yang tidak sanggup memberi petunjuk

tentang bagaimana seseorang dapat meningkatkan keuntungan bagi

perusahaannya? Apa gunanya mempelajari filsafat yang tak mampu memberi

petunjuk tentang bagaimana merancang sebuah bangunan yang bisa memikat

banyak orang sehingga laku dipasarkan? Apa gunanya mempelajari filsafat yang

tidak dapat memberi petunjuk tentang bagaimana berternak ayam yang paling

berhasil? Singkatnya, mereka hendak mengatakan bahwa filsafat tidak memiliki

kegunaan praktis.

Ada pula yang berpendapat bahwa filsafat hanyalah sejenis “ilmu” yang mengawang

tanpa memiliki dasar pijakan konkret yang dapat dipertanggungjawabkan secara

ilmiah. Karena filsafat berbicara tentang apa saja, padahal suatu disiplin ilmu hanya

mengacu pada satu objek-tertentu, maka filsafat tidak dapat dikatakan sebagai suatu

disiplin ilmu.

Di kalangan para rohaniwan dan teolog, ada pula yang memperlakukan filsafat

hanya sebagai ancilla theologiae, yakni sebagai budak atau pelayan teologi.

Sebagai pelayan teologi, filsafat bertugas memformulasikan argumentasi-

argumentasi yang kuat untuk membela keyakinan dan ajaran agama, tanpa

memperdulikan apakah cara yang ditempuh itu benar dan sahih. Bahkan, ada juga

rohaniwan dan teolog yang menuding

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 2


filsafat sebagai alat iblis yang terkutuk. Karena itu, harus ditolak oleh semua orang

beriman.

Dalam percakapan sehari-hari, acap kali kita dengar ada orang yang mengatakan,

“Falsafah saya adalah...” atau “Filsafat pengusaha yang berhasil itu …”, dan

sebagainya. Apakah sebenarnya yang dimaksudkan dengan ungkapan-ungkapan

tersebut? Apakah arti istilah “falsafah” atau “filsafat” yang digunakan dalam

ungkapan-ungkapan tersebut di atas? Istilah “falsafah” atau “filsafat” yang digunakan

dengan cara itu sesungguhnya mengacu kepada sikap, pandangan, dan gagasan

yang dipegang oleh seseorang untuk menghadapi segala persoalan dan tantangan

yang harus diatasinya.

Ada lagi orang-orang yang hendak menawarkan “jasa baik”dengan berupaya

membedakan pemakaian istilah “falsafah” dan “filsafat” dalam penggunaan praktis

sehari-hari, namun malah berakibat semakin rancu.

Ada juga yang mengatakan bahwa karena semua orang berpikir, sesunguhnya

semua orang adalah filsuf. Apakah benar setiap orang yang berpikir itu adalah filsuf.

Jika benar demikian, berarti berpikir adalah berfilsafat, dan berfilsafat adalah

berpikir. Jadi, pemikiran (sebagai hasil berpikir) adalah filsafat, dan filsafat adalah

pemikiran. Memang benar orang yang berfilsafat itu berpikir, tetapi tidak semua yang

berpikir berarti pula berfilsafat. Untuk berpikir secara filsafati, ada persyaratan-

persyaratan tertentu yang harus dipenuhi.

Kesimpangsiuran pendapat dan pandangan yang telah dikemukakan itu belum

menyentuh keanekaragaman gagasan-gagasan filsafati yang acap kali “saling

bertentangan” satu sama lain. Konsep-konsep filsafati yang saling bertentangan

sering pula menimbulkan pertikaian tak terdamaikan yang membuat filsafat semakin

dianggap kacau balau. Tentu saja, hal itu menimbulkan kesan buruk terhadap

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 3


filsafat. Oleh sebab itu, dapat dipahami apabila ada orang yang berpendapat bahwa

filsafat merupakan sesuatu yang tidak jelas, kacau balau, tidak ilmiah, penuh dengan

pertikaian dan perselisihan pendapat, tidak mengenal sistem dan metode, tidak

tertib, dan juga tidak terarah. Tidak mengherankan pula jika ada yang menawarkan

pemikiran untuk menertibkan filsafat karena menganggap filsafat tidak tertib. Akan

tetapi, dapat dibayangkan bagaimanakah jadinya suatu filsafat bila ditertibkan.

Tidakkah ia akan menjadi begitu “kurus” dan sangat “kerdil” karena kehilangan ruang

gerak dan wawasan?

Pada masa kini ada sebagian orang yang mengatakan bahwa filsafat telah

berada di penghujung jalan. Filsafat telah menempuh perjalanan yang sangat

panjang dan kini harus berhenti. Pengembaraannya telah berakhir, dan tidak ada

lagi sesuatu pun yang dapat dilakukannya. Filsafat sebagai induk segala ilmu

pengetahuan telah berhasil melahirkan berbagai ilmu pengetahuan yang kini telah

mandiri. Ilmu-ilmu pengetahuan alam (natural sciences), ilmu-ilmu pengetahuan

sosial (social sciences), dan seluruh disiplin ilmu lainnya satu per satu telah

memisahkan diri dari filsafat dan telah tumbuh menjadi dewasa. Filsafat selaku induk

segala ilmu pengetahuan kini telah renta dan mandul. Ia tak mampu dan memang

tak mungkin lagi untuk mengandung dan melahirkan. Karena itu, benar-benar tidak

berguna lagi.

Beberapa kesalahpahaman dan kekeliruan tersebut justru menunjukkan

ketidaktahuan tentang apa sesungguhnya filsafat. Memang pengamatan sekilas

terhadap keberadaan filsafat dapat menyesatkan. Akan tetapi, apabila benar-benar

disimak secara lebih serius dan lebih mendalam, filsafat akan semakin diminati,

semakin menarik, semakin memikat, dan semakin memukau.

399

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 4


Pengertian dan Definisi Filsafat

Secara etimologis, istilah “filsafat”, yang merupakan padanan kata falsafah (bahasa

Arab) dan philosophy (bahasa Inggris), berasal dari bahasa Yunani φιλοσοφια

(philosophia). Kata philosophia merupakan kata majemuk yang terdiri dari kata

φιλοσ (philos) dan σοφια (sophia). Kata φιλοσ berarti kekasih, bisa juga berarti

sahabat. Adapun σοφια berarti kebijaksanaan atau kearifan, bisa juga berarti

pengetahuan. Jadi, secara harfiah φιλοσοφια berarti yang mencintai kebijaksanaan

atau sahabat pengetahuan. Oleh karena istilah φιλοσοφια telah di Indonesiakan

menjadi “filsafat”, seyogyanya ajektivanya ialah “filsafati” dan bukan “filosofis”.

Apabila mengacu kepada orangnya, kata yang tepat digunakan ialah “filsuf” dan

bukan “filosof”. Kecuali bila digunakan kata “filosofi” dan bukan “filsafat”, maka

ajektivanya yang tepat ialah “filosofis”, sedangkan yang mengacu kepada orangnya

ialah kata “filosof ‘.

Menurut tradisi kuno, istilah φιλοσοφια digunakan pertama kali oleh Pythagoras

(sekitar abad ke-6 SM). Ketika diajukan pertanyaan apakah ia seorang yang

bijaksana, dengan rendah hati Pythagoiras menjawab bahwa ia hanyalah

φιλοσοφοα, yakni orang yang mencintai pengetahuan. Akan tetapi, kebenaran kisah

itu sangat diragukan karena pribadi dan kegiatan Pythagoras telah bercampur

dengan berbagai legenda; bahkan, tahun kelahiran dan kematiannya pun tak

diketahui dengan pasti. Yang jelas, pada masa Sokrates dan Plato, istilah φιλοσοφια

dan φιλοσοφοα sudah cukup populer.

Untuk memahami apa sebenarnya filsafat itu, tentu saja tidak cukup hanya

mengetahui asal usul dan arti istilah yang digunakan, melainkan juga harus

memperhatikan konsep dan definisi yang diberikan oleh para filsuf menurut

pemahaman mereka masing-masing. Akan tetapi, perlu pula dikatakan bahwa

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 5


konsep dan definisi yang diberikan oleh para filsuf itu tidak sama. Bahkan, dapat

dikatakan bahwa setiap filsuf memiliki konsep dan membuat definisi yang berbeda

dengan filsuf lainnya. Karena itu, ada. yang mengatakan bahwa jumlah konsep dan

definisi filsafat adalah sebanyak jumlah filsuf itu sendiri.

Berikut ini, akan diketengahkan beberapa konsep dan definisi yang kiranya memadai

untuk memberi gambaran lebih jelas tentang apakah filsafat itu.

Para filsuf pra-Sokratik mempertanyakan tentang αρχε, yakni awal atau asal

mula alam dan berusaha menjawabnya dengan menggunakan λογοσ, logos atau

rasio tanpa meminta bantuan μιθοσ, mythos atau mitos. Oleh sebab itu, bagi mereka

filsafat adalah ilmu yang berupaya untuk memahami hakikat alam dan realitas ada

dengan mengandalkan akal budi.

Plato memiliki berbagai gagasan tentang filsafat. Antara lain, Plato pernah

mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha meraih

kebenaran yang asli dan murni. Selain itu ia juga mengatakan bahwa filsafat adalah

penyelidikan tentang sebab-sebab dan asas-asas yang paling akhir dari segala

sesuatu yang ada.

Aristoteles (murid Plato) juga memiliki beberapa gagasan megnenai filsafat. Antara

lain, ia mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang senantiasa

berupaya mencari prinsip-prinsip dan penyebab-penyebab dari realitas ada. Iapun

mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berupaya mempelajari

“peri ada selaku peri ada” (being as being) atau “peri ada sebagaimana adanya”

(being as such).

René Descartes, filsuf Perancis yang termahsyur dengan argumen je pense, donc je

suis, atau dalam bahasa Latin cagito ergo sum (aku berpikir maka aku ada)

mengatakan 400

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 6


bahwa filsafat adalah himpunan dari segala pengetahuan yang pangkal

penyelidikannya adalah mengenai Tuhan, alam dan manusia.

Bagi William James, filsuf Amerika yang terkenal sebagai tokoh pragmatisme dan

pluralisme, filsafat adalah suatu upaya yang luar biasa hebat untuk berpikir yang

jelas dan terang. R.F. Beerling, yang pernah menjadi guru besar filsafat di

Universitas Indonesia, dalam bukunya Filsafat Dewasa Ini mengatakan bahwa

filsafat “memajukan pertanyaan tentang kenyataan seluruhnya atau tentang hakikat,


81
asas, prinsip dari kenyataan”. Beerling juga, mengatakan bahwa filsafat adalah

suatu usaha untuk mencapai radix, atau akar kenyataan dunia wujud, juga akar

pengetahuan tentang diri sendiri.

Konsep atau gagasan dan definisi filsafat yang begitu banyak tidak perlu

membingungkan, bahkan sebaliknya justru menunjukkan betapa luasnya samudera

filsafat itu sehingga tidak terbatasi oleh sejumlah batasan yang akan mempersempit

ruang gerak filsafat. Perbedaan-perbedaan itu sendiri merupakan suatu keharusan

bagi filsafat sebab kesamaan dan kesatuan pemikiran serta pandangan justru akan

mematikan dan menguburkan filsafat untuk selama-lamanya.


81
R.F. Berling, Filsafat Dewasa Ini (Jakarta: RN. Balai Pustaka, 1966), h1m. 22.

401

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 7


2

ASAL MULA FILSAFAT

Empat Hal yang Melahirkan Filsafat

Bagaimanakah filsafat tercipta? Apa yang menyebabkan manusia berfilsafat?

Sesungguhnya ada empat hal yang merangsang manusia untuk berfilsafat, yaitu

ketakjuban, ketidakpuasan, hasrat bertanya, dan keraguan.

Ketakjuban. Banyak filsuf mengatakan bahwa yang menjadi awal kelahiran

filsafat ialah θαυμαια - thaumasia (kekaguman, keheranan atau ketakjuban). Dalam

karyanya yang berjudul Metafisika, Aristoteles mengatakan bahwa karena

ketakjuban manusia mulai berfilsafat. Pada mulanya manusia takjub memandang

benda-benda aneh di sekitarnya, lama-kelamaan ketakjubannya semakin terarah

pada hal-hal yang lebih luas dan besar, seperti perubahan dan peredaran bulan,

matahari, bintang-bintang, dan asal mula alam semesta.

Istilah ketakjuban menunjuk dua hal penting, yaitu bahwa ketakjuban itu pasti

memiliki subjek dan objek. Jika ada ketakjuban, sudah tentu ada yang takjub dan

ada sesuatuyang menakjubkan. Ketakjuban hanya mungkin dirasakan dan dialami

oleh makhluk yang selain berperasaan juga berakal budi. Makhluk yang seperti itu

sampai saat ini yang diketahui hanyalah manusia. Jadi, yang takjub adalah manusia.

Jika subjek dari ketakjuban itu? Objek ketakjuban ialah segala sesuatu yang ada

dan yang dapat diamati. Itulah sebabnya, bagi Plato pengamatan terhadap bintang-

bintang, matahari, dan langit merangsang manusia untuk melakukan penelitian.

Penelitian terhadap apa yang diamati demi memahami hakikatnya itulah yang

melahirkan filsafat. Pengamatan yang dilakukan terhadap objek ketakjuban bukanlah

hanya dengan mata, melainkan juga dengan akal budi. Pengamatan akal budi tidak

terbatas hanya pada objek-objek dapat dilihat dan diraba, melainkan juga terhadap

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 8


benda-benda yang dapat dilihat tetapi tidak dapat diraba, bahkan terhadap hal-hal

yaitu yang tak terlihat dan tak teraba. Oleh karena itu pula, Immanuel Kant bukan

hanya takjub terhadap langit berbintang-bintang di atas, melainkan juga terpukau

memandang hukum moral dalam hatinya, sebagaimana yang tertulis pada

kuburnnya: coelum stellatum supra me, lex moalis intra me.

Ketidakpuasan. Sebelum filsafat la hir, berbagia mitos dan mite memainkan

peranan yang amat penting dalam kehidupan manusia. Berbagai mitos dan mite

berupaya menjelaskan asal mula dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam

semesta serta sifat-sifat peristiwa itu. Akan tetapi, ternyata penjelasan yang

diberikan oleh mitos-mitos dan mite-mite itu makin lama makin tidak memuaskan

manusia. Ketidakpuasan itu membuat manusia mencari penjelasan dan keterangan

yang lebih pasti dan meyakinkan. Kenyataannya memang demikian. Ketidakpuasan

akan membuat manusia melepaskan segala sesuatu yang tak dapat

memuaskannya, lalu ia akan apa yang dapat memuaskannya.

Manusia yang tidak puas dan terus menerus mencari penjelasan dan lebih pasti itu

lambat-laun mulai berpikir secara rasional. Akibatnya, akal budi semakin berperan.

Berbagai mitos dan mite yang diwariskan oleh tradisi turun-temurun semakin tersisih

dan perannya semula yang begitu besar. Ketika rasio berhasil menurunkan mitos-

mitos dan

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 9


mite-mite dari singgasananya, lahirlah filsafat, yang pada masa itu mencakup

seluruh ilmu pengetahuan yang ada dan telah dikenal.

Hasrat Bertanya. Ketakjuban manusia telah melahirkan pertanyaan-

pertanyaan dan ketidakpuasan manusia membuat pertanyaan-pertanyaan itu tak

kunjung habis. Pertanyaan tak boleh dianggap sepele karena pertanyaanlah yang

membuat kehidupan serta pengetahuan manusia berkembang dan maju.

Pertanyaanlah yang membuat manusia melakukan pengamatan, penelitian dan

penyelidikan. Ketiga hal itulah yang menghasilkan penemuan baru yang semakin

memperkaya manusia dengan pengetahuan yang terus bertambah. Karena itu,

pertanyaan merupakan sesuatu yang hakiki bagi manusia. Menurut Sartre,

kesadaran pada manusia senantiasa bersifat bertanya yang sungguh-sungguh

bertanya.

Hasrat bertanya membuat manusia mempertanyakan segalanya. Pertanyaan-

pertanyaan yang diajukan itu tidak sekedar terarah padawujud sesuatu, melainkan

juga terarah pada dasar dan hakikatnya. Inilah yang menjadi salah satu ciri khas

filsafat. Filsafat selalu mempertanyakan sesuatu dengan cara berpikir radikal,

sampai ke akar-akamya, tetapi juga bersifat universal.

Jika dikatakan bahwa manusia mempertanyakan segalanya, berarti manusia

bukan hanya mempertanyakan segala sesuatu yang berada di luar dirinya. Manusia

juga mempertanyakan dirinya sendiri yang memiliki hasrat bertanya. Bahkan, ia juga

dapat mempertanyakan pertanyaan-pertanyaan yang sedang dipertanyakannya itu.

Itulah yang membuat filsafat itu ada, tetap ada, dan akan terus ada. Filsafat akan

berhenti apabila manusia telah berhenti bertanya secara radikal dan universal.

Keraguan. Manusia selaku penanya mempertanyakan sesuatu dengan maksud

untuk memperoleh kejelasan dan keterangan mengenai sesuatu yang

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 10


dipertanyakannya itu. Tentu saja hal itu berarti bahwa apa yang dipertanyakannya

itu jelas atau belum terang, manusia perlu dan harus bertanya. Pertanyaan yang

diajukan untuk memperoleh kejelasan dan keterangan yang pasti pada hakikatnya

merupakan suatu pernyataan tentang adanya απορια - aporia (keraguan atau

ketidakpastian dan kebingungan pihak manusia yang bertanya.

Memang ada yang mengatakan bahwa setiap pertanyaan yang diajukan oleh

seseorang sesungguhnya senantiasa bertolak dari apa yang telah diketahui oleh si

penanya lebih dahulu. Bukankah setiap orang yang bertanya itu sedikit banyak telah

memiliki bayangan atau gambaran dari apa yang dipertanyakannya? Jika tidak, ia

tidak akan dapat mengajukan pertanyaan itu. Oleh karena itu, sebagaimana yang

dikutip oleh Beerling, Spinoza mengatakan:

Saya bertanya padamu, siapakah yang dapat mengetahui bahwa ia mengerti

sesuatu, kalau dari mula-mulanya ia tak mengerti tentang hal itu, artinya, siapakah

yang dapat mengetahui bahwa sesuatu adalah pasti baginya, kalau dari mula-mula

hal itu sudah tak pasti baginya?

Akan tetapi, karena, apa yang diketahui oleh si penanya baru merupakan gambaran

yang samar, maka ia bertanya. Ia bertanya karena masih meragukan kejelasan dan

kebenaran dari apa yang telah diketahuinya. Jadi, jelas keraguanlah yang turut

merangsang manusia untuk bertanya dan terus bertanya, yang kemudian

menggiring manusia untuk berfilsafat.

403

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 11


Proses Kelahiran Filsafat

Filsafat, sebagai bagian dari kebudayaan manusia yang amat menakjubkan,

lahir di Yunani dan dikembangkan sejak awal abad ke-6 SM. Proses kelahiran

filsafat itu membutuhkan waktu yang amat panjang. Ketika suku-suku bangsa

Hellenes menyerbu masuk ke tanah Yunani sekitar tahun 2000 SAMA, mereka

masih merupakan pengembara-pengembara kasar yang belum mengenal

peradaban. Mereka baru berhasil menaklukkan Yunani dan menyingkirkan

penduduk aslinya setelah mereka mengambil alih peradaban dan kebudayaan

penduduk asli, yang pada masa itu telah mencapai tingkat cukup mengagumkan.

Selanjutnya, kendati orang-orang Yunani telah memperoleh tempat pemukiman

yang tetap, banyak di antara mereka yang gemar merantau, khususnya ke dunia

timur yang saat itu telah memiliki peradaban dan kebudayaan yang tinggi. Mereka

merantau sampai ke Mesir dan Babylonia yang telah mengembangkan pengetahuan

tulis-menulis, astronomi, dan matematika, yang prinsip dasarnya telah diletakkan

oleh bangsa Sumeria. Bagaimanapun juga, orang-orang Yunani tentu saja

berhutang budi kepada orang-orang Sumeria yang telah menemukan sistem

hitungan sixagesimal yang didasarkan atas jumlah enam sebagai satuan kelipatan

sehingga mereka telah mengenal pembagian waktu: satu jam terdiri dari enam puluh

menit dan satu menit terdiri dari enam puluh detik. Bangsa Sumeria jugalah yang

menemukan pembagian lingkaran ke dalam tiga ratus enam puluh derajat.

Memang, orang-orang Yunani berhasil mengolah berbagai ilmu

pengetatahuan yang mereka peroleh dari dunia Timur itu menjadi benar-benar

rasional ilmiah dan berkembang pesat. Pemikiran rasional-ilmiah itulah yang

melahirkan filsafat. Para filsuf Yunani pertama, yang mulai berfilsafat di Asia Kecil,

sebenarnya adalah ahli-ahli matematika, astronomi, ilmu bumi, dan berbagai ilmu

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 12


pengetahuan lainnya. Karena itu, pada tahap awal, filsafat mencakup seluruh ilmu

pengetahuan. Para filsuf Yunani pertama tersebut dikenal sebagai filsuf-filsuf alam.

Mereka berpikir tentang alam: apakah intinya, bagaimanakah menerangkan peri

adanya dan apakah sifat-sifatnya yang paling hakiki. Dengan demikian, filsafat yang

pertama lahir adalah filsafat alam.

Akan tetapi, filsafat pada masa awal itu sulit untuk diuraikan dan dipaparkan

secara jelas dan pasti karena banyak filsuf tidak menulis sesuatu apa pun sehingga

ajaran mereka hanya dapat diketahui dari orang lain. Ada juga filsuf-filsuf yang

menulis, tetapi sebagian karya tulis mereka hilang sehingga yang tinggal hanya

beberapa fragmen. Ada pula yang hanya tersisa satu atau dua kalimat yang

kebetulan dikutip oleh pemikir lainnya.

Terlepas dari keadaan dan keberadaan para filsuf yang baru

mengembangkan filsafat itu, yang penting dicatat ialah bahwa mereka telah berani

mengayunkan langkah awal yang amat menentukan bagi pertumbuhan

perkembangan filsafat serta ilmu pengetahuan. Mereka berani menolak

meninggalkan cara berpikir yang irasional dan tidak logis, kemudian mulai

menempuh jalan pemikiran rasional-ilmiah yang semakin sistematis. Cara berpikir

rasional-ilmiah itu pulalah yang menghasilkan gagasan-gagasan yang terbuka untuk

diteliti oleh akal budi. Selain itu, dapat didiskusikan lebih lanjut demi meraih konsep-

konsep baru dan kebenan-kebenaran baru yang diharapkan lebih sesuai dengan

realitas sesungguhnya.

404

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 13


3

SIFAT DASAR FILSAFAT

Berpikir Radikal

Berfilsafat berpikir secara radikal. Filsuf adalah pemikir yang berpikir yang

radikal. Karena berpikir secara radikal, ia tidak akan pernah terpaku hanya pada

fenomena suatu entitas tertentu. Ia tidak akan pernah berhenti hanya pada suatu

wujud realitas tertentu. Keradikalan berpikirnya itu akan senantiasa mengobarkan

hasratnya untuk menemukan akar seluruh kenyataan. Bila dikatakan bahwa filsuf

selalu berupaya menemukan radix seluruh kenyataan, berarti dirinya sendiri sebagai

suatu realitas telah termasuk ke dalamnya sehingga iapun berupaya untuk mencapai

akar pengetahuan tentang dirinya.

Mengapakah radix atau akar realitas begitu penting untuk ditemukan? Ini karena

bagi seorang filsuf, hanya apabila akar realitas itu telah ditemukan, segala sesuatu

yang bertumbuh di atas akar itu akan dapat dipahami. Hanya apabila akar suatu

permasalahan telah ditemukan, permasalahan itu dapat mestinya.

Berpikir radikal tidak berarti hendak mengubah, membuang, atau menjungkirbalikkan

segala sesuatu, melainkan dalam arti yang sebenarnya, yaitu berpikir secara

mendalam, untuk mencapai akar persoalan yang dipermasalahkan. Berpikir radikal

justru hendak memperjelas realitas, lewat penemuan serta pemahaman akan akar

realitas itu sendiri.

Mencari Asas

Filsafat bukan hanya mengacu kepada bagian tertentu dari realitas, melainkan

kepada keseluruhannya. Dalam memandang keseluruhan realitas, filsafat

senantiasa berupaya mencari asas yang paling hakiki dari keseluruhan realitas.

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 14


Seorang filsuf akan selalu berupaya untuk menemukan asas yang paling hakiki dari

realitas.

Para filsuf Yunani, yang terkenal sebagai filsuf-filsuf lain, mengamati

keanekaragaman realitas di alam semesta, lalu berpikir dan bertanya, “Tidakkah di

balik keanekaragaman itu hanya ada suatu asas?” Mereka lalu mulai mencari αρχη

(asal usul, asas pertama) alam semesta. Thales mengatakan bahwa asas pertama

alam semesta itu adalah υδωρ (air), Anaximandros mengatakan το απειρον (yang

tidak terbatas), dan Anaximenes mengatakan αηρ (udara). Adapun bagi Empedokles

ada empat ριζωματα (akar segala sesuatu) yang membentuk realitas alam semesta,

yaitu api, udara, tanah, dan air.

Mencari asas pertama berarti juga berupaya menemukan sesuatu yang menjadi

esensi realitas. Dengan menemukan esensi suatu realitas, realitas itu dapat

diketahui dengan pasti dan menjadi jelas. Mencari asas adalah salah satu sifat dasar

filsafat.

Memburu Kebenaran

Filsuf adalah pemburu kebenaran. Kebenaran yang diburunya adalah

kebenaran hakiki tentang seluruh realitas dan setiap hal yang dapat dipersoalkan.

Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa berfilsafat berarti memburu kebenaran

tentang segala sesuatu.

Tentu saja kebenaran yang hendak digapai bukanlah kebenaran yang meragukan.

Untuk memperoleh kebenaran yang sungguh-sungguh dapat

dipertanggungjawabkan,

405

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 15


setiap kebenaran yang telah diraih harus senantiasa terbuka untuk dipersoalkan

kembali dan diuji demi meraih kebenaran yang lebih pasti. Demikian seterusnya.

Jelas terlihat bahwa kebenaran filsafati tidak pernah bersifat mutlak dan final,

melainkan terus bergerak dari suatu kebenaran menuju kebenaran baru yang lebih

pasti. Kebenaran yang baru ditemukan itu juga terbuka untuk dipersoalkan kembali

demi menemukan kebenaran yang lebih meyakinkan.

Dengan demikian, terlihat bahwa salah satu sifat dasar filsafat ialah Senantiasa

memburu kebenaran. Upaya memburu kebenaran itu adalah demi kebenaran itu

sendiri, dan kebenaran yang diburu adalah kebenaran yang lebih meyakinkan serta

lebih pasti.

Mencari Kejelasan

Salah satu penyebab lahimya filsafat ialah keraguan. Untuk menghilangkan

keraguan diperlukan kejelasan. Ada filsuf yang mengatakan bahwa berfilsafat berarti

berupaya mendapatkan kejelasan dan penjelasan mengenai seluruh realitas. Ada

pula yang mengatakan bahwa filsuf senantiasa mengejar kejelasan pengertian

(clarity of understanding). Geisler dan Feinberg mengatakan bahwa ciri khas

penelitian filsafati ialah adanya usaha keras demi meraih kejelasan intelektual
84
(intellectual claity). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa berpikir secara

filsafati berarti berusaha memperoleh kejelasan. Mengejar kejelasan berarti harus

berjuang dengan gigih untuk mengeliminasi segala sesuatu yang tidak jelas, yang

kabur, dan yang gelap, bahkan juga yang serba rahasia dan berupa teka-teki. Tanpa

kejelasan, filsafat pun akan menjadi sesuatu yang mistik, serba rahasia, kabur,

gelap, dan tak mungkin dapat menggapai kebenaran. r

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 16


Jelas terlihat bahwa berfilsafat sesungguhnya merupakan suatu perjuangan

untuk mendapatkan kejelasan pengertian dan kejelasan seluruh realitas. Perjuangan

mencari kejelasan itu adalah salah satu sifat dasar filsafat.

Berpikir Rasional

Berpikir secara radikal, mencari asas, memburu kebenaran, dan mencari

kejelasan tidak mungkin dapat berhasil dengan baik tanpa berpikir secara rasional.

Berpikir secara rasional berarti berpikir logis, sistematis, dan kritis. Berpikir logis

adalah bukan hanya sekedar menggapai pengertian-pengertian yang dapat diterima

oleh akal sehat, melainkan agar sanggup menarik kesimpulan dan mengambil

keputusan yang tepat dan benar dari premis-premis yang digunakan.

Berpikir logis juga menuntut pemikiran yang sistematis. Pemikiran yang sistematis

ialah rangkaian pemikiran yang berhubungan satu sama lain atau saling berkaitan

secara logis. Tanpa berpikir yang logis-sistematis dan koheren, tak mungkin diraih

kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan.

Berpikir kritis berarti membakar kemauan untuk terus-menerus mengevaluasi

argumen-argumen yang mengklaim diri benar. Seorang yang berpikir kritis tidak

akan mudah menggenggam suatu kebenaran sebelum kebenaran itu dipersoalkan

dan benar-benar diuji terlebih dahulu. Berpikir logis-sistematis-kritis adalah ciri

utama berpikir rasional. Adapun berpikir rasional adalah salah satu sifat dasar

filsafat.
84
Norman L. Geisler dan Paul D. Feinberg, Introduction toPhilosophy (Grand

Rapids: Baker Book House, 1982), hlm. 18-19.

406

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 17


4

PERANAN FILSAFIAT

Menyimak sebab-sebab kelahiran filsafat dan proses perkembangannya,

sesungguhnya filsafat telah memerankan sedikitnya tiga peranan utama dalam

sejarah pemikiran manusia. Ketiga peranan yang telah diperankannya itu ialah

sebagai pendobrak, pembebas, dan pembimbing.

Pendobrak

Berabad-abad lamanya intelektualitas manusia tertawan dalam penjara tradisi

dan kebiasaan. Dalam penjara itu, manusia terlena dalam alam mistik yang penuh

sesak dengan hal-hal serba rahasia yang terungkap lewat berbagai mitos dan mite.

Manusia menerima begitu saja segala penuturan dongeng dan takhayul tanpa

mempersoalkannya lebih lanjut. Orang beranggapan bahwa karena segala dongeng

dan takhayul itu merupakan bagian yang hakiki dari warisan tradisi nenek moyang,

sedang tradisi itu benar dan tak dapat diganggu gugat, maka dongeng dan takhayul

itu pasti benar dan tak boleh diganggu-gugat.

Oleh sebab itu, orang-orang Yunani, yang dikatakan memiliki “suatu rasionalitas
85
yang luar biasa”, juga pernah percaya kepada dewa-dewi yang duduk di meja

perjamuan di Olympus sambil menggoncangkan kahyangan dengan sorakan dan

gelak tawa tak henti-hentinya. Mereka percaya kepada dewa-dewi yang saling

menipu satu sama lain, licik, sering memberontak, dan kadang kala seperti anak-
86
anak nakal.

Keadaan tersebut berlangsung cukup lama. Kehadiran filsafat telah mendobrak

pintu-pintu dan tembok-tembok tradisi yang begitu sakral dan selama itu tak boleh

diganggu-gugat. Kendati pendobrakan itu membutuhkan waktu yang cukup panjang,

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 18


kenyataan sejarah telah membuktikan bahwa filsafat benar-benar telah berperan

selaku pendobrak yang mencengangkan.

Pembebas

Filsafat bukan sekedar mendobrak pintu penjara tradisi dan kebiasaan yang penuh

dengan berbagai mitos dan mite itu, melainkan juga merenggut manusia keluar dari

dalam penjara itu. Filsafat membebaskan manusia dari ketidaktahuan dan

kebodohannya. Demikian pula, filsafat membebaskan manusia dari belenggu cara

berpikir yang mistis dan mitis.

Sesungguhnya, filsafat telah, sedang, dan akan terus berupaya membebaskan

manusia dari kekurangan dan kemiskinan pengetahuan yang menyebabkan

manusia menjadi picik dan dangkal. Filsafat pun membebaskan manusia dari cara

berpikir yang tidak teratur dan tidak jernih. Filsafat juga membebaskan manusia dari

cara berpikir tidak kritis yang membuat manusia mudah menerima kebenaran-

kebenaran semu yang menyesatkan.

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa filsafat membebaskan manusia dari segala

jenis “penjara” yang hendak mempersempit ruang gerak akal budi manusia.
85
K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, (Yogyakarta, Kanisius, 1984), hlm. 22.
86
Edith Hamilton, The Greek Way to Western Civilization (New York: The New

American Library,n.d.), hlm. 207.

407

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 19


Pembimbing

Bagaimanakah filsafat dapat membebaskan manusia dari segala jenis “penjara”

yang hendak mempersempit ruang gerak akal budi manusia itu? Sesungguhnya,

filsafat hanya sanggup melaksanakan perannya selaku pembimbing.

Filsafat membebaskan manusia dari cara berpikir yang mistis dan mitis dengan

membimbing manusia untuk berpikir secara rasional. Filsafat membebaskan

manusia dari cara berpikir yang picik dan dangkal dengan membimbing manusia

untuk berpikir secara luas dan lebih mendalam, yakni berpikir secara universal

sambil berupaya mencapai radix dan menemukan esensi suatu permasalahan.

Filsafat membebaskan manusia dari cara berpikir yang tidak teratur dan tidak jernih

dengan membimbing manusia untuk berpikir secara sistematis dan logis. Filsafat

membebaskan manusia dari cara berpikir yang tak utuh dan begitu fragmentaris

dengan membimbing manusia untuk berpilkir secara integral dan koheren.

408

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 20


5

KEGUNAAN FILSAFAT

Bagi Ilmu Pengetahuan

Tatkala filsafat lahir dan mulai tumbuh, ilmu pengetahuan masih merupakan bagian

yang tak terpisahkan dari filsafat. Pada masa itu, para pemikir yang terkenal sebagai

filsuf adalah juga ilmuwan. Para filsuf pada masa itu adalah juga, ahli-ahli

matematika, astronomi, ilmu bumi, dan berbagai ilmu pengetahuan lainnya. Bagi

mereka, ilmu pengetahuan itu adalah filsafat, dan filsafat adalah ilmu pengetahuan.

Dengan demikian, jelas terlihat bahwa pada mulanya filsafat mencakup seluruh ilmu

pengetahuan.

Cara berpikir filsafati telah mendobrak pintu serta tembok-tembok tradisi dan

kebiasaan, bahkan telah menguak mitos dan mite serta meninggalkan cara berpikir

mistis. Lalu pada saat yang sama telah pula berhasil mengembangkan cara berpikir

rasional, luas dan mendalam, teratur dan terang, integral dan koheren, metodis dan

sistematis, logis, kritis, dan analitis. Karena itu, ilmu pengetahuan pun semakin

bertumbuh subur, terus berkembang, dan menjadi dewasa. Kemudian, berbagai ilmu

pengetahuan yang telah mencapai tingkat kedewasaan penuh satu demi satu. mulai

mandiri dan meninggalkan filsafat yang selama itu telah mendewasakan mereka.

Itulah sebabnya, filsafat disebut sebagai mater scientiarum atau induk segala ilmu

pengetahuan. Itu merupakan fakta yang tidak dapat diingkari, yang dengan jelas

menunjukkan bahwa ia benar-benar telah menampakkan kegunaannya lewat

melahirkan, merawat, dan mendewasakan berbagai ilmu pengetahuan yang begitu

berjasa bagi kehidupan manusia.

Ilmu pengetahuan dikatakan begitu berjasa bagi kehidupan umat manusia karena

lewat ilmu pengetahuan manusia telah dimungkinkan meraih kemajuan yang sangat

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 21


menakjubkan dalam segala bidang kehidupan. Teknologi canggih yang semakin

mencengangkan dan fantastis merupakan salah satu produk dari ilmu pengetahuan.

Abad-abad terakhir ini, dalam peradaban dan kebudayaan Barat, ilmu pengetahuan

telah berperan sedemikian rupa sehingga telah menjadi tumpuan harapan banyak

orang.

Memang harus diakui betapa pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan sehingga

manusia mulai percaya bahwa ilmu pengetahuan benar-benar mahakuasa, manusia

semakin terpukau oleh pesona ilmu pengetahuan, dan hal itu telah membuat begitu

banyak orang mendewakan ilmu pengetahuan. Bagi mereka, ilmu pengetahuan

adalah segala-segalanya. Mereka berupaya untuk meyakinkan semua orang bahwa

ilmu pengetahuan dapat menyelesaikan segala persoalan. Anggapan itu dikukuhkan

oleh berbagai penemuan yang menggemparkan dan tampilnya teori-teori serta

metode-metode baru yang lebih meyakinkan kegunaan, dan ketepatannya sehingga,

semakin mengembangkan suatu optimisme yang hampir tak terbatas.

Kemajuan ilmu pengetahuan yang amat mempesonakan itu telah membuat banyak

orang menjadi sinis terhadap filsafat. Orang-orang mulai meragukan kegunaan

filsafat. Banyak orang yang menganggap filsafat hanya sebagai suatu benda antik

yang layak dipajang di dalam museum. Filsafat sudah terlampau “tua” untuk

“mengandung” dan “melahirkan” suatu ilmu pengetahuan baru. Filsafat tidak bisa

menghasilkan sesuatu apapun juga, sehingga sama sekali tidak berguna lagi.

Benarkah ilmu pengetahuan telah sanggup merengkuh langit dan menguasai

alam semesta? Ternyata itu hanya merupakan suatu impian yang harus segera

dilepaskan

409

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 22


tatkala menghadapi kenyataan sesungguhnya. Fakta, menunjukkan bahwa

hasil-hasil yang dapat diraih oleh ilmu pengetahuan bersifast tsementara, maka

senantiasa membutuhkan perbedaan dan penyempurnan. Senantiasa ada batas

yang membatasi ilmu pengetahuan. Yang pasti, ilmu pengetahuan senantiasa

dibatasi oleh bidang penelitian yang sesuai dengan kekhususannya. Itu membuat

ilmu pengetahuan hanya sanggup meneliti bagian-bagian kecil (sesuai dengan

bidangnya) dari seluruh realitas.

Di samping itu, ilmu pengetahuan tidak mempersoalkan asas dan hakikat realitas.

Pada umumnya ilmu pengetahuan, teristimewa yang diketengahkan oleh

positivisme, cenderung lebih bersifat kuantitatif. Karena itu, tentu saja pengetahuan

itu tak sanggup menguji kebenaran pnnsip-pnnsip, yang menjadi landasan ilmu

pengetahuan itu sendiri. Ilmu pengetahuan membutuhkan bantuan dari sesuatu

yang bersifat tak terbatas yang sanggup menguji kebenaran prinsip-prinsip yang

melandasi ilmu pengetahuan. Hal itu hanya dapat dilakukan oleh filsafat, sang induk

segala ilmu pengetahuan.

Filsafat adalah ilmu yang tak terbatas karena tidak hanya menyelidiki suatu bidang

tertentu dari realitas yang tertentu saja. Filsafat senantiasa mengajukan pertanyaan

tentang seluruh kenyataan yang ada. Filsafat pun selalu mempersoalkan hakikat,

prinsip, dan asas mengenai seluruh realitas yang ada, bahkan apa saja yang dapat

dipertanyakan, termasuk filsafat itu sendiri.

Ketakterbatasan filsafat yang demikian itulah yang amat berguna bagi ilmu

pengetahuan. Itu karena ketakterbatasan filsafat tidak melulu berguna selaku

penghubung antar disiplin ilmu pengetahuan. Akan tetapi, dengan

ketakterbatasannya itu, filsafat sanggup memeriksa, mengevaluasi, mengoreksi, dan

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 23


lebih menyempurnakan prinsip-prisip dan asas-asas yang melandasi berbagai ilmu

pengetahuan itu.

Dalam Kehidupan Praktis

Filsafat memang abstrak, namun tidak berarti filsafat sama sekali tidak bersangkut

paut dengan kehidupan sehari-hari yang konkret. Keabstrakan filsafat tidak berarti

bahwa filsafat itu tak memiliki hubungan apa pun juga dengan kehidupan nyata

setiap hari.

Kendati tidak memberi petunjuk praktis tentang bagaimana bangunan yang artistik

dan elok, filsafat sanggup membantu manusia dengan memberi pemahaman

tentang apa itu artistik dan elok dalain kearsitekturan sehingga nilai keindahan yang

diperoleh lewat pemahaman itu akan menjadi patokan utama bagi pelaksanaan

pekerjaan pembangunan tersebut.

Filsafat menggiring manusia ke pengertian yang terang dan pemahaman yang jelas.

Kemudian, filsafat itu juga menuntun manusia ke tindakan dan perbuatan yang

konkret berdasarkan pengertian yang terang dan pemahaman yang jelas.

410

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 24


BAGIAN KEDUA

CABANG-CABANG FILSAFAT

PEMBAGIAN FILSAFAT

Seperti telah dikemukakan sebelumya, pada tahap awal kelahiran filsafat

apayang disebut filsafat itu sesungguhnya mencakup seluruh ilmu pengetahuan.

Kemudian, filsafat itu berkembang sedemikian rupa menjadi semakin rasional dan

semakin sistematis. Seiring dengan perkembangan itu, wilayah pengetahuan

manusia semakin luas dan bertambah banyak tetapi juga semakin mengkhusus.

Lalu lahirlah berbagai disiplin ihnu pengetahuan yang satu per satu mulai

memisahkan diri dari filsafat. Kendati berbagai disiplin ilmu pengetahuan telah

memisahkan diri dari filsafat, tidak berarti filsafat telah menjadi begitu miskin

sehingga tinggal terarah hanya kepada satu permasalahan pokok dengan wilayah

pengetahuan yang semakin sempit dan pada suatu saat akan lenyap sama sekali.

Kenyatannya, masalah-masalah pokok yang dihadapi filsafat tak pernah berkurang.

Karena banyaknya masalah pokok yang harus dibahas dan dipecahkan, filsafat pun

dibagi ke dalam bidang-bidang studi yang sesuai dengan kelompok permasalahan

pokok yang dihadapinya. Bidang bidang studi filsafat juga disebut sebagai cabang-

cabang filsafat.

Pembagian bidang-bidang studi atau cabang-cabang filsafat, sejak kelahirannya

hingga pada masa kini, tak pernah sama kendati itu tidak berarti sama sekali

berbeda. Jika disimak dengan cermat, sesungguhnya isi setiap cabang filsafat itu

senantiasa memiliki kesamaan satu sama lain.

Aristoteles membagi filsafat ke dalam tiga bidang studi sebagai berikut: Filsafat

Spekulasi/Teoretis, Filsafat Praktika, Filsafat Produktif

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 25


1. Filsafat Spekulatif atau Teoretis. Filsafat spekulatif atau teoretis bersifat objektif.

Termasuk dalam bidang ini ialah fisika metafisika, biopsikologi, dan sebagainya.

Tujuan utama filsafat spekulatif ialah pengetahuan demi pengetahuan itu sendiri.

2. Filsafat Praktika. Filsafat praktika memberi petunjuk dan pedoman bagi tingkah

laku manusia yang baik dan sebagaimana mestinya. Termasuk dalam bidang ini

ialah etika dan politik. Sasaran terpenting bagi filsafat praktika ialah membentuk

sikap dan perilaku yang akan memampukan manusia untuk bertindak dalam

terang peagetahuan itu.

3. Filsafat Produktif. Filsafat produktif ialah pengetahuan yang membimbing dan

menuntun manusia menjadi produktif lewat suatu keterampilan khusus.

Termasuk dalam bidang ini ialah kritik sastra, retorika, dan estetika. Adapun

sasaran utama yang hendak dicapai lewat filsafat ini ialah agar manusia.

sanggup menghasilkan sesuatu, baik secara teknis maupun secara puitis dalam

terang pengetahuan yang benar.

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 26


Logika yang oleh Aristoteles disebut analitika (untuk meneliti argumentasi

yang berangkat dari proposisi yang benar) dan dialetika (untuk meneliti argumentasi

yang diragukan kebenarannya) tidak dimasukkan ke dalam salah satu bidang

tersebut. Ini karena menurut Aristoteles analitika dan dialektika adalah metode dasar

bagi pengembangan ketiga bidang filsafat tersebut.

Logika

Ontologi

Filsafat Kosmologi

Psikologi

Teologi Naturalis

Etika

Will Durant, dalam bukunya yang berjudul The Story of Philosophy yang

diterbitkan sejak tahun 1926, mengemukakan lima bidang studi filsafat sebagai
87
berikut:

Logika

Filsafat Estetika

Etika

Politika

Metafisika

1. Logika. Logika adalah studi tentang metode berpikir dan metode peneilitian ideal,

yang terdiri dari observasi, introspeksi, deduksi dan induksi, hipotesis dan

eksperimen, analisis dan sintesis, dan sebagainya.

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 27


2. Estetika. Estetika adalah studi tentang bentuk ideal dan keindahan. Estetika

disebut juga sebagai filsafat seni (philosophy of art).

3. Etika. Etika adalah studi tentang perilaku ideal.

4. Politika. Politika adalah studi tentang organisasi sosial yang ideal, yaitu tentang

monarki, aristokrasi, demokrasi, sosialisme, anarkisme, dan sebagainya.

5. Metafisika. Metafisika terdiri dari ontologi, filsafat psikologi, dan epistemologi.

Para penulis ENSIE (Eerste Nederlandse Systematich Ingerichte Encyclopaedie)

membagi filsafat ke dalam sepuluh cabang sebagai berikut:

Logika

Epistemologi

Filsafat Filsafat Naturalis

Filsafat Kultural

Filsafat Sejarah

Etika

Filsafat Ilmu

Metafisika

Estetika

Filsafat Manusia

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 28


The World University Encyclopedia membagi filsafat ke dalam cabang-cabang

sebagai berikut:

Filsafat Sejarah Filsafat

Metafisika

Epsitemologi

Logika

Estetika

Etika

Masih banyak Pembagian lain yang ditawarkan oleh para filsuf. Akan tetapi, saat

ini pada umumnya filsafat dibagi ke dalam enam bidang studi atau cabang utama

sebagai berikut.

1. Epistemologi

2. Metafisike

• Ontologi

• Teologi metafisik

• Antropologi Logika

3. Kosmologi

4. Etika

5. Estetika

6. Filsafat tentang berbagai disiplin ilmu

Keenam cabang filsafat itulah Yang akan dibicarakan berikut ini.

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 29


BAGIAN KEDUA

PENGETAHUAN SAIN
Pada Bab 2 ini dibicarakan ontologi, epistemologi, dan aksiologi sain. Uraian

mengenai ontologi sain membahas hakikat dan struktur sain. Uraian tentang struktur

sain tidak terlalu bagus. Hal itu disebabkan oleh begitu banyak macam sain, karena

banyaknya maka banyak yang tidak saya ketahui. Epistemologi sain difokuskan

pada cara kerja metode ilmiah. Sedangkan pembahasan aksiologi sain diutamakan

pada cara sain menyelesaikan masalah yang dihadapi manusia.

A. Ontologi Sain

Di sini dibicarakan hakikat dan struktur sain. Hakikat sain menjawab pertanyaan apa

sain itu sebenarnya. Struktur sain seharusnya menjelaskan cabang-cabang sain,

serta isi setiap cabang itu. Namun di sini hanya dijelaskan cabang-cabang sain dan

itupun tidak lengkap.

1. Hakikat Pengetahuan Sain

Pada Bab 1 telah dijelaskan secara ringkas bahwa pengetahuan sain adalah

pengetahuan rasional empiris. Masalah rasional dan empiris inilah yang dibahas

berikut ini. Pertama, masalah rasional.

Saya berjalan-jalan di beberapa kampung. Banyak hal yang menarik perhatian saya

di kampung-kampung itu, satu diantaranya ialah orang-orang di kampung yang satu

sehat-sehat, sedang di kampung yang lain banyak yang sakit. Secara pukul-rata

penduduk kampung yang satu lebih sehat daripada penduduk kampung yang lain

tadi. Ada apa ya? Demikian pertanyaan dalam hati saya.

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 30


Kebetulan saya mengetahui bahwa penduduk kampung yang satu itu memelihara

ayam dan mereka memakan telurnya, sedangkan penduduk kampung yang lain tadi

juga memelihara ayam tetapi tidak memakan telurnya, mereka menjual telurnya.

Berdasarkan kenyataan itu saya menduga, kampung yang satu itu penduduknya

sehat-sehat karena banyak memakan telur, sedangkan penduduk kampung yang

lain itu banyak yang sakit karena tidak makan telur. Berdasarkan ini saya menarik

hipotesis semakin banyak makan telur akan semakin sehat, atau telur berpengaruh

positif terhadap kesehatan.

286

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 31


Hipotesis harus berdasarkan rasio, dengan kata lain hipotesis harus rasional. Dalam

hal hipotesis yang saya ajukan itu rasionalnya ialah: untuk sehat diperlukan gizi,

telur banyak mengandung gizi, karena itu, logis bila semakin banyak makan telur

akan semakin sehat.

Hipotesis saya itu belum diuji kebenarannya. Kebenarannya barulah dugaan. Tetapi

hipotesis itu telah mencukupi dari segi kerasionalannya. Dengan kata lain, hipotesis

saya itu rasional. Kata “rasional” di sini menunjukkan adanya hubungan pengaruh

atau hubungan sebab akibat.

Kedua, masalah empiris. Hipotesis saya itu saya uji (kebenarannya) mengikuti

prosedur metode ilmiah. Untuk menguji hipotesis itu saya gunakan metode

eksperimen dengan cara mengambil satu atau dua kampung yang disuruh makan

telur secara teratur selama setahun sebagai kelompok eksperimen, dan mengambil

satu atau dua kampung yang lain yagn tidak boleh makan telur, juga selama setahun

itu, sebagai kelompok kontrol. Pada akhir tahun, kesehatan kedua kelompok itu saya

amati. Hasilnya, kampung yang makan telur rata-rata lebih sehat.

Sekarang, hipotesis saya semakin banyak makan telur akan semakin sehat atau

telur berpengaruh positif terhadap kesehatan terbukti. Setelah terbukti – sebaiknya

berkali-kali – maka hipotesis saya tadi berubah menjadi teori. Teori saya bahwa

“Semakin banyak makan telur akan semakin sehat” atau “Telur berpengaruh positif

terhadap kesehatan,” adalah teori yang rasional-empiris. Teori seperti inilah yang

disebut teori ilmiah (scientific theory). Beginilah teori dalam sain.

Cara kerja saya dalam memperoleh teori itu tadi adalah cara kerja metode ilmiah.

Rumus baku metode ilmiah ialah: logico-hypothetico-verificatif (buktikan bahwa itu

logis, tarik hipotesis, ajukan bukti empiris). Harap dicatat bahwa istilah logico dalam

rumus itu adalah logis dalam arti rasional.

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 32


Pada dasarnya cara kerja sain adalah kerja mencari hubungan sebab-akibat atau

mencari pengaruh sesuatu terhadap yang lain. Asumsi dasar sain ialah tidak ada

kejadian tanpa sebab.Asumsi ini oleh Fred N. Kerlinger (Foundation of Behavior

Research, 1973:378) dirumuskan dalam ungkapan post hoc, ergo propter hoc (ini,

tentu disebabkan oleh ini). Asumsi ini benar bila sebab akibat itu memiliki hubungan

rasional.

287

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 33


Ilmu atau sain berisi teori. Teori itu pada dasarnya menerangkan hubungan sebab

akibat. Sain tidak memberikan nilai baik atau buruk, halal atau haram, sopan atau

tidak sopan, indah atau tidak indah; sain hanya memberikan nilai benar atau salah.

Kenyataan inilah yang menyebabkan ada orang menyangka bahwa sain itu netral.

Dalam konteks seperti itu memang ya, tetapi dalam konteks lain belum tentu ya.

2. Struktur Sain

Dalam garis besarnya sain dibagi dua, yaitu sain kealaman dan sain sosial. Contoh

berikut ini hendak menjelaskan struktur sain dalam bentuk nama-nama ilmu. Nama

ilmu banyak sekali, berikut ditulis beberapa saja diantaranya:

1) Sain Kealaman

• Astronomi;

• Fisika: mekanika, bunyi, cahaya dan optik, fisika nuklir;

• Kimia: kimia organik, kimia teknik;

• lmu Bumi: paleontologi, ekologi, geofisika, geokimia, mineralogi, geografi;

• Ilmu Hayati: biofisika, botani, zoologi;

2) Sain Sosial

• Sosiologi: sosiologi komunikasi, sosiologi politik, sosiologi pendidikan

• Antropologi: antropologi budaya, antropologi ekonomi, entropologi politik.

• Psikologi: psikologi pendidikan, psikologi anak, psikologi abnormal;

• Ekonomi: ekonomi makro, ekonomi lingkungan, ekonomi pedesaan;

• Politik: politik dalam negeri, politik hukum, politik internasional

Agar sekaligus tampak lengkap, berikut ditambahkan Humaniora.

3) Humaniora

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 34


• Seni: seni abstrak, seni grafika, seni pahat, seni tari;

• Hukum: hukum pidana, hukum tata usaha negara, hukum adat (mungkin dapat

dimasukkan ke sain sosial);

• Filsafat: logika, ethika, estetika;

• Bahasa, Sastra;

• Agama: Islam, Kristen, Confusius;

• Sejarah: sejarah Indonesia, sejarah dunia (mungkin dapat dimasukkan ke sain

sosial).

288

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 35


Demikian sebagian kecil dari nama ilmu (sain). Ditambahkan juga

pengetahuan Humaniora (yang mungkin dapat digolongkan dalam sain sosial) dalam

daftar di atas hanyalah dengan tujuan agar tampak lengkap. (Bahan diambil dari

Ensiklopedi Indonesia).

B. Epistemologi Sain

Pada bagian ini diuraikan obyek pengetahuan sain, cara memperoleh pengetahuan

sain dan cara mengukur benar-tidaknya pengetahuan sain.

1. Objek Pengetahuan Sain

Objek pengetahuan sain (yaitu objek-objek yang diteliti sain) ialah semua objek yang

empiris. Jujun S. Suriasumantri (Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, 1994:

105) menyatakan bahwa objek kajian sain hanyalah objek yang berada dalam ruang

lingkup pengalaman manusia. Yang dimaksud pengalaman di sini ialah pengalaman

indera.

Objek kajian sain haruslah objek-objek yang empiris sebab bukti-bukti yang harus ia

temukan adalah bukti-bukti yang empiris. Bukti empiris ini diperlukan untuk menguji

bukti rasional yang telah dirumuskan dalam hipotesis.

Apakah objek yang boleh diteliti oleh sain itu bebas? Artinya, apakah sain boleh

meneliti apa saja asal empiris? Menurut sain ia boleh meneliti apa saja, ia ebas;

menurut filsafat akan tergantung pada filsafat yang mana; menurut agama belum

tentu bebas.

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 36


Objek-objek yang dapat diteliti oleh sain banyak sekali: alam, tetumbuhan, hewan,

dan manusia, serta kejadian-kejadian di sekitar alam, tetumbuhan, hewan dan

manusia itu; semuanya dapat diteliti oleh sain. Dari penelitian itulah muncul teori-

teori sain. Teori-teori itu berkelompok atau dikelompokkan dalam masing-masing

cabang sain. Teori-teori yang telah berkelompok itulah yang saya sebut struktur

sain, baik cabang-cabang sain maupun isi masing-masing cabang sain tersebut.

2. Cara Memperoleh Pengetahuan Sain

Pengalaman manusia sudah berkembang sejak lama. Yang dapat dicatat dengan

baik ialah sejak tahun 600-an SM. Yang mula-mula timbul agaknya ialah

pengetahuan

289

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 37


filsafat dan hampir bersamaan dengan itu berkembang pula pengetahuan sain dan

pengetahuan mistik.

Perkembangan sain didorong oleh paham Muhanisme. Humanisme ialah paham

filsafat yang mengajarkan bahwa manusia mampu mengatur dirinya dan alam.

Humanisme telah muncul pada zaman Yunani Lama (Yunani Kuno).

Sejak zaman dahulu, manusia telah menginginkan adanya aturan untuk mengatur

manusia. Tujuannya ialah agar manusia itu hidup teratur. Hidup teratur itu sudah

menjadi kebutuhan manusia sejak dahulu. Untuk menjamin tegaknya kehidupan

yang teratur itu diperlukan aturan.

Manusia juga perlu aturan untuk mengatur alam. Pengalaman manusia

menunjukkan bila alam tidak diatur maka alam itu akan menyulitkan kehidupan

manusia. Sementara itu manusia tidak mau dipersulit oleh alam. Bahkan sebaiknya

– kalau dapat – manusia ingin alam itu mempermudah kehidupannya. Karena itu

harus ada aturan untuk mengatur alam.

Bagaimana membuat aturan untuk mengatur manusia dalam alam? Siapa yang

dapat membuat aturan itu? Orang Yunani Kuno sudah menemukan: manusia itulah

yang membuat aturan itu. Humanisme mengatakan bahwa manusia mampu

mengatur dirinya (manusia) dan alam. Jadi, manusia itulah yang harus membuat

aturan untuk mengatur manusia dan alam.

Bagaimana membuatnya dan apa alatnya? Bila aturan itu dibuat berdasarkan

agama atau mitos, maka akan sulit sekali menghasilkan aturan yang disepakati.

Pertama, mitos itu tidak mencukupi untuk dijadikan sumber membuat aturan untuk

mengatur manusia, dan kedua, mitos itu amat tidak mencukupi untuk dijadikan

sumber membuat aturan untuk mengatur alam. Kalau begitu, apa sumber aturan itu?

Kalau dibuat berdasarkan agama? Kesulitannya ialah agama mana? Masing-masing

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 38


agama menyatakan dirinya benar, yang lain salah. Jadi, seandainya aturan itu dibuat

berdasarkan agama maka akan banyak orang yang menolaknya. Padahal aturan itu

seharusnya disepakati oleh semua orang. Begitulah kira-kira mereka berpikir.

Menurut mereka aturan itu harus dibuat berdasarkan dan bersumber pada sesuatu

yang ada pada manusia. Alat itu ialah akal. Mengapa akal? Pertama, karena akal

dianggap mampu, kedua, karena akal pada setiap roang bekerja berdasarkan aturan

yang

290

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 39


sama. Aturan itu ialah logika alami yang ada pada akal setiap manusia. Akal itulah

alat dan sumber yang paling dapat disepakati. Maka, Humanisme melahirkan

Rasionalisme.

Rasionalisme ialah paham yang mengatakan bahwa akal itulah alat pencari dan

pengukur pengetahuan. Pengetahuan dicari dengan akal, temuannya diukur dengan

akal pula.

Dicari dengan akal ialah dicari dengan berpikir logis. Diukur dengan akal artinya diuji

apakah temuan itu logis atau tidak. Bila logis, benar; bila tidak, salah. Nah, dengan

aal itulah aturan untuk mengatur manusia dan alam itu dibuat. Ini juga berarti bahwa

kebenaran itu bersumber pada akal.

Dalam proses pembuatan aturan itu, ternyata temuan akal itu seringkali

bertentangan. Kata seseorang ini logis, tetapi kata orang lain itu logis juga. Padahal

ini dan itu itu tidak sama, bahkan kadang-kadang bertentangan. Orang-orang sophis

pada zaman Yunani Kuno dapat membuktikan bahwa bergerak sama dengan diam,

kedua-duanya sama logisnya. Apakah anak panah yang melesat dari busurnya

bergerak atau diam? Dua-duanya benar. Apa itu bergerak? Bergerak ialah bila

sesuatu pindah tempat. Anak panah itu pindah dari busur ke sasaran. Jadi, anak

panah itu bergerak. Anak panah itu dapat juga dibuktikan diam. Diam ialah bila

sesuatu pada sesuatu waktu berada pada suatu tempat. Anak panah itu setiap saat

berada di suatu tempat. Jadi, anak panah itu diam. Ini pun benar, karena

argumennya juga logis. Jadi, bergerak sama dengan diam, sama-sama logis.

Apa yang diperoleh dari kenyataan itu? Yang diperoleh ialah berpikir logis tidak

menjamin diperolehnya kebenaran yang disepakati. Padahal, aturan itu seharusnya

disepakati. Kalau begitu diperlukan alat lain. Alat itu ialah Empirisme.

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 40


Empirisisme ialah paham filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar ialah yang

logis dan ada bukti empiris.

Nah, dalam hal anak panah tadi, menurut Empirisisme yang benar adalah bergerak,

sebab secara empiris dapat dibuktikan bahwa anak panah itu bergerak. Coba saja

perut Anda menghadang anak panah itu, perut anda akan tembus, benda yang

menembus sesuatu haruslah benda yang bergerak. Ya, memang, sesuatu yang

diam tidak akan mampu menembus. Logis juga.

291

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 41


Nah dengan Empirisisme inilah aturan (untuk mengatur manusia dan alam) itu

dibuat. Tetapi nanti dulu, ternyata Empirisisme masih memiliki kekurangan.

Kekurangan Empirisisme ialah karena ia belum terukur. Empirisisme hanya sampai

pada konsep-konsep yang umum. Kata Empirisisme, air kopi yang baru diseduh ini

panas, nyala api ini lebih panas, besi yang mendidih ini sangat panas. Kata

Empirisisme, kelereng ini kecil, bulan lebih besar, bumi lebih besar lagi, matahari

sangat besar. Demikianlah seterusnya. Empirisisme hanya menemukan konsep

yang sifatnya umum. Konsep itu belum operasional, karena belum terukur. Jadi,

masih diperlukan alat lain. Alat lain itu ialah Positivisme.

Positivisme mengajarkan bahwa kebenaran ialah yang logis, ada bukti empirisme,

yang terukur. “Terukur” inilah sumbangan penting Positivisme. Jadi, hal panas tadi

oleh Positivisme dikatakan air kopi ini 80 derajat celcius, air mendidih ini 100 derajat

celcius, besi mendidih ini 1000 derajat celcius, ini satu meter panjangnya, ini satu

ton beratnya, dan seterusnya. Ukuran-ukuran ini operasional, kuantitatif, tidak

memungkinkan perbedaan pendapat. Sebagaimana Anda lihat, aturan untuk

mengatur manusia dan aturan untuk mengatur alam yang kita miliki sekarang

bersifat pasti dan rinci. Jadi, operasional. Bahkan dada dan pinggul sekarang ini ada

ukurannya, katanya, ini dalam kerangka ukuran kecantikan. Dengan ukuran ini maka

kontes kecantikan dapat dioperasikan. Kehidupan kita sekarang penuh oleh ukuran.

Positivisme sudah dapat disetujui untuk memulai upaya membuat aturan untuk

mengatur manusia dan mengatur alam. Kata Positivisme, ajukan logikanya, ajukan

bukti empirisnya yang terukur. Tetapi bagaimana caranya? Kita masih memerlukan

alat lain. Alat lain itu ialah Metode Ilmiah. Sayangnya, Metode Ilmiah sebenarnya

tidak mengajukan sesuatu yang baru; Metode Ilmiah hanya mengulangi ajaran

Positivisme, tetapi lebih operasional. Metode Ilmiah mengatakan, untuk memperoleh

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 42


pengetahuan yang benar lakukan langkah berikut: logico-hypothetico-verificartif.

Maksudnya, mula-mula buktikan bahwa itu logis, kemudian ajukan hipotesis

(berdasarkan logika itu), kemudian lakukan pembuktian hipotesis itu secara empiris.

Dengan rumus Metode Ilmiah inilah kita membuat aturan itu. Metode Ilmiah itu

secara teknis dan rinci menjelaskan dalam satu bidang ilmu yang disebut Metode

Riset. Metode Riset menghasilkan Model-model Penelitian. Nah, Model-model

Penelitian inilah

292

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 43


yang menjadi instansi terakhir – dan memang operasional – dalam membuat aturan

(untuk mengatur manusia dan alam) tadi.

Dengan menggunakan Model Penelitian tertentu kita mengadakan penelitian. Hasil-

hasil penelitian itulah yang kita warisi sekarang berupa tumpukan pengetahuan sain

dalam berbagai bidang sain. Inilah sebagian dari isi kebudayaan manusia. Isi

kebudayaan yang lengkap ialah pengetahuan sain, filsafat dan mistik. Urutan dalam

proses terwujudnya aturan seperti yang diuraikan di atas ialah sebagai berikut:

HumanismeRasionalismeEmpirismePositivismeMetode IlmiahMetode RisetModel-

model PenelitianAturan untukMengatur AlamAturan untukMengatur Manusia

293

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 44


3. Ukuran Kebenaran Pengetahuan Sain

Ilmu berisi teori-teori. Jika Anda mengambil buku Ilmu (sain) Pendidikan, maka Anda

akan menemukan teori-teori tentang pendidikan. Ilmu Bumi membicarakan teori-teori

tentang bumi, Ilmu Hayat membahas teori-teori tentang makhluk hidup. Demikian

seterusnya. Jadi, isi ilmu ialah teori. Jika kita bertanya apa ukuran kebenaran sain,

maka yang kita tanya ialah apa ukuran kebenaran teori-teori sain.

Ada teori Sain Ekonomi: bila penawaran sedikit, permintaan banyak, maka harga

akan naik. Teori ini sangat kuat, karena kuatnya maka ia ditingkatkan menjadi

hukum, disebut hukum penawaran dan permintaan. Berdasarkan hukum ini, maka

barangkali benar dihipotesiskan: Jika hari hujan terus, mesin pemanas gabah tidak

diaktifkan, maka harga beras akan naik. Untuk membuktikan apakah hipotesis itu

benar atau salah, kita cukup melakukan dua langkah. Pertama, kita uji apakah teori

itu logis? Apakah logis jika hari hujan terus harga gabah akan naik?

Jika hari hujan terus, maka orang tidak dapat menjemur padi, penawaran beras akan

menurun, jumlah orang yang memerlukan tetap, orang berebutan membeli beras,

kesempatan itu dimanfaatkan pedagang beras untuk memperoleh untung sebesar

mungkin, maka harga beras akan naik. Jadi, logislah bila hujan terus harga beras

akan naik. Hipotesis itu lolos ujian pertama, uji logika. Kedua, uji empiris. Adakan

eksperimen. Buatlah hujan buatan selama mungkin, mesin pemanas gabah tidak

diaktifkan, beras dari daerah lain tidak masuk. Periksa pasar. Apakah harga beras

naik? Secara logika seharusnya naik. Dalam kenyataan mungkin saja tidak naik,

misalnya karena orang mengganti makannya dengan selain beras. Jika eksperimen

itu dikontrol dengan ketat, hipotesis tadi pasti didukung oleh kenyataan. Jika

didukung oleh kenyataan (beras naik) maka hipotesis itu menjadi teori, dan teori itu

benar, karena ia logis dan empiris.

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 45


Jika hipotesis terbukti, maka pada saatnya ia menjadi teori. Jika sesuatu teori selalu

benar, yaitu jika teori itu selalu didukung bukti empiris, maka teori itu naik tingkat

keberadaannya menjadi hukum atau aksioma.

Agaknya banyak mahasiswa menyangka bahwa hipotesis bersifat mungkin benar

mungkin salah, dengan kata lain, hipotesis itu kemungkinan benar atau salahnya

sama besar, fifty-fifty. Prasangkaan itu salah.

294

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 46


Hipotesis (dalam sain) ialah pernyataan yang sudah benar secara logika, tetapi

belum ada bukti empirisnya. Belum atau tidak ada bukti empiris bukanlah

merupakan bukti bahwa hipotesis itu salah. Hipotesis benar, bila logis, titik. Ada atau

tidak ada bukti empirisnya adalah soal lain. Dari sini tahulah kita bahwa kelogisan

suatu hipotesis – juga teori – lebih penting ketimbang bukti empirisnya. Harap

dicatat, bahwa kesimpulan ini penting.

C. Aksiologi Sain

Pada bagian ini dibicarakan tiga hal saja, pertama kegunaan sain; kedua, cara sain

menyelesaian masalah; ketiga, netralitas sain. Sebenarnya, yang kedua itu

merupakan contoh aplikasi yang pertama.

1. Kegunaan Pengetahuan Sain

Apa guna sain? Pertanyaannya sama dengan apa guna pengetahuan ilmiah karena

sain (ilmu) isinya teori (ilmiah). Secara umum, teori artinya pendapat yang

beralasan. Alasan itu dapat berupa argumen logis, ini teori filsafat; berupa argumen

perasaan atau keyakinan dan kadang-kadang empiris, ini teori dalam pengetahuan

mistik; berupa argumen logis-empiris, ini teori sain.

Sekurang-kurangnya ada tiga kegunaan teori sain: sebagai alat membuat

eksplanasi, sebagai alat peramal, dan sebagai alat pengontrol.

1) Teori Sebagai Alat Ekspalanasi

Berbagai sain yang ada sampai sekarang ini secara umum berfungsi sebagai alat

untuk membuat eksplanasi kenyataan. Menurut T. Jacob (Manusia, Ilmu dan

Teknologi, 1993: 7-8) sain merupakan suatu sistem eksplanasi yang paling dapat

diandalkan dibandingkan dengan sistem lainnya dalam memahami masa lampau,

sekarang, serta mengubah masa depan. Bagaimana contohnya?

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 47


Akhir tahun 1997 di Indonesia terjadi gejolak moneter, yaitu nilai rupiah semakin

murah dibandingkan dengan dolar (kurs rupiah terhadap dolar menurun). Gejala ini

telah memberikan dampak yang cukup luas terhadap kehidupan di Indonesia.

Gejalanya ialah harga semakin tinggi. Bagaimana menerangka gejala ini?

295

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 48


Teori-teori ekonomi (mungkin juga politik) dapat menerangkan (mengeksplanasikan)

gejala itu. Untuk mudahnya, teori ekonomi mengatakan karena banyaknya utang

luar negeri jatuh tempo (harus dibayar), hutang itu harus dibayar dengan dolar,

maka banyak sekali orang yang memerlukan dolar, karena banyak orang membeli

dolar, maka harga dolar naik dalam rupiah. Nah, ini baru sebagian gejala itu yang

dieksplanasikan. Sekalipun baru sebagian, namun gejala itu telah dapat dipahami

ala kadarnya, sesuai dengan apa yang telah dieksplanasikan itu.

Ada orang tiga bersaudara, dua laki-laki dan satu perempuan. Mereka nakal, sering

mabuk, membuat keonaran, sering bolos sekolah, tidak naik kelas, pindah-pindah

sekolah. Mereka ditinggal oleh kedua orang tuanya, ayah dan ibunya masing-masing

kawin lagi dan pindah ke tempat barunya masing-masing. Biaya hidup tiga

bersaudara itu bersama pembantu mereka, tidak kurang. Dapatkah Anda membuat

eksplanasi mengapa anak-anak itu nakal?

Anda akan dapat menjelaskan (mengeksplanasikan) jika Anda menguasai teori yang

mapu menjelaskan gejala (nakal) itu. Menurut teori Sain Pendidikan, anak-anak

yang orang tuanya cerai (biasanya disebut broken home), pada umumnya akan

berkembang menjadi anak nakal. Penyebabnya ialah karena anak-anak itu tidak

mendapat pendidikan yang baik dari kedua orang tuanya. Padahal pendidikan dari

kedua orang tua amat penting dalam pertumbuhan anak menuju dewasa.

Sebenarnya saya amat tertarik membicarakan topik ini; senang sekali rasanya

menambahkan banyak contoh lain, tetapi kedua contoh itu agaknya mencukupi

untuk menjelaskan kegunaan teori sebagai alat membuat eksplanasi.

2) Teori Sebagai Alat Peramal

Tatkala membuat eksplanasi, biasanya ilmuwan telah mengetahui juga faktor

penyebab terjadinya gejala itu. Dengan “mengutak-atik” faktor penyebab itu, ilmuwan

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 49


dapat membuat ramalan. Dalam bahasa kaum ilmuwan ramalan itu disebut prediksi,

untuk membedakannya dari ramalan dukun.

Dalam contoh kurs dolar tadi, dengan mudah orang ahli meramal. Misalnya, karena

bulan-bulan mendatang hutang luar negeri jatuh tempo semakin banyak, maka

diprediksikan kurs rupiah terhadap dolar akan semakin lemah. Ramalah lain dapat

pula dibuat, misalnya, harga barang dan jasa pada bulan-bulan mendatang akan

naik. Pada

296

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 50


contoh dua tadi dapat pula dibuat ramalan. Misalnya, pada musim paceklik ini

banyak pasangan suami istri yang cerai, maka diramalkan kenakalan remaja akan

meningkat. Ramalan lain: akan semakin banyak remaja putus sekolah, akan

semakin banyak siswa yang tiak naik kelas. Tepat dan banyaknya ramalan yang

dapat dibuat oleh ilmuwan akan ditentukan oleh kekuatan teori yang ia gunakan,

kepandaian dan kecerdasan; dan ketersediaan data di sekitar gejala itu.

3) Teori Sebagai Alat Pengontrol

Eksplanasi merupakan bahan untuk membuat ramalan dan kontrol. Ilmuwan, selain

mampu membuat ramalan berdasarkan eksplanasi gejala, juga dapat membuat

kontrol. Kita ambil lagi contoh tadi.

Agar kurs rupiah menguat, perlu ditangguhkan pembayaran hutang yang jatuh

tempo, jadi, pembayaran utang diundur. Apa yang dikontrol? Yang dikontrol ialah

kurs rupiah terhadap dolar agar tidak naik. Kontrolnya ialah kebutuhan terhadap

dolar dikurangi dengan cara menangguhkan pembayaran hutang dalam dolar.

Agar kontrol lebih efektif sebaiknya kontrol tidak hanya satu macam. Dalam kasus

ekonomi ini dapat kita tambah kontrol, umpamanya menangguhkan pembangunan

proyek yang memerlukan bahan import. Kontrol sebenarnya merupakan tindakan-

tindakan yang diduga dapat mencegah terjadinya gejala yang tidak diharapkan atau

gejala yang memang diharapkan.

Ayah dan ibu sudah cerai. Diprediksi: anak-anak mereka akan naik. Adakah upaya

yang efektif agar anak-anak itu tidak nakal? Ada, upaya itulah yang disebut kontrol.

Dalam kasus ini mungkin pamannya, bibinya, atau kakeknya, dapat mengganti

fungsi ayah dan ibunya mereka.

Perbedaan prediksi dan kontrol ialah prediksi bersifat pasif; tatkala ada kondisi

tertentu, maka kita dapat membuat prediksi, misalnya akan terjadi ini, itu, begini atau

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 51


begitu. Sedangkan kontrol bersifat aktif; terhadap sesuatu keadaan, kita membuat

tindakan atau tindakan-tindakan agar terjadi ini, itu, begini atau begitu.

2. Cara Sain Menyelesaian Masalah

Ilmu atau sain – yang isinya teori – dibuat untuk memudahkan kehidupan. Bila kita

menghadapi kesulitan (biasanya disebut masalah), kita menghadapi dan

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 52


menyelesaikan masalah itu dengan menggunakan ilmu (sebenarnya menggunakan

teori ilmu).

Dahulu orang mengambil air di bawah bukit, orang Sunda menyebutnya di lebak.

Tatkala akan mengambil air, orang melalui jalan menurun sambil membawa wadah

air. Tatkala pulang ia melalui jalan menanjak sambil membawa wadah yang berisi

air. Itu menyulitkan kehidupan. Untuk memudahkan, orang membuat sumur. Air tidak

lagi harus diambil di lebak. Air dapat diambil dari sumur yang dapat dibuat dekat

rumah.

Membuat sumur memerlukan ilmu. Tetapi sumur masih menyusahkan karena masih

harus menimba, kadang-kadang sumur amat dalam. Orang mencari teori agar air

lebih mudah diambil. Lantas orang menggunakan pompa air yang digerakkan

dengan tangan. Masih susah juga, orang lantas menggunakan mesin. Sekarang air

dengan mudah diperoleh, hanya memutar kran. Ilmu memudahkan kehidupan.

Sejak kampung itu berdiri ratusan tahun yang lalu, sampai tahun-tahun belakangan

ini penduduknya hidup dengan tenang. Tidak ada kenakalan. Anak-anak dan remaja

begitu baiknya, tidak berkelahi, tidak mabuk-mabukan, tidak mencuri, tidak

membohongi orang tuanya. Senang sekali bermukim di kampung itu. Tiba-tiba jalan

raya melintas kampung itu. Listrik dipasang, penduduk mendapat listrik dengan

harga murah. Penduduk senang.

Beberapa tahun kemudian, anak mereka nakal. Anak remaja sering berkelahi, sering

mabuk, sering mencuri, sering membohongi orang tuanya. Penduduk sering

bertanya “Mengapa keadaan begini?” Mereka menghadapi masalah.

Mereka memanggil ilmuwan, meminta bantuannya untuk menyelesaikan masalah

yang mereka hadapi. Apa yang akan dilakukan oleh ilmuwan itu? Ternyata ia

melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 53


Pertama, ia mengidentifikasi masalah. Ia ingin tahu seperti apa kenakalan remaja

yang ada di kampung itu. Ia ingin tahu lebih dahulu, secara persis, misalnya berapa

orang, siapa yang nakal, malam atau hari apa saja kenakalan itu dilakukan,

penyebab mabuk, berkelahi dengan siapa, dan apa penyebabnya, dan sebagainya.

Ia ingin tahu sebanyak-banyaknya atau selengkap-lengkapnya tentang kenakalan

yang diceritakan oleh orang kampung kepadanya, ia seolah-olah tidak percaya

begitu saja pada laporan orang kampung tersebut. Ia mengidentifikasi masalah itu.

Identifikasi biasanya dilakukan

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 54


dengan cara mengadakan penelitian. Hasil penelitian itu ia analisis untuk

mengetahui secara persis segala sesuatu di seputar kenakalan itu tadi.

Kedua, ia mencari teori tentang sebab-sebab kenakalan remaja. Biasanya ia cari

dalam literatur. Ia menemukan ada beberapa teori yang menjelaskan sebab-sebab

kenakalan remaja. Diantara teori itu ia pilih teori yang diperkirakannya paling tepat

untuk menyelesaikan masalah kenakalan remaja di kampung itu. Sekarang ia tahu

penyebab kenakalan remaja di kampung itu.

Ketiga, ia kembali membaca literatur lagi. Sekarang ia mencari teori yang

menjelaskan cara memperbaiki remaja nakal. Dalam buku ia baca, bahwa

memperbaiki remaja nakal harus disesuaikan dengan penyebabnya. Ia sudah tahu

penyebabnya, maka ia usulkan tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh

pemimpin, guru, organisasi pemuda, ustadz, orang tua remaja dan polisi serta

penegak hukum.

Demikian biasanya cara ilmuwan menyelesaikan masalah yang dihadapi. Itu adalah

cerita tentang cara sain menyelesaikan masalah. Cara filsafat dan mistik tentu lain

lagi. Langkah baku sain dalam menyelesaikan masalah: identifikasi masalah,

mencari teori, menetapkan tindakan penyelesaian.

Janganlah hendaknya terlalu mengandalkan sain tatkala timbul masalah. Ada dua

sebab. Pertama, belum tentu teori sain yang ada mampu menyelesaikan masalah

yang dihadapi. Teori itu mungkin memadai pada zaman tertentu, digunakan untuk

menghadapi masalah yang sama pada zaman yang lain, belum tentu teori itu efektif.

Kedua, belum tentu setiap masalah tersedia teori untuk menyelesaikannya. Masalah

selalu berkembang lebih cepat daripada perkembangan teori. Ilmu kita ternyata tidak

pernah mencukupi untuk menyelesaikan masalah demi masalah yang diharapkan

kepada kita.

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 55


Apabila sain gagal menyelesaikan suatu masalah yang diajukan kepadanya, maka

sebaiknya masalah itu dihadapkan ke filsafat, mungkin filsafat mampu

menyelesaikannya. Tentu dengan cara filsafat atau mungkin pengetahuan mistik

dapat membantu. Yang terbaik ialah setiap masalah diselesaikan secara bersama-

sama oleh sain, filsafat dan mistik, yang bekerjasama secara terpadu.

3. Bonus

Netralitas Sain

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 56


Pada tahun 1970-an terjadi polemik antara Mukti Alin (IAIN Yogyakarta) dengan

Sadali (ITB). Mukti Ali menyatakan bahwa sain itu netral, sementara Sadali

berpendapat sain tidak netral. Ternyata Mukti Ali hanya memancing, ia tidak

sungguh-sungguh berpendapat begitu.

Dalam ujaran Mukti Ali, waktu itu, sain itu netral, seperti pisau, digunakan untuk apa

saja itu terserah penggunannya. Pisau itu dapat digunakan untuk membunuh (salah

satu perbuatan jahat) dan dapat juga digunakan untuk perbuatan lain yang baik.

Begitulah teori-teori sain, ia dapat digunakan untuk kebaikan dan dapat pula untuk

kejahatan. Kira-kira begitulah pengertian sain netral itu.

Netral biasanya diartikan tidak memihak. Dalam kata “sain netral” pengertian itu juga

terpakai. Artinya: sain tidak memihak pada kebaikan dan tidak juga pada kejahatan.

Itulah sebabnya istilah sain netral sering diganti dengan istilah sain bebas nilai. Nah,

bebas nilai (value free) itulah yang disebut sain netral; sedangkan lawannya ialah

sain terikat, yaitu terikat nilai (value bound). Sekarang, manakah yang benar, apakah

sain seharusnya value free atau value bound? Apakah sain itu sebaiknya bebas nilai

atau terikat nilai?

Pembaca yang terhormat, ketahuilah bahwa persoalan ini bukanlah persoalan kecil.

Ia persoalan besar karena banyak sekali aspek kehidupan manusia yang diatur

secara langsung oleh sain. Jadi, paham bahwa sain itu netral atau sain itu terikat

(tidak netral, memihak), akan mempengaruhi kehidupan manusia secara langsung.

Karena itu sebaiknya kita berhati-hati dalam menetapkan paham kita tentang ini.

Apa untungnya bila sain netral? Bila sain itu kita anggap netral, atau kita

mengatakan bahwa sain sebaiknya netral keuntungannya ialah perkembangan sain

akan cepat terjadi. Karena tidak ada yang menghambat atau menghalangi tatkala

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 57


peneliti (1) memilih dan menetapkan objek yang hendak diteliti, (2) cara meneliti, dan

(3) tatkala menggunakan produk penelitian.

Orang yang menganggap sain tidak netral, akan dibatasi oleh nilai dalam (1) memilih

objek penelitian, (2) cara meneliti, dan (3) menggunakan hasil penelitian.

Tatkala akan meneliti kerja jantung manusia, orang yang beraliran sain tidak netral

akan mengambil – mungkin – jantung kelinci atau jantung hewan lainnya yang paling

mirip dengan manusia. Orang yang beraliran sain netral – mungkin – akan

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 58


mengambil orang gelandangan untuk diambil jantungnya. Orang yang beraliran sain

value bound, dalam epistemologi akan meneliti jantung itu tidak dengan menyakiti

kelinci itu, sementara orang yang menganut sain value free tidak akan

mempedulikan apakah subjek penelitian menderita atau tidak. Orang yang beraliran

sain netral akan menggunakan hasil penelitian itu secara bebas, sedang orang yang

bermazhab sain terikat akan menggunakan produk itu hanya untuk kebaikan saja.

Jadi, persoalan netralitas sain itu terdapat baik pada epistemologi, maupun aksiologi

sain. Sebenarnya dalam ontologi pun demikian. Dalam contoh di atas objek dan

metode penelitian adalah epistemologi, sedang penggunaan hasil penelitian adalah

aksiologi. Ontologinya ialah teori yang ditemukan itu. Ontologi itu pun netral, ia tidak

boleh melawan nilai yang diyakini kebenarannya oleh peneliti.

Apa kerugiannya bila kita ambil paham sain netral? Bila kita paham sain netral? Bila

kita pilih paham sain netral maka kerugiannya ialah ia akan melawan keyakinan,

misalnya keyakinan yang berasal dari agama. Percobaan pada manusia mungkin

akan diartikan sebagai penyiksaan kepada manusia. Maka, penganut sain tidak

netral akan memilih objek penelitian yang mirip dengan manusia. Untuk melihat

proses reproduksi, tentu harus ada pertemuan antara sperma an ovum. Untuk itu

peneliti dari kalangan penganut sain netral tidak akan keberatan mengambil

sepasang lelaki-perempuan yang belum nikah untuk mengadakan hubungan

kelamin yang dari situ diamati bertemunya sperma dan ovum. Peneliti yang

menganut sain tidak netral akan melakukan itu terhadap pasangan yang telah

menikah. Ini pada aspek epistemologi.

Yang paling merugikan kehidupan manusia ialah bila paham sain netral itu telah

menerapkan pahamnya pada aspek aksiologi. Mereka dapat saja menggunakan

hasil penelitian mereka untuk keperluan apapun tanpa pertimbangan nilai.

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 59


Paham sain netral sebenarnya telah melawan atau menyimpang dari maksud

penciptaan sain. Tadinya sain dibuat untuk membantu manusia dalam menghadapi

kesulitan hidupnya. Paham ini sebenarnya telah bermakna bahwa sain itu tidak

netral, sain memihak pada kegunaan membantu manusia menyelesaikan kesulitan

yang dihadapi oleh manusia. Sementara itu, paham sain netral justru akan

memberikan tambahan kesulitan bagi manusia. Kata kunci terletak dalam aksiologi

sain, yaitu ini: tatkala peneliti akan membuat teori, sebenarnya ia telah berniat akan

membantu manusia menyelesaikan

301

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 60


masalah dalam kehidupannya, mengapa justru temuannya menambah masalah bagi

manusia? Karena ia menganut sain netral padahal seharusnya ia menganut sain

tidak netral.

Berdasarkan uraian sederhana di atas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa yang

paling bijaksana ialah kita memihak atau memilih paham bahwa sain tidaklah netral.

Sain itu bagian dari kehidupan, sementara kehidupan itu secara keseluruhan

tidaklah netral.

Paham sain tidak netral adalah paham yang sesuai dengan ajaran semua agama

dan sesuai pula dengan niat ilmuwan tatkala menciptakan teori sain. Jadi,

sebenarnya tidak ada jalan bagi penganut sain netral.

Berikut dikutipkan sebagian dari tulisan Prof. Herman Soewardi, guru besar Filsafat

Ilmu Universitas Padjadjaran Bandung. Kutipan ini dapat digunakan untuk

menambah bahan pertimbangan dalam menentukan apakah sain sebaiknya netral

atau tidak netral.

Menurut Herman Soewardi (Orasi Ilmiah pada Dies Natalis IAIN Sunan Gunung Djati

Bandung ke-36 8 April 2004), dari sudut pandang epistemologi, sain terbagi dua,

yaitu Sain Formal dan Sain Emperikal. Menurutnya, Sain Formal itu berada di pikiran

kita yang berupa kontemplasi dengan menggunakan simbol-simbol, merupakan

implikasi-implikasi logis yang tidak berkesudahan. Sain Formal itu netral karena ia

berada di dalam kepala kita dan ia diatur oleh hukum-hukum logika.

Adapun Sain Emperikal, ia tidak netral. Sain Emperikal merupakan wujud konkret,

yaitu jagad raya ini, isinya ialah jalinan-jalinan sebab akibat. Sain Emperikal itu tidak

netral karena dibangun oleh pakar berdasarkan paradigma yang menjadi pijakannya,

dan pijakannya itu merupakan hasil penginderaan terhadap jagad raya. Benar

bahwa Sain Emperikal itu terdiri atas logika (jalinan sebab akibat), namun ia dimulai

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 61


dari suatu pijakan yang bermacam-macam. Pijakan itu tentulah nilai. Maka sifatnya

tidak netral. Tidak netral karena dipengaruhi oleh pijakannya itu.

Selanjutnya Herman Soewardi menambahkan uraian berikut. Barangkali kita

menyangka bahwa kausalitas itu dimana-mana sama, biasanya dirumuskan dalam

bentuk proposisi X menyebabkan Y (X 􀃆 Y). Memang begitu. Namun, bila diamati

lebih dalam, ternyata hal itu tidaklah sederhana itu. Baiklah kita periksa pandangan

David Hume, Immanuel Kant dan Al-Ghazali.

302

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 62


David Hume mengatakan bahwa dalam alam pikiran Empiricisme tidak dapat

dibenarkan adanya generalisasi sampai munculnya hukum X 􀃆 Y. Dari suatu

kejadian sampai menjadi hukum (teori) diperlukan adanya medium yang berupa

reasoning jalinan sebab akibat yang banyak sekali. Dan reasoning itu tidak mungkin.

Tidak mungkin karena rumitnya itu. Karena itu, hanyalah kebiasaan orang saja (tidak

ada dasar logikanya) untuk menyimpulkan setiap X akan diikuti Y. Pendapat ini

terkenal dengan istilah skeptisisme Hume. Jadi, menurut Hume, sebab akibat itu

sebenarnya tidaklah diketahui.

Immanuel Kant membantah skeptisisme Hume itu dengan mengatakan bahwa ada

pengetahuan bentuk ketiga, yaitu a piori sintetik. Ini menurut Herman Soewardi,

adalah suatu jalinan sintetik yang sudah ada, yang keadaannya itu diterangkan oleh

Kant secara transendental. Inilah medium yang dicari oleh Hume, yang bagi orang

Islam jalinan sintetik itu adalah ciptaan Tuhan yang sudah ada sejak semula. Suatu

kejadian X → Y sebenarnya terjadi di atas medium itu, kejadian X → Y itulah yang

selanjutnya menjadi hukum yang general.

Tampak pada kita bahwa dengan mengikuti acara Emperisisme, siapapun tidak

akan mampu menunjukkan medium itu. Sehubungan dengan ini Kant mengatakan

bahwa Tuhan lah yang menciptakan medium tersebut.

Tentang kemahakuasaan Tuhan itu Al-Ghazali menyatakan lebih tandas lagi

sehubungan dengan hukum X → Y. Kata Al-Ghazali, kekuatan X menghasilkan Y

bukan pada atau milik X itu, melainkan pada atau milik Tuhan. Bila kapas diletakkan

di atas api, kekuatan untuk terjadinya terbakar atau tidak terbakar kapas itu bukan

pada api melainkan pada Tuhan. Terbakarnya kapas oleh api merupakan suatu

regularitas atau kebiasaan atau adat, adat itu dari Tuhan, namun pada kejadian

khusus seperti pada Nabi Ibrahim, api tidak membakar. Karena Tuhan pada waktu

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 63


itu tidak memberikan kekuatan membakar pada api. Ini merupakan hukum kausalitas

yang sangat fundamental, bahwa kekuatan pada penyebab (X) adalah kekuatan

Tuhan. Sekarang, istilah yang mendunia untuk menyatakan kekuatan Tuhan itu ialah

faktor Z.

Kekuatan dari atau pada Tuhan itu, baiklah kita sebut faktor Z, menghasilkan suatu

pengertian bahwa kausalitas itu sifatnya berubah dari cukup (sufficient) menjadi

tergantung (contingent) pada faktor lain (dalam hal ini Tuhan). r

303

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 64


Dari kesimpulan itu akan muncul kesimpulan lain, yaitu kausalitas atau linkage

menjadi bergeser dari tidak memperhitungkan kehendak Tuhan ke

memperhitungkan kehendak Tuhan. Dari sini muncul beberapa pergeseran, yaitu:

• Dari deterministik (pasti) bergeser ke stokastik (mungkin);

• Dari sebab akibat terjadi pada waktu yang sama ke sebab akibat terjadi pada

waktu yang berlainan;

• Dari cukup (sufficient) bergeser ke tergantung (contingent) pada faktor Z;

• Dari niscaya (necessary) bergeser ke berganti (sustitutable).

Sain Formal dikatakan netral karena hukum-hukumnya bukan dibuat oleh

manusia. Hukum-hukumnya dibuat oleh Tuhan. Hukum-hukumnya itu ada di dalam

kepala kita.

Adapun Sain Emperikal, ia tidak netral. Tidak netral karena ia dibangun berdasarkan

pijakan seseorang pakar yang mungkin berada dengan pakar lain. Tentang ini

Thomas Kuhn memberikan eksplanasi sebagai berikut.

Sain Emperikal disebut Kuhn Sain Normal (Normal Science). Sain Normal

muncul dari paradigma, yaitu suatu pijakan, dari seseorang pakar. Dalam

perkembangannya Sain Normal mengahadapi fenomena yang tidak dapat

diterangkan oleh teori sain yang ada, ini disebut anomali. Selanjutnya anomali ini

menimbulkan krisis (ketidakpercayaan para pakar terhadap teori itu) sehingga akan

timbul paradigma baru atau pijakan baru. Inilah perkembangan sain, berubah dari

paradigma yang satu ke paradigma yang lain. Karena itu Sain Normal itu tidak

netral.

Masalah utama Sain Normal ialah masalah penginderaan. Padahal kita tahu bahwa

metode andalan – bahkan metode satu-satunya bagi Sain Normal ialah observasi

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 65


304

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 66


(dalam arti luas), sementara observasi itu sangat mengandalkan penginderaan.

Tetapi pada penginderaan inilah kelemahan utama Sain Normal.

Menurut cara berpikir Empirisisme penginderaan adalah modal fundamental bagi

manusia untuk mengetahui jagad raya. Tetapi, seperti dikatakan Kuhn, yang orang

ketahui itu tidaklah bersifat tetap, melainkan sementara dan akan berubah setelah

terjadi anomali. Kini pertanyaannya ialah: Mengapa pengideraan itu ada cacatnya

sehingga pendapat para pakar itu sering tidak sama dan sering berubah? Ini dijawab

oleh Richard Tarnas. Tarnas mengatakan bahwa di depan mata manusia itu ada

“lensa” yang memfilter penglihatan “lensa” itu dipengaruhi oleh nilai, pengalaman,

keterbatasan, trauma dan harapan. Maka, kata Tarnas, sama dengan Kant, yang

ada di benak manusia itu bukanlah jagad raya yang sebenarnya melainkan sesuatu

jagad raya ciptaan manusia itu. Karena itu kausalitas yang dibangun oleh akal

manusia itu menjadi kausalitas yang terlalu sederhana. Bila manusia mengubah

jagad raya (jagad raya buatannya), memang manusia akan memperoleh apa yang

diharapkannya, akan tetapi seringkali disertai oleh akibat-akibat yang tidak

diharapkannya. Kejadian ini (muncul akibat yang tidak diharapkan) disebut antitetikal

dan akibat-akibat yang berupa antitetikal inilah yang menimbulkan kerusakan-

kerusakan di planet kita seperti bolongnya lapisan ozon.

Kekurangan dalam penginderaan manusia itu, menurut Herman Soewardi, dapat

disempurnakan oleh firman Tuhan. Menurut Herman Soewardi, bila Sain Normal itu

netral ia akan menimbulkan 3R (resah, renggut, rusak). Kayaknya sekarang kita

telah menyaksikan kebenaran thesis Herman Soewardi itu. Karena itu thesis

tersebut perlu mendapat perhatian.

Krisis Sain Modern

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 67


Sain modern ialah sain empirikal, yaitu sain normal menurut Kuhn. Tulisan ini

esensinya diambil dari buku Herman Soewardi Tiba Saatnya Islam Kembali Kaffah

Kuat dan Berijtihad (Suatu Kognisi Baru tentang Islam), 1999, Bagian Tiga Bab 14

yang berjudul Tarnas The Crisis of Modern Science.

Pada tahun 1993, buku Tarnas yang berjudul The Passion of the Western Mind,

terbit. Dalam buku itu ada sebuah bab yang berjudul The Crisis of Modern Science.

Menurut Tarnas, sedikitnya ada enam hal yang menarik perhatian tentang sain

modern. Pertama, postulatat dasar sain modern ialah space, matter, causality, dan

305

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 68


observation, ternyata semuanya dinyatakan tidak benar. Kedua, dianutnya pendapat

Kant bahwa yang orang katakan jagad raya, bukanlah jagad raya yang sebenarnya,

tetapi jagad raya sebagaimana diciptakan oleh pikiran manusia. Ketiga,

determinisme Newton kehilangan dasar, orang pindah ke stochastic. Keempat,

partikel-partikel sub-atomatik terbuka untuk interpretsi spiritual. Kelima, adanya

uncertainty sebagaimana ditemukan oleh Heisenberg. Keenam, kerusakan ekologi

dan atmosfir yang menyeluruh yang disebut Tarnas planetary ecological crisis.

Dari enam hal yang menarik di atas Tarnas menyimpulkan bahwa orang merasa

tahu tentang jagad raya, padahal tidak: tidak ada jaminan orang dapat tahu; yang

dikatakan jagad raya sebenarnya menunjukkan hubungan orang dengan jagad raya

itu, atau jagad raya sebagaimana diciptakan oleh orang itu.

Tentu saja kesimpulan Tarnas itu sangat menggetarkan. Mengapa sampai

demikian? Tarnas menjawab sendiri: Landasan ilmiah untuk menggambarkan jagad

raya dalam sain modern adalah sangat terbatas bahkan landasan itu cukup

berbahaya.

Maka kita bertanya, bagaimana kelanjutan sain modern itu bila postulat-postulat

dasarnya dibuktikan tidak benar, dan terutama bila landasan ilmiahnya terbatas

bahkan berbahaya? Tetapi baiklah kita lihat lebih rinci mengenai kesalahan-

kesalahan sain modern itu.

Pertama, tentang space atau jagad raya. Pandangan sekarang yang berlaku ialah

bahwa space itu terbatas (finite), tetapi lepas bentuknya lengkung (tidak linier)

sehingga garis edar benda-benda angkasa berbentuk elips, bukan karena tertarik

gravitasi ke arah matahari melainkan memang bentuknya lengkung. Kini, berlaku

pandangan empat dimensi space-time, bukan hanya tiga seperti pada geometri

Eucled.

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 69


Jagad raya yang kita ketahui bukanlah jagad raya yang sebenarnya, ia adalah jagad

raya ciptaan manusia. Inilah pandangan Kant. Sekarang, terbukti penemuan-

penemuan pada mekanika kuantum menyokong pandangan Kant itu. Maka, yang

dikatakan jagad raya (space) itu hanyalah hubungan manusia dengan jagad raya,

atau jagad raya sebagaimana tampak menurut apa yang dipertanyakan oleh

manusia.

Kedua, tentang mtter atau materi. Baik Democritus maupun Newton, memandang

materi itu solid. Pandangan sekarang menyatakan materi itu kosong. Mekanika

kuantum membuktikannya.

a 306

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 70


Ketiga, tentang kausalitas. Sain modern menganggap kausalitas itu sederhana. Kini

ditemukan bahwa partikel-partikel saling mempengaruhi tanpa dapat dipahami

bagaimana hubungan kausalitas di antara mereka; kausalitas itu kompleks.

Keempat, tentang uncertainty dari Heisenberg. Ternyata observasi tdh elektron

hanya dapat dilakukan terhadap salah satu posisi atau kecepatannya, selain itu

observer tidak dapat mengobservasinya tanpa merusaknya. Heisenberg

menemukan bahwa gerakan atom tidak dapat keduanya ditetapkan sekaligus, posisi

atau kecepatannya. Ini mempertanyakan tentang kelemahan observasi.

Kelima, tentang partikel sub-atomatik. Capra mendapati bahwa ada semacam

kecerdasan elektron, sehingga kini fisika terbuka untuk menerima interpretasi

spiritual.

Keenam, kerusakan ekologi menyeluruh. Ini adalah tanda-tanda konkret adanya

dampak buruk sain, ia merupakan kebalikan dari yang diharapkan dari sain. Dampak

itu antara lain berupa kontaminasi air, udara, tanah, efek buruk berganda pada

kehidupan tetumbuhan dan hewan, kepunahan berbagai species, kerusakan hutan,

erosi tanah, pengurasan air tanah, akumulasi ilmiah yang toksik, efek rumah kaca,

bolongnya ozon, salah satu ujungnya ialah ekonomi dunia semakin runyam.

Pengembangan Ilmu

Bila Anda bertemu dengan seseorang yang baru dilantik menjadi rektor sesuatu

perguruan tinggi dan Anda bertanya apa program utamanya, maka Anda akan

mendapat jawaban bahwa program utamanya ialah pengembangan ilmu. Tentu saja,

karena perguruan tinggi pada umumnya adalah gudang ilmu. Namun, yakinlah Anda

banyak orang yang tidak memahami secara tepat apa sebenarnya pengembangan

ilmu itu, termasuk banyak juga dari kalangan rektor yang sedang menjabat sebagai

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 71


rektor. Berikut adalah uraian yang tepat mengenai pengembangan ilmu, bila Anda

setuju.

Jika Anda membuka Ilmu Bumi, Anda akan melihat bahwa isinya ialah teori tentang

bumi; buku Ilmu Hayat isinya adalah teori tentang makhluk hidup; buku Sejarah

isinya teori tentang kejadian masa lalu; buku Filsafat isinya teori filsafat, dan

begitulah selanjutnya. Jadi, isi ilmu adalah teori.

Secara umum teori ialah pendapat yang beralasan. Semakin banyak makan telor

akan semakin sehat atau telor berpengaruh positif terhadap kesehatan, adalah teori

dalam sain. Bila permintaan meningkat maka harga akan naik, juga adalah teori

sain. Menurut

307

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 72


Plato, penjaga negara (presiden dan menteri) haruslah filosof dan mereka tidak

boleh berkeluarga, jika berkeluarga maka mereka tidak akan beres menjaga negara.

Ini teori filsafat. Jika penduduk suatu negara beriman bertakwa maka Tuhan akan

menurunkan berkah bagi mereka dari langit. Ini salah satu teori dalam agama Islam.

Jin dapat disuruh melakukan sesuatu. Ini teori dalam pengetahuan mistik. Teori

adalah pendapat (yang beralasan).

Karena isi ilmu adalah teori, maka mengembangkan ilmu adalah teorinya. Ada

beberapa kemungkinan dalam mengembangkan teori. Pertama, menyusun teori

baru. Dalam hal ini memang belum pernah dari teori yang muncul, lantas seseorang

menemukan teori baru. Kedua, menemukan teori baru untuk mengganti teori lama.

Dalam kasus ini, tadinya sudah ada teorinya tetapi karena teori ini sudah tidak

mampu menyelesaikan masalah yang mestinya ia mampu menyelesaikannya, maka

teori itu diganti dengan teori baru. Ketiga, merevisi teori lama. Dalam hal peneliti

atau pengembang, tidak membatalkan teori lama, tidak juga menggantinya dengan

teori baru, ia hanya merevisi, ia hanya menyempurnakan teori lama itu. Keempat,

membatalkan teori lama. Ia hanya membatalkan, tidak menggantinya dengan teori

baru. Ini aneh: ia mengurangi jumlah teori yang sudah ada, ia membatalkan teori

dan tidak menggantinya dengan teori baru, tetapi tetap dikatakan ia

mengembangkan ilmu.

Bagaimana prosedur serta langkah-langkah pengembangan ilmu akan amat

ditentukan oleh jenis ilmunya. Itu memerlukan organisasi, ada managernya. Itu

memerlukan biaya tinggi kadang-kadang memerlukan tenaga yang sedikit atau

banyak; memerlukan waktu, ada yang sebentar dari yang lama, bahkan ada yang

sangat lama.

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 73


DAFTAR PUSTAKA

Abdullah M.E., Konci Rijki, Jakarta: Hasanah, 1985.

Abu al-Siraj al-Thusy, Al-Luma, Mesir: Dar al-Kutub al-Haditsah, 1996.

Abu Abdullah Ma’luf, al-Munjid al-Lughah wa al-‘Alam, Beirut: Dar al-Masyirq, 1975.

Abu Bakar Atjeh, Pengantar Sejarah Sufi dan Tashawwuf, Ramadhani, 1989.

Abdul Qadir Zailani, Koreksi terhadap Ajaran Tashawuf, Jakarta: Gema Insani Press,
1996.

Abdul Khaliq al-Anthar, al-Sihr wa al-Saharah wa al-Mashurum, Terjemahan


Tarmana, Bandung: Hidayah, 1996.

Ahmad Abdurrahman Hamad, al-‘Alaqah bayn al-Lughah wa al-Fikr, Dar al-Ma’rifah


al-Jami’iyyah, 1985.

Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, Bandung: Rosdakarya, 1997.

Aldous Huxley, ThePerennial Philosophy, New York: Harper and Row, 1945.

Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik dalam Islam, Terjemahan, Pustaka Firdaus,


1986.

Ali Abu Hayullah al-Marzuqy, Al-Jawahir al Lam’ah, tt.

A.S. Hornby, A Leaner’s Dictionary of Current English, London: Oxford University


Press, 1957.

Al-Ghazali, Al-Aufaq: Kumpulan Ilmu Ghaib, Diterjemahkan oleh Masroh al-


Khusaeni, Surabaya: Mahkota, 1984.

Badrudi Subkhi, Bid'ah-bid'ah di Indonesia. Jakarta: Gema Insani Press, 1996.

Clifford Geertz, Abangan Sntri dan Priyai, Pustaka Jawa, 1983.

C. Mulder, Pembimbing ke dalam Ilmu Filsafat, Jakarta: Badan Penerbit Kristen,


1966.

Davis L. Silis, International Encyclopedia of the Social Sciences. New York:


MacMillan Company, 1972.

Elias, Modern Dictionary English Arabic, 1968.

Ensiklopedi Islam. a
Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 74
333

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 75


Fred N. Kerlinger, Foundation of Behavior Research, New York: Holt, Rinehart and
Winston, 1973.

Frithjof Schoun, The Trancendent Unity of Religion, New York : Harper and Row, 1975.

Hamka, Tasauf Perkembangan dan Kemurnian, Jakarta: Nurul Islam, 1980.

Hatta, Alam Pikiran Yunani, Jakarta: Tinta Mas, 1966.

Hasan Ayub, Tabsith al-‘Aqidah al-Islamiyah, Kuwait: Dar al-Buhuts al-‘Ilmiyah,


1979.

Ha’iri, Ilmu Hudluri: Prnsip-prnsip Epistemologi dalam Islam, Bandung: Mizan, 1999.

Herman Soewardi, Tiba Saatnya Ilam Kembali Kaffah Kuat dan Berijtihad (Suatu
Kognisi Baru tentang Islam), Bandung: Diterbitkan sendiri oleh
Pengarangnya, 1999.

Hasbullah Bakry, Sistematika Filsafat, Jakarta: Widjaja, 1971.

Houston Smith, Beyond Post-Modern, 1979. (?)

Ibn Khaldun, Muqaddimah, Dar al-Fikr, 1981.

Ibrahim Samirra’i, Fiqh al-Lughah al Muqarran, Beyrut: Dar al-Tsaqafah al-


Islamiyyah, tt.

Ibn Miskawaih, Tahdzib al-Aklaq, terjemahan, Mizan, Bandung, 1994.

Ibnu Mandzur Jamaluddin al-Anshari, Lisan al-‘Arab Kairo: Dar al-Mishiriyyah li al-
Taklif wa al-Tarjamah, tt.

Jauhar Salim Abbay (penerjemah), Al-Thibb Awasin al Kaey, Jakarta: Yayasan Ibnu
Ruman, tt.

Joe Park, Selected Reading in The Philosophy of Education, New York: The
MacMillan Company, 1960.

Jujus S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Sinar


Harapan, 1994.

J. Van Baal, Sejarah dan Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya, I, Jakarta:


Gramedia, 1987.

James Drever, Kamus Antropologi, Penerjemah Nancy Simanjuntak, Jakarta: Bina


Aksara, 1986.

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 76


Kamus Umum Bahasa Sunda, Panitia Kamus LBSS, Bandung: Tarate, 1992.

K. Bertens, Sejarah Filsafat Barat Abad XX, Jakarta: Gramedia, 1983. s


334

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 77


Kerlinger, Foundation of Behavior Research, New York: Holt, Rinehart and Winston,
1973.

Karl Jasper, Philosophical Faith and Revelation, London: Colin, 1967.

Komaruddin Hidayat dan Muhammad Wahyuni, Agama Masa Depan: Perspektif


Filsafat Perennial, Jakarta: Paramadina, 1995.

Langeved, Menuju ke Pemikiran Filsafat, Djakarta: PT. Pembangunan, 1961.

Lembaga Seni Bela Diri Hikmatul Iman, Buku Pegangan Anggota, Bandung:
LSBDHI, 1993.

Louis Ma’luf, al Munjid fi al-Lughah wa al-‘Alam, Beirut: Dar al-Marsyriq, 1975.

Mohammad Hatta, Alam Pikiran Junani, Djakarta: Tintamas, I, 1966.

Mathias Haryadi, Membina Hubungan Antar Pribadi Berdasarkan Prinsip Partisipasi,


Persektuan dan Cinta Menurut Gabriel Marcel, Yogyakarta: Kanisius, 1996.

Mundiri, Logika, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 1994.

Murtadla Muthahhari, Menapak Jalan Spiritual, Jakarta: Pustaka Hidayah, 1995.

Muhammad Isa Daud, Hiwar al-Syawafy ma’a Jinniy al-Muslim, Terjemahan Afif
Muhammad dan H. Abdul Adhiem, Bandung: Pustaka Hidayah, 1996.

Muhammad bin Abdul Wahab, al-Tauhid alladzi huwa Haqqullah ‘ala al-‘Abid,
Libanon: Dar al-‘Arabiyyah, 1969.

Mahmud Syaltut, Islam Aqidah wa Syari’ah, Mesir: Dar al-Qalam, 1996.

Maria Susuei Dhavamony, Fenomenologi Agama, Jakarta: Kanisius, 1997.

Poedjawijatna, Pembimbing ke Alam Filsafat, Djakarta: PT. Pembangunan, 1974.

Reymond Firth, Humn Types, Terjemahan, Bandung: Sumur Bandung, 1960.

Samudi Abdullah, Takhayyul dan Magic dalam Pandangan Islam, Bandung: Al-
Ma’arif, 1997.

Sihristany, alMilal wa al-Nihal, Dar al-Fikr, tt.

Sachiko Murata, The Tao of Islam, Bandung: Mizan, 1996.

Syihabuddin Yahya al-Syuhrawadi, Hikayat-hikayat Mistis, Bandung: Mizan, 1992.

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 78


Syaikh Wahid Abdul Salam Bali, al-Sharim al-Battar fi Tashaddi li Saharat al-Asrar,
Terjemahan, Jakarta: Rabbani Press, 1995. a -
335

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 79


Suroso Orakas, White Magic, Pekalongan: Bahagia, 1989.

Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, Djakarta: Bulan Bintang, II, 1973.

Suyono Ariyono, Kamus Antropologi, Jakarta: Akademika Press, 1985.

T. Jacob, Manusia, Ilmu dan Teknologi, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1993.

Umar Hasyim, Setan sebagai Tertuduh dalam Masalah Sihir, Takhayyul, Pedukunan
dan Azimat, Surabaya: Bina Ilmu, tt.

Webster’s New Twentith Century Dictionary of English Language, 1980.

Wahid Abdul Salam, Wiqayat al-Insan min al-Jinny wa al-Syaithan, Beirut: Dar al-
Kutub al-Ilmiyah, 1998.

Will Durant, The Story of Philosophy, New York: Simon and Schuster, Inc., 1959.

William James, Encyclopedia of Philosophy, 1967, (?)

Wililam James, Some Problems of Philosophy, New York: Longman, 1971.


Wadji Muhammad al-Syahawi, Memanggil Roh dan Menaklukkan Jin, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1997.

Fekon & Bisnis Univ.Bosowa - MYS Page 80

Anda mungkin juga menyukai