Anda di halaman 1dari 14

1

MAKALAH FILSAFAT ILMU

Tentang

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP FILSAFAT,SEJARAH FILSAFAT,SIFAT


DAN DASAR BERFIKIR SECARA FILSAFAT

Dipresentasikan Untuk Memenuhi Persyaratan Perkuliahan Program Sejarah Peradaban


Islam Semester II Mata Kuliah Filsafat Ilmu

OLEH KELOMPOK 1

ILHAM AJI MAULANA


NIM:0602223039
SAPUTRI
NIM:0602221004
RISKI AFRIAN HARAHAP
NIM:0602221052

DOSEN PENGAMPU
Dr.Hendripal Panjaitan,MA

PROGRAM STUDI
SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ILMU SOSIAL


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2023
2

A.Pendahuluan

Filsafat merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang hasil
pemikiran manusia untuk menciptakan suatu cabang ilmu pengetahuan. Pertanyaan pokok
yang harus dicari jawabannya adalah apakah filsafat itu. Tentu Anda sendiri sering
mendengar bahkan menggunakan kata filsafat. Perlu diketahui bahwa telah banyak para ahli
filsafat yang memberikan pengertian dan definisi tentang filsafat. Akan tetapi, terdapat
keragaman dalam memberikan pengertian dan merumuskan definisi tersebut. Hal ini terjadi
karena masing-masing ahli filsafat atau filsuf itu mempunyai konsep yang berbeda dengan
filsuf yang lain dan memiliki dasar pemikiran dan pandangan yang berbeda pula. Anda perlu
memahami perbedaan tersebut dengan seksama untuk memperoleh wawasan pengetahuan
yang luas dan mendalam. Perlu diketahui bahwa kata filsafat berasal dari kata Yunani, yaitu
philosophia, terdiri dari kata philos yang berarti cinta atau sahabat dan kata sophia yang
berarti kebijaksanaan, kearifan atau pengetahuan. Jadi, philosophia berarti cinta pada
kebijaksanaan atau cinta pada kebenaran, dalam hal ini kebenaran ilmu pengetahuan.

Banyak peristiwa yang terjadi dalam alam ini yang sangat menakjubkan, yang
menimbulkan kekaguman, bahkan yang menakutkan. Bintang-bintang yang berkedip-kedip di
malam hari, lautan biru yang senantiasa bergerak, bahkan gempa bumi. Anda ingat peristiwa
Tsunami di Aceh dan di beberapa tempat yang menghancurkan bangunan-bangunan yang
memakan banyak korban adalah beberapa contoh peristiwa alam yang dahsyat. Tentu saja
peristiwa ini dapat menimbulkan pertanyaan apakah yang sebenarnya terjadi dan apakah yang
menjadi asal dari segala yang ada dalam alam ini. Hal ini pulalah yang menjadi pertanyaan
dan pemikiran bagi beberapa orang pada masa sekitar 600200 tahun Sebelum Masehi (SM)
di Yunani.

Filsafat merupakan ilmu yang sudah sangat tua. Bila kita membicarakan filsafat maka
pandangan kita akan tertuju jauh ke masa lampau di zaman Yunani Kuno. Pada masa itu
semua ilmu dinamakan filsafat. Dari Yunani lah kata filsafat ini berasal, yaitu dari kata philos
dan sophia. Philos artinya cinta yang sangat mendalam, dan sophia artinya kebijakan atau
kearifan. Istilah filsafat sering dipergunakan secara populer dalam kehidupan sehari-hari, baik
secara sadar maupun tidak sadar. Dalam penggunaan populer, filsafat dapat diartikan sebagai
suatu pendirian hidup (individu) dan dapat juga disebut sebagai pandangan masyarakat
(masyarakat). Mungkin anda pernah bertemu dengan seseorang dan mengatakan: filsafat
hidup saya adalah hidup seperti oksigen, menghidupi orang lain dan diri saya sendiri. Atau
orang lain lagi mengatakan: Hidup harus bermanfaat bagi orang lain dan dunia. Ini adalah
contoh sederhana tentang filsafat seseorang.

Usia filsafat dalam sejarah ilmu pengetahuan sudah cukup panjang. Filsafat lebih tua
usianya daripada semua ilmu dan kebanyakan agama. Walaupun demikian, bagi kebanyakan
orang awam, bahkan sebagian ilmuwan beranggapan bahwa filsafat itu merupakan sesuatu
yang kabur atau sesuatu yang sepertinya tidak ada gunanya karena hasil “lamunan” belaka,
tanpa metode, tanpa kemajuan, dan penuh perbedaan serta perselisihan pendapat (Hamersma,
2008: 5).
3

B.PEMBAHASAN

1. Pengertian dan Ruang Lingkup Filsafat

Secara etimologi, kata filsafat berasal dari kata Yunani philosophia (dari akar kata
philein = mencintai, philos = cinta, dan sophia = kebenaran atau kebijaksanaan, wisdom,
kearifan, atau hikmat) yang melahirkan kata Inggris philosophy atau kata Arab falsafah.
Biasanya, diterjemahkan dengan “cinta kebijaksanaan”. Jadi, kata majemuk philosophia
berarti = daya upaya pemikiran dan renungan manusia untuk mencari kebenaran hakiki atau
sejati dalam arti kebijaksanaan atau hikmat. Dari istilah tersebut, jelaslah bahwa orang
berfilsafat ialah orang yang mencari kebenaran atau mencintai kebenaran dan bukan orang
yang merasa memiliki kebenaran. Apabila kita kaji secara mendasar, ternyata bahwa
kebenaran filsafat itu, meski hakiki, bersifat nisbi karena sumber kebenaran filsafat itu
berasal dari manusia dan kenyataannya tidak ada manusia yang sempurna. Kebenaran mutlak
hanyalah kebenaran yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa dan Maha benar.

Menurut Muhammad Yamin, perkataan Yunani philosophos itu mulamula muncul


untuk menandingi kata sophos yang berarti “si tahu” atau “si pandai” yang merasa dirinya
telah memiliki kebenaran dalam genggamannya. Sementara itu, philosophos dalam segala
kerendahan hati mencari dan mencintai kebenaran dan masih terus bergerak dalam
perjalanan, bagai musafir yang terus setia berjalan terus dan berupaya sungguh-sungguh
menuju arah kebenaran yang sejati. Mencari kebenaran dan tidak merasa memiliki kebenaran
itulah tujuan semua filsafat dan pada akhirnya, mendekati kebenaran yang diyakininya
sebagai kesungguhan. Akan tetapi, kebenaran yang sesungguhnya, kebenaran sejati, atau
hakiki bersifat mutlak dan abadi hanya ada pada Tuhan Yang Maha benar. Kita harus
memperhatikan, kalau sebuah kata memiliki makna etimologis dan terminologi, kita harus
menjelaskan terlebih dahulu maknanya. Terlebih lagi jika kata itu memiliki makna yang
beragam. Kata filsafat adalah sebuah kata yang memiliki makna yang berbeda-beda,
tergantung pada aliran yang dianutnya.

Intiya yang diartikan filsafat ilmu ialah suatu pandangan filosofis terhadap hal yang
berhubungan dengan ilmu, menggunakan istilah lain filsafat ilmu dapat diartikan sebagai
upaya pengkajian dan penelitian tentang ilmu seperti ilmu pengetahuan atau sains, yang
menyangkut karakteristik isinya, memperolehnya, serta manfaat ilmu dalam kehidupan
manusia sehari – hari. Pengkajian ini tidak terlepas dari acuan utama filsafat yang termuat
pada bidang Ontologi, Epistemologi, serta Axiologi. ( Nurhayati.2021)

a) Ontologi sering kali dikenal dengan metafisika. Ontologi ialah cabang filsafat ilmu
yang berafiliasi menggunakan prinsip apa yang akan terjadi. Ontologi ini menjadi
pembicaraan yang dasar dalam filsafat, yang akan membahas ihwal empiris maupun
fenomena.
b) Epistemologi dapat diartikan sebagai bagian dari filsafat ilmu yang berafiliasi dengan
hakikat serta cakupan pemahaman pada dasarnya, dan penjelasan bahwa seorang
mempunyai pengetahuan.
4

c) Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang berhubungan dengan pertanyaan


tentang bagaimana manusia mempergunakan ilmunya. Aksiologi mencoba membuat
hakikat serta manfaat yang terdapat pengetahuan. ( Rokhmah. 2021)

Pada filsafat ilmu yang akan dibahas adalah kunci keberadaan sebuah ilmu, yang
diartikan bagian – bagian dasar filsafat imu. Kunci Standar ilmu ada tiga aspek yaitu :
Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi. Cabang Ontologi merupakan keilmuan yang
menyangkut permasalahan yang dipelajari oleh sebuah ilmu pengetahuan. Epistemologi
mengkaji ilmu pengetahuan dari segi sumber serta cara ilmu yang dipergunakan pada rangka
untuk mencapai suatu kebenaran ilmiah. Aksiologi menyangkut pertanyaan mengenai untuk
apa suatu ilmu pengetahuan itu tersebut.( Mariyah.2021)

Selain penjelasan di atas mengenai ruang lingkup atau cabang filsafat, ada juga yang
lainnya seperti :

a) Ontologi, istilah pengetahuan yakni ilmu yang berhubungan menggunakan


subtansi yang berasal dari makhluk hidup atau benda yang tidak berbentuk.
b) Epistemologi berasal yang awal kata episteme yang berarti pengetahuan serta
logos sehingga Epistemologi merupakan Cara dasar berasal dari pengetahuan,
kebenaran serta batasan ilmu dan juga mempelajari secara mendalam kumpulan
langkah yang nampak terhadap usaha untuk menghasilkan pengetahuan.
c) Aksiologi, axio artinya menarik kelebihan dari sesuatu, atau mempelajari wacana
realitas, serta nilai kebaikan, estetika serta kebenaran. ( Ritaudin, 2015).

Bila kita membicarakan tentang pengetahuan yang sistematis, pasti ada kejelasan
mengenai objeknya. Objek dibedakan menjadi dua macam, yaitu objek material dan objek
formal. Setiap ilmu mempunyai objek material dan objek formal masing-masing. Demikian
pula halnya dengan filsafat. Sering orang mengatakan bahwa salah satu perbedaan antara
ilmu empiris dan filsafat adalah karena objeknya ini. Objek material filsafat meliputi segala
sesuatu yang ada. Segala sesuatu itu adalah Tuhan, alam dan manusia. Bandingkanlah dengan
ilmu empiris dan ilmu agama. Objek ilmu empiris hanya manusia dan alam. Ilmu empiris
tidak mempermasalahkan atau mengkaji tentang Tuhan, tetapi ilmu-ilmu agama (teologi)
sebagian besar berisi kajian tentang ketuhanan ditinjau dari perspektif dan interpretasi
manusia terhadap wahyu atau ajaran para Nabi. Ilmu filsafat 5 mengkaji tentang alam,
manusia dan Tuhan.

Sepanjang sejarah filsafat, kajian tentang alam menempati urutan pertama, kemudian
disusul kajian tentang manusia dan Tuhan. Pada abad pertengahan di Eropa ketika filsafat
menjadi abdi teologi, banyak kajian-kajian filsafati tentang Tuhan. Setelah masuk zaman
modern, fokus kajian filsafat adalah manusia. Objek formal (sudut pandang pendekatan)
filsafat adalah dari sudut pandang hakikatnya. Filsafat berusaha untuk membahas hakikat
segala sesuatu. Hakikat artinya kebenaran yang sesungguhnya atau yang sejati, yang esensial,
bukan yang bersifat kebetulan. Sebagai contoh dapat dikemukakan di sini. Manusia sebagai
objek kajian ilmu dan filsafat dapat dikaji dari berbagai sudut pandang. Manusia dapat dikaji
dari sudut interaksinya dalam hidup bermasyarakat. Inilah sudut pandang sosiologi. Manusia
juga dapat ditinjau dari sisi kejiwaannya. Inilah sudut pandang psikologi. Manusia dapat
5

ditinjau dari perilakunya dalam memenuhi kebutuhan hidup yang cenderung tidak terbatas
dihadapkan dengan benda-benda yang terbatas. Inilah sudut pandang ilmu ekonomi. Tetapi,
manusia dapat pula dibahas dari sudut pandang yang hakiki. Inilah sudut pandang filsafat.
Pertanyaan mendasar adalah: ―Siapakah manusia itu sebenarnya?. Ada berbagai macam
jawaban terhadap pertanyaan tersebut. Salah satu jawaban yang terkenal dari Aristoteles
bahwa manusia adalah animal rationale (binatang yang berpikir).

2. Sejarah Filsafat

1 Filsafat
Berbicara tentang kelahiran dan perkembangan filsafat, pada awal kelahirannya tidak
dapat dipisahkan dengan perkembangan (ilmu) pengetahuan yang muncul pada masa
peradaban Kuno (masa Yunani). Pada tahun 2000 SM, bangsa Babylon yang hidup di
lembah Sungai Nil (Mesir) dan Sungai Efrat telah mengenal alat pengukur berat, tabel
bilangan berpangkat, tabel perkalian menggunakan sepuluh jari. Piramida yang
merupakan salah satu keajaiban dunia itu, ternyata pembuatannya menerapkan geometri
dan matematika, menunjukkan cara berpikirnya yang sudah tinggi. Selain itu, mereka pun
sudah dapat mengadakan kegiatan pengamatan benda-benda langit, baik bintang, bulan,
maupun matahari sehingga dapat meramalkan gerhana bulan ataupun gerhana matahari.
Ternyata ilmu yang mereka pakai dewasa ini disebut astronomi. Di India dan China, saat
itu telah ditemukan cara pembuatan kertas dan kompas (sebagai petunjuk arah).
2 Masa Yunani
Periode filsafat Yunani merupakan periode sangat penting dalam sejarah peradaban
manusia karena saat itu terjadi perubahan pola pikir manusia dari mitosentris menjadi
logo-sentris. Pola pikir mitosentris adalah pola pikir masyarakat yang sangat mengenal
mitos untuk menjelaskan fenomena alam, seperti gempa bumi dan pelangi. Namun, ketika
filsafat di perkenalkan, fenomena alam tersebut tidak lagi dianggap sebagai aktivitas
dewa, tetapi aktivitas alam yang terjadi secara kausalitas. Penelusuran filsafat Yunani
dijelaskan dari asal kata filsafat. Sekitar abad IX SM atau paling tidak tahun 700 SM, di
Yunani, Softhia diberi arti kebijaksanaan; Sophia berarti juga kecakapan. Kata
philoshopos mulamula dikemukakan dan dipergunakan oleh Heraklitos (480−540 SM).
Sementara pada abad 500−580 SM, kata-kata tersebut digunakan oleh Pithagoras.
Menurut Philosophos (ahli filsafat), harus mempunyai pengetahuan luas sebagai
pengenjawantahan daripada kecintaannya akan kebenaran dan mulai benar-benar jelas
digunakan pada masa kaum sophis dan socrates yang memberi arti philosophein sebagai
6

penguasaan secara sistematis terhadap pengetahuan teoretis. Philosopia adalah hasil dari
perbuatan yang disebut Philosophein, sedangakan philosophos adalah orang yang
melakukan philosophien. Dari kata philosophia itulah timbul kata-kata philosophie
(Belanda, Jerman, Perancis), philosophy (Inggris). Dalam bahasa Indonesia disebut
falsafat (Soerjabrata 1970 dalam Bakhtiar 2011). Kehidupan penduduknya sebagai
nelayan dan pedagang sebab sebagian besar penduduknya tinggal di daerah pantai
sehingga mereka dapat menguasai jalur perdagangan di Laut Tengah. Kebiasaan mereka
hidup di alam bebas sebagai nelayan itulah mewarnai kepercayaan yang dianutnya, yaitu
berdasarkan kekuatan alam sehingga beranggapan bahwa hubungan manusia dengan Sang
Maha Pencipta bersifat formalitas. Artinya, kedudukan Tuhan terpisah dengan kehidupan
manusia. Kepercayaan yang bersifat formalitas (natural religion), tidak memberikan
kebebasan kepada manusia ini ditentang oleh Homerus dengan dua buah karyanya yang
terkenal, yaitu Ilias dan Odyseus. Kedua karya Homerus itu memuat nilai-nilai yang
tinggi dan bersifat edukatif. Sedemikian besar peranan karya Homerus, sama
kedudukannya seperti wayang purwa di Jawa. Akibatnya, masyarakat lebih kritis dan
rasional. Pada abad ke-6 SM, bermunculan para pemikir yang memiliki kepercayaan
sangat bersifat rasional (cultural religion) menimbulkan pergeseran. Tuhan tidak lagi
terpisah dengan manusia, melainkan menyatu dengan kehidupan manusia. Sistem
kepercayaan yang natural religius berubah menjadi sistem kultural religius. Dalam sistem
kepercayaan natural religius ini manusia terikat oleh tradisionalisme. Sementara dalam
sistem kepercayaan kultural religius, memungkinkan manusia mengembangkan potensi
dan budayanya dengan bebas, sekaligus dapat mengembangkan pemikirannya untuk
menghadapai dan memecahkan berbagai kehidupan alam dengan akal pikiran. Ahli pikir
pertama kali yang muncul adalah Thales (625–545 SM) yang berhasil mengembangkan
geometri dan matematika. Likipos dan Democritos mengembangkan teori materi,
Hipocrates mengembangkan ilmu kedokteran, Euclid mengembangkan geometri edukatif,
Socrates mengembangkan teori tentang moral, Plato mengembangkan teori tentang ide,
Aristoteles mengembangkan teori tentang dunia dan benda serta berhasil mengumpulkan
data 500 jenis binatang (ilmu biologi). Suatu keberhasilan yang luar biasa dari Aristoteles
adalah menemukan sistem pengaturan pemikiran (logika formal) yang sampai sekarang
masih terkenal. Para ahli pikir Yunani Kuno ini mencoba membuat konsep tentang asal
mula alam. Walaupun sebelumnya sudah ada tentang konsep tersebut, tetapi konsepnya
bersifat mitos, yaitu mite kosmogonis (tentang asal-usul alam semesta) dan mite
kosmologis (tentang asal-usul serta sifat kejadian-kejadian dalam alam semesta) sehingga
7

konsep mereka sebagai mencari asche (asal mula) alam semesta dan mereka disebutnya
sebagai filsuf alam. Karena arah pemikiran filsafat pada alam semesta, corak
pemikirannya kosmosentris. Sementara para ahli pikir seperti Socrates, Plato, dan
Aristoteles yang hidup pada masa Yunani Klasik karena arah pemikirannya pada manusia
maka corak pemikiran filsafatnya antroposentris. Hal ini disebabkan arah pemikiran para
ahli pikir Yunani Klasik tersebut memasukkan manusia sebagai subjek yang harus
bertanggung jawab terhadap segala tindakannya.
3 Masa Abad Pertengahan
Masa ini diawali dengan lahirnya filsafat Eropa. Sebagaimana halnya dengan filsafat
Yunani yang dipengaruhi oleh kepercayaan maka filsafat atau pemikiran pada abad
pertengahan pun dipengaruhi oleh kepercayaan Kristen. Artinya, pemikiran filsafat abad
pertengahan didominasi oleh agama. Pemecahan semua persoalan selalu didasarkan atas
agama sehingga corak pemikiran kefilsafatannya bersifat teosentris. Baru pada abad ke-6
Masehi, setelah mendapatkan dukungan dari Karel Agung, didirikanlah sekolah-sekolah
yang memberi pelajaran gramatika, dialektika, geometri, aritmatika, astronomi, dan
musik. Keadaan tersebut akan mendorong perkembangan pemikiran filsafat pada abad ke-
13 yang ditandai berdirinya universitas-universitas dan ordo-ordo. Dalam ordo inilah
mereka mengabdikan dirinya untuk kemajuan ilmu dan agama, seperti Anselmus (1033–
1109), Abaelardus (1079–1143), dan Thomas Aquinas (1225–1274). Di kalangan para
ahli pikir Islam (periode filsafat Skolastik Islam), muncul al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Sina,
al-Ghazali, Ibnu Bajah, Ibnu Tufail, dan Ibnu Rusyd. Periode skolastik Islam ini
berlangsung tahun 850–1200. Pada masa itulah kejayaan Islam berlangsung dan ilmu
pengetahuan berkembang dengan pesat. Akan tetapi, setelah jatuhnya Kerajaan Islam di
Granada, Spanyol tahun 1492 mulailah kekuasaan politik barat menjarah ke timur. Suatu
prestasi yang paling besar dalam kegiatan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang
filsafat. Di sini mereka merupakan mata rantai yang mentransfer filsafat Yunani,
sebagaimana yang dilakukan oleh sarjana-sarjana Islam di timur terhadap Eropa dengan
menambah pikiran-pikiran Islam sendiri. Para filsuf Islam sendiri sebagian menganggap
bahwa filsafat Aristoteles adalah benar, Plato dan Al-Qur’an adalah benar, mereka
mengadakan perpaduan serta sinkretisme antara agama dan filsafat. Kemudian pikiran-
pikiran ini masuk ke Eropa yang merupakan sumbangan Islam paling besar, yang besar
pengaruhnya terhadap ilmu pengetahuan dan pemikiran filsafat, terutama dalam bidang
teologi dan ilmu pengetahuan alam. Peralihan dari abad pertengahan ke abad modern
dalam sejarah filsafat disebut sebagai masa peralihan (masa transisi), yaitu munculnya
8

Renaissance dan Humanisme yang berlangsung pada abad 15−16. Munculnya Renaisance
dan Humanisme inilah yang mengawali masa abad modern. Mulai zaman modern ini
peranan ilmu alam kodrat sangat menonjol sehingga akibatnya pemikiran filsafat semakin
dianggap sebagai pelayan dari teologi, yaitu sebagai suatu sarana untuk menetapkan
kebenaran-kebenaran mengenai Tuhan yang dapat dicapai oleh akal manusia.
4 Masa Abad Modern
Pada masa abad modern ini pemikiran filsafat berhasil menempatkan manusia pada
tempat yang sentral dalam pandangan kehidupan sehingga corak pemikirannnya
antroposentris, yaitu pemikiran filsafat mendasarkan pada akal pikir dan pengalaman.
Sebelumnya telah dikemukakan bahwa munculnya Renaisance dan Humanisme sebagai
awal masa abad modern, di mana para ahli (filsuf) menjadi pelopor perkembangan filsafat
(kalau pada abad pertengahan yang menjadi pelopor perkembangan filsafat adalah para
pemuka agama). Pemikiran filsafat masa abad modern ini berusaha meletakkan dasar-
dasar bagi metode logis ilmiah. Pemikiran filsafat diupayakan lebih bersifat praktis,
artinya pemikiran filsafat diarahkan pada upaya manusia agar dapat menguasai
lingkungan alam menggunakan berbagai penemuan ilmiah. Karena semakin pesatnya
orang menggunakan metode induksi/ eksperimental dalam berbagai penelitian ilmiah,
akibatnya perkembangan pemikiran filsafat mulai tertinggal oleh perkembangan ilmu-
ilmu alam kodrat (natural sciences). Rene Descartes (1596–1650) sebagai bapak filsafat
modern yang berhasil melahirkan suatu konsep dari perpaduan antara metode ilmu alam
dan ilmu pasti ke dalam pemikiran filsafat. Upaya ini dimaksudkan agar kebenaran dan
kenyataan filsafat juga sebagai kebenaran serta kenyataan yang jelas dan terang. Pada
abad ke-18, perkembangan pemikiran filsafat mengarah pada filsafat ilmu pengetahuan,
di mana pemikiran filsafat diisi dengan upaya manusia, bagaimana cara/sarana apa yang
dipakai untuk mencari kebenaran dan kenyataan. Sebagai tokohnya adalah George
Berkeley (1685–1753), David Hume (1711–1776), dan Rousseau (1722–1778). Di
Jerman, muncul Christian Wolft (1679–1754) dan Immanuel Kant (1724–1804) yang
mengupayakan agar filsafat menjadi ilmu pengetahuan yang pasti dan berguna, yaitu
dengan cara membentuk pengertian-pengertian yang jelas dan bukti kuat (Amin 1987).
Abad ke-19, perkembangan pemikiran filsafat terpecah belah. Pemikiran filsafat pada saat
itu telah mampu membentuk suatu kepribadian tiap-tiap bangsa dengan pengertian dan
caranya sendiri. Ada filsafat Amerika, filsafat Perancis, filsafat Inggris, dan filasafat
Jerman. Tokoh-tokohnya adalah Hegel (1770−1831), Karl Marx (1818−1883), August
Comte (1798−1857), JS. Mill (1806–1873), John Dewey (1858–1952). Akhirnya, dengan
9

munculnya pemikiran filsafat yang bermacam-macam ini berakibat tidak terdapat lagi
pemikiran filsafat yang mendominasi. Giliran selanjutnya lahirlah filsafat kontemporer
atau filsafat dewasa ini.
5 Masa Abad Dewasa Ini
Filsafat dewasa ini atau filsafat abad ke-20 juga disebut filsafat kontemporer yang
merupakan ciri khas pemikiran filsafat adalah desentralisasi manusia karena pemikiran
filsafat abad ke-20 ini memberikan perhatian yang khusus pada bidang bahasa dan etika
sosial. Dalam bidang bahasa terdapat pokok-pokok masalah; arti kata-kata dan arti
pernyataan-pernyataan. Masalah ini muncul karena realitas saat ini banyak bermunculan
berbagai istilah, di mana cara pemakainnnya sering tidak dipikirkan secara mendalam
sehingga menimbulkan tafsir yang berbeda-beda (bermakna ganda). Oleh karena itu,
timbulah filsafat analitika yang di dalamnya membahas tentang cara berpikir untuk
mengatur pemakaian kata-kata/istilahistilah yang menimbulkan kerancauan, sekaligus
dapat menunjukkan bahayabahaya yang terdapat di dalamnya. Karena bahasa sebagai
objek terpenting dalam pemikiran filsafat, para ahli pikir menyebut sebagai logosentris.
Dalam bidang etika sosial memuat pokok-pokok masalah apakah yang hendak kita
perbuat di dalam masyarakat dewasa ini. Kemudian, pada paruh pertama abad ke-20 ini
timbul aliran-aliran kefilsafatan seperti Neo-Thomisme, Neo-Kantianisme, Neo-
Hegelianisme, Kritika Ilmu, Historisme, Irasionalisme, Neo-Vitalisme, Spiritualisme, dan
Neo-Positivisme. Aliran-aliran tersebut sampai sekarang hanya sedikit yang masih
bertahan. Sementara pada awal belahan akhir abad ke-20 muncul aliran kefilsafatan yang
lebih dapat memberikan corak pemikiran, seperti Filsafat Analitik, Filsafat Eksistensi,
Strukturalisme, dan Kritikan Sosial.
3. Sifat Dan Dasar berfikir secara Filsafat

Berpikir menjadi salah satu karakateristik kehidupan manusia, dengan berpikir manusia
akan eksis dalam kehidupannya, oleh sebab itu agar manusia senantiasa keberadaanya diakui
oleh lingkungan maka dia harus berpikir mengenai dirinya dan lingkunganya. Ada 4 (empat)
jenis berpikir yang dilakukan manusia (Toenlioe, 2016 : 2-5), yaitu berpikir awam, berpikir
ilmah, berpikir filsafat dan berpikir religi. Yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu
berpikir filsafat, namun sekilas akan dijelaskan tiga jenis berpikri lainnya selain filsafat.
Berpikir awam yaitu berpikir yang dilakukan oleh orang kebanyakan, tanpa menggunakan
kerangka teori atau ilmu tertentu. Kemudian berpikir ilmiah yaitu berpikir secara keilmuan.
Berikutnya berpikir religi yaitu cara berpikir yang berbasis pada suatu yang diyakini sebagai
10

kebenaran hakiki. Seperti yang dikemukakan diatas bahawa akatifitas manusia dalam
menjalani kehidupan sehari-sehari selalu dihadapkan dalam aktifitas berpikir, beragam
masalah datang untuk kita selesaikan dengan memikirkan cara penyelesaiannya. Keadaan
berpikir sehari-hari yang dilakukan oleh manusia untuk menyelesaikan setiap permasalahan
yang ditemukannya menjadi ciri dari orang tersebut sedang berfilsafat. Apakah orang lapar
dan kemudian berpikir untuk mencari solusi agar tidak lapar, itu juga merupakan berpikir
filsafat, tentu menurut saya itu bukan ciri berfikir filsafat. Untuk menjawab seperti apa cara
berpikir orang filsafat, berikut ini karakteristik cara berfikir filsafat (Latif, 2014:4) yaitu :

1. Bersifat menyeluruh maksudnya seorang ilmuwan tidak akan pernah puas jika
hanya megenal ilmu dari segi pandang ilmu itu sendiri. Dia ingin mengetahui
hakikat ilmu dari sudut pandang yang lain, kaitanya dengan moralitas, serta
ingin yakin apakah ilmu ini membawa kebahagiaan dirinya. Hal ini akan
membuat ilmuwan tidak akan merasa sombong dan mengangkuk paling hebat
atau diatas langit masih ada langit, sebagaimana Socrates yang meyatakan tidak
tau apa-apa.
2. Bersifat mendasar, maksudnya sifat yang tidak begitu saja percaya bahwa ilmu
itu benar, mengapa ilmu itu benar? Bagaimana proses penilaian berdasarkan
kriteria dilakukan? Apakah kriteria itu sendiri benar? Lalu benar sendiri itu
apa? Seperti suatu pertanyaan yang melingkar yang harus dimulai dengan
menentukan titik yang benar.
3. Bersifat spekulatif, maksudnya menyusun sebuah lingkaran dan menentukan
titik awal sebuah lingkaran yang sekaligus menjadi titik, akhirnya dibutuhkan
suatu sifat spekulatif baik dari segi proses, analisis maupun pembuktiannya,
sehingga dapat dipisahkan mana yang logis atau tidak. Lebih rinci bagaimana
cara berpikir filsafat dikemukakan oleh Achmadi (1995:4), yaitu sebagai
berikut :
1) Harus sistematis. Pemikiran yang sistematis ini dimaksudkan untuk
menyusun suatu pola pengetahuan yang rasional. Sistematis adalah
masing-masing unsur saling berkaitan satu dengan yang lain secara
teratur dalam suatu keseluruhan.
2) Harus konsepsional. Secara umum konsepsional berkaitan dengan ide
atau gambaran yang melekat pada akal pikiran yang berada dalam
11

intelektual. Gambaran tersebut mempunyai bentuk tangkapan sesuai


dengan nilainya.
3) Harus koheren. Koheren atau runtut adalah unsur-unsurnya tidak boleh
mengandung uraian-uraian yang bertentangan satu sama lainnya.
Koheren atau runtut didalamnya memuat suatu kebenaran logis.
4) Harus rasional, yaitu unsur-unsurnya berhubungan secara logis. Artinya
pemikiran filsafat harus diuraikan dalam bentuk yang logis.
5) Harus sinoptik, yaitu pemikiran filsafat harus melihat hal-hal secara
menyeluruh atau dalam keadaan kebersamaan secara integral.
6) Harus mengarah kepada pandangan dunia. Pemikiran filsafat sebagai
upaya untuk memahami semua realitas kehidupan dengan jalan
meyusun suatu pandangan (hidup) dunia, termasuk didalamnya
menerangkan tentang dunia dan semua hal yang berada didalamnya
(dunia). Karakteristik berfikir filsafat juga dikemukakan oleh Nasution
(2016: 30-31), yaitu sebagai berikut :
a) Radikal, artinya berpikir sampai ke akar-akar persoalan.
b) Universal, yaitu berpikir secara menyeluruh. Tidak terbatas pada
bagian-bagian tertentu, tapi mencakup keseluruhan aspek yang
konkret dan abstrak atau yang fisik dan metafisik.
c) Konseptual, merupakan hasil generalisasi dan abstraksi
pengalaman manusia.
d) Koheren dan konsisten yaitu sesuai dengan kaidah-kaidah
berpikir logis. Sedangkan konsisten adalah tidak mengandung
kontradiksi.
e) Sistematik, yaitu berpikir logis, yang bergerak selangkah demi
selangkah (step by step) penuh kesadaran, berurutan dan penuh
rasa tanggung jawab.
f) Komprehensif. Mencakup atau menyeluruh
g) Bebas. Pemikiran filsafat boleh dikatakan merupakan hasil
pemikiran yang bebas, yakni bebas dari prasangka-prasangka
social, historis, kultural bahkan religious.
h) Bertanggungjawab. Seseorang berfilsafat adalah orang yang
berpikir sekaligus bertanggungjawab terhadap hasil
pemikirannya paling tidak terhadap hati nuraninya sendiri.
12

Berpikir filosofis yaitu berpikir untuk memahami hakikat dari kenyataan dalam rangka
menemukan kebenaran sejati. Kalau berpikir ilmiah adalah berpikir yang menggunakan hasil
penelitian ilmiah sebagai acuan, maka pada berpikir filosofis sang pemikir tidak lagi
tergantung pada hasil penelitian ilmiah. Hasil penelitian ilmiah berupa teori masih tetap
digunakan dalam berpikri filosofis, namun kesimpulannya tidak lagi ilmiah dan dapat
dibuktikan secara empiris, melainkan bersifat holistic, radikal, dan spekulatif (Poedjawinatna,
dalam Tienlioe, 2016:4).

Pada berpikir filosofis, sang pemikir berusaha mendapatkan jawaban tentang makna di
balik sesuatu yang ilmiah dan juga segala hal yang nyata ada dan mungkin ada namun tidak
atau belum terjangkau kajian ilmiah. Oleh karena itu, filsafat antara lain disebut metafisika
atau makna dibalik obyek-obyek yang dapat diindera, mapun yang diduga ada, namun tidak
terindera. Untuk sampai pada berpikir filosofis, maka ada obyek yang menjadi focus berfiksi.
Obyek berfikir filosofis adalah sesuatu dibalik hal-hal yang ada dan yang mungkin ada.
Sesuatu di balik hal-hal yang ada adalah hal-hal yang dapat diamati, maupun hal-hal dibalik
hasil kajian ilmiah. Sedangkan hal-hal dibalik sesuatu yang mungkin ada adalah hal-hal yang
dipikirkan ada berdasarkan kenyataan yang ada, namun tidak mungkin ada atau belum dapat
dijelaskan secara ilmiah.

Kenyataan yang ada namun tidak atau belum dapat dijelaskan secara ilmah tersebut,
misalnya hal-hal yang nyata dan diyakini dalam religi, termasuk agama. Berdasarkan
penjelasan dari ketiga sumber tersebut diatas, jelas bahwa kegiatan berpikir filsafat tidak
sama dengan kegiatan berpikir sehari-hari yang biasa dilakukan oleh kebanyakan orang pada
umumnya. Berfikir filsafat memiliki karakteristik tersendiri dan ada kaidah-kaidah
didalamnya yang harus diikuti sehingga proses berpikir yang diakukan oleh seseorang itu
masuk dalam kategori berfikir filsafat. Karakteristik berpikir filsafat berdasarkan ketiga
sumber tersebut dapat disimpulkan bahwa karakteristik berpikir filsafat meliputi harus
sistematis, bersifat universal, radikal (mendasar), rasional, menyeluruh, koheren, konseptual,
bebas dan bertanggungjawab.
13

C.KESIMPULAN

1. Pengertian filsafat secara etimologis berasal dari bahasa Yunani: philein dan
sophos yang berarti cinta kebijaksanaan atau cinta kearifan. Secara terminologis,
filsafat diartikan sebagai ilmu yang membahas hakikat segala sesuatu yang ada
(manusia, alam semesta dan Tuhan). Secara historis, filsafat adalah induk segala
ilmu. Sebelum ilmu-ilmu berkembang dan mempunyai nama-nama sendiri seperti
sekarang, dahulu kebenaran rasional yang direnungkan dan ditemukan orang
dinamakan filsafat.
2. Objek material filsafat adalah manusia, alam semesta dan Tuhan. Pembahasan
filsafat selama ini lebih banyak membahas tentang manusia dilihat dari berbagai
dimensinya. Objek formal filsafat adalah perenungan atau refleksi terhadap segala
sesuatu (manusia, alam dan Tuhan) untuk mendapatkan hakikatnya yang terdalam.
Sebagai sebuah kajian, filsafat mempunyai ciri berpikir tersendiri, yaitu radikal,
sistematis dan universal. Ciri radikal yang merupakan ciri pokok filsafat.
Sedangkan dua ciri yang lain (sistematis dan universal) juga terdapat pada
ilmuilmu empiris maupun ilmu agama.
3. Ada banyak pandangan tentang cabang-cabang filsafat. Masing-masing ahli
filsafat mempunyai telaah sendiri-sendiri. Tetapi ada cabang-cabang filsafat yang
utama, yaitu metafisika, epistemologi, aksiologi, logika, etika, estetika dan filsafat
khusus. Filsafat khusus di antaranya adalah filsafat sains, filsafat hukum, filsafat
sosial, filsafat politik dan filsafat pendidikan.
14

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Asmoro. 2003. Filsafat Umum. Jakarta: RajaGrafindo Persada

Muliono, Welhendri Azwar. 2019. Filsafat Ilmu: Cara Mudah Memahami Filsafat Ilmu. Jakarta:
Prenada Media.

Nasution, Ahmad Taufik. 2016. Filsafat Ilmu Hakikat Mencari Pengetahuan. Yogyakarta: Deepbulish.

Rapar, Jan Hendrik. 1996. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Kanisius

Toenlioe, Anselmus JE. 2016. Teori dan Filsafat Pendidikan. Malang: Gunung Samudra

Anda mungkin juga menyukai