Anda di halaman 1dari 11

PRE PLANNING

PENYULUHAN KESEHATAN ISPA


DI RT 36 DUSUN JOYO MULYO KELURAHAN LEMPAKE

KECAMATAN SAMARINDA UTARA

DOSEN PEMBIMBING
Ns. Andi Parellangi, S.Kep., M.Kep., M.H &
Dosen Pembimbing Lainnya

Oleh Kelompok 1
Ade Baginda
Ade Irma Safitri
Eni Setyawati
Fajrin Juniarto
Himatu Ulya
Nazua
Olga Jadha Casmira
Siti Salmah
Tata Maulita

SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN KALTIM
2018
PRE PLANNING PENYULUHAN KESEHATAN
INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS (ISPA)

I. Latar Belakang
Masalah yang sering merisaukan diberbagai negara yang sedang
berkembang adalah masalah pada pernafasan atas atau ISPA khususnya
terjadi pada balita. Tinggi rendahnya angka kejadian terjadinya ISPA
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain keadaan lingkungan, pelayanan
kesehatan yang tidak memadai dan disertai cakupan imunisasi yang masih
rendah.

II. Tujuan Umum dan Tujuan Khusus


Tujuan Umum : setelah diberikan penyuluhan kesehatan tentang ISPA
masyarakat dengan anggota keluarga mampu memahami
dan mengerti tentang ISPA
Tujuan Khusus : setelah diberikan penyuluhan kesehatan tentang ISPA
masyarakat dengan keluarga mampu :
1. Menjelaskan pengertian ISPA
2. Menyebutkan penyebab ISPA
3. Menyebutkan tanda dan gajala ISPA
4. Komplikasi ISPA
5. Penatalaksanaan ISPA

III. Metode Pelaksanaan


1. Ceramah
2. Tanya Jawab
IV. Sasaran dan Target
Kader dan orangtua yang mempunyai balita

V. Strategi Pelaksanan
1. Fase Orientasi (5 menit)
- Salam
- Perkenalan
- Menjelaskan tujuan kegiatan
2. Fase Kerja (20 menit)
- Menjelaskan pengertian ISPA
- Menyebutkan penyebab ISPA
- Menyebutkan tanda dan gejala ISPA
- Menjelaskan komplikasi ISPA
- Menjelaskan penatalaksanaan ISPA
3. Fase Termintasi (10 menit)
- Mengevaluasi kembali apa yang telah disampaikan
- Meminta keluarga untuk menjelaskan pengertian ISPA, penyebab
ISPA, tanda dan gejala ISPA, komplikasi ISPA dan menjelaskan
penatalaksanaan ISPA

VI. Media
- Lembar balik
- Leaflet
VII. Setting Tempat
Keterangan :

: RT

: Dosen

: Lurah

: Pimpinan Puskesmas

: MC

: Moderator

: Fasilitator

: Tokoh agama dan tokoh masyarakat

: Seluruh Warga di RT. 36

: Flipchart

VIII. Pengorganisasian
1. Leader
Tugas penyuluh antara lain :
- Menjelaskan pengertian ISPA
- Menyebutkan penyebab ISPA
- Menyebutkan tanda adan gejala ISPA
- Menjelaskan komlikasi ISPA
- Menjeaskan penatalaksanaan ISPA
- Mengevaluasi kegiatan penyuluhan.
2. Peserta
Tugas peserta :
- Mengikuti penyuluhan sampai selesai
- Menyebutkan dan menjelaskan kembali pengertian, penyebab, tanada
gejala, komplikasi, dan penatalaksanaan ISPA
3. Moderator
Tugas moderato: Memimpin jalannya kegiatan penyuluhan kesehatan.
4. Fasilitator
Tugas fasilitator: memfasilitasi masyarakat dalam kegiatan penyuluhan
kesehatan.

IX. Susunan Acara


1. Pembukaan
2. Penyampaian materi
3. Tanya jawab
4. Penutup

X. Kriteria Evaluasi
1. Struktur
- Pre planning disusun dan di ACC oleh pembimbing
- Kontrak dengan keluarga sudah disepakati
- Media sudah tersedia
Proses
- Masyarakat menerima kehadiran perawat komunitas
- Masyarakat mengikuti penyuluhan sampai selesai
- MasyarakatKeluarga ikut aktif dalam penyuluhan
2. Evaluasi
- 75% masyarakat memahami pengertian ISPA
- 75% masyarakat mampu menyebutkan penyebab ISPA
- 75% masyarakat mampu menyebutkan tanda dan gejala ISPA
- 75% masyarakat mampu menjelaskan komplikasi ISPA
- 75% masyarakat mampu menjelaskan penatalaksanaan ISPA

XI. Materi
Terlampir
MATERI
PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN ATAS (ISPA)

A. Pengertian
ISPA adalah penyakit akut yang menyerang salah satu bagian dari atau
lebih dari saluran nafas mulai dari hidung saluran atas) hingga alveoli saluran
bawah, termasuk jaringan adreksnya seperti sinus-sinus rongga telinga tengah
dan pleura (Depkes RI, 2002).

B. Etiologi
Menurut Ngastiyah, 1997 faktor-faktor penyebab kurang energi protein
dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Primer
a) Susunan makanan yang salah
b) Penyedia makanan yang kurang baik
c) Kemiskinan
d) Ketidaktahuan tentang nutrisi
e) Kebiasan makan yang salah.
2. Sekunder
a) Gangguan pencernaan (seperti malabsorbsi, gizi
tidak baik, kelainan struktur saluran).
b) Gangguan psikologis.

C. Klasifikasi KEP
Kekurangan Energi Protein (KEP) dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. KEP Ringan
Bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak pada pita warna
kuning di atas garis merah, atau BB / U 70% - 80% baku median WHO-
NCHS.
2. KEP Sedang
Bila hasil penimbangan berat badan pada KMS dibawah garis merah atau
BB / U 60% - 70% baku median WHO-NCHS.
3. KEP Berat
Secara garis besar dapat dibedakan menjadi :
a) Kwasiokor : kekurangan protein
Tanda-tanda :
1) Edema umumnya diseluruh tubuh
terutama pada kaki
2) Wajah membulat dan sembab
3) Perubahan status mental : cengeng,
rewel kadang apatis
4) Anak sering menolak jenis
makanan
5) Rambut berwarna kemerahan,
kusam dan mudah dicabut
6) Otot-otot mengecil, lebih nyata
apabila diperiksa pada posisi
berdiri dan duduk, anak lebih
sering berbaring
7) Sering disertai infeksi, anemia serta
diare
8) Gangguan kulit berupa bercak
merah yang meluas dan berubah
menjadi hitam terkelupas
9) Pandangan mata anak tampak sayu

b) Marasmus: kekurangan energi dan protein


Tanda-tanda :
1) Anak tampak kurus, tinggal tulang
terbungkus kulit
2) Cengeng, rewel dan perut cekung
3) Kulit keriput, jaringan lemak
subkutis sangat sedikit sampai
tidak ada
4) Wajah seperti orang tua
5) Sering disertai diare kronik /
konstipasi serta penyakit kronik
lainnya
6) Tekanan darah, detak jantung dan
pernafasan kurang
c) Marasmus – Kwasiokor
Tanda-tandanya merupakan gabungan dari ke dua jenis KEP di atas.
(Moehji, 1992)

D. Penatalaksanaan KEP (Pudjiani, 2000)


KEP disebabkan oleh multifaktor yang saling terkait sinergis secara
klinis maupun lingkungannya. Pencegahan hendaknya meliputi faktor secara
konsisten.
Tindakan yang diperlukan untuk mengatasi KEP :
1. Mengendalikan penyakit-penyakit infeksi, khususnya diare,
melalui :
a) Perbaikan : sanitasi, personal, lingkungan, terutama makanan dan
peralatan.
b) Pendidikan : dasar, kesehatan, gizi
c) Program imunisasi
Pencegahan penyakit erat kaitannya dengan lingkungan seperti TBC,
Malaria, DHF, parasit (cacing).
2. Memperkecil dampak penyakit infeksi terutama diare diwilayah
yang sanitasi lingkungannya belum baik.
3. Deteksi dini dan menejemen awal / ringan
a) Memonitor tumbang dan status gizi balita secara kontinu
b) Perhatikan khusus faktor resiko tinggi yang akan berpengaruh terhadap
kelangsungan status gizi (kemiskinan, ketidaktahuan penyakit infeksi)
4. Memelihara status gizi
a) Dimulai sejak dalam kandungan, ibu hamil dengan gizi yang baik,
diharapkan melahirkan bayi dengan status gizi yang baik pula.
b) Setelah lahir segera diberi ASI ekslusif sampai 4 bulan
c) Pemberian makanan tambahan (pendamping) ASI mulai usia 4 bulan
secara bertahap
d) Memperpanjang masa menyusui selama mungkin selama bayi
menghendaki (maksimal 2 tahun).
DAFTAR PUSTAKA

Pudjiani, 2000, Ilmu Gizi Klinis Pada Anak, Penerit FKUI, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 1999, Pedoman Tatalaksana KEP pada Anak di


Puskesmas dan di Rumah Tangga, Bhakti Husada, Jakarta.

Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, Editor Setiawan, EGC, Jakarta.

Mochji, 1992, Pemeliharaan Gizi Bayi dan Balita, Penerbit Bharata, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai